BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA

BAB VI TINGKAT PENDAPATAN USAHA DAN KERJA PARIWISATA DI PULAU PRAMUKA

BAB V BENTUK DAN KARAKTERISTIK PEMANFAAT PELUANG USAHA DAN KERJA PARIWISATA

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

V. KONDISI UMUM PULAU PARI

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

LINGKUNGAN. Jakarta. 2 pulau (Besar dan Kecil) 1 jam Speedboat, 2,15 Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NO Cottages Mengenai Pulau Tidung

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

Artikel Liburan ke Pulau Pari

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat seyogianya terlibat dalam usaha pengelolaan dan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE]

BAB I PENDAHULUAN. Secara harfiah arti kata Boom sama dengan Haven dalam bahasa Belanda atau

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Jakarta. 1 pulau (dekat P Panggang) 5,123 jiwa * jam Speedboat, 2,15 jam Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NOR Cottages

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI PULAU TIDUNG

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan UKDW

Ruhut Mangaradja Lubis. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. daya kelautan. Usaha pengembangan eksploitasi perairan selalu dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keindahan alam Indonesia sudah sangat terkenal dan dapat menarik

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa pendapat yang mengartikan pendapatan yaitu, Sukirno (2006)

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI KARAKTERISTIK RESPONDEN PENGUNJUNG TAMAN REKREASI KAMPOENG WISATA CINANGNENG

BAB I PENDAHULUAN TAMAN BACAAN DI PATI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 5.1 Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil yang telah dijelaskan pada bab-bab

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pariwisata sudah menjadi salah satu industri pelayanan dan jasa yang

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PELUANG USAHA DAN KERJA LUAR PERTANIAN DI DAERAH PESISIR

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA...

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. pengelolaan kebersihan lingkungan pantai di Bali dan Pantai Sanur Kaja.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang STUDI KELAYAKAN POTENSI WISATA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KABUPATEN BELITUNG

I. PENDAHULUAN. pariwisata telah membuktikan dirinya sebagai sebuah alternatif kegiatan

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

BAB I PENDAHULUAN. daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak dalam Proceeding Book. Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia (2011) daerah

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

Kuisioner Wisatawan. Lampiran 1. Kuisioner Wisatawan

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki

Ocean Care Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

TINJAUAN PULO CANGKIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah resapan pada kota Medan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam seperti pantai, danau, laut, gunung, sungai, air terjun, gua,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

Transkripsi:

111 BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA 8.1 Pembelian Lahan Oleh Pendatang Guna menunjang kegiatan usaha pariwisata, tentunya dibutuhkan suatu lokasi yang dapat mempertemukan kebutuhan antara wisatawan dengan sang pengusaha. Lokasi lokasi yang cukup stratregis tentunya telah menjadi banyak incaran para pengusaha untuk mendirikan usaha di tempat tersebut, seperti untuk kegiatan usaha homestay dan rumah makan. Lokasi yang dianggap strategis juga biasanya merupakan lahan bagi para pedagang (usaha informal) untuk berjualan di lokasi tersebut. Lokasi-lokasi yang dianggap strategis di Pulau Pramuka diantaranya adalah lahan di depan dermaga tempat dimana para penumpang maupun wisatawan baru saja turun dari kapal, jalan disamping Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu serta beberapa lokasi yang dapat langsung melihat keindahan laut maupun matahari terbit dan tenggelam. Jalan disamping RSUD merupakan lahan yang cukup strategis bagi para pedagang karena merupakan percabangan jalan dan dekat dengan homestayhomestay yang berada di sepanjang jalan dermaga. Sewa 12% Milik Pribadi 78% Menumpang 10% Gambar 31. Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011

