V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia. Data yang digunakan dalam persamaan regresi adalah data panel yang berasal dari data sekunder BPS menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Barat selama tahun 2004-2008. Tabel 5.1 menyajikan hasil estimasi regresi dari model data panel. Pada model data panel, koefisien estimasi yang disajikan merupakan hasil dari dua metode estimasi, yaitu Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Penggunaan kedua metode estimasi ini diharapkan dapat menunjukkan variasi hasil estimasi, melihat kebaikan serta validitas kedua metode estimasi yang digunakan. Tabel 5.1 Hasil Regeresi Data Panel Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat. Variabel FEM REM Koefisien P-Value Koefisien P-Value (1) (2) (3) (4) (5) C 4,195010 0,0000 4,284716 0,0000 LNPDRBK 0,006177 0,0000 0,007869 0,0280 LNPOV -0,008545 0,0883-0,025559 0,0000 LNSRNPEN 0,014065 0,0248 0,016927 0,0000 LNGR 0,014856 0,0000 0,091829 0,7192 LNSRNKES 0,005097 0,0130-0,013509 0,0768 LNPKES 0,003635 0,0000 0,006641 0,0877 LNSRNINF 0,013470 0,0130 0,005178 0,3393 Hausman Test 34,660205 0,0000 F-Statistic 339,7745 0,0000 14,84418 0,0000 Adjusted R-Squared 0,988331 0,438684 Dari hasil regresi data panel tersebut, terlihat bahwa FEM lebih baik dibandingkan metode REM. Hal ini tercermin dari statistik uji Hausman (34.6602) yang signifikan terhadap taraf uji 10 persen p-value 0,0000, artinya cukup bukti untuk menolak hipotesis tidak adanya korelasi antara peubah penjelas komponen error. 66
Uji model FEM secara keseluruhan valid dalam taraf uji 10 persen yang ditunjukkan nilai statistik uji F (339,7745) dan p-value0,00. Nilai adjusted R 2 bernilai 0,988331yang berarti keragaman tingkat indeks pembangunan manusia dapat dijelaskan oleh PDRB perkapita, kemiskinan, sarana pendidikan, pelayan pendidikan, sarana kesehatan, pelayan kesehatan dan sarana infrastruktur sebesar 98,83 persen, sedangkan sisanya 1,17 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Model FEM yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobotan pada cross section (Panel EGLS /Cross-section weights). Hal ini dilakukan untuk mengurangi heteroskedastis antar unit cross section.berdasarkan hasil estimasi pada tabel 5.1, semua variabel yang diuji signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Selain itu bentuk natural logaritma dari model dilakukan untuk memudahkan mengukur elastisitas antar variabel. Dengan demikian koefisien parameter dari hasil regresi tersebut juga menunjukkan elastisitas dari variabel-variabel yang dimasukkan dalam model. 5.2 Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia 5.2.1 PDRB per kapita Berdasarkan tabel 5.1, PDRB per kapita mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Jawa Barat. PDRB per kapita berpengaruh positif terhadap peningkatan. Nilai koefisien PDRB per kapita adalah 0,006177yang berarti kenaikan 1 persen PDRB per kapita akan menaikan sebesar 0,006177, asumsi cateris paribus. PDRB per kapita juga menggambarkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. PDRB per kapita juga menggambarkan kesejahteraan keluarga dalam suatu kabupaten/ kota. Peningkatan PDRB per kapita tentu memberikan kemudahan dalam memenuhi segala kebutuhan dasar termasuk akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang selanjutnya menentukan Indeks Pembangunan Manusia. PDRB per kapita di Jawa Barat dalam selang waktu 2005-2009 mengalami peningkatan. Hal ini mencerminkan adanya perbaikan dalam 67
7,50 PDRB per kapita (Rp Juta) 7,00 6,50 6,00 5,50 5,00 5,53 6,24 6,55 6,77 6,96 4,50 4,00 2005 2006 2007 2008 2009
Kemiskinan terkait erat variabel ekonomi makro lainnya baik secara langsung maupun tidak antara lain tingkat upah tenaga kerja, tingkat pengangguran, produktifitas tenaga kerja, kesempatan kerja, gerak sektor riil, distribusi pendapatan, tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi dan kualitas sumber daya alam. Sedangkan dalam aspek sosial, kemiskinan sangat terkait tingkat dan jenis pendidikan, kesehatan, kondisi fisik dan alam suatu wilayah, etos dan motivasi kerja, kultur atau budaya, hingga keamanan dan politik serta bencana alam (Yudhoyono dan Harniati, 2004). Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat lepas dari penciptaan stabilitas ekonomi sebagai landasan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat (Bappenas). Dengan demikian kemiskinan merupakan hambatan dalam meningkatkan, hal ini dikarenakan kemiskinan membuat akses terhadap pendidikan dan kesehatan sebagai tolak ukur peningkatan terganggu. Hal ini sesuai definisi yang diberikan oleh BPS mengenai kemiskinan yaitu kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya. Dengan demikian ketidakmampuan ini akan mengganggu kebutuhan terhadap pendidikan dan kesehatan yang pada akhirnya akan membuat indeks pembangunan manusia menjadi rendah. Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 adalah sebesar 11,58 persen dari jumlah penduduk Jawa Barat, menurun dari tahun 2008 yang mencapai angka 11,74 persen (Gambar 5.2). Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan. 69
Persentase Kemiskinan 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 13,06 14,49 13,55 12,74 11,58 9,00 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
5.2.3 Pendidikan Sarana pendidikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Jawa Barat. Tingkat sarana pendidikan berpengaruh positif terhadap peningkatan. Nilai koefisien sarana pendidikan adalah 0,014065yang berarti kenaikan 1 persen sarana pendidikan akan menaikkan sebesar 0,014065, asumsi cateris paribus. Dalam model ini, sarana pendidikan merupakan penghitungan rasio dari jumlah sekolah SD dan SMP terhadap penduduk usia sekolah SD dan SMP. Hal ini dikarenakan adanya program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah.pendidikan memiliki hubungan yang erat peningkatan. Hal ini sesuai yang dipaparkan Todaro(2003) dimana desebutkan pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Aspek pendidikan tidak hanya berkaitan sarana pendidikan, tetapi terdapat aspek-aspek lain yang lebih menyentuh terhadap kualitas pendidikan tersebut. Dengan demikian dalam penelitian ini dimasukkan juga rasio jumlah guru terhadap jumlah murid. Rasio jumlah guru terhadap jumlah murid mempunyai pengaruh nyata terhadap indeks pembangunan manusia. Hal ini terlihat dari probabilitasnya yang sebesar 0,0000. Nilai koefisien rasio jumlah guru-murid adalah 0,014856yang berarti kenaikan 1 persen rasio jumlah guru-murid akan menaikkan sebesar 0,014856, asumsi cateris paribus. Dengan demikian investasi pendidikan berupa pembangunan sekolah harus juga diikuti mendorong partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Biaya murah terhadap pendidikan juga sangat menentukan tingkat partisipasi masyarakat untuk bersekolah. Dengan meningkatnya partisipasi masyarakat pada pendidikan maka akan menjadi investasi tak hanya bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan 71
23,20 Jumlah sekolah SD dan SMP (ribu) 23,10 23,00 22,90 22,80 22,70 22,60 22,76 22,87 22,88 22,90 23,11 22,50 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Guru SD dan SMP (ribu orang) 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 283,1 286,2 215,8 207,2 157,5 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010
Jumlah Pelayan Kesahatan (orang) 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 11423 9563 8509 8909 8745 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
3400 3300 3337 Jumlah Puskesmas 3200 3100 3000 2985 3031 3094 3230 2900 2800 2005 2006 2007 2008 2009
orang, barang dan jasa diangkut dari satu tempat ke tempat lain diseluruh penjuru dunia. Perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi. Telekomunikasi, listrik, dan air merupakan elemen sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, industri dan pertanian. Keberadaan infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi. Dalam permasalahan penelitian ini, ketersediaan infrastruktur dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses aspek-aspek yang menentukan pembangunan manusia seperti sarana kesehatan dan sarana pendidikan. Sarana infrastruktur yang memadai juga akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan menjadi lebih rendah. Dengan demikian pendapatan masyarakat tidak terbuang hanya untuk biaya transportasi dan dapat dialihkan untuk pengeluaran kesehatan maupun pendidikan. Pada pembangunan bidang fisik, telah cukup banyak dilakukanprogram dan kegiatan strategis oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, meliputi sub bidang infrastruktur wilayah,tata ruang, energi dan lingkungan hidup.mengenai pembangunan Infrastruktur Wilayah, meliputi infrastruktur transportasi, sumberdaya air dan irigasi, listrik dan energi, serta saranadan prasarana permukiman, kondisinya masih mengalami beberapakendala terkait beberapa isu pelayanan infrastuktur wilayah.pada aspek infrastruktur jalan, berbagai upaya yang telahdilakukan selama tahun 2009, panjang jalan telah mencapai 22.760 km. Panjang jalan ini telah meningkat dari tahun 2008. 76
23,00 22,76 Panjang Jalan (ribu km) 22,50 22,00 21,50 21,00 21,72 21,29 21,74 21,75 20,50 2005 2006 2007 2008 2009 No. Kabupaten/ Kota Efek No. Kabupaten/ Kota Efek 1 Kab. Bogor -0,005033 14 Kab, Purwakarta -0,026428 2 Kab. Sukabumi -0,026213 15 Kab, Karawang -0,044478 3 Kab. Cianjur -0,055834 16 Kab, Bekasi 0,010700 4 Kab. Bandung 0,026304 17 Kota Bogor 0,037081 5 Kab. Garut -0,006282 18 Kota Sukabumi 0,027045 6 Kab. Tasikmalaya 0,001231 19 Kota Bandung 0,046248 7 Kab. Ciamis -0,020846 20 Kota Cirebon 0,017119 8 Kab. Kuningan -0,015696 21 Kota Bekasi 0,066792 9 Kab. Cirebon -0,035562 22 Kota Depok 0,102490 10 Kab. Majalengka -0,037271 23 Kota Cimahi 0,058633 11 Kab. Sumedang -0,010724 24 Kota Tasikmalaya 0,012271 12 Kab. Indramayu -0,070364 25 Kota Banjar -0,030061 13 Kab. Subang -0,021119
Jawa Barat. Efek individu dalam model menunjukkan adanya perbedaan karakteristik indeks pembangunan manusia tiap kabupaten/kota di Jawa Barat dan dimasukkan sebagai bagian dari intersep dalam menginterprestasikan model untuk tiap kabupaten/kota. Adanya perbedaan karakteristik juga dapat dibagi melalui pengelompokan besaran tiap Kabupaten/ Kota di Jawa Barat. Pengelompokan ini diperlukan karena banyaknya jumlah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Barat, hal ini juga berkaitan karakteristik yang berbeda di tiap kabupaten/kota sehingga kebijakan yang diterapkan untuk tiap daerah tersebut juga akan berbeda. Di Provinsi Jawa Barat besaran tiap kabupaten/kota berada dalam selang 67,39-78,61. Dengan demkian pengelompokan berdasarkan selang tersebut dapat dibuat sebagai berikut: rendah = Nilai yang kurang dari 70 sedang = Nilai yang lebih besar dari 70 namun kurang dari 75 tinggi = Nilai yang lebih besar dari 75 Dengan pengelompokan tersebut, maka kabupaten/kota di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 78
Tabel 5.4. Pengelompokan Kabupaten/Kota Berdasarkan Nilai Rendah Sedang Tinggi Kab. Sukabumi Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Sumedang Kab. Purwakarta X 1 Min: 3,22 Rata-rata: 4,66 Max: 8,28 X 2 Min: 10,48 Rata-rata: 14,02 Max: 18,22 X 3 Min: 2,63 Rata-rata: 3,51 Max: 4,34 X 4 Min: 4,44 Rata-rata: 5,12 Max: 5,87 X 5 Min: 8,05 Rata-rata: 10,67 Max: 12,10 X 6 Min: 2,29 Rata-rata: 3,47 Max: 4,38 X 7 Min: 3,54 Rata-rata: 6,71 Max: 8,80 Kab. Bogor Kab. Cianjur Kab Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Majalengka Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Bandung Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Min: 2,74 Rata-rata: 7,14 Max: 24,24 Min: 4,50 Rata-rata: 12,15 Max: 23,55 Min: 2,03 Rata-rata: 3,31 Max: 4,81 Min: 2,65 Rata-rata: 4,69 Max: 6,68 Min: 2,07 Rata-rata: 8,23 Max: 13,74 Min: 1,42 Rata-rata: 2,89 Max: 4,68 Min: 0,41 Rata-rata: 6,00 Max: 12,37 Dimana X 1 = PDRB per kapita (Rp juta) X 2 = Tingkat kemiskinan (persen) Kota Sukabumi Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Min: 4,11 Rata-rata: 9,13 Max: 19,97 Min: 13,06 Rata-rata: 7,73 Max: 2,93 Min: 2,45 Rata-rata: 3,23 Max: 4,64 Min: 3,96 Rata-rata: 5,33 Max: 6,04 Min: 2,57 Rata-rata: 11,78 Max: 20,62 Min: 1,34 Rata-rata: 3,27 Max: 7,10 Min: 2,58 Rata-rata: 3,81 Max: 4,87 X 3 = Rasio sarana pendidikan (1/100.000) sekolah per orang) X 4 = Rasio jumlah guru (1/100) guru per murid) X 5 = Rasio sarana kesehatan (1/100.000 puskesmas per orang) X 6 = Rasio jumlah tenaga medis (1/10.000 tenaga medis per orang) X 7 = Rasio sarana infrastruktur 79
Daerah Tinggi Daerah Sedang Daerah Rendah Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Sukabumi Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Bandung Kota Bogor Kab. Bekasi Kab. Karawang Kab. Subang Kab. Indramayu Kab. Majalengka Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Bogor Kab. Purwakarta Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Sukabumi 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 2009 2008 2007 2006 2005
Daerah Tinggi Daerah Sedang Daerah Rendah Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Sukabumi Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Bandung Kota Bogor Kab. B e k a s i Kab. Karawang Kab. Subang Kab. Indramayu Kab. Majalengka Kab. C i a m i s Kab. Tasikmalaya Kab. G a r u t Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. B o g o r Kab. Purwakarta Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Sukabumi 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 2009 2008 2007 2006 2005
Daerah Tinggi Daerah Sedang Daerah Rendah Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Sukabumi Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Bandung Kota Bogor Kab. Bekasi Kab. Karawang Kab. Subang Kab. Indramayu Kab. Majalengka Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Bogor Kab. Purwakarta Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Sukabumi 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 2009 2008 2007 2006 2005
Daerah Tinggi Daerah Sedang Daerah Rendah Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Sukabumi Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Bandung Kota Bogor Kab. Bekasi Kab. Karawang Kab. Subang Kab. Indramayu Kab. Majalengka Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Bogor Kab. Purwakarta Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Sukabumi 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 2009 2008 2007 2006 2005
5.3 Kebijakan Kabupaten/Kota Dengan Nilai Terendah Dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia Perbedaan karakteristik antar kabupaten/kota di Jawa Barat sudah terlihat dalam bahasan sebelumnya. Daerah yang rendah perlu menjadi perhatian. Hal ini penting untuk mencapai target Provinsi Jawa Barat untuk menjadi provinsi termaju pada tahun 2025. Dari paparan diatas, dapat dipetakan karakteristik daerah-daerah terendah. Karakteristik tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Karakteristik Daerah terendah di Provinsi Jawa Barat Variabel Kab. Kab. Kab. Kab. Kab. Sukabumi Kuningan Cirebon Sumedang Purwakarta PDRB Per R R R R S Kapita Kemiskinan T T T S S Sarana S S S T T Pendidikan Jumlah Guru R R R R R Sarana S S S S S Kesehatan Pelayan R S S S S Kesehatan Sarana Infrastruktur S R S S S Ket: R = Rendah S = Sedang T= Tinggi Tabel 5.5 diatas memperlihatkan bahwa semua daerah yang memiliki terendah di Jawa Barat juga memiliki PDRB per kapita yang rendah. Kemiskinan di daerah ini juga cenderung tinggi, terlihat di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Cirebon. Selain itu, permasalahan yang terjadi di daerah rendah di Provinsi Jawa Barat adalah karena rasio jumlah guru yang rendah. Jumlah guru SD dan SMP di kabupaten Sukabumi, Kabupaten, Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Purwakarta belum memadai dalam melakukan pengajaran terhadap jumlah penduduk usia sekolah di daerah tersebut. Kebijakan-kebijakan yang perlu diterapkan dalam mengangkat ke lima kabupaten ini dapat difokuskan pada PDRB per kapita dan kemiskinan. Kedua variabel tersebut memang berkaitan. Ketika PDRB per kapita ditingkatnya maka kemiskinan pun akan menurun. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang bisa 85
direkomendasikan untuk Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Cirebon adalah: 1. Program pemberian bantuan permodalan bagi koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah. Program ini dapat mendorong pemerataan pendapatan.program ini juga akan berdampak pada peningkatan lapangan pekerjaan dan selanjutnya meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan demikian program ini akan efektif untuk meningkatkan pendapatan per kapita sekaligus mengurangi persentase kemiskinan. 2. Penanganan pengangguran, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih bersifat padat karya bukan padat modal.penanganan terhadap pengangguran mutlak dilakukan, yaitu membuka lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya. Pemberian pendidikan terhadap angkatan kerja juga sangat dibutuhkan agar dapat meningkatkan ketersediaan angkatan kerja yang siap bekerja ataupun dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sehingga akan meningkatkan jumlah penduduk yang bekerja dan memperoleh pekerjaan. Pada akhirnya tujuan meningkatkan daya beli masyarakat. 3. Program pembangunan infrastruktur sangat penting dilakukan, terutama di Kabupaten Kuningan yang memiliki sarana infrastruktur rendah. Investasi merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Oleh karena itu kabupaten-kabupaten rendah harus membuat kebijakan yang mendukung iklim investasi. Kemudahan pengurusan ijin investasi perlu diperhatikan. Perbaikan infrastruktur sebagai dukungan terhadap investasi juga mutlak dilakukan. Program perbaikan infrastruktur yang dapat dilakukan adalah pembangunan serta perbaikan jalan dan jembatan. Dengan program ini akan memberikan kelancaran arus distribusi barang dan jasa serta meningkatkan produktivitas barang dan jasa. 4. Pengadaan guru agar ketersediaan guru memadai untuk menciptkan pelayanan pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia. 86
5. Untuk Kabupaten Sukabumi, diperlukan lebih banyak tenaga medis untuk memberikan akses kesehatan yang lebih memadai kepada penduduk di kabupaten tersebut. Perekruitan Dokter dan Bidan sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kematian bayi dan dapat meningkatkan harapan hidup di Kabupaten Sukabumi. 87