KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA"

Transkripsi

1 KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Siti Sundari, Pratiwi, PuguhYudho T Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77C Malang siti_sundari@yahoo.com Abstract: One of some causes from ISPA, was a low quality indoor and outdoor air. The research objective was to know the dominant factor of environmental health condition area againts risks incident ISPA toddlers. The research was an analytical epidemiology study by studying the relationship between disease and (paparan)/ research factor. It was held by comparing the cases group and the control group based on the research factor. The research was held for six months from June 2013 to November 2013 at Dinoyo Public Health Center of Malang City. The total sample was 54 people; consist of 24 people of case group and 30 people of control group. The result shown that there were 6 factors of unappropriate house conditions. The conditions positioned as the dominant risk factors, such as (lubang asap) kitchen, the population of house members, windows, dusty ceilings, room ventilation, and bedroom windows. Keywords: ISPA, toddler, environmental, health Abstrak: Salah satu penyebab terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Tujuan penelitian ini mengetahui kondisi kesehatan lingkungan yang menjadi faktor dominan terhadap risiko kejadian ISPA pada. Penelitian ini termasuk studi epidemiologi analitik dgn mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian), dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Pelaksanaan penelitian selama 6 bulan pada bulan Juni s/d Nopember 2013 di wilayah kerja puskesmas Dinoyo, Kota Malang. Sampel sejumlah 54; terdiri dari 24 orang kelompok kasus dan kelompok kontrol 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 6 faktor kondisi rumah tidak memenuhi syarat yang menjadi faktor risiko dominan, yaitu keberadaan lubang asap dapur; kepadatan penghuni rumah; jendela ruang keluarga; langit-langit rumah kotor berdebu, ventilasi ruangan; dan jendela kamar tidur yg tidak memenuhi syarat. Kata Kunci: ISPA, balita, lingkungan, kesehatan PENDAHULUAN Sepuluh besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2009, menempatkan Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas (ISPA) pada urutan pertama dengan total kasus sebanyak , sedangkan pada pasien rawat inap menempati urutan ke tujuh dengan total kasus serta CFR 0,45% (Depkes RI, 2010). Lebih dari dua dasawarsa ini penyakit ISPA selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Salah satu penyebab terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara baik di dalam rumah maupun di luar rumah (Depkes RI, 2011). Menurut Survei Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi, dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. Bagian penting dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular, termasuk penyakit ISPA adalah memutus rantai penularan. Sanitasi lingkungan yang tidak higienis mempermudah penularan penyakit (Widoyono, 2008). Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut menjadi ISSN