112 Data persentase responden berdasarkan status lahan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 31. Dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 51 responden yang memerlukan lahan bagi kegiatan usaha mereka. Dari 51 responden tersebut, sebanyak 78 persen pengusaha memiliki lahan dengan status milik pribadi baik dengan membeli tanah ke orang lain maupun tanah warisan dari keluarga sang pengusaha. Sisanya sebanyak 12 persen pengusaha memiliki lahan usaha dengan status sewa dengan sistem pembayaran per tahun, dan 10 persen pengusaha memiliki lahan usaha dengan status menumpang atau diberikan pinjaman tempat. 60 50 40 30 20 10 0 57 20 8 10 4 2 Milik Pribadi Sewa Minjam Asli Pendatang Gambar 32. Grafik Persentase Responden Berdasarkan Asal Penduduk dan Status Lahan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Persentase responden berdasarkan asal penduduk dan status lahan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 32. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada status lahan usaha milik pribadi dan meminjam, dominan dimiliki oleh penduduk asli, dengan rincian 57 persen responden dengan status lahan usaha milik pribadi dan 10 persen responden dengan status lahan usaha meminjam. Sebaliknya pada status lahan usaha menyewa, dominan dimiliki oleh penduduk pendatang yaitu sebanyak 8 persen responden. Perbedaan yang cukup mencolok dalam hal kepemilikan lahan usaha antara penduduk asli dan pendatang terlihat pada status lahan usaha milik pribadi, dimana hanya sedikit pendatang yang memiliki lahan usaha dengan status lahan milik pribadi. Faktor - faktor yang turut mendorong terjadinya pembelian tanah atau alih sumberdaya baik oleh penduduk asli maupun pendatang adalah kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka yang cenderung meningkat beberapa tahun

113 belakangan ini dan faktor pertambahan penduduk yang dengan sendirinya membuat penduduk (terutama penduduk lokal) membutuhkan lahan untuk tempat tinggal. Kunjungan wisatawan yang meningkat tersebut telah mendorong penduduk asli dan beberapa penduduk pendatang untuk membeli lahan untuk digunakan sebagai lahan usaha terutama membangun penginapan (homestay) baru. Dalam hal membangun homestay, tentunya dibutuhkan suatu lahan tempat bangunan homestay didirikan. Lahan yang digunakan untuk dibangun homestay beberapa ada yang merupakan tanah warisan keluarga, maupun lahan pribadi yang dibeli dari orang lain. Ada pula homestay yang awalnya merupakan rumah sang pengusaha yang kemudian dirubah menjadi sebuah penginapan atau lahan berusaha lainnya. Seperti yang diutarakan salah seorang pemilik homestay : Tanah yang dibangun homestay itu luasnya dua kavling, satu setengah kavling tanah warisan, terus saya beli lagi setengah kavling ke saudara seharga Rp 15.000.000,00. Dulunya sebelum dibangun jadi homestay, tanahnya saya pakai buat peternakan ayam sama bebek, itu tahun 2001 sampai 2006. Setelah itu saya langsung bangun homestay karena menurut saya penghasilannya lebih lumayan (Msb,35 tahun). Lahan yang digunakan untuk membangun homestay umumnya merupakan sebuah kebun ataupun tanah kosong dan beberapa juga ada yang merupakan rumah kontrakan. Luas lahan untuk sebuah bangunan homestay berkisar antara satu kaveling hingga empat kaveling, dengan ukuran satu kaveling 12 15 meter. Sejauh ini pembangunan homestay dan pembelian tanah untuk dibangun homestay, lebih banyak dilakukan oleh penduduk asli Pulau Pramuka daripada penduduk pendatang. Pembelian tanah yang dilakukan oleh pendatang tersebut beberapa ada yang menggunakan jasa penduduk setempat. Beberapa pedagang warung sembako, umumnya membuka warung di rumah mereka sendiri. Pedagang souvenir SMO membuka toko dimana lahannya merupakan pinjaman dari warga setempat dan merupakan lahan kosong, sedangkan KPP menggunakan Kios UKM (Usaha Kecil Menengah) pemberian dari Pemda setempat sebagai tempat usaha mereka. Selain itu, terdapat pula sebuah toko souvenir dimana lahannya merupakan lahan sewaan yang dibayar per tahun. Lahan rumah makan juga ada yang merupakan lahan sendiri dan ada pula yang merupakan lahan sewaan. Pendatang yang memiliki Rumah Makan Padang

114 sejauh ini masih menyewa tempat berusaha dengan pembayaran per tahun. Sebaliknya restoran NRO yang juga dimiliki oleh pendatang, menyewa sebuah gosong (bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu perairan, biasanya terbentuk dari pasir dan kerikil, sehingga membentuk dangkalan) untuk dijadikan lahan usaha terutama budidaya ikan keramba. Usaha-usaha di sektor jasa juga umumnya menggunakan lahan rumah mereka untuk dijadikan tempat berusaha dimana hampir semuanya masih merupakan penduduk asli pulau. Terdapat satu jasa rental sepeda yang mengontrak sebuah bangunan yang sebelumnya merupakan bekas rumah makan, harga sewa bangunan tersebut Rp 4.000.000,00/tahun. Beberapa usaha penyewaan alat snorkeling maupun diving ada yang menggunakan rumah sendiri, menumpang di tempat orang serta ada pula yang memang diberikan oleh Pemda setempat. Jasa penyewaan alat snorkeling dan diving yang diberikan tempat oleh Pemda setempat adalah Elang Ekowisata. Usaha jasa catering pun umumnya menggunakan rumah sang pengusaha tersebut, sehingga tidak membutuhkan lahan khusus. Belum Ada Rencana 13% Tidak Berminat Menjual Tanah 64% Berminat Menjual Tanah 23% Gambar 33. Persentase Responden yang Memiliki Lahan Kosong Berdasarkan Opini Menjual Tanah di Pulau Pramuka Tahun 2011 Beberapa pengusaha di sektor pariwisata juga ada yang memiliki lahan kosong dan belum dibangun apapun. Dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 30 responden yang memiliki lahan kosong di Pulau Pramuka dengan luas tanah yang beragam. Luas lahan yang dimiliki berkisar antara satu kaveling hingga sepuluh kaveling, dimana cukup banyak yang memiliki tanah kosong dengan luas lebih dari empat kaveling. Data persentase responden yang memiliki

115 lahan kosong berdasarkan opini menjual tanah di Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 33. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 64 persen pemilik lahan tidak berminat menjual tanah mereka. Sebaliknya sisanya sebanyak 23 persen pemilik lahan berminat menjual tanah mereka asalkan harga yang ditawar cukup tinggi, dan sebanyak 13 persen pemilik lahan belum memiliki rencana apa-apa akan lahan kosong yang dimilikinya. Beberapa pemilik tanah umumnya tidak ingin menjual tanah bahkan ingin membeli tanah lagi. Sebab harga tanah di Pulau Pramuka saat ini melambung tinggi, sehingga tanah merupakan aset penting bagi mereka. Harga tanah yang melambung tinggi disebabkan oleh makin maraknya pembelian lahan untuk lahan usaha seperti homestay dan kontrakan maupun untuk dibangun rumah, sedangkan lahan kosong yang tersedia semakin terbatas jumlahnya. Para pemilik tanah juga tidak ingin menjual tanah karena ingin diwariskan kepada keluarga mereka atau dibangun homestay maupun rumah baru. Namun ada pula pemilik tanah yang hingga saat ini belum memiliki rencana hendak dijadikan apa lahan kosong yang mereka miliki. Beberapa pemilik tanah ada yang bersedia untuk menjual tanah mereka, dengan persyaratan harga yang ditawar cukup tinggi dan dianggap menguntungkan bagi sang pemilik tanah. Beberapa kasus harga tanah tinggi dimungkinkan karena adanya spekulasi harga tanah, terutama bila pembeli tanah tersebut merupakan penduduk pendatang. Harga jual tanah untuk pendatang cenderung lebih tinggi daripada harga jual tanah untuk penduduk asli dikarenakan anggapan masyarakat bahwa pendatang umumnya memiliki modal ataupun uang yang lebih banyak dibandingkan penduduk setempat. Selain itu, penduduk asli Pulau Pramuka cenderung menolak bila ada lahan yang dibeli oleh investor luar (pendatang), terutama bila dapat merugikan dan mematikan usaha penduduk lokal. Hal ini karena umumnya investor luar (pendatang) memiliki modal yang lebih besar, sehingga penduduk setempat dapat kalah bersaing. Seperti penuturan salah seorang informan (Ketua RT) sebagai berikut : Sejauh ini hampir semua usaha di Pulau Pramuka dilakukan oleh penduduk asli, hampir seluruh homestay juga dimiliki oleh penduduk asli. Kalaupun ada pendatang yang berusaha, biasanya sudah berkeluarga dengan orang pulau. Jarang ada pendatang seperti investor luar yang punya modal besar, bisa masuk dan

116 membeli tanah di pulau. Kecuali memang lahannya sudah dibeli dari jaman dulu sekitar tahun 1990an sebelum pulau terkenal seperti sekarang. Kemarin-kemarin juga sempat ada issue akan dibangun mini market seperti alfamart atau indomaret di Pulau Pramuka, tapi penduduk menolak soalnya takut usaha-usaha warung penduduk jadi sepi karena wisatawan bakal lebih milih berbelanja di mini market (Prn, 40 tahun). Ketika terdapat pengusaha (pendatang) yang hendak membeli tanah, umumnya harga tanah akan dinaikkan lebih mahal daripada harga untuk para penduduk lokal. Saat ini harga tanah satu kaveling di Pulau Pramuka saja bisa mencapai Rp 80.000.000,00. Sejauh ini sangat sedikit pendatang yang membeli tanah di Pulau Pramuka dan digunakan untuk usaha di pariwisata. Beberapa pendatang (terutama yang bekerja sebagai pedagang kaki lima) cenderung menyewa atau mengontrak lahan. Para pemilik usaha pariwisata yang tergolong pendatang di Pulau Pramuka dan membeli lahan di pulau ini, umumnya sudah mengenal pulau dan kerap mengunjungi Pulau Pramuka sebelumnya. Seperti pengusaha VDM dimana salah satu pemiliknya merupakan staf pemerintahan daerah Kepulauan Seribu dan pengusaha WDG yang berawal dari kesenangan (hobi) akan diving di perairan sekitar Pulau Pramuka dan kemudian akhirnya memutuskan untuk membeli tanah. Pengusaha WDG awalnya membeli tanah dengan rencana ingin membangun rumah peristirahatan sesama rekan diving selama di Pulau Pramuka. Namun karena melihat bisnis homestay cukup berpeluang, maka pengusaha ini kemudian mendirikan homestay, setelah beberapa tahun tanahnya dibiarkan kosong dan dipinjamkan kepada warga untuk dijadikan lapangan voli. Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka bila mengacu pada pola konversi lahan berdasarkan aspek pelaku konversi, dapat dikatakan bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka dominan melakukan alih fungsi lahan secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Motif tindakan cenderung pada motif meningkatkan pendapatan melalui alih usaha dan motif kombinasi yaitu dengan membangun tempat tinggal yang sekaligus dapat dijadikan tempat usaha.

117 8.2 Kebijakan Pemerintah Sejauh ini tidak ada kebijakan yang mengatur lahan di Pulau Pramuka secara khusus. Hanya terdapat kebijakan dari Pemda setempat dimana zona di sepanjang pinggir pantai tidak boleh dibangun bangunan apapun karena digunakan untuk jalan lingkar pulau. Penduduk Pulau Pramuka juga sejauh ini tidak merasa terganggu dengan kebijakan tersebut. Hal ini karena jalan lingkar pulau membuat jalan di pulau menjadi tertata lebih rapi. Pemerintah nampaknya turut mendukung bila ada investor yang mau membeli lahan di pulau ini asalkan dapat memberi keuntungan bagi penduduk setempat. Hal ini sesuai dengan pengakuan dari staf Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai berikut : Sejauh ini sih tidak ada yang melarang investor luar untuk masuk ke pulau ini. Selama investor tersebut menguntungkan bagi orang pulau, pastinya akan kami permudah. Sama seperti pulau dan resort wisata lainnya di Kepulauan Seribu (Dhr, 40 tahun). Sejauh ini peralihan lahan lebih cenderung dilakukan diantara penduduk Pulau Pramuka. Walaupun ada pula pendatang yang membeli tanah dengan menggunakan jasa perantara orang Pulau Pramuka, sehingga urusan dalam membeli tanah jauh lebih mudah. Pendatang di Pulau Pramuka terutama para pedagang umumnya lebih memilih mengontrak rumah di Pulau Pramuka, dan membeli lahan di luar Kepulauan Seribu. Saat ini di Pulau Pramuka juga masih terdapat beberapa lahan kosong yang cukup luas. Beberapa diantaranya adalah milik pendatang yang sudah sejak lama dibeli dan dibiarkan saja sebagai lahan kosong. Salah satunya adalah tanah dengan luas sepuluh kaveling yang berada di dekat dermaga (pinggir pantai) dan menurut penduduk setempat merupakan lahan yang dibeli oleh orang Cina semenjak dulu (sekitar tahun 1990). Di sebelah lahan tersebut terdapat lahan kosong juga yang berukuran enam kaveling yang merupakan milik staf Pemda Kepulauan Seribu. Lahan tersebut hingga saat ini masih berupa lahan kosong dan belum ada rencana untuk dibangun apapun.