TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

dokumen-dokumen yang mirip
Nurhaedah M. ABSTRAK. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

Oleh : Lincah Andadari

A. Malsari Kharisma Alam, A.Amidah A., Sitti Nurani S 83

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh/ by: Abd. Kadir., Bugi K. Sumirat ABSTRACT ABSTRAK. Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Soppeng Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PARAPIHAK DALAM PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM. Nurhaedah M.

MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh : Tanti Novianti A

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI. PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET

PENDAHULUAN Latar Belakang

Belajar sambil Berlibur ke Desa Wisata Ilmu Ulat Sutera Oleh : Ernita

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MANFAAT SAGU (Metroxylon spp.) BAGI PETANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN KONAWE SELATAN. Nurhaedah M.*

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kilometer dari Ibukota Kecamatan Imogiri. Batas administrasi Desa Kebonagung

BAB I. PENDAHULUAN A.

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost

METODOLOGI PENELITIAN

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting berdampingan dengan sektor lainnya. Walaupun sektor

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

GUBERNUR SUMATERA BARAT

Transkripsi:

Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Nurhaedah Muin * dan Wahyudi Isnan Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar Jl.Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, Sulawesi Selatan, 90243, Telp (0411) 554049: fax (0411) 554058 * E-mail: nurhaedah_muin@yahoo.com ABSTRAK Usaha persuteraan alam merupakan kegiatan yang telah lama digeluti sebagian masyarakat di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng. Ada yang menjadikan sebagai mata pencaharian utama dan ada pula yang sampingan. Seiring dengan perkembangan kondisi sosial ekonomi, maka hadirnya beberapa permasalahan mengakibatkan pola pengusahaan sutera alam berkembang sesuai dengan kondisi usaha ini. Sebagian masyarakat masih menjadikan sebagai mata pencaharian utama yang dipadukan dengan usaha lain, namun ada pula yang menjadikan sebagai mata pencaharian sampingan karena beberapa alasan. Beberapa tipologi budidaya yang berkembang di masyarakat antara lain usaha budidaya murbei sekaligus budidaya ulat sutera, tetapi ada pula yang hanya budidaya ulat dengan menjalin kerja sama dengan pemilik tanaman murbei. Pada tipologi produksi, ada yang terhenti pada produksi kokon, tetapi adapula yang melanjutkan dengan pengolahan kokon menjadi benang. Demikian pula pada tipologi pemasaran terdapat petani yang memasarkan kokon ataupun benang secara individu dan ada pula yang memasarkan secara kolektif melalui kelompok dengan menjalin kerja sama dengan pihak industri. Ragam tipologi pengusahaan sutera alam di wilayah ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi pengelolaan dan pengembangan persuteraan alam ke depan. Kata Kunci: Kabupaten Soppeng, tipologi, sutera alam, usaha I. PENDAHULUAN Kabupaten Soppeng memiliki beberapa potensi di bidang pertanian, pertambangan, perkebunan, jasa dan pariwisata. Selain dikenal sebagai Kota Kalong (Kelelawar), Soppeng juga dikenal sebagai salah satu pusat pembudidayaan tanaman murbei sebagai pakan ulat (DISHUT & ISPEI, 2011). Kabupaten Soppeng adalah 93

Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 2, Desember 2016 : 93-103 salah satu sentra pengembangan sutera alam di Sulawesi Selatan. Beberapa desa di Kecamatan Donri-Donri sampai saat ini, masyarakatnya masih menekuni usaha sutera alam baik sebagai mata pencaharian pokok maupun sebagai mata pencaharian sampingan. Perkembangan persuteraan alam di Kabupaten Soppeng didukung oleh beberapa faktor antara lain: dukungan dari pemerintah dan instansi terkait, budaya masyarakat, warisan orang tua, keberadaan Perum Perhutani sebagai produsen bibit komersial dan tersedianya pasar kokon dan benang (Nurhaedah dan Hayati, 2015). Pengusahaan sutera alam di Kabupaten Soppeng pada tahun 2010 memiliki luas lahan murbei 79,92 ha, produksi kokon 13.669,08 kg kokon dan produktivitas kokon 171,03 kg/ha tanaman murbei. (BPA, 2010 dalam Sadapotto, 2011). Pola pengelolaan umumnya sebagai petani murbei dan pemelihara ulat sutera. Seiring dengan perkembangan waktu dan masuknya beberapa komoditi lain yang lebih kompetitif serta munculnya beberapa kendala terkait usaha ini, maka pola pengelolaan usaha sutera alam juga menjadi beragam sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan situasi yang dihadapi petani. Tulisan ini memaparkan tentang tipologi pengusahaan sutera alam di Kabupaten Soppeng khususnya di Kecamatan Donri-Donri yang bertujuan untuk memberikan informasi sebagai dasar dalam pengelolaan dan pengembangan persuteraan alam ke depan khususnya di lokasi kajian. II. GAMBARAN UMUM KECAMATAN DONRI-DONRI KABUPATEN SOPPENG Kabupaten Soppeng merupakan daerah daratan dan perbukitan dengan luas wilayah 1.500 km 2. Luas daratan 700 km 2 berada pada ketinggian rata-rata kurang lebih 60 m di atas permukaan laut (Badan Pusat Statistik, 2014). Kecamatan Donri-Donri memiliki luas wilayah sebesar 222 km 2, yang dihuni oleh 6.115 rumah tangga dengan jumlah penduduk 23.085 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2014). Sebagian desa di Kecamatan Donri-Donri berada pada wilayah yang datar dan sebagian lainnya berada pada wilayah dengan topografi berbukit. Kecamatan Donri-Donri berada pada ketinggian antara 0-161 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan 2.720 mm/tahun dengan hari hujan 134/tahun (Kantor PSDA Soppeng bagian Utara, 2013 dalam BPS, 2014). Di Kecamatan Donri-Donri 94

Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan terdapat 7 kelompok tani sutera, yang tersebar di beberapa desa antara lain: Desa Sering, Desa Pising, Desa Donri-Donri, Desa Labokong dan Desa Lalabata Riaja (BPA, 2014). III. TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM Kabupaten Soppeng merupakan salah satu wilayah Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Selatan yang sejak lama mengembangkan usaha sutera alam. Sebagian besar masyarakat di wilayah ini dulunya bergelut pada usaha persuteraan alam, baik sebagai petani, pedagang kokon dan benang, swasta, pemerintah maupun sebagai pemerhati. Perkembangan kondisi masyarakat, lingkungan serta permasalahan yang terjadi menyebabkan perkembangan usaha sutera alam juga mengalami dinamika. Kondisi ini juga memengaruhi tipologi pengusahaan sutera alam di wilayah ini. Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengelompokan berdasarkan tipe atau jenis (wikipedia, 2016). Tipologi yang diuraikan dalam tulisan ini meliputi tipologi usaha sebagai mata pencaharian, tipologi berdasarkan kondisi budidaya, tipologi berdasarkan produksi atau bentuk produk akhir dan tipologi berdasarkan sistem pemasaran. Berikut gambaran tipologi usaha sutera alam di Kabupaten Soppeng: A. Tipologi Usaha Sebagai Mata Pencaharian 1. Usaha Sutera Alam sebagai Mata Pencaharian Utama. Persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agro-industri yang mempunyai rangkaian kegiatan yang panjang meliputi: penanaman murbei, pemeliharaan ulat sutera, produksi kokon, pengolahan kokon, pemintalan dan pertenunan sutera (Atmosoedarjo et al., 2000). Khusus untuk usaha sutera alam kokon dan benang juga memiliki beberapa rangkaian kegiatan. Kegiatan tersebut terdiri dari budidaya murbei, ulat sutera, pengokonan dan penanganan pasca panen. Setiap rangkaian kegiatan membutuhkan penanganan yang berbeda dan saling memengaruhi terhadap keberhasilan usaha, dan sekaligus menentukan dalam pengelolaan usaha sebagai mata pencaharian. Beberapa kriteria masyarakat yang menggeluti kegiatan ini sebagai mata pencaharian utama antara lain adalah petani yang memiliki sumberdaya lahan untuk budidaya murbei dan ruang budidaya ulat sutera, petani dari kaum laki-laki yang memiliki modal 95

Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 2, Desember 2016 : 93-103 usaha, namun memiliki keterbatasan untuk melaksanakan usaha lain yang membutuhkan kekuatan fisik, petani dari kaum perempuan yang tidak memiliki pendamping, baik karena belum menikah, cerai atau suami meninggal sehingga memiliki keterbatasan untuk melaksanakan usaha lain yang lebih membutuhkan tenaga fisik. Petani yang menggeluti usaha sutera alam sebagai mata pencaharian utama, biasanya mengatur pendapatan yang diperoleh dari harga kokon ataupun benang untuk memenuhi kebutuhan hidup meskipun memiliki pekerjaan sampingan. Demikian pula, waktu yang dimiliki diatur sesuai kondisi antara pekerjaan utama dan sampingan. Salah satu desa di Kecamatan Donri-Donri yaitu Desa Sering, terdapat petani yang menggeluti budidaya murbei dan ulat sutera sebagai mata pencaharian utama, namun tetap dipadukan dengan usaha lain seperti ternak sapi dengan memanfaatkan sisa tanaman murbei yang tidak memenuhi untuk dijadikan pakan ulat. Hal ini dapat dilakukan mengingat usaha ini memiliki waktu tertentu yang luang misalnya ketika ulat sutera mengalami masa tidur/istirahat sebelum mengalami pergantian kulit. Waktu tersebut dapat digunakan oleh petani untuk keperluan lain sambil menunggu kondisi ulat sutera selesai berganti kulit. Umumnya kegiatan budidaya ulat sutera masih dilakukan di kolong rumah, sehingga dapat dipadukan dengan kegiatan lain di sekitar rumah. Berikut gambar ruang pemeliharaan ulat sutera di Kecamatan Donri-Donri yang menggunakan kolong rumah. Gambar 1. Ruang pemeliharaan ulat sutera milik petani yang berada di kolong rumah (Foto: BPPLHKM, 2015) 96

Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan 2. Usaha Sutera Alam sebagai Mata Pencaharian Sampingan Kegiatan budidaya ulat sutera mengalami permasalahan terutama terkait bibit ulat mengakibatkan mutunya cenderung menurun. Kondisi ini merupakan permasalahan utama yang dikeluhkan petani saat ini (Nurhaedah et al., 2015). Hal ini berdampak pula pada tipologi usaha sebagai mata pencaharian. Sebagian petani yang sebelumnya menekuni usaha sutera alam sebagai mata pencaharian utama beralih ke pekerjaan lain seperti pengumpul dan penjual batu kali, buruh tani sehingga usaha sutera menjadi usaha sampingan karena sering mengalami gagal panen kokon. Selain yang disebutkan di atas, terdapat beberapa kondisi sehingga usaha sutera alam dijadikan sebagai mata pencaharian sampingan antara lain yaitu petani yang bersangkutan memiliki usaha lain yang dapat diandalkan untuk memenuhi perekonomian keluarga, petani memiliki keterbatasan sumberdaya pendukung dalam mengelola usaha ini. Keterbatasan tersebut antara lain penyediaan pakan ulat, ruang budidaya ulat sutera serta tenaga kerja sehingga kondisi tersebut tidak mendukung untuk dijadikan sebagai mata pencaharian utama dalam menopang perekonomian keluarga. B. Tipologi Budidaya Budidaya ulat sutera biasanya dilakukan secara serentak pada satu periode pemeliharaan, karena hal ini terkait dengan periode pemesanan bibit ulat sutera yang sudah terjadwal sesuai ketentuan dari produsen bibit ulat sutera komersil yaitu awal bulan dan pertengahan bulan. Budidaya ulat sutera adalah kegiatan yang dipadukan dengan budidaya tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera. Kondisi tersebut saling mendukung, sehingga jumlah bibit ulat sutera yang dipelihara harus disesuaikan dengan volume pakan yang tersedia. Pelaku usaha sutera alam idealnya mengusahakan komoditi ini secara terpadu, sehingga dapat mengatur dan mengelola usaha sesuai sumberdaya yang dimiliki. Namun, karena beberapa kendala dan keterbatasan dalam pelaksanaan kegiatan mendorong pelaku untuk mengadaptasikan diri dengan kondisi dan sumberdaya yang dimiliki. Tipologi budidaya yang dimaksudkan untuk menguraikan batasan komoditi yang diusahakan yaitu: 97

Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 2, Desember 2016 : 93-103 1. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera Masyarakat di wilayah ini sebagian membudidayakan tanaman murbei dan sekaligus melakukan budidaya ulat sutera. Pada tipologi ini, biasanya masyarakat memiliki tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera di sekitar rumah tinggal ataupun di kebun dan pinggiran sawah serta ruang budidaya ulat sutera di kolong rumah. Usaha budidaya murbei dan ulat sutera biasanya dilakukan secara terpadu dengan menggunakan tenaga kerja dari kalangan keluarga. Berikut gambar salah satu kebun murbei milik petani yang berlokasi di sekitar rumah tinggal. 98 Gambar 2. Salah satu kebun murbei milik petani di Kecamatan Donri-Donri (Foto: BPPLHKM, 2015) 2. Budidaya Ulat Sutera Tipologi yang dimaksud adalah masyarakat yang tidak melakukan budidaya murbei, namun melakukan budidaya ulat sutera dengan menggunakan daun murbei atau pakan ulat sutera yang berasal dari petani lain yang jaraknya terjangkau. Petani sutera yang memiliki motivasi yang tinggi dalam usaha budidaya ulat, namun terbatas dalam hal penyediaan pakan ulat sutera mendorong mereka untuk menjalin kerja sama dengan pemilik kebun murbei. Petani sutera yang masuk dalam tipe ini biasanya memiliki tenaga kerja keluarga yang memadai, namun memiliki keterbatasan dalam hal pemenuhan kebutuhan pakan ulat sutera yang antara lain karena keterbatasan lahan dan modal pengelolaan lahan. Di sisi lain,

Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan terdapat petani sutera yang memiliki kebun murbei yang cukup, namun memiliki keterbatasan dalam hal tenaga kerja ataupun ruang pemeliharaan ulat. Kondisi seperti ini mendorong terjadinya kerja sama antar pemelihara ulat dengan pemilik tanaman murbei. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wakka et al. (2015) bahwa salah satu faktor pendorong terjadinya kerja sama adalah adanya tujuan bersama yang ingin dicapai, sedangkan untuk mencapai tujuan bersama diperlukan prilaku berbagi sumberdaya (dana, tenaga, waktu dan peralatan). Bentuk kerja sama kekeluargaan dilakukan dengan penyediaan pakan dari pemilik tanaman murbei, selanjutnya pemeliharaan ulat dilakukan oleh pihak lain, dan setelah penjualan hasil kokon, dilakukan perhitungan biaya yang dikeluarkan selama pemeliharaan ulat. Setelah semua biaya yang disepakati dikeluarkan, lalu dilakukan bagi hasil antara pemilik tanaman murbei dan pemelihara ulat sutera. Hasil penelitian Nurhaedah et al. (2015) bahwa terdapat kasus serupa di petani, dimana pembagian hasil harga kokon antara petani pemilik tanaman murbei dan pemelihara ulat sutera dilakukan setelah mengeluarkan harga bibit ulat sutera yang digunakan. Sistem bagi hasil yang dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak dan dilakukan dengan sistem kekeluargaan. C. Tipologi Produksi Tipologi produksi didasarkan pada produk akhir dari kegiatan budidaya murbei dan ulat sutera yang diperoleh petani. Produk tersebut selanjutnya dipasarkan untuk memperoleh nilai jual. Pada tipologi produksi terbagi atas produksi kokon, benang, kokon sekaligus benang. 1. Produksi Kokon Beberapa petani sutera, melakukan budidaya tanaman murbei dan sekaligus budidaya ulat sutera untuk memperoleh kokon sebagai hasil akhir kegiatan budidaya ulat sutera. Kokon hasil budidaya yang diperoleh biasanya dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa serat yang menempel, lalu disortir untuk memisahkan antara kokon normal dan kokon cacat (kokon ganda, berlubang, bernoda dalam, bernoda luar, berujung tipis, berkulit tipis). Selanjutnya kokon langsung dijual ke pedagang. Rangkaian kegiatan yang dilakukan terhenti pada produksi kokon saja. 99

Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 2, Desember 2016 : 93-103 2. Produksi Kokon dan Benang Sekelompok petani yang melakukan budidaya tanaman murbei dan sekaligus ulat sutera untuk menghasilkan kokon. Selanjutnya kokon yang dihasilkan diolah menjadi benang. Benang tersebut dijual sebagai produk akhir kegiatan. Benang yang diperoleh ada yang langsung dijual ke pedagang, dan ada pula yang menunda penjualan sambil menunggu harga membaik. Berdasarkan struktur usaha, kelompok petani tipologi ini biasa disebut petani - pengrajin (Kurdi, 1995). Petani yang masuk dalam tipologi ini biasanya memiliki kebun murbei untuk produksi pakan ulat, memiliki ruang budidaya ulat untuk menghasilkan kokon dan memiliki mesin reeling untuk menghasilkan benang. Pada tipe ini, rangkaian produksi dari usaha sutera alam dimulai dari produksi daun murbei, kokon dan benang sutera, sehingga pada tipe ini petani biasanya memiliki sarana produksi tambahan berupa mesin penggulung benang (reeling). Namun terdapat beberapa petani yang tidak lagi memintal sendiri kokon menjadi benang tetapi mengupah jasa pemintal (Nurhaedah dan Hayati, 2015). Tahapan kegiatan setelah budidaya ulat adalah kokon hasil pemeliharaan ulat sutera diseleksi, disimpan, dimasak dan direeling. Selanjutnya Kurdi (1995) mengelompokkan petani - pengrajin yang mempunyai unit pemintalan benang sutera sebagai industri kecil terpadu. Pada tipologi ini, produksi kokon pada waktu tertentu langsung dijual ke pedagang karena beberapa pertimbangan antara lain karena kebutuhan mendesak dan harga yang cocok. Namun pada waktu lain, memilih untuk memintal kokon menjadi benang lalu dipasarkan, dengan alasan memiliki nilai tambah, periode simpan yang lama, serta menunggu harga yang lebih baik. 3. Produksi Benang Umumnya tipologi ini terdapat pada masyarakat yang tidak mempunyai kebun murbei dan tidak melakukan budidaya ulat sutera, mereka hanya membeli bahan baku kokon dari petani, yang selanjutnya dipintal menjadi benang sutera. Berdasarkan struktur usaha tipologi ini biasa disebut pengrajin industri kecil (Kurdi, 1995). Kegiatan yang dilakukan meliputi seleksi kokon, penyimpanan kokon, pemasakan dan reeling. Pengolahan kokon menjadi benang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu masyarakat memintal sendiri dan memintal dengan 100

Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan menggunakan jasa pemintal. Biaya jasa pemintalan kokon menjadi benang biasanya sebesar Rp.50.000 per kilogram benang (Nurhaedah et al., 2015). D. Tipologi Pemasaran 1. Pemasaran Individu Tipe pemasaran individu biasanya terjadi karena beberapa kondisi antara lain: petani tidak tergabung dalam kelompok tani, tergabung dalam kelompok tani tetapi kelompoknya tidak memfasilitasi terutama dalam hal pemasaran kolektif. Pemasaran individu adalah sistem pemasaran yang dilakukan secara perorangan, dimana petani tidak terikat dengan petani lain ataupun pedagang tertentu dalam memasarkan produknya baik kokon maupun benang. Penentuan harga produk berdasarkan kesepakatan antara petani bersangkutan dengan pedagang. 2. Pemasaran Kelompok Tipe pemasaran secara berkelompok terjadi pada kelompok tani yang aktif baik ketika ada penyaluran bantuan maupun tanpa penyaluran bantuan. Pengurus kelompok tani berkoordinasi dengan anggota dalam hal pemasaran. Pemasaran secara kelompok dilakukan dengan mengumpulkan produksi kokon dari anggota kelompok di rumah salah satu pengurus kelompok yang selanjutnya kokon tersebut diangkut ke tempat pemintalan dengan membayar jasa pemintal. Harga yang diterima adalah harga jual dikurangi biaya pintal dan biaya pengangkutan ke tempat pemintalan. Hasil penelitian Nurhaedah et al. (2015) mengemukakan bahwa di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri terdapat kelompok tani yaitu Batu Tungke E yang memasarkan benang secara berkelompok. Sistem pemasaran dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pihak industri di Kabupaten Wajo. Kegiatan ini difasilitasi oleh penyuluh dalam hal menjalin kerjasama kelompok dan akses pasar (industri). Kokon atau benang milik anggota dikumpul di rumah salah satu pengurus kelompok dan selanjutnya pembeli (industri) yang telah disepakati mengambil kokon atau benang di tempat yang telah disepakati sebelumnya. 101

Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 2, Desember 2016 : 93-103 IV. KESIMPULAN Perkembangan waktu dan kondisi sosial ekonomi mengakibatkan hadirnya beberapa permasalahan terkait usaha sutera alam. Hal ini berdampak pada beragamnya tipologi pengusahaan komoditi ini. Ragam tipologi yang dimaksud terjadi pada aspek pengusahaan, bentuk produk, budidaya, maupun pemasaran produk. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi dinamika dalam pengembangan persuteraan alam di wilayah ini dan masyarakat mengadaptasikan diri dengan kondisi yang terjadi. Informasi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan persuteraan ke depan yang lebih terarah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman peneliti dan teknisi yang berperan serta dalam penelitian ini. ucapan terima kasih juga disampaikan kepada penyuluh sutera dan anggota kelompok tani di lokasi kegiatan yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Atmosoedarjo. S., J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh dan W. Murdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. BPS. 2014. Kecamatan Donri-Donri Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Soppeng. BPA. (2014). Laporan Bulanan. Pelaksana harian Balai Persuteraan Alam (BPA) Kabupaten Soppeng. DISHUT & ISPEI. 2011. Tantangan Komprehensif Persuteraan Alam Sulawesi Selatan. Laporan akhir fasilitasi penelitian persuteraan alam di Sulawesi Selatan. Dinas Kehutanan (DISHUT) Provinsi Sulawesi Selatan dan Institute for Social and Political Economic Issue (ISPEI). Kurdi R. M. 1995. Model-model pendanaan untuk persuteraan alam. Kumpulan Makalah. Seminar Nasional Persuteraan Alam di Bandung. Nurhaedah, Hayati. N, Suryanto. H, Prasetyawati. A, Zainuddin, Hermawan, A., dan A. Ruru. 2015. Pengelolaan Persuteraan Alam. Laporan hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Tidak dipublikasi. 102

Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan Nurhaedah dan N. Hayati. 2015. Peluang dan tantangan pengembangan persuteraan alam di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sewindu Balai Pengelolaan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu di Mataram. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sadapotto. 2011. Perbandingan pengaruh luas lahan murbei terhadap produktivitas kokon pada tiga daerah pengembangan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional MAPEKI 2 Nopember 2011 di Yogyakarta. Wakka, A.K., Muin. N, dan R. Purwanti. 2015. Menuju pengelolaan kolaborasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 4 (1): 41-50. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Wikipedia. 2016. Tipologi. https://id.wikipedia.org/wiki/tipologi. Diakses tanggal 8 Juni 2016. 103

Info Teknis EBONI Vol. 13 No. 2, Desember 2016 : 93-103 104