2 JURNAL PENDIDIKAN KESEHATAN, VOLUME 4, NO. 2, OKTOBER 2015: Pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Prevalensi ISPA di Kota Malang cukup tinggi, karena termasuk 10 besar penyakit di Puskesmas. Penemuan penderita ISPA balita di Kota Malang pada tahun 2012 sebanyak ISPA bukan Pneumonia dan 1349 ISPA Pneumonia, dimana Puskesmas Dinoyo merupakan Puskesmas dengan penemuan penderita Pneumonia tertinggi (399 atau 82,9% dari target) diantara 15 Puskesmas di wilayah Kota Malang. Rata-rata penemuan penderita ISPA Pneumonia di Puskesmas Kota Malang tahun 2012 adalah 21,8% dengan variasi antara (0 s/d 82,9%), dimana dua Puskesmas yaitu Puskesmas Arjuno dan Mulyorejo tidak menemukan ISPA Pneumonia, namun penderita ISPA Non Pneumonia pada balita penderitanya cukup banyak (Dinkes Kota Malang, 2012). Tujuan penelitian ini mengetahui kondisi kesehatan lingkungan apakah yang menjadi faktor penyebab atau faktor risiko kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk studi epidemiologi analitik dengan rancangan kasus-kontrol, yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan(faktor penelitian), dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Dalam rancangan penelitian ini peneliti mengikuti proses perjalanan penyakit ke arah belakang, berdasarkan urutan waktu (retrospektif). Dengan kata lain kasus kontrol menggunakan paradigma akibat ke sebab yang merupakan kebalikan dari penelitian prospektif (Hikmawati, Isna, 2011) Sebagai kelompok kasus adalah ibu balita penderita ISPA Pneumonia yang berobat di Puskesmas Dinoyo Pada Mei s/d Juli tahun 2013 dan sebagai kelompok Kontrol adalah balita sehat peserta posyandu di Kelurahan Dinoyo di RW 3 yang terpilih sebagai sampel. Penelitian dimulai secara simultan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol yang memenuhi syarat sebagai sampel untuk mengetahui ada dan tidaknya faktor resiko terhadap terjadinya ISPA pada balita. Analisis dilakukan dengan menghitung Rasio Relatif (RR) atau Rasio Insiden Komulatif) yang menyatakan besarnya resiko (kemungkinan) untuk menderita bagi mereka yang dibanding mereka yang tidak atau memperlihatkan besarnya pengaruh kean terhadap timbulnya penyakit Populasi penelitian ini seluruh ibu yang memiliki balita penderita ISPA Pneumonia yang berobat ke Puskesmas Dinoyo bulan Mei s/d Juli tahun 2013 dan berasal dari wilayah kerja Puskesmas Dinoyo sebanyak 34 orang dan ibu yang memiliki balita sehat peserta Posyandu di RW 3 Kelurahan Dinoyo sebanyak 152 orang. Populasi kelompok kasus diperoleh dari dokumen rekam medis di Puskesmas Dinoyo, sedangkan populasi kelompok kontrol diperoleh dari dokumen Posyandu Kelurahan Dinoyo Besar sampel sebanyak 54, yaitu 24 orang pada kelompok kasus (ibu balita penderita ISPA Pneumonia) yang memenuhi kriteria inklusi dan untuk kelompok kontrol (ibu balita sehat) ditentukan 30 orang. Sampel kelompok kasus adalah semua ibu balita sakit yang memenuhi kriteria inklusi, sedangkan untuk sampel kelompok kontrol sebesar 30 orang diambil secara proporsional random sampling dari masingmasing RT di wilayah RW 3 Kelurahan Dinoyo. Kriteria inklusi untuk kelompok kasus adalah: 1) ibu yang balitanya sakit ISPA Pneumonia yang tidak diikuti penyakit menular lainnya, 2) berobat ke Klinik MTBS Puskesmas Dinoyo bulan Mei s/ d Juli 2013, 3) tinggal di kelurahan wilayah kerja Puskesmas Dinoyo, 4) ibu balita yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian, 5) ibu balita yang tinggal serumah dengan balita penderita ISPA Pneumonia. Untuk kelompok kontrol/ kelola adalah 1) ibu balita yang balitanya menjadi peserta aktif ke Posyandu di Kelurahan Dinoyo, 2) tinggal serumah dengan balitanya, 3) bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. 100 ISSN

