BAB I PENDAHULUAN. pelik, kompleks, dan multidimensi.permasalahan-permasalahan di bidang

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PENGEMBANGAN DAN VALIDASI VIRTUAL TEST UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS PADA MATA PELAJARAN FISIKA SMA

BAB I PENDAHULUAN. menuntut adanya suatu strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan

Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN FLIPCARD

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode dan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia.

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA KELAS XI

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma dalam penelitian ini mengacu padaperaturan Menteri

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

PENGEMBANGAN ALAT UKUR BERPIKIR KRITIS PADA KONSEP TERMOKIMIA UNTUK SISWA SMA. Kartimi ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang yang mengalami sekolah secara formal, mungkin juga sekolah informal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS READING COMPREHENSION

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut:

2015 PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

Jurnal Pena Sains Vol. 3, No. 2, Oktober 2016 p-issn: e-issn:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UJI KOMPETENSI GURU

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN PENILAIAN KETERAMPILAN PROSES SAINS BERBASIS KELAS PADA PEMBELAJARAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu model

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Yanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan tentang Produk. 1. Instrumen tes yang dikembangkan berupa tes berpikir tingkat tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS FISIKA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 7 MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk Quasi experimental design dengan desain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam suatu bangsa. Pendidikan harus

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL SIKLUS BELAJAR DENGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BERPIKIR MELALUI PERTANYAAN (PBMP) PADA PEMBELAJARAN KIMIA

Konstruksi Soal Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Alat Optik untuk Siswa SMA/MA Kelas X

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan yang berkualitas merupakan pendidikan yang dapat menghasilkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan

TUGAS EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA KEMAMPUAN BERFIKIR

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN ALAT UKUR BERPIKIR KRITIS PADA KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA UNTUK SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

LISAN TULISAN OBSERVASI SKALA PENILAIAN SOSIOMETRI STUDI KASUS CHECKLIST

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada persaingan global. Tantangan dan perkembangan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

Pengembangan tahap awal instrumen tes berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill - hots) mata pelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan sarana dan wahana yang strategis di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

PENERAPAN GUIDED INQUIRY

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan diperoleh secara otodidak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat tidak hanya membuahkan kemajuan, namun juga menimbulkan berbagai permasalahan yang pelik, kompleks, dan multidimensi.permasalahan-permasalahan di bidang kehidupan di abad ke-21 ini, menuntut individu untuk memiliki ketangguhan dan kemampuan berpikir yang berkualitas tinggi dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencari alternatif penyelesaian atas masalah yang dihadapi. Keadaan ini harus disikapi dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar menghasilkan generasi penerus yang siap menghadapi tantangan zaman dan memiliki kemampuan berpikir yang berkualitas tinggi. Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia ini dapat dilakukan diantaranya melalui pendidikan sains. Sains yang sarat akan kegiatan berpikir dapat menjadi wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, terutama dalam membangun keterampilan berpikirnya. Pembentukan keterampilan ini sangat menentukan dalam membangun kepribadian dan pola tindakan dalam kehidupan setiap insan Indonesia, karena itu pembelajaran sains perlu diberdayakan untuk mencapai maksud tersebut (Liliasari, 2005). Tujuan utama dari pendidikan sains adalah menyiapkan siswa memahami konsep dan meningkatkan keterampilanberpikirnya.pendidikan sains harus banyak berbuat untuk mengembangkan cara berpikir tingkat tinggi yang salah satunya

2 adalah berpikir kritis. Sistem pendidikan sains harus membantu siswa mencapai tujuan membangun sejumlah konsep dan sistem konseptual yang bermakna, mengembangkan keterampilan berpikir bebas, kreatif, kritis, serta meningkatkan kemampuan menerapkan pengetahuannya untuk belajar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, seperti halnya mengembangkan keterampilan motorik memerlukan latihan-latihan. Keterampilan berpikir siswa harus terus di asah dan dilatihkan. Berpikir dapat diajarkan melalui tiga cara, yaitu teaching for thinking,teaching of thinking, dan teaching about thinking (Costa, 1985). Teaching for thinking merupakan upaya membentuk kondisi sekolah dan kelas yang kondusif untuk mengembangkan kognitif siswa sepenuhnya.teaching of thinking merupakan upaya mengajarkan kepada siswa keterampilan dan strategi secara langsung atau mengimplementasikan satu program atau lebih.teaching about thinking bermaksud menolong siswa menjadi sadar akan proses kognitif yang dialami oleh mereka dan orang lain serta kegunaannya dalam situasi dan masalah kehidupan nyata. Salah satu bentuk dari berpikir yang berkualitas adalah berpikir kritis. Menurut Ennis (1991) berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Seseorang yang berpikir kritis adalah orang yang terampil penalarannya, memiliki kecenderungan untuk mempercayai dan bertindak sesuai dengan penalarannya, memiliki kecenderungan untuk mempercayai dan bertindak sesuai dengan penalarannya. Orang yang memiliki keterampilan berpikir kritis

3 akan mampu mengevaluasi, membedakan, dan menentukan apakah suatu informasi, buah pikiran orang lain ataupun pikirannya sendiri itu benar atau salah. Ia juga akan mampu mencari alternatif penyelesaian atas masalah yang dihadapi.sejalan dengan pandangan Bowee&Kamp (2002) bahwa one of the primary aims of training in critical thinking is to learn concepts and techques which will help us to express cleary what is wrong with an argument, thereby dispelling that frustration Kemampuan berpikir kritis dalam pengajaran dikembangkan dengan asumsi bahwa umumnya anak dapat mencapai berpikir kritis dan keterampilan berpikir pada anak selalu berkembang. Demikian pula kemampuan berpikir dapat diajarkan dan dapat dipelajari. Sebagai implikasi dari asumsi tersebut guru perlu mengembangkan proses pembelajaran dengan cara mengembangkan model/desain pembelajaranyang diimplrmentasikan di dalam proses pembelajaran sehingga dapat merangsang dan memotivasi siswa serta membuat sistem penilaian yang dapat membuka pola pikir siswa dari sekedar mengingat fakta menuju pola pikir yang kritis. Sesuai dengan karakteristiknya, berpikir kritis memerlukan latihan yang salah satu caranya dengan kebiasaan mengerjakan soal-soal ujian yang mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dievaluasi dengan adanya alat ukur yang relevan. Fakta yang ada di lapangan, baik penilaian yang bersifat lokal maupun nasional seperti ulangan harian, ulangan umum, ulangan umum bersama, tes hasil belajar (THB), evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), evaluasi belajar tahap akhir nasional (EBTANAS), ujian nasional (UN), masih lebih menekankan pada segi penguasaan konsep menggunakan alat penilaian sejenis paper and pencil test

4 dengan bentuk pilihan ganda dan masih sangat sedikit mengukur taraf berpikir tingkat tinggi(rustaman, 1992). Ada kecenderungan guru mengkonstruksi butir soal tipe pilihan ganda dan hanya menguji atau mengukur aspek ingatan, atau aspek yang paling rendah dalam ranah kognitif(zainul, 2003). Ada kecenderungan evaluasi hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, menekankan pada aspek pengetahuan saja (Arikunto, 2003). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem penilaiankenaikan kelas dan catur wulan/semester dilaksanakan di tiap sekolah dengan alat ukur yang digunakan mirip dengan EBTANAS, sehingga guru tidak termotivasi melakukan proses pembelajaran yang lebih kritis. Proses pembelajaran dan sistem penilaian ini berimplikasi terhadap kualitas pendidikan. Hasil pelaksanaan pendidikan IPA di Indonesia sampai saat sekarang masih dapat dikatakan sangat rendah. Kenyataan ini didukung oleh data Nilai Ebtanas Murni (NEM) rata-rata kelompok IPA (kimia, Fisika, Biologi) Sekolah Menengah Umum (SMU) negeri maupun swasta di Indonesia dari tahun ajaran 1997/1998 sampai dengan tahun ajaran 1999/2000 (Depdiknas, 2001) pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Data NEM Rata-Rata Kelompok Materi IPA SMU di Indonesia Tahun Ajaran 1997/1998-1999/2000 No Wilayah Tahun Status SMU Jumlah Kimia Fisika Biologi 1 Nasional 1997/1998 Negeri dan Swasta 5165 4,88 3,88 4,62 2 Nasional 1998/1999 Negeri dan Swasta 3361 4,55 3,34 4,08 3 Nasional 1999/2000 Negeri dan Swasta 5073 4,68 3,78 4,65

5 Pada Tabel 1.1 di atas terlihat bahwa pendidikan kimia SMU masih bermasalah. Hasil studi tentang kemampuan IPA siswa di sekolah menengah berada pada urutan ke-32 dari 38 negara peserta, dilihat dari ukuran Human Development Index (UNDP, 1999) dapat dikatakan bahwa mutu sumber daya manusia Indonesia termasuk sangat rendah, dan juga dinyatakan bahwa permasalahan yang menonjol dalam Pendidikan Nasional antara lain adalah masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan. Upaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mengembangkan berpikir kritis, diperlukan suatu alat ukur yang dapat mengukur kemampuan tersebut. Pengukuran merupakan faktor penting dalam pendidikan karena melalui pengukuran akan diketahui secara persis dimana posisi siswa pada suatu saat atau pada suatu kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut jelas bahwa berpikir kritis termasuk karakteristik psikologis seseorang yang dapat diketahui kualifikasinya (rendah, sedang, atau tinggi) dan hal itu bisa diketahui apabila diadakan pengukuran dengan aturan dan formula yang jelas. Berdasarkan pra penelitian saat ini belum ada alat ukur yang dapat mengukur keterampilan berpikir kritis siswa SMU khususnya dalam bidang kimia. Pokok uji keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam semua pokok bahasan. Namun demikian ada beberapa materi/pokok bahasan dalam Mata pelajaran kimia di SMA yang dapat mengakomodasi kebutuhan evaluasi kemampuan berpikir secara menyeluruh di tinjau dari karakter konsep-konsep yang tercakup dalam setiap materi tersebut. Tiga diantara materi tersebut adalah

6 konsep termokimia, hidrokarbon, dan kesetimbangan kimia. Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui konsep termokimia yang memiliki karakteristik sebagai konsep yang berdasarkan suatu prinsip dan kesetimbangan kimia sebagai konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat, serta konsep senyawa karbon yang memiliki karakteristik sebagai konsep yang melibatkan penggambaran simbol. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pengembangan alat ukur berpikir kritis kimia untuk siswa SMU yang dapat menentukan kualifikasi berpikir kritis kimia dan bagaimana keterpakaiannya dalam skala lebih luas? B. Rumusan Masalah Latar belakang di atas dijadikan titik tolak dalam merumuskan permasalahan pokok yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu Alat ukur yang bagaimanakah yang dapat dikembangkan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa SMA dalam bidang pembelajaran kimia? Rumusan permasalahan tersebut di atas, secara operasional dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Indikator keterampilan berpikir kritis apa saja yang dapat diakomodasi dalam pengembangan alat ukur berpikir kritis Kimia SMA? 2. Bagaimana karakteristik soal yang digunakan sebagai alat ukur berpikir kritis siswa dalam konsep kimia yang dikembangkan?

7 3. Bagaimanakah hasil implementasi alat ukur keterampilan berpikir kritis kimiasma padatiga daerah penelitian dengan karakteristik lingkungan berbeda? 4. Bagaimanakah hasil implementasi alat ukur keterampilan berpikir kritis Kimia SMA berdasarkan tiga karakteristik materi kimia yang berbeda? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah mengembangkan dan memvalidasi alat ukur berpikir kritis Kimia SMA sehingga dihasilkan alat ukur berpikir kritis Kimia untuk siswa SMA yang tervalidasi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretik Manfaat teoretik dari hasil penelitian ini adalah memperoleh gambaran kemampuan penguasaan berpikir kritis siswa SMA dengan alat ukur terstandar sesuai dengan kondisi objektif lapangan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pemegangotoritas pengambil kebijakan yaitu diperolehnya bahan pertimbangan dalam meninjau kembali sistem pengukuran hasil belajar kimia yang telah dilaksanakan selama ini, dan diperolehnya alat ukur alternatif yaitu alat ukur keterampilan berpikir kritis.

8 b. Bagi lembaga pendidikan yaitu diperolehnya alat ukur berpikir kritis yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, yang sewaktu-waktu dapat digunakan secara langsung atau diambil bagian-bagiannya untuk menyusun soal-soal tes sesuai kebutuhan. c. Bagi guru yaitu diperolehnya alat ukur keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa. E. Definisi Operasional Pengembangan alat ukur yang dimaksud dalam penelitian ini adalahsebagai kegiatan perencanaan, konstruksi, pengujian, karakteristik tes, sehingga diperoleh alat ukur yang valid, reliabel dan sesuai tingkat kesukaran dan daya bedanya. Alat ukur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah instrumentes untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dalam pendidikan ilmu kimia berupa butirbutir soal dan perangkat tes yang berbentuk pilihan ganda berjenjang dan ujicobavaliditas dan reliabilitasnyaserta tingkat kesukaran dan daya beda butir soal sehingga diperoleh perangkat yang secara konsisten dapat mengukur kemampuan berpikir kritis melalui hasil belajar konsep kimia. Keterampilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengejawantawahan fungsi mental yang bersifat kognitif.

9 Berpikir kritisadalah kemampuan proses berpikir pada tingkat menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, serta menginterpretasikan suatu argumen sesuai dengan penalarannya.