BAB IV KESIMPULAN. merupakan salah satu bentuk bacaan untuk anak-anak. Buku semacam ini dikatakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penerjemahan adalah satu ilmu yang sangat dibutuhkan dewasa ini, kekurangmampuan manusia dalammenguasaibahasa yang ada dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan

kepada para pembaca anak-anak melalui cerita, tokoh, seting, ilustrasi, dan pesan

BAB I PENDAHULUAN. setidaknya jika itu mengacu pada data yang dirilis oleh UNESCO ditahun 2011.

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kelas XII MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA. Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi, mengingat bahasa

menyukai tokoh animasi kartun Spongebob karena

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan dari pembahasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. media seperti buku, radio, televisi dan sebagainya. buku atau referensi dalam bahasa asing. Hal ini mengisyaratkan bahwa bangsa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang masuk ke Indonesia tidak hanya animasi, komik, dan musik namun juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit (Mulyono, 1999:25). Meskipun demikian, semua orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya

Bab 2. Landasan Teori. Menurut Mathias dan Habein (Mathias & Habein, 2000:15), mempelajari huruf kanji

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB I PENDAHULUAN. yang dirasakannya melalui hasil karya tulisnya kepada para pembacanya. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB 4 KONSEP DESAIN Definisi Buku

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan insan yang produksi, kreatif, inovatif, dan berkarakter.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

Bab 1. Pendahuluan. bahkan dunia seseorang dengan Tuhannya (Pateda, 1993:6). Tanpa adanya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang

BAB I PENDAHULUAN. belakang masalah dari penelitian, identifikasi masalah dari latar belakang yang

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Setelah mengumpulkan dan menganalisis data dari hasil tes dan angket

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

BAB III ANALISA MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kedua bahasa tersebut mempunyai. hubungan yang erat satu dengan lainnya.

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Kata komik berasal dari bahasa Inggris comic yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

IDEOLOGI DALAM PENERJEMAHAN (Farida Amalia Universitas Pendidikan Indonesia)

Bab 5. Ringkasan. negeri sakura, Jepang. Dewasa ini, manga tidak hanya dikenal di Jepang. Saat ini manga

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB 4 PENUTUP. dan melakukan wawancara, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Persepsi perawat dan orang tua terkait makna orang tua di dalam asuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca adalah melihat serta

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

Bab I PENDAHULUAN. Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan berbahasa seorang manusia tidak luput dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Humor merupakan suatu budaya yang bersifat universal. Humor adalah

01 Meninjau Narasi 1.1. Analisa bentuk narasi untuk menghasilkan narasi yang siap untuk penulisan bagian berikutnya.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

Transkripsi:

BAB IV KESIMPULAN Buku cerita bergambar yang terdiri atas teks verbal dan teks visual merupakan salah satu bentuk bacaan untuk anak-anak. Buku semacam ini dikatakan unik karena bercerita dengan dua cara yaitu melalui teks verbal dan teks visual. Baik teks verbal maupun teks visual berfungsi untuk menstimulus ilusi dan menggugah kesadaran pembacanya akan fakta-fakta yang disuguhkan oleh teks. Fakta-fakta di dalam teks tersebut dapat dihubungkan dengan fakta-fakta di luar teks. Buku cerita bergambar dengan karakter unik ini menjadi lebih unik manakala diterbitkan dalam bentuk buku dengan label bilingual, karena label ini akan memprekondisi dan mengarahkan para pembaca sasarannya untuk menemukan teks dengan Bahasa Sumber yang disandingkan dengan teks dengan bahasa sasaran yaitu bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan oleh para pembaca sasaran. Pembaca sasaran BCBB membaca dan memahami cerita dan pesan dalam buku-buku tersebut melalui tiga teks sekaligus yaitu, teks verbal dan teks visual dalam teks sumber dan melalui teks verbal hasil terjemahan para penerejemah. Dengan alasan ini proses penerjemahan buku cerita bergambar yang disajikan dengan label bilingual harus dilakukan dengan ekstra hati-hati apalagi bila mengingat para pembaca sasaran buku-buku ini adalah para pembaca anak-anak. Golongan pembaca ini, oleh para peneliti sastra anak dianggap memiliki kemampuan 214

