BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Sdr. D diruang Dewa Ruci RSJD Amino Gondohutomo Semarang. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diahnosa keperawatan,intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. 1. Pengkajian Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Sdr. D, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Sdr. D serta dari status Sdr. D. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Sdr. D. Namun, disaat pengkajian tidak ada anggota keluarga Sdr. D yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga. Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor pretisipasi pada klien dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak berdaya. Adanya faktor tekanan tekanan dari bapak yang selalu memukulinya merupakan faktor penyebab Sdr. D masuk ke rumah sakit jiwa. Menurut Sunardi (2005) faktor 48
49 predisposisi gangguan halusinasi dapat muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalam-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini juga di alami Sdr. D yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu sering dipukuli oleh bapaknya, sehingga Sdr, D sering menyendiri. Namun Sdr. D tidak memiliki masalah dengan lingkungan sekitar dia tinggal,hanya di dalam keluarga. Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah sebagai berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; beicara kacau kadang-kadang tidak masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan menarik diri. Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh Sdr. D seperti Sdr. D sering tersenyum sendiri, mondar mandir, Sdr. D mampu mandi secara mandiri tetapi belum rapi dalam berpakaian dan berhias diri, Sdr. D berbicara berbelit-belit tetapi sampai juga pada tujuan pembicaraan. Sdr. D merasa sedih ingin cepat pulang. Sdr. D akan merespon dan bereaksi apabila di beri rangsangan dan juga konsentrasi Sdr. D kurang. Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola persepsi pada Sdr. D, didapatkan data bahwa Sdr. D mengalami halusinasi pendengaran. Sdr. D kadang mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk membunuh bapaknya dan yang paling sering menginformasikan bahwa bapaknya akan segera mati, suara itu muncul dimana saja dalam kondisi Sdr. D sedang melakukan apapun tetapi hanya berlangsung sebentar saja. Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi gangguan isi pikir antara lain : waham,fobia,keadaan orang lain yang dihubungkan dengan
50 dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada suatu ide saja.hal ini juga ditemukan pada Sdr. D yang mengalami gangguan pikiran yaitu didalam pikirannya hanya terpaku pada satu ide saja tanpa berinisiatif mencari ide lain.menurut Videbeck (2008) penilaian pada klien gangguan halusinasi sering kali terganggu. Klien keliru menginterpretasikan lingkungan,sehingga klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri akan keamanan,perlindungan, dan menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal ini juga dialami Sdr.D yang mengalami gangguan memutuskan untuk mngambil keputusan secara mandiri perlu arahan dari perawat untuk mengambil keputusan sederhana secara mandiri 2. Diagnosa keperawatan Menurut Videbeck (dalam Nurjannah,2005) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah memperngaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Menurut Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial : menarik diri merupakan etiologi, gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan core problem atau masalah utama sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan akibat.namun,pada kasus Sdr. D pada analisa data penulis lebih memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran. Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan dalam menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori seperti bicara sendiri, tertawa sendiri mendengar suara yang tidak nyata, dan mondarmandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran yaitu data subyektif yang diperoleh dari Sdr. D yaitu Sdr. D Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang selalu membisikinya dan tidak tau dari mana sedangkan data obyektif yang didapatkan klien sering bicara sendiri,komat kamit, mondar-mandir, dan menyendiri
51 3. Intervensi Keperawatan Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi.rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan gersebut telah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional disetiap tindakan keperawatan.yaitu Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusu terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya. Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran yauitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinsasi, antara lain: tujuan khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya. Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitasntindakan keperawatan yang dilakukan. Menurut Rasmun tujuan khusus yang ketiga adalah klien dapat melatih mengontrol halusiniasinya, dengan berlatih menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktifitas secara
52 terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan upaa untuk mengatasi halusinasinya. Tujuan khusus yang keempat klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan rasional keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada dirumah. Tujuan khusus yang kelima, klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur. Hal tersebut juga penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk mengontrol halusinasinya dan lima tujuan khusus halusinasi yang telah diuraikan diatas. Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan Sdr. D. Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung atau rewarding. Bentuk bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah seperti permen, kado, atau makanan, perilaku seperti senyum, menganggukan kepala untuk menyetujuai, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan (Ngadiran,2010). Reinforcement memiliki power atau kemampuan yang menginginkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran elaku tindakan itu sendiri (Ngadiran,2010). Hal ini sesuai dengan intervensi yang dilakukan penulis yaitu memberikan reinforcement positif kepada Sdr. D ketika Sdr. D melakukan setiap strategi pelaksanaan dengan baik. 4. Intervensi Keperawatan Menurut Effendy (dalam Nurjanah,2005) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan. Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain: pada tanggal 15 Juli 2015 pukul 09.00 WIB, Penulis melakukan strategi pelaksanaan 1
