BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. sebelumnya, dan bersandar pada rumusan masalah pada bab pertama, maka dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya Inda Citraninda Noerhadi meneliti

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. penggambaran proses budaya masa lalu (Binford, 1972: 78-79). 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Dalam survey lapangan yang dilakukan di Museum Wayang Jakarta, dapat dilihat

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF

KAJIAN KOMPARATIF DESAIN BUSANA NASIONAL WANITA INDONESIA KARYA BARON DAN BIYAN DENGAN KARYA ADJIE NOTONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan


BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. kerangka berpikir Arkeologi maka digunakan penelitian kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Data kongkrit tentang lahir asal usul wayang sedikit jumlahnya. Perbedaan adanya disiplin ilmu untuk mendekati masalah dan konsep tentang maksud

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.2

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

UNIVERSITAS INDONESIA BUSANA DAN PERHIASAN PADA RELIEF SUDAMALA DAN SRI TANJUNG DI CANDI-CANDI JAWA TIMUR MASA MAJAPAHIT

Perkembangan Arsitektur 1

BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL. A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek,

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIMBOL RAMA DALAM EPOS RAMAYANA BAGI RAJA DAN MASYARAKAT JAWA. Wachid Eko Purwanto. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009

NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU

PENGARCAAN DI CANDI BUMIAYU SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS TERPADU (SEJARAH)

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa

BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN

87 Universitas Indonesia

ornamen yang disakralkan. Kesakralan ornamen ini berkaitan dengan lubang pintu kori agung yang difungsikan sebagai jalur sirkulasi yang sifatnya sakra

MENGANGKAT NILAI-NILAI PLURALISME DALAM NEGARAKERTAGAMA DI SITUS TROWULAN KABUPATEN MOJOKERTO

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

Istilah Arkeologi-Epigrafi. Oleh: Vernika Fauzan Alumni Arkeologi (Epigrafi) Universitas Indonesia

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN

Pertemuan X & XI Contoh Kasus candi-candi Periode Jawa Timur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Gambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

Fungsi agama dalam pemerintahan pada masa kejayaan majapahit (abad ke-14 masehi) HB. Hery Santosa

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kelas V Semester 1. I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a,b,c, atau d di depan jawaban yang paling benar!

Disusun oleh Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi. halaman01

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

CANDI PRAMBANAN.

BAB 2 DATA DAN ANALISA

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

VISUALISASI HEWAN PADA RELIEF RAMAYANA CANDI PRAMBANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Universitas Sumatera Utara

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data-data dan penjabaran yang sudah dilakukan pada bab sebelumnya, dan bersandar pada rumusan masalah pada bab pertama, maka dapat disimpulkan bahwa: pertama dari segi pahatan termasuk kedalam relief rendah (bas relief). Busana yang ditampilkan tidak terlalu jelas karena pahatannya yang tipis, namun lain halnya apabila terkena cahaya sehingga nampak bayanganbayangan yang menampilkan kesan timbul. Selain itu relief rendah di sini menimbulkan kesan dari pertunjukan wayang, dan busananya pun tidak jauh berbeda dengan yang dikenakan pada tokoh-tokoh pewayangan. Wayang merupakan gambaran dari proyeksi diri bagi manusia, seperti halnya busana yang ditampilkan dalam relief Candi Panataran pada dasarnya mengacu pada cerita-cerita yang terkandung di dalamnya. Cerita ini di usung dari sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal inti cerita, namun busana pada relief Candi Induk digambarkan dengan ragam busana yang kaya dan mewah. Sedangkan untuk batur pendopo digambarkan dengan busana yang sedikit lebih sederhana. Kedua, relief candi Panataran merupakan data yang berwujud artefak. Pendeskripsian busana dengan menggunakan pendekatan arkeologi seni disini pada dasarnya mengacu pada teori gabungan antara materialistik dan idealistik. Maka dengan demikian relief di ilustrasikan sesuai dengan data artefak yang ada atau kondisi fisik materialnya, seperti yang digunakan hanya pada relief yang utuh 193

