1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa usia lanjut. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, terutama dibidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Umur harapan hidup manusia yang semakin meningkat menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan cenderung bertambah lebih cepat. Data World Heatlh Organization (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan terdapat 600 juta jiwa lansia (usia lebih dari 60 tahun) di dunia. Angka ini diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 miliar orang pada tahun 2025 dan selanjutnya diperkirakan akan mencapai 2 miliar orang pada tahun 2050. Data Departemen Sosial di Indonesia pada tahun 2050 diperkirakan akan terdapat 80 juta lansia, dengan rasio 60-69 tahun berjumlah 35,8 juta dan usia 70-79 tahun sebesar 21,4 juta dan 80 tahun ke atas berjumlah 11,8 juta. Namun dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia di berbagai negara menunjukkan bahwa sebenarnya keadaan lansia memiliki permasalahan yang sangat serius seperti bunuh diri dengan penyebab dari gangguan jiwa (depresi). Banyak hal yang menyebabkan banyaknya gangguan jiwa yang terjadi pada lansia, misalnya banyak ditemukan bahwa tidak tersedianya tempat bagi lansia. Sehingga hal ini menyebabkan banyak lansia yang hidup di panti-panti werdha atau di tempat lain yang hidup dengan keterasingan, kesepian dan isolasi sosial. Karena lansia merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, dan semua orang berharap akan menjalani hidup masa tuanya dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama keluarga dengan penuh kasih sayang. Namun dengan demikian tidak semua lansia bisa merasakan kondisi hidup yang seperti ini. Berbagai persoalan hidup yang terjadi pada lansia sepanjang hidupnya, seperti kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun
2 konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya (Boedhi et al., 2011). Pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi. Gangguan mental yang sering dijumpai pada lansia yaitu insomnia, stres, depresi, ansietas, demensia, dan delirium. World Health Organization (WHO) pada tahun 1993, kurang lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur, dengan keluhan yang sedemikian hebatnya sehingga menyebabkan tekanan jiwa bagi penderitanya. Salah satu bentuk perubahan pada lansia adalah perubahan pola tidur. Gangguan tidur disebabkan oleh beberapa faktor yaitu psikologis dan biologis, penggunaan obat-obatan dan alkohol, lingkungan yang mengganggu serta kebiasaan buruk juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Stanley (2006) menyebutkan bahwa selama penuaan pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang membedakan dari orang-orang yang lebih muda. Perubahanperubahan tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari dan peningkatan jumlah tidur siang. Gangguan sulit tidur yang biasa dialami oleh lansia adalah insomnia. Insomnia merupakan keadaan dimana seseorang mulai mengeluh dengan sulitnya tidur di malam hari, atau sering terbangun di tengah malam. Satu fakta bahwa insomnia lebih sering diderita oleh wanita dan pada mereka yang berusia lanjut. Menurut ilmu psikologi, insomnia sering dikategorikan sebagai penyakit padahal insomnia hanyalah salah satu gejala dari beberapa penyakit yang diderita atau karena adanya suatu masalah yang menimpa. Biasanya insomnia disebabkan oleh stres, perubahan hormon, dan kelainan-kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga malam atau lebih dalam seminggu dalam jangka waktu sebulan termasuk insomnia kronis, salah satu penyebab insomnia kronis adalah depresi. Pada usia sekitar 60 tahun keatas umumnya kebutuhan akan tidur berkurang dibandingkan sebelumnya. Lama tidur malam hari sekitar 5 jam dianggap normal. Bila tidur menjadi sulit, mata sulit terpejam atau pikiran terus melayang-layang, sering mimpi buruk, atau jika terbangun tengah malam tidak bisa tertidur lagi, maka hal ini perlu diwaspadai. Apakah ada gangguan psikiatri yang mendasarinya atau gangguan fisik lainnya.