dan kekayaan berbahasa yang masih terbatas serta belum banyak mengenal dunia di dalam dan di luar teks sastra. Oleh karena itu peran dan tanggung jawab penerjemah dalam proses penerjemahan menjadi krusial. Tugas dan tanggung jawab penerjemah adalah memberi pembaca sasaran yaitu anak-anak Indonesia, pengalaman membaca yang sama dengan para pembaca TSu yaitu anak-anak Inggris. Upaya ini bermuara pada strategi penerjemahan yang dipilih oleh para penerjemah, seperti misalnya penambahan, penghapusan, pemertahanan, dan pengadaptasian. Bahkan salah satu penerjemah (RT1) menukar tempat kata-kata dalam TSa sedemikian rupa agar rima pada TSu masih tetap dapat dipertahankan dalam TSa sehingga rima tersebut dapat tetap dinikmati dan dipelajari oleh para pembaca sasaran. Ekspektasi para penerjemah seharusnya adalah memberikan hasil terjemahan yang dapat memberikan pengalaman membaca yang sama antara pembaca sasaran TSu dan pembaca TSa. Akan tetapi tidak semua penerjemah melakukan hal yang demikian. Real Translator 1 misalnya, sering tidak konsisten terutama dalam menerjemahkan artikel dan bentuk kala dalam TSu walaupun tidak berakibat secara signifikan pada narasi teks tetapi ketidakkonsistenan penerjemahan pada dua unsur bahasa tersebut berpengaruh pada kesejajaran bentuk kalimat dalam TSu dan TSa. Real Translator 1 merupakan penerjemah yang paling sering ditemukan merubah posisi atau mengganti tanda baca. Penggunaan tanda baca pada buku cerita anak merupakan sebuah pilihan penting yang secara sadar dilakukan oleh Real Author TSu 215

berkaitan dengan kultur pembacaan buku cerita bergambar yang adakalanya dibacakan dengan menggunakan suara oleh pembaca dewasa kepada pembaca anakanak. Pada dasarnya penggantian dan perubahan posisi tanda baca merupakan salah satu bentuk respon penerjemah akan tetapi menjadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian pada penerjemahan buku cerita bergambar karena penggantian dan perubahan ini akan berdampak pada cara pembacaan (dengan menggunakan suara) yang berbeda. Dalam konteks Respon Estetik Iser, teks hasil terjemahan dari empat belas buku yang diteliti mencerminkan sambutan tiga penerjemah buku-buku tersebut. Tindak penerjemahan adalah tindak pembacaan dimana pembaca akan menggunakan repertoir dalam upayanya memahami teks. Demikian pula yang terjadi pada para penerjemah. Mereka menggunakan repertoir saat tindak penerjemahan berlangsung. Repertoir para penerjemah buku cerita bergambar berlabel bilingual yang paling menonjol adalah teks verbal dan teks visual dalam teks sumber disamping para pembaca sasaran buku-buku tersebut. Repertoir tersebut yang memandu mereka dalam memahami, menginterpretasi, menganalisis teks sumber dan mencari serta memutuskan terjemahan yang baik bagi pembaca sasaran mereka. Bagaimana penerjemah menggunakan teks verbal TSu sebagai patokan untuk menerjamahkan dapat dilihat dari hasil terjemahan RT2. Buku-buku yang harus diterjemahkan oleh Real Translator 2 kebetulan banyak mengandung onomatop. Tetapi cara RT2 merespon onomatope dalam TSu bukan merupakan contoh yang baik 216

untuk tindak penerjemahan. Onomatope dalam buku Augustus and His Smile, Fidgety Fish and Friends, Quiet! merupakan contoh kongkrit bagaimana RT2 merespon onomatop tersebut. Onomatop plop dalam buku AHS diterjemahkan secara tidak tepat tidak hanya dalam segi makna tetapi juga dari segi konvensi penulisannya dalam onomatop Indonesia. Tidak hanya itu, RT2 bahkan mengganti bentuk onomatop puff dan huff menjadi bentuk kata verba sehingga terjadi ketidak sejajaran bentuk pada dua onomatope tersebut. Dalam buku Q! onomatop yang dituliskan secara eksperimental dalam bentuk verba ing oleh Real Author TSu (oooohing dan aaaahing) oleh penerjemah tetap ditulis sebagai onomatop ( ooooh dan aaaaah ). Dengan begitu, terlihat bahwa onomatop tersebut tidak diterjemahkan menjadi bentuk yang sejajar dalam TSa. Padahal tidak ada kesulitan bagi RT2 menerjemahkan onomatop tersebut menjadi beroooohh dan beraaaahh misalnya. Contoh respon demikian mencerminkan keengganan penerjemah untuk mencari kesejajaran bentuk dalam TSa. Respon atas TVb dalam TSu yang dilakukan oleh RT3 merupakan respon yang dapat dikatakan paling ideal diantara tiga penerjemah. Aliterasi dan rima pada buku-buku yang diterjemahkan oleh RT3 diupayakan untuk dapat dipertahankan dalam TSa. Aliterasi dan rima yang sama sebagaimana terdapat dalam TVb TSu dan TVb TSa memberi kesempatan pada para Real Reader TSa untuk mengetahui bahwa isi cerita dan pesan dapat disampaikan dengan cara yang indah. Dua unsur bahasa tersebut di atas, apabila dapat dipertahankan oleh penerjemah, sebagaimana yang 217

dilakukan oleh RT3, akan memperkaya khasanah dan pengetahuan berbahasa pada RR TSa. Lebih lanjut, repertoir penerjemah buku cerita bergambar berlabel bilingual di satu sisi sampai batas tertentu sama dengan pembaca teks sastra pada umumnya, tetapi di lain sisi berbeda secara signifikan. Repertoir penerjemah bukubuku cerita bergambar berlabel bilingual semacam ini menggunakan teks sumber sebagai salah satu repertoirnya dimana teks sumber terdiri dari teks verbal dan teks visual. Repertoir lain yang berbeda dengan pembaca teks sastra secara umum adalah para pembaca teks sasaran. Pembaca sasaran BCBB dalam penelitian disertasi ini adalah pembaca anak-anak Indonesia. Para pembaca ini pun berbeda secara kultural dari pembaca sasaran TSu sehingga selama proses penerjemahan berlangsung para penerjemah kemudian mempertimbangkan keberadaan, kemampuan, dan kebutuhan pembaca anak-anak Indonesia ini. Penerjemahan yang dilakukan oleh tiga penerjemah ini melibatkan tindak penciptaan teks yang baru, walaupun teks tersebut tidak benar-benar baru. Suatu kebenaran umum yang berlaku dalam sebuah tindak penerjemahan adalah bahwa hasil terjemahan tidak pernah sama antara satu penerjemah dengan penerjemah yang lainnya. Bahkan penerjemah yang sama menerjemahkan teks yang sama dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Munculnya hasil terjemahan yang berbeda dapat dibuktikan dengan terciptanya alternatif-alternatif hasil terjemahan. Semua teks BCBB yang diterjemahkan oleh tiga penerjemah memunculkan alternatif-alternatif 218

tersebut. Alternatif-alternatif terjemahan terutama dapat dilihat dengan cara mengkaji dan membandingkan TVb dalam TSu dan TSa. Penentuan dan pemilihan atas hasil akhir suatu tindak penerjemahan bukan sesuatu yang bersifat arbitrer tetapi dia dipandu oleh repertoir penerjemah dan kepentingan atau tujuan terjemahan itu sendiri. Para pembaca anak-anak Indonesia dan label bilingual merupakan salah satu pedoman dan tujuan saat menentukan dan memilih hasil akhir terjemahan. Secara umum pembaca anak-anak dapat dikategorikan sebagai pembaca yang belum memiliki kekayaan pengetahuan kebahasaan dan pengalaman mengenai dunia nyata. Interaksi dan komunikasi dengan buku cerita anak-anak seperti buku cerita bergambar yang diberi label bilingual merupakan ruang untuk mereka mengakomodasi dan mengasimilasi pengetahuan kebahasaan dan pengalaman dengan dunia di dalam dan di luar teks. Kondisi umum para pembaca sasaran Indonesia ini menjadi salah satu repertoir tiga penerjemah dalam penelitian ini. Pemahaman atas para Real Reader TSa ini memberi pedoman bagaimana penerjemah merespon TSu. Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, terdapat hal lain yang perlu mendapat perhatian, yakni munculnya alternatif terjemahan. Alternatif-alternatif hasil terjemahan merupakan cermin dari hasil terjemahan yang berbeda. Namun demikian terjadinya perbedaan dalam penerjemahan tersebut tidak dapat dianggap sebagai sebuah kesalahan melainkan disebabkan oleh perbedaan persepsi penerjemah dalam menangkap fenomena kultural dan kebahasaan, salah satunya yaitu cara beroperasi 219

sistem kebahasaan dalam teks verbal dan keberadaan teks visual TSu. Perbedaan ini justru mencerminkan pemahaman dan respon penerjemah atas norma dan kultur penerjemahan secara umum dan penerjemahan buku cerita bergambar berlabel bilingual secara kusus. Alasan lain atas munculnya perbedaan hasil terjemahan adalah karena makna leksikon yang berbeda antara TSu dan TSa sehingga menghasilkan alternatif-alternatif terjemahan. Dalam teori Respon Estetik Iser pemahaman pembaca tidak dimaknai dalam oposisi biner salah dan benar tetapi merupakan sebuah kekayaan dalam memahami dan menginterpretasi suatu teks. Dalam kerangka teori terjemahan, hasil terjemahan tidak dinilai atas benar dan tidaknya hasil terjemahan tetapi dilihat sebagai baik dan tidak baik. Sebuah teks selalu menawarkan ruang-ruang kosong (hollow section) yang memungkinkan bagi pembacanya untuk diisi. Pengisian pada ruang-ruang ini dilakukan dengan cara mengambil informasi yang tersedia dalam memori seorang pembaca yang berupa simpanan pengalaman dan pengetahuan, termasuk pengetahuan kebahasaan dan pengetahuan pembaca terhadap repertoir. Pengetahuan pada cara beroperasi bahasa sumber dan bahasa sasaran merupakan salah satu contoh. Perlakuan RT1 pada tanda baca (merubah tampat, mengganti, atau menghilangkan); perlakuan RT2 pada onomatope; dan upaya RT3 mempertahankan rima dan aliterasi adalah contoh lainnya. 220

Pengisian ruang kosong oleh para penerjemah buku cerita bergambar bilingual tidak sama dengan pengisian ruang kosong pada teks sastra untuk pembaca dewasa karena karakteristik buku cerita bergambar itu sendiri berbeda secara signifikan dari novel dewasa. Teks verbal dan teks visual dalam buku cerita bergambar memberi batasan untuk tidak mengisi ruang-ruang kosong dalam teks secara sembarang. Penerjemah buku-buku cerita bergambar yang diberi label bilingual mengisi ruang-ruang kosong dalam teks verbal melalui pemahamannya tentang teks visual dan sebaliknya mengisi pemahamannya atas teks visual dengan pengetahuannya atas teks verbal dalam TSu. Pengisian ruang-ruang kosong oleh retensi penerjemah tersebut di atas memungkinkan imajinasi seorang pembaca bergerak dan persepktif pembacaannya berubah ubah dan menjadi kaya. Akan tetapi penerjemah buku cerita bergambar berlabel bilingual tidak dapat secara bebas mengisi ruang-ruang kosong dalam teks karena teks hasil terjemahannya dibatasi oleh teks verbal dan teks visual dalam teks sumber. Selain itu ekspektasi penerjemah BCBB mau tidak mau harus disesuaikan dengan ekspektasi pembaca sasaran buku-bukunya yang melihat buku yang diberi label bilingual sebagai buku dengan dua teks didalamnya: teks sumber berbahasa Inggris dan teks sasaran yang berbahasa Indonesia. Kajian atas terjemahan buku cerita bergambar yang diberi label bilingual dengan menggunakan teori respon estetik Iser merupakan hal baru. Penelitian dalam disertasi ini membuktikan bahwa teori Respon Estetik Iser dapat digunakan untuk 221

membedah buku cerita bergambar yang diberi label bilingual terutama dengan eksplorasi lebih jauh tentang repertoir para penerjemah buku semacam ini. Objek kajian berupa buku cerita bergambar masih belum banyak digunakan dalam penelitian-penelitian sastra anak di Indonesia. Penelitian yang menggunakan teori respon estetik Iser atas hasil terjemahan buku cerita bergambar yang diberi label bilingual belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu dikemudian hari masih banyak yang dapat dilakukan oleh para peneliti sastra anak untuk melakukan penelitian dengan objek buku cerita bergambar bilingual dengan memfokuskan kajiannya pada aspek lain dalam BCBB. Aspek semiotika dan semantis teks verbal dan teks visual BCBB misalnya merupakan topik penelitian yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Objek penelitian disertasi ini mengambil sampel empat belas buku dari tiga penerjemah yang bekerja untuk satu penerbit di Indonesia. Bila kajian diperluas sampai dengan dua atau tiga penerbit lagi dengan penerjemah yang berbeda-beda maka akan menghasilkan pemahaman atas penggunaan teori respon estetik Iser untuk kajian terjemahan buku cerita bergambar berlabel bilingual menjadi lebih komprehensif. 222