53 yaitu membina hubungan saling percaya dan membantu mengenal halusinasi pada Sdr. D, tanggal 15 Juli 2014 pukul 11.00 WIB menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan mengajar cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dengan menutup telinga. Sdr. D dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinsai yang muncul atau tidak mengikuti halusinasi yang muncul dengan menutup telinganya dan membaca doa-doa. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, Sdr. D tidak akan larut dalam halusinasinya. Kemudian memberikan reinforcement positif apabila Sdr. D berhasil mempraktekan cara menghardik halusinasi yang diajarkan. Respon Sdr. D, Sdr. D mampu mengenal halusinsainya dan mau menggunakan cara menghardik saat halusinasi mencul. 5. Evaluasi Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2005) evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap seslesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Pada kasus ini penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada tanggal 16 Juli pukul 11.00 WIB, Sdr. D masih mengingat perawat, mengerti bahwa suara yang sering didengarnya itu hanya suara palsu dan tidak nyata hanya halusinasinya saja, serta mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik: menutup telinga dan sambil berdoa, sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan kekurangan penulis tidak mengajarkan cara mengontrol halusinasi selain menghardik, dikarenakan penulis hanya mengutamakan cara mengontrol halusininasi dengan cara menghardik: menutup telinga serta menginformasikan kepada perawat yang sedang berjaga bahwa cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik; menutup telinga dapat menurunkan frekuensi kemunculan halusinasi yang diderita klien.
54 B. Kesimpulan Berdasarkan studi kasus Aplikasi Terapi menghardik : menutup telinga Terhadap Penurunan tingkat halusinasi dengar pada pasien skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJD Amino Gondohutomo Semarang yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada pengkajian, diperoleh bahwa Sdr. D mengalami halusinasi pendengaran, Sdr. D mengatakan mendengar suara Klien mengatakan isi halusinasinya menyuruh klien membunuh bapaknya atau menginformasikan bahwa bapaknya sebentar lagi mati yang membuatnya takut, suara itu datang lebih dari 2 kali dalam sehari,kemunculan suara tersebut setiap saat tetapi paling sering mendengar saat klien sedang melamun dan menyendiri. Data obyektif yang didapat bahwa Sdr. D sering berbicara sendiri, menyendiri, dan mondar mandir, serta tidak kooperatif dan kontak mata kurang. 2. Diagnosa yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Sdr. D adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. 3. Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada Sdr. D yaiutu dengan tujuan umum adar Sdr. D dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Intervensi juga dilakukan dengan lima tujuan khusus, diantaranya :: tujuan khusus 1 yaitu Sdr. D dapat membina hubungan saling percaya terhadap perawat, tujuan khusus 2 yaitu Sdr. D dapat mengenali halusinasinya, tujuan khusus 3 yaitu Sdr. D dapat melatih mengontrol halusinasinya, tujuan khusus 4 yaitu Sdr. D dpat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi, dan tujuan khusus 5 yaitu Sdr. D dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi. 4. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 2 hari kepada Sdr. D. Sdr. D mampu melaksanakan strategi pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu Sdr. D telah mampu mengenal halusinsainya, Sdr. D mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik: menutup telinga. 5. Evalusai tindakan yang dilakukan penulis sampai pada strategi pelaksanaan 3. Sdr. D berhasil mengenal halusinasinya dan berhasil mengontrol halusinasinya dengan menghardik: menutup telinga. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai
55 keadaan klien dan dan kekurangan penulis tidak mengajarkan cara mengontrol halusinasi selain menghardik, dikarenakan penulis hanya mengutamakan cara mengontrol halusininasi dengan cara menghardik: menutup telinga serta menginformasikan kepada perawat yang sedang berjaga bahwa cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik; menutup telinga dapat menurunkan frekuensi kemunculan halusinasi yang diderita klien. C. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk perbaikan dan peningkatan mutu auhan keperawatan adalah: 1. Bagi institusi a) Menambah referensi karya tulis ilmiah tentang masalah keperawatan jiwa khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi b) Memberi informasi keada mahasiswa bahwa Aplikasi Terapi menghardik : menutup telinga Terhadap Penurunan tingkat halusinasi dengar pada pasien skizofrenia dpaat menurunkan frekuensi kemunculan halusinasi yang dialami klien. 2. Bagi perawat a) Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b) Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang ditetapkan. 3. Bagi rumah sakit a) Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b) Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional prosedure dan dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. 4. Bagi klien dan keluarga
56 a) Klien diharapkan mengikuti program yang telah direncanakan oleh dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien. b) Kleuarga diharakan mampu memberi dukungan pada klien dalam mengontrol halusinasi baik di rumah sakit maupun di rumah.