3 Kriteria eksklusi untuk kelompok kasus adalah: 1) alamat ibu balita tidak diketemukan, telah dilakukan renovasi rumah setelah balita berobat ke Puskesmas dengan diagnosa Pneumonia. Untuk kelompok kontrol adalah: 1) dalam 3 bulan terakhir balitanya mengalami sakit/ gejala ISPA Pneumonia, 2) melakukan renovasi rumah dalam 3 bulan terakhir. Variabel penelitian terdiri dari variabel independen dan dependen. Variabel independen adalah kondisi kesehatan lingkungan rumah balita dan variabel dependen nya yaitu kejadian ISPA Pneumonia pada balita. Observasi dilakukan dengan mengukur kelembapan rumah dengan Hygrometer, mengukur suhu ruangan dengan alat Termometer, mengukur cahaya dengan Luxmeter dan luas ruangan dengan Rollmeter. Angka kelembaban ruang dibuat rata-rata. Kelembaban udara tidak memenuhi syarat apabila rata-rata > 60% dan kurang 40%, dan memenuhi syarat apabila hasil pengukuran rata-rata antara (40 s/d 60%) Pengukuran suhu dilakukan siang hari, suhu rata-rata diinterpretasikan tidak memenuhi syarat apabila rata-rata <18 0 C atau >30 0 C, dan memenuhi syarat apabila suhu rata-rata antara C Kepadatan penghuni diperoleh dengan cara membagi luas rumah dengan jumlah penghuni dengan satuan meter persegi per orang, Kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat apabila penghuni <8m 2 per orang, dan memenuhi syarat apabila rata-rata >8m 2 per orang. Data yang terkumpul dimasukkan dalam master sheet, kemudian dikelompokkan atau ditabulasikan, dalam bentuk tabel frekuensi. Bentuk tabel analisis faktor resiko seperti Tabel 1. Untuk mengetahui faktor resiko dominan kondisi kesehatan lingkungan terhadap kejadian ISPA pada balita dilakukan analisis dengan menghitung besarnya risk relatif (RR) yang menunjukkan berapa kali (lebih besar atau lebih kecil) risiko untuk mengalami penyakit pada populasi relatif dibandingkan populasi tak. Istilah lain dari Risiko Relatif adalah rasio insidensi komulatif (comulative Incidence Ratio), (Hikmawati, I., 2011 ). Dalam penelitian ini besarnya RR menunjukkan berapa kali risiko untuk mengalami sakit Pneumonia pada balita kondisi kesehatan rumah tinggal yang tidak sehat dibanding dengan balita tak. Risiko relatif merupakan nilai perbandingan (rasio) antara rate insiden kelompok dengan rate insiden kelompok tidak pada akhir pengamatan dengan perhitungan sebagai berikut: Risiko Relative (RR) = CI / CI. Kriteria hasil analisis, apabila nilai RR = 1 artinya tidak ada pengaruh antara kean dengan kejadian penyakit; apabila nilai RR > 1 artinya ada pengaruh antara kean dengan kejadian penyakit; apabila nilai RR <1 artinya kean bukan merupakan risiko kejadian penyakit. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan April s/d Nopember Penelitian ini bertempat di wilayah kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang. HASIL PENELITIAN Penelitian pada balita penderita ISPA Pneumonia yang berobat ke Puskesmas Dinoyo diperoleh dari dokumen rekam medis rawat jalan Puskesmas. Sebanyak 64 orang dengan proporsi asal penderita berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas Dinoyo 29 balita berasal dari wilayah kerja Puskesmas Dinoyo 35 orang. Dari 35 balita Tabel 1. Analisis faktor resiko menurut Hikmawati I (2011) Sakit/ Kasus a b a + b Kontrol/ sehat c d c + d a + c b+ d n = a+b+c+d ISSN

4 JURNAL PENDIDIKAN KESEHATAN, VOLUME 4, NO. 2, OKTOBER 2015: penderita Pneomonia yang berobat tersebut 6 orang catatan alamatnya tidak lengkap, dan 5 orang alamatnya tidak diketemukan, sehingga responden balita penderita ISPA Pneumonia sebesar 24 orang. Gambaran karakteristik balita penderita ISPA yang berobat ke Puskesmas Dinoyo sebagai kelompok kasus dan balita peserta Posyandu RW 3 Kelurahan Dinoyo Sebagai kelompok kontrol. Sebagian besar responden, baik dari kelompok balita penderita ISPA Pneumonia, maupun kelompok kontrol berusia (1 s/d <5) tahun, dan sebagian kecil lainnya berusia <1 tahun (bayi) (Tabel 2). penderita ISPA Pnemonia pada balita lebih banyak berjenis kelamin perempuan dari pada laki-laki (Tabel 3). Sebagian besar pendidikan ibu balita kelompok kasus maupun kelompok kontrol berpendidikan menengah, sedangkan proporsi pendidikan tinggi lebih besar pada kelompok kontrol daripada kelompok kasus, sebaliknya proporsi pendidikan ibu balita dalam katagori perguruan tinggi, lebih besar kelompok kontrol daripada kelompok kasus (Tabel 4) Berdasarkan status pekerjaan, sebagian besar ibu balita kelompok kasus maupun kelompok kontrol dalam status tidak bekerja, sedangkan Tabel 2. Distribusi frekuensi balita kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan usia Usia Kel. Kasus Kel. Kontrol n % n % < 1 tahun 8 33,33 1s/d <5 tahun 16 66, Tabel 3. Distribusi frekuensi penderita ISPA pneumoni pada berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin n % Laki-laki 11 45,83 Perempuan 13 54, proporsi bekerja pada kelompok kontrol lebih besar daripada kelompok kasus (Tabel 5). Hasil penelitian didapatkan nilai =0,72 atau 72%, artinya 72 diantara 100 balita yang tinggal di rumah dengan kondisi langit-langit tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit ISPA Pneumonia,dan CI tidak 0,37 atau 37%, artinya sekitar 37 diantara 100 orang balita yang tidak kondisi langit-langit tidak sehat akan mengalami sakit ISPA Pneumonia. Resiko relatif (RR) = 1,95 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu balita yang, lebih besar 1,95 kali kemungkinannya untuk mengalami tersebut (Tabel 6). Berdasarkan kondisi dinding rumah, Nilai =0,66 atau 66%, artinya 66 diantara 100 balita yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding tidak memenuhi syarat akan mengalami sakit ISPA Pneumonia, dan CI tidak 0,41 atau 41%, artinya sekitar 41 diantara 100 orang balita yang tidak kondisi lantai rumah tidak memenuhi syarat akan mengalami sakit ISPA Pneumonia. Resiko relatif (RR) = 1,6 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu balita yang, lebih besar 1,6 kali kemungkinannya untuk mengalami (Tabel 7). Tabel 4. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu Pendidikan Kel. Kasus Kel. Kontrol n % n % SD 2 8,33 2 6,67 4 SMP -SMA 20 83, ,33 39 PT 2 8, Total Tabel 5. Distribusi frekuensi berdasarkan status pekerjaan ibu Status Kel. Kasus Kel. Kontrol pekerjaan n % n % Bekerja 4 16, ,67 12 bekerja 20 83, ,33 42 Total ISSN