194 dan terutama pada saat busana dideskripsikan. Karena dikawatirkan akan timbul keraguan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, hal ini mengacu pada peranan cerita maupun bangunan candi yang digunakan oleh relief. Pada busana dan atribut yang sudah diilustrasikan dibedakan mengenai jenis dan macamnya saja. Untuk klasifikasi atau penggolongan dari busananya sendiri mengacu pada istilah-istilah ikonografi Hindu yang kemudiana dijabarkan sesuai pada pengamatan bentuk atribut busana yang dikenakan. Kemudian beberapa penelitian yang juga membahas busana dan kemudian dilihat kesamaan dari busana yang dikenakan. Seperti halnya pada Batur Pendopo digambarakan dengan cerita-cerita panji dengan busana yang sederhana atau dapat dikatakan dengan taraf menengah. Terutama para tokoh pria identik dengan penutup kepala panjinya (topi tekes), dan busananya yang hanya mengenakan kain dan antribut busana yang sederhana. Begitu juga dengan tokoh punokawan yang selalu mengikuti sang Panji, dan juga tokoh-tokoh yang lainnya biasanya mengenakan busana sederhana dengan kain panjang ataupun pendek dan disertai beberapa perhiasan sebagai atributnya. Sedangkan pada Candi Induk digambarkan dengan busana-busana yang mewah dan atributnya yang lebih banyak nan lengkap. Seperti halnya relief cerita Ramayana yang banyak menampilkan tokoh-tokoh raksasa dan gaya berbusana lakon dengan hiasan model rambut yang khas bergaya supit urang. Konsep tersebut dilihat dari keindahan seseorang dalam satu kesatuan dari ciri fisik, watak dan pembawaannya. Maka demikian pula penampilan busana yang ada pada relief

195 tersebut dijadikan sebagai alat penunjang komunikasi yang dimaksudkan sebagai penunjang keagungan agama. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, busana yang dikenakan dalam hal ini sudah barang tentu mengacu pada status sosial dari pengguna busana tersebut, namun kelangkapan busana yang dikenakan oleh setiap tokoh juga mengarah kepada nilai-nilai seni dan estetik yang terkandung di dalam kesatuan busana tersebut. Dalam hal ini terdapat perbedaan gaya seni pada setiap kebudayaan setiap bangsa, meskipun pada masalah relief Candi Panataran juga merupakan salah satu karya yang di dalamnya terdapat pengaruh dari budaya asing seperti India. Nilai estetik pada setiap kesatuan busana tersebut bisa di arahkan kedalam kesan-kesan yang ditampilkan pada penggambaran busana tersebut. Akan tetapi demikian ini dapat dilakukan apabila pembahasan menginjak pada tataran kefilsafatan yang mana membutuhkan waktu dan data yang lebih banyak lagi. Maka dikarenakan waktu yang tidak memungkinkan, kajian ini hanya sampai pada taraf pendeskripsian busana saja. Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini hanya sampai menginjak pada teori dengan permasalahan materialistik atau hanya pada permukaan awalnya saja. Sedangkan pada teori idealistik lebih mengarahkan kepada sesuatu hal yang lebih dalam lagi, seperti yang sudah disinggung di atas yaitu masalah status sosial sampai nilai-nilai seninya. Meskipun dalam mendeskripsikan busana data-data di atas digunakan, namun hanya beberapa sebagai data pembanding. Maka demikian dapat digunakan data-data seperti pada ilmu ikonografi maupun filologi dan lainnya yang lebih mendalam untuk dapat di jadikan sebagai sarana dalam memperoleh data dan hasil yang maksimal.