3 Perlu dicari kondisi apa saja yang dapat menyebabkan gangguan tidur tersebut. Suatu penelitian pada kelompok umur 65 tahun sejumlah 9000 orang, lebih dari 50% dengan keluhan sulit tidur hampir setiap hari, 24% dengan keluhan insomnia dan 15% mengeluh tidak dapat beristirahat sama sekali. Analisa multivariat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi adalah gejala gangguan pernafasan, disabilitas fisik, penyakit-penyakit kronis, penggunaan obat-obatan bukan dari resep dokter, depresi dan status kesehatan yang rendah (Joni et al., 2011). Stres merupakan salah satu penyebab terjadinya insomnia pada lansia dan sebagian besar lansia yang menderita stres mengalami gangguan tidur. Sedangkan stres merupakan bagian di dalam kehidupan manusia sehari-hari. Bagi orang yang penyesuaiannya baik maka stres dapat cepat diatasi dan ditanggulangi. Bagi orang yang penyesuaian dirinya kurang baik, maka stres merupakan bagian terbesar di dalam kehidupannya sehingga stres dapat menghambat kegiatannya sehari-hari. Mungkin dari luar seseorang tidak nampak apabila dia mengalami stres, akan tetapi apabila kita bergaul dekat dengannya maka akan tampak sekali manifestasi stres yang dialaminya (Noviati et al., 2011). Wibowo (2009) menyatakan bahwa stres yang dialami oleh lansia dapat mempengaruhi kebutuhan waktu untuk tidur. Semakin tinggi tingkat stres pada lansia maka kebutuhan waktu untuk tidur juga akan berkurang. Gangguan tidur pada lansia sering tidak terdeteksi karena anggapan bahwa pada lanjut usia jika tidur berkurang merupakan hal yang wajar. Bila gangguan sulit tidur tidak dikenali penyebabnya maka tatalaksananya juga tidak akan tepat. Maka, diperlukan peningkatan awareness terhadap gangguan tidur pada lanjut usia baik dikalangan profesi kesehatan maupun masyarakat. Gangguan tidur juga mempunyai hubungan dengan peningkatan penyakit dan kematian pada lanjut usia. Kondisi ini juga harus dapat dideteksi dan di tatalaksana secara benar agar terhindar dari komplikasi penyakit yang lebih berat sebagai akibat tidak langsung dari kurang tidur (Joni et al., 2011). Dengan melihat banyaknya penyebab dari terjadinya insomnia pada lanjut usia, maka peneliti menjadi tertarik untuk mengetahui hubungan insomnia terhadap tingkat stres pada lanjut usia di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman
4 Yogyakarta. Peneliti mengambil tempat penelitian di Kecamatan Turi, Sleman Yogyakarta karena disana belum pernah dilakukan penelitian tentang insomnia pada lanjut usia. Banyak penelitian tentang insomnia dan stres pada lanjut usia yang tempat penelitiannya sering dilakukan di panti-panti wredha, sedangkan penelitian ini dilakukan di satu desa karena di suatu desa tersebut belum tentu lansianya mendapatkan perhatian yang lebih daripada di panti wredha. Sehingga peneliti mengharapkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel jika penelitian tersebut dilakukan di suatu desa, bukan di panti wredha yang lansianya sudah tertatalaksana dengan baik. Penelitian ini juga dimaksudkan agar apabila ternyata terdapat pengaruh yang signifikan antara angka kejadian insomnia dengan tingkat stres maka dapat menjadi manfaat bagi Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman Yogyakarta. 1.2 Perumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara sulit tidur (insomnia) dengan tingkat stres pada lanjut usia di Kecamatan Turi Sleman Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini kami lakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan sulit tidur (insomnia) dengan tingkat stres pada lanjut usia di Kecamatan Turi Sleman Yogyakarta. 1.4 Keaslian Penelitian Berbagai penelitian menunjukkan penyebab dari sulit tidur (insomnia) di masyarakat. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti disebutkan dalam tabel 1.
5 Tabel 1. Keaslian penelitian No. Nama Penulis 1. Fitrananda Hanifa Ulfah, 2014 Judul Hubungan Insomnia Dengan Tingkat Stres Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Program Studi S1 Fisioterapi Universitas Muhammadyah Surakarta Perbedaan Penelitian ini mengambil sampel pada mahasiswa tingkat akhir S1. Pada penelitian kami, peneliti mengambil sampel lanjut usia. 2. Ericha Aditya Raharja, 2013 Hubungan antara Tingkat Depresi Dengan Kejadian Insomnia Pada Lanjut Usia Di Karang Werdha Semeru Jaya Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan insomnia. Pada penelitian kami bertujuan untuk mengetahui hubungan insomnia dengan tingkat stres. 3. Wahyu Wiyono, 2009 Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Kecenderungan Insomnia Pada Lansia Di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan insomnia. Pada penelitian kami bertujuan untuk mengetahui hubungan insomnia dengan tingkat stres. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti sendiri Memberi pengalaman dan pengetahuan terhadap bidang ilmu yang didalami dan syarat kelulusan peneliti. 2. Bagi ilmu pengetahuan Memberi tambahan referensi dan pengembangan penelitian tentang sulit tidur (insomnia) dan stres, serta sebagai pedoman tambahan untuk melakukan intervensi kualitas tatalaksana pada lansia.
6 3. Bagi peneliti lain Dapat digunakan untuk mempelajari atau meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor atau aspek-aspek lain yang berhubungan dengan sulit tidur (insomnia) pada lanjut usia. 4. Bagi masyarakat Dapat digunakan bila terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara sulit tidur (insomnia) dengan stres sehingga dapat ditelusuri lebih lanjut penyebabnya dan diusahakan cara-cara untuk mengatasi sulit tidur (insomnia).