5 Tabel 6. Faktor kondisi langit-langit rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat terhadap risiko kejadian ISPA pneumonia pada Kasus = 0,72 Kontrol CI TTP = 0, RR = 1,95 Tabel 7. Risiko faktor kondisi dinding rumah yang tidak memenuhi syarat terhadap risiko kejadian ISPA pneumonia pada Kasus = 0,66 Kontrol CI TTP = 0, RR = 1,6 Tabel 8. Faktor kondisi lantai rumah tinggal responden yang tidak memenuhi syarat terhadap risiko kejadian ISPA pneumonia pada Keterangan Kasus = 0,75 Kontrol CI TTP = 0, RR = 1,78 Hasil pada Tabel 8 menunjukkan nilai =0,75 artinya 75 diantara 100 balita yang tinggal di rumah dengan kondisi lantai tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit ISPA Pneumonia,dan CI tidak 0,37 artinya sekitar 37 diantara 100 orang balita yang tidak kondisi langit-langit tidak sehat akan mengalami sakit ISPA Pneumonia. Resiko relatif (RR) = 1,78 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu balita yang, lebih besar 1,78 kali kemungkinannya untuk mengalami. Berdasarkan kondisi jendela kamar tidur Tabel 9. Faktor kondisi jendela kamar tidur responden yang tidak memenuhi syarat terhadap risiko kejadian ISPA Pneumoni Kasus = 0,7 Kontrol CI TTP = 0, RR = 1,81 Tabel 10. Faktor kondisi jendela ruang keluarga rumah tinggal responden yang tidak memenuhi syarat terhadap kejadian ISPA pneumoni pada Kasus = 0,85 Kontrol CI TTP = 0, RR = 2,23 Tabel 11. Faktor kondisi ventilasi rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat terhadap risiko kejadian ISPA Pneumoni Kasus = 0,46 Kontrol CI TTP = 0, RR = 1,84 didapatkan nilai =0,7 atau 70%, artinya 70 diantara 100 balita yang tinggal di rumah dengan kondisi jendela kamar tidur tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit ISPA Pneumonia,dan CI tidak 0,38 atau 38%, artinya 38 diantara 100 orang balita yang tidak kondisi tidak memenuhi syarat tersebut akan mengalami sakit ISPA Pneumonia. Resiko relatif (RR) = 1,81 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu balita yang, lebih besar 1,81 kali kemungkinannya untuk mengalami kondisi tersebut (Tabel 9). Pada Tabel 10, Nilai =0,85 atau 85%, artinya 85 diantara 100 balita yang tinggal di rumah dengan kondisi jendela ruang keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit ISSN

6 JURNAL PENDIDIKAN KESEHATAN, VOLUME 4, NO. 2, OKTOBER 2015: Tabel 12. Faktor kondisi lubang asap dapur rumah tinggal responden yang tidak memenuhi syarat terhadap kejadian ISPA pneumoni pada Kasus = 0,53 Kontrol CI TTP = 0, RR = 5,88 Tabel 13. Faktor keberadaan cerobong asap dapur rumah tinggal responden yang tidak sehat terhadap kejadian ISPA pneumoni pada balita Kasus = 0,43 Kontrol CI TTP = 0, RR = 0,875 Tabel 14. Faktor kondisi pencahayaan rumah tinggal responden yang tidak sehat terhadap risiko kejadian ISPA pneumoni pada Kasus = 0,48 Kontrol CI TTP = 0,36 Total RR = 1,31 ISPA Pneumonia, dan CI tidak 0,38 atau 38%, artinya 38 diantara 100 orang balita yang tidak kondisi tidak memenuhi syarat akan mengalami sakit ISPA Pneumonia.Risiko relatif (RR) = 2,23 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu balita yang, lebih besar 2,23 kali kemungkinannya untuk mengalami tersebut. Pada Tabel 11, nilai =0,46 atau 46 %, artinya 46 diantara 100 yang tinggal di rumah dengan kondisi ventilasi tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit Ispa Pneumoni,dan CI tidak 0,25 atau 25 %, Tabel 15. Faktor kelembaban rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat terhadap risiko kejadian ISPA Pneumoni Kasus = 0,41 Kontrol CI TTP = 0, RR = 0,82 Tabel 16. Risiko faktor suhu udara rumah tinggal terhadap terhadap risiko kejadian ISPA Pneumonia pada Kasus = - Kontrol CI TTP = 0,44 RR = - Tabel 17. Risiko faktor kepadatan penghuni terhadap risiko kejadian ISPA pneumonia pada Kasus = 0,76 Kontrol CI TTP = 0, RR = 2,25 artinya sekitar 25 diantara 100 0rang yang tidak kondisi ventilasi tidak sehat akan mengalami sakit ISPA Pneumoni. Resiko relatf (RR) = 1,84 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu yang kondisi ventilasi rumah tidak memenuhi syarat lebih besar 1,84 kali kemungkinannya untuk mengalami ISPA Pneumoni dari pada yang tidak kondisi tersebut =0,53 atau 53%, artinya 53 diantara 100 yang tinggal di rumah dengan lubang asap dapur tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit Ispa Pneumoni,dan CI tidak 0,09 atau 9 %, artinya sekitar 9 diantara 100 0rang yang tidak kondisi lubang asap dapur tidak memenuhi syarat akan mengalami sakit ISPA Pneumoni. Resiko relatf 104 ISSN

7 Tabel 18. Faktor dominan kondisi kesehatan lingkungan terhadap risiko kejadian ISPA Pneumoni pada No pernyataan Komponen rumah tidak sehat (faktor risiko) Insidens komulatif (CI) Relatif Risiko (RR) l Urutan faktor risiko dominan 7 Lubang asap dapur 0,53 0,09 5,88 I 12 Kepadatan penghuni 0,77 0,34 2,25 II 5 Jendela ruang kel. 0,85 0,38 2,23 III 1 Langit-langit 0,72 0,37 1,95 IV 6 Ventilasi 0,46 0,25 1,84 V 4 Jendela kamar tidur 0,7 0,38 1,81 VI 3 Lantai 0,75 0,42 1,78 VII 2 Dinding 0,66 0,41 1,6 VIII 9 Pencahayaan 0,48 0,36 1,31 IX 8 Cerobong asap dapur 0,43 0,5 0,87 X 10 Kelembaban 0,41 0,5 0,82 XI 11 Suhu - 0,44 - (RR) = 5,88 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu yang tinggal pada rumah dengan lubang asap dapur tidak memenuhi syarat, lebih besar 5,88 kali kemungkinannya untuk mengalami ISPA Pneumoni dari pada yang tidak kondisi tersebut (Tabel 12). =0,43 atau 43%, artinya 43 diantara 100 yang tinggal di rumah dengan kondisi tanpa cerobong asap dapur akan mengalami sakit Ispa Pneumoni,dan CI tidak 0,5 atau 50 %, artinya sekitar 50 diantara 100 0rang yang tidak kondisi tidak sehat tersebut akan mengalami sakit ISPA Pneumoni. Resiko relatf (RR) = 0,875 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu yang, lebih kecil 0,875 kali kemungkinannya untuk mengalami ISPA Pneumoni dari pada yang tidak rumah tinggal tanpa asap dapur (Tabel 13). =0,48 atau 48 %, artinya 48 diantara 100 yang tinggal pada rumah dengan pencahayaan ruangan tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengalami sakit Ispa Pneumoni,dan CI tidak 0,36 atau 36 %, artinya sekitar 36 diantara 100 0rang yang tidak kondisi pencahayaan tidak sehat akan mengalami sakit ISPA Pneumoni. Resiko relatf (RR) = 1,31 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu yang, lebih besar 1,31 kali kemungkinannya untuk mengalami ISPA Pneumoni dari pada yang tidak kondisi tersebut (Tabel 14). =0,41 atau 41%, artinya 41 diantara 100 yang tinggal di rumah dengan kondisi kelembaban ruangan tidak memenuhi syarat, mengalami sakit ISPA Pneumoni, dan CI tidak 0,5 atau 50%, artinya sekitar satu diantara dua 0rang yang tidak kondisi kelembaban tidak memenuhi syarat akan mengalami sakit ISPA Pneumoni. Resiko relatf (RR) = 0,82 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu yang, lebih kecil 0,82 kali kemungkinannya untuk mengalami ISPA Pneumoni dari pada yang tidak kondisi tersebut (Tabel 15). Pengukuran suhu udara pada rumah tinggal kelompok kasus dan kelompok kontrol dilakukan pada bulan Agustus s/d September, pada musim kemarau, sehingga hasil pengukuran menunjukkan angka sekitar (23-26) 0 C, dimana seluruh rumah tinggal kelompok kasus maupun kelompok kontrol masih dalam katagori memenuhi syarat, artinya tidak satupun kelompok kasus maupun kelompok kontrol suhu yang tidak sehat CI =0,44 artinya, 44 diantara TTP = ISSN

8 JURNAL PENDIDIKAN KESEHATAN, VOLUME 4, NO. 2, OKTOBER 2015: akan terkena ISPA Pneumonia (Tabel 16). =0,76 atau 76%, artinya 76 diantara 100 yang tinggal di rumah dengan kepadatan penghuni tinggi akan mengalami sakit Ispa Pneumoni,dan CI tidak 0,37 atau 37 %, artinya sekitar 37 diantara 100 0rang yang tidak kondisi tidak memenuhinsyarat akan mengalami sakit ISPA Pneumoni. Resiko relatf (RR) = 2,25 menunjukkan besarnya efek kean, yaitu yang lebih besar 1,95 kali kemungkinannya untuk mengalami ISPA Pneumoni dari pada yang tidak tinggal pada rumah dengan kepadatan penghuni tinggi (Tabel 17). Urutan kondisi kesehatan lingkungan yang menjadi faktor dominan risiko terhadap kejadian ISPA Pneumoni pada adalah yang memiliki nilai RR.> 1 adalah : 1) keberadaan lubang asap dapur yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 2) rumah dengan kepadatan penghuni tinggi, 3) jendela ruang keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 4) rumah tinggal dengan tidak ada langit-langit atau kondisi yang kotor berdebu, 5) keberadaan ventilasi ruangan dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 6) keberadaan jendela ruang tidur yang tidak memenuhi syarat, 7) keberadaan lantai yang tidak kedap air, 8) keberadaan dinding rumah yang tidak permanen, 9) kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 10) pencahayaan rumah yang kurang terang atau silau (Tabel 18). PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa usia penderita ISPA Pneumoni yang bayi (0 - <1 fahun) sebanyak 33,33% dan (1- <5) tahun sebanyak 66,67%, hal ini kemungkinan terjadi karena bayi dibawah 3 bulan memiliki fungsi pelindung antibody keibuan, infeksi meningkat setelah berumur (3-6) bulan. Ketika anak umur 5 tahun, infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi mycoplasma pneumoni dan grup A-B Hymolitic Streptococcus akan meningkat, beberapa virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua, namun menyebabkan sakit yang hebat pada sistem pernapasan bawah (Depkes RI, 2006). Proporsi jenis kelamin laki-laki memang rendah, namun belum tentu morbiditas balita lakilaki masih tetap lebih rendah, karena kenyataannya penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki dan diasumsikan balita perempuan juga lebih dari balita laki-laki Status pendidikan ibu balita kelompok kasus dan kelompok kontrol sebagian besar dalam katagori menengah (SMP & SMA), namun tingkat pendidikan tinggi lebih besar pada kelompok kontrol, dan timgkat pendidikan rendah lebih besar pada kelompok kasus. Demikian sebagian besar responden adalah tidak bekerja, dan proporsi tidak bekerja lebih besar pada kelompok kasus. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan Hartono (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA adalah fator intrinsik umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, masalah kesehatan yang ada, pendidikan orang tua, Status ekonomi dan penggunaan fasilitas kesehatan. Menurut Rahajoe (2008) tingkat pendidikan orang tua menunjukkan hubungan terbalik antara kejadian dengan kematian ISPA. Tingkat pendidikan berhubungan erat dengan ssosial ekonomi,dan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus ISPA Pneumoni tidak diketahui dan diobati. Sebanyak 12 komponen rumah yang diduga sebagai faktor dominan risiko terjadinya ISPA Pneumoni pada balita, hasil analisis mengungkapkan bahwa 9 (sembilan) diantaranya adalah faktor komponen rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan yang menjadi faktor risiko terjadinya ISPA Pneumoni pada balita, apabila diambil enam faktor dominan dominan, maka komponen rumah tidak memenuhi syarat yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada balita adalah 1) keberadaan lubang asap/ventilasi dapur yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 2) rumah dengan kepadatan penghuni tinggi, 3) jendela ruang keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 4) rumah tinggal dengan tidak ada langit-langit atau kondisi yang kotor berdebu, 5) keberadaan ventilasi ruangan 106 ISSN

9 dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan 6) keberadaan jendela ruang tidur yang tidak memenuhi syarat Hasil penelitian ini sesuai dengan Depkes RI (2011) bahwa pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat akibat ventilasi yang kurang dan tidak adanya pemeliharaan AC secara berkala dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikro organisme, yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Demikian pula kelembaban yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyuburkan pertumbuhan mikro organisme. Partikel debu (PM 2,5 dan PM 10 ) dapat menyebabkan Pneumonia, gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis chronis. Kondisi tidak memenuhi syarat komponen lubang asap dapur, kepadatan penghuni tinggi, jendela ruang keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan, tidak ada langit-langit atau kondisi yang kotor berdebu, ventilasi ruangan yang kurang, dan jendela ruang tidur yang tidak memenuhi syarat memperburuk kualitas udara dalam ruang rumah, yaitu polutan asap dapur, debu rumah, lembab, peningkatan suhu udara, yang semuanya sangat dominan menjadi risiko terjadinya ISPA Pneumoni pada balita Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor penyebaran berkaitan dengan kondisi lingkungan (misalnya polutan udara, kepadatan anggota keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperature; ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan; faktor penjamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya, infeksi serentak oleh patogen lain dan kondisi kesehatan umum, serta karakteristik patogen (WHO,2007). Belum diketahui seberapa besar pengaruh perilaku tidak sehat dan kondisi lingkungan rumah tinggal secara bersama-sama menjadi faktor dominan risiko terjadinya ISPA Pneumoni pada PENUTUP Terdapat sembilan komponen rumah tidak memenuhi syarat yang menjadi faktor risiko terjadinya penyakit Pneumonia pada balita dengan nilai RR > 1, dengan rentang nilai RR (1,37 5,88) yang artinya (1,37 5,88) kali lebih besar kemungkinan risiko terjadi ISPA Pneumonia pada balita daripada balita yang tidak kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hasil analisis kondisi kesehatan rumah tinggal yang tidak menjadi faktor risiko terjadinya ISPA Pneumoni pada balita adalah keberadaan cerobong asap, pencahayaan, dan kepadatan penghuni. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta: Dirjen PPM & PLP. Depkes RI Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Penanggulangan Pneumonia Pada,Dirjen PP&PL Depkes RI Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan Depkes RI Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Bakti Husada Depkes RI Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Untuk Penanggulangan Pneumoni Pada. Hikmawati, Isna Buku Ajar Epidemiologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Machfoedz, Ircham Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya. Rasmaliah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. FKM Universitas Sumatera Utara Safitri Sepuluh Besar Penyakit Terbanyak di Indonesia, : 04/10-besar-penyakit-terbanyak-di.html, diakses tanggal 22 Desember 2012 WHO Pencegahan dan Pengendalian ISPA yang Cenderung Menjadi Epidemi & Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pedoman Interim WHO Widoyono Penyakit Tropis; Epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya. Jakarta: Erlangga ISSN

Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pneumonia pada Balita

Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pneumonia pada Balita Tersedia Online di http://journal.um.ac.id/index.php/jps/ ISSN: 2338-9117 Sundari, Pratiwi, Khairudin, Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi...141 Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko Terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAILANG KECAMATAN BUNAKEN KOTA MANADO TAHUN 2014 Merry M. Senduk*, Ricky C. Sondakh*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 Disusun untuk Memenuhi salah Satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak terutama pada penyakit pneumonia. 2. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,

Lebih terperinci

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya KESEHATAN LINGKUNGAN Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya Nur Widodo* Abstrak Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu penyakit yang dialami siswa dimana merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di masyarakat adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015: 121). Pada usia ini, balita masih sangat rentan terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo, yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT ISPA PADA BALITA SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2012 Oleh : Amalia Dosen STIK Bina Husada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit ISPA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variable bebas Intensitas Pencahayaan Luas Ventilasi JenisLantai Jenis dinding Kepadatan hunian Kelembaban Variabel Terikat Kejadian Kusta Suhu Frekwensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK Faktor-Faktor yang Barhubungan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Petugas Kebersihan dan Keindahan Kota Martapura Kabupaten OKU Timur Tahun 14 DELI LILIA Deli_lilia@ymail.com Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI DESA TALAWAAN ATAS DAN DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA Ade Frits Supit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi di perkirakan terjadi lebih 2 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya ancaman kesehatan dalam bentuk penyakit menular membuat langkah pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sama sekali tidak boleh

Lebih terperinci

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TBC) saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya menderita TBC. Diperkirakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Junitje I. Pangemanan*, Oksfriani J.Sumampouw*, Rahayu H. Akili* *Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA Aprinda D.S. dan Soedjajadi K., Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA Association

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menanda tangani Tujuan Pembangunan Millenium Developmen Goals (MDGs) berkomitmen mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, identifikasi kerangka kerja konseptual, pertanyaan penelitian, variabel penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional melalui pengamatan sesaat atau dalam suatu periode tertentu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Cheryn D. Panduu *, Jootje. M. L. Umboh *, Ricky.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropis di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa situasi Tuberkulosis (TB) dunia semakin memburuk, dimana jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan.

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PENDERITA TB PARU TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PENDERITA TB PARU TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU PENELITIAN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PENDERITA TB PARU TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU Fina Oktafiyana*, Nurhayati**, Al Murhan** *Alumni Poltekkes Tanjungkarang ** Dosen Jurusan Keperawatan Tanjungkarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Buhu Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo yaitu di wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA Herlina 1, Erris 2* 1 STIKes Prima Jambi 2 Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan *Korespondensi penulis

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG Defi Ratnasari Ari Murdiati*) Frida Cahyaningrum*) *)Akademi kebidanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG Evytrisna Kusuma Ningrum Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada manusia. Adapun masalah kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU Age and Gender Relationship to Acute Respiratory Infection (ARI) Incidence

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2015 ABSTRACT

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2015 ABSTRACT HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2015 Annisa Febriana Siregar 1, Nurmaini 2, dan Devi Nuraini 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian observasional, karena di dalam penelitian ini dilakukan observasi berupa pengamatan, wawancara

Lebih terperinci

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO Aan Sunani, Ratifah Academy Of Midwifery YLPP Purwokerto Program Study of D3 Nursing Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ENYAKIT ISA ADA BALITA (Suatu enelitian Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten ) SISKA RISTY YOLANDA ADAM DJAFAR NIM : 811409020

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati menyebabkan setiap orang yang

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI (Studi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2014 ) Nurlia Savitri e-mail : savitri.nurlia@gmail.com Program Studi

Lebih terperinci

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara miskin dan negara berkembang, diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak 1,5 juta anak di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN Militia K. Wala*, Angela F. C. Kalesaran*, Nova H. Kapantow* *Fakultas

Lebih terperinci