196 B. Saran Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dan hasil yang didapat, maka dapat diajukan saran bagi para akademisi ataupun para arkeolog yang tertarik dalam hal mengkaji busana, diharapkan dapat lebih melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai busana pada relief Candi Panataran. Terkait penelitian ini merupakan hasil dari permukaan awal penelitian yang lebih mendalam dan penelitian yang mengkaji busana pada relief masih sangat jarang ditemukan.

197 DAFTAR PUSTAKA Asba, A.Rasyid. 2007. Paradigma Baru Perkembangan Teori dalam Ilmu Sejarah dan Arkeologi. Seminar bulan bahasa dan Ulang tahun Fakultas Ilmu Budaya. 46. 12. Arikunto, S. 1985. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Bina Aksara. Ayatroehadi et al. 1978. Kamus Istilah Arkeologi. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, Suatu Pengantar Semiotika. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. BP3 Jawa Tengah. 2009. Dewa-Dewi Masa Klasik Jawa Tengah. Edisi revisi. Halama. 59. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Permuseuman. 2000. Ragam Hias pada Busana dan Peralatan Kesenian Tradisional Se-Jawa, NTT, NTB Dan Bali. Dhamika, Ida Bagus dan tim. 1988. Pakaian Adat Tradisional Daerah Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hall, Stuart. 1997. Representation, Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage Publications. Hari Lelono, T.M. 1999. Pakaian dan Startifikasi Sosial Masa Klasik di Jawa Timur. Berkala Arkeologi. Thn XIX No.1. halaman 112-113. Husni, Muhammad et al. 2000. Perhiasan Tradisional Indonesia. Jakarta: Direktorat Permusiuman, Direktorat Jendral Kebudayaan dan Departemen Pendidikan Nasional. Maulana, Ratnaesih. 1997. Ikonografi Hindu. Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Sastra. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mulyana, Slamet. 1979. Negarakertagama dan Penafsirannya. Jakarta: Bharata. Ngadino, et al. 2003. Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Candi Panataran. Surabaya: Dinas Pnedidikan Dan Kebudayaan. Noerhadi, Inda Citraninda. 2012. Busana Jawa Kuno. Jakarta: Komunitas Bambu.

198 Nordholt, Henk Schulte (ed). 2005. Outward Appearances : Trend, Identitas, Kepentingan.Cetakan I. Yogyakarta: LKiS. Primordian Meisner, Widma. 2011. Busana Dan Perhiasan Pada Relief Sudamala Dan Sri Tanjung Di Candi-Candi Jawa Timur Masa Majapahit. Skrupsi. Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Arkeologi. Purwadi. 2009. Sejarah Sastra Jawa Edisi Cetakan I. Panji Pustaka. Purwadi dan Eko Priyo Purnomo. 2005. Kamus Sansekerta Indonesia. Yogyakarta: Budaya Jawa.com. Ratnawati, Yuni Dwi. 2000. Study Komparatif relief Cerita Ramayana pada Candi Prambanan dan Candi Panataran. Surabaya : Fak. Ilmu Sosial Universitas Negri Surabaya. Sedyawati, Edy. 2012. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sedyawati, Edy. 1984. Kumpulan Diskusi Ilmiah Arkeologi II. Jakarta : Depdikbud. Setya Nurma Wahyuni, Erry. Motif-Motif Sanggul Masa Majapahit: Suatu Penelitian Melalui Ungkapan Bentuk Sanggul Terakota Figurin Manusia Koleksi Informasi Majapahit. Skripsi. Malang : Universitas Negeri Malang Fakultas Sastra Jurusan Sejarah, 2009. Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. 1973. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Soekmono, R. Candi Fungsi dan Pengertiannya. Desertasi UI. Semarang : IKIP Semarang Pres, 1977. Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press. Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Windarti, Esti. 1998. Busana Kain Pada Beberapa Arca Masa Singasari. Skripsi. Denpasar : Universitas Udayana Fakultas Sastra. Wisnoewhardono, Soeyono. 1995. Memperkenalkan Komplek Percandian Panataran di Blitar. Mojokerto : KPN. Purbakala.

199 Sumber Lain : Hasanudin. 2010. Arkeologi Toraja Pola Sebaran Dan Hubungan Fungsional Situs Pemukiman Di Tana Toraja. Diperoleh 5 juni 2013 jam 07:28 dari <http://hasanuddinblr.blogspot.com/2010/06/arkeologi-toraja.html> <http://wayangindonesia.web.id> (Diakses pada tanggal 6 juni 2014 jam 22:10). <http://id.wikipedia.org> (Diakses pada tanggal 19 juni 2014 jam 16:32, 23:30, 01:50).

200 GLOSARIUM Arca Artefak Agni Alengka Angkin Asana Ayodhya : Perwujudan seorang Dewa dalam bentuk patung. Dalam bahasa Sansekerta, istilah arca berarti perwujudan atau gambaran jasmani dari seorang Dewa yang disembah penganutnya untuk tujuan pemujaan. Ada pula arca perwujudan yang merupakan perwujudan dari seorang Raja yang wafat dan kemudian diarcakan dalam wujud salah seorang Dewa dari agama yang dianutnya semasa hidup. : Semua benda, alat-alat yang masih sangat sederhana bentuknya, dipakai pada zaman batu dan semua tinggalan arkeologis yang dibuat oleh manusia. : Dewa api yang berkedudukan di tenggara dan merupakan anggota lokapala. : Kerajaan Alengka atau Lanka dalam bahasa Sansekerta lanka berarti pulau. Kerajaan ini diperintah oleh Rahwana dalam kisah cerita Ramayana. Konon pada zaman sekarang dikenal dengan nama Sri Langka. : Istilah dalam bahasa Jawa untuk stagen, dan dalam bahasa sansekerta diartikan sebagai ikat pinggang. atribut ini biasa dikenakan oleh wanita. : Pemaknaan sebagai tempat duduk atau disebut juga pitha. Dalam pengertian tempat duduk arca, bahan yang dikenakan berupa batu, logam ataupun kayu. : Kota kuno di India, ibu kota Awadh di distrik Faizabad di Uttar Pradesh. Dalam kisah epik Ramayana Ayodya merupakan ibukota Kerajaan Kosala. Ayodhya dalam bahasa Sansekerta berarti yang tidak akan kalah dalam peperangan, menurut Susastra Hindu, Kerajaan Kosala

201 terletak di sebelah utara Sungai Gangga dan Ayodhya merupakan kota suci bagi umat Hindu. Bas Relief Batur Pendopo Betara Guru Betari Durga Bhatara Binggel Candi Induk : Relief rendah, wujudnya timbul dari latar belakang sangat tipis, namun jika diterpa sinar ketebalannya akan nampak sebagai akibat efek bayangan yang ditimbulkannya terhadap batas tepi dari wujud tersebut. Sebagai contoh, uang logam. : Sebutan lain dari Pendopo Teras, letaknya disebelah tenggara bale agung : Dalam mitologi Jawa merupakan Dewa yang menguasai Kahyangan. : Dipercaya sebagai salah satu perwujudan agresif parwati, yang merupakan sakti (istri) Siwa. : Sebutan untuk arwah nenek moyang atau raja yang telah didewakan dalam masyarakat Jawa Kuno Pada masa Kerajaan Majapahit dipakai sebagai gelar untuk para raja-raja daearah dengan disertai nama tempat atau daerah kekuasaannya. Dalam hal ini dikaitkan dengan kata Bhatara Palah. : Perhiasan berbentuk gelang yang melingkar tanpa ujung pangkal, dan sebagai lambang keabadian. Dalam Ikonografi Hindu disebut Kankana. : Candi utama dalam suatau komplek percandian, dapat diketahui melalui besar dan megahnya suatu bangunan, terdapat arca dewa tertinggi dan terletak di tengah halaman kmplek. Di Indonesia umumnya candi tidak berdiri sendiri melainkan suatu kelompok bangunan yang dibatasi oleh pagar.

202 Cantrik Cawat Celurit Cerita Panji : Siswa yang berguru pada seorang begawan, pendeta atau resi. : Kain yang diangkat pendek dengan panjang kain di atas lutut dan dipakai di sekeliling badan mulai dari bawah pusar. : Bentuknya menyerupai sabit ataupun arit, perbedaannya secara bahasa kedua alat tersebut digunakan sebagai alat pertanian yang berupa pisau melengkung dan menyerupai bulan sabit. Sedangkan celurit lebih merujuk pada penggunaan senjata tajam khas suku Madura. : Merupakan kumpulan cerita yang berasal dari Jawa periode klasik, dan yang sangat populer adalah cerita Panji Asmarabangun tepatnya di era Kerjaan Kadiri. Isinya menceritakan kepehlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utammanya. Beberapa cerita rakyat dalam berbagai versi juga dimasukkan ke dalam lingkup cerita Panji. Cungkup : Dalam Kamus Bahasa Sansekerta-Indonesia disebutkan bahwa cungkup merupakan rumah yang ada di kuburan. Dharma Lpas : Bangunan suci yang bukan merupakan tempat pendarmaan nenek moyang raja. Dharma : Berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti cukup luas, yaitu seperti hukum, aturan hidup dan tingkah laku yang ditentukan oleh agama dan adat, keadilan, kabajikan, ajaran agama, kebenaran, kewajiban, kesucian, dan lain-lain. Salah satu pengertian kata dharma dalam bahasa Jawa kuna adalah lembaga keagamaan, candi, biara, pertapaan, dan bangunan suci lainnya.

203 Dodot Dwarapala Ekofak Emban Wanita Gada Genta Gunung Meru : Atau kemben, berupa kain lebar dan panjang yang menutupi dada. Pada busana artefak terakota digambarkan tanpa mengenakan perhiasan dan lain-lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagain pakaian adat Jawa dari kain batik, dipakai pada upacara resmi. : Arca penjaga dengan sikap yang bermacam-macam, ada yang berdiri ada juga yang menekuk salah satu lututnya : Dalam arkeologi dikenal dengan nama boifak dan merupakan salah satu objek kajian arkeologi yang tidak pernah mengalami perubahan oleh perbuatan manusia. Obyek ini terkait dengan lingkungan yang terkait dengan temuan artefak dan fitur. Ekofak juga memperlihatkan bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan pada masa lampau. : Sama halnya dengan punokawan yang merupakan seorang abdi. Hanya saja Emban wanita merupakan abdi wanita dan yang selalu mendampingi tokoh utama (wanita) dalam sebuah cerita. : Alat pemukul yang bentuknya mirip dengan pemukul kasti. Senjata ini dipergunakan sebagai senjata jarak dekat. Dalam seni Arca dan relief, gada ada yang digambarkan sederhana dan ada juga yang digambarkan dengan hiasan. : Atau ghanta adalah sebuah lonceng. : Disebut juga Sumeru yang berarti Gunung Agung, adalah gunung suci dalam kosmologi Hindu, Buddha dan juga Jain. Gunung ini merupakan tempat bersemayam para Dewa, dan dianggap sebagai pusat alam semesta baik secara fisik maupun metafisik spiritual. Tinggi dari

204 gunung ini setinggi 84.000 Yojana atau sekitar 1.082 juta kilometer, dan banyak kuil dan candi Hindu dan Jain dibangun dengan bentuk simbol meyerupai gunung ini. Hara Hanoman Ikat Pinggang Ikonografi Hindu Indraloka : Dalam Ikonografi Hindu merupakan sebutan lain dari kalung dan bentuknya bermacam-macam. : Hanumat atau disebut juga sebagai Anoman. Merupakan salah satu Dewa dalam kepercayaan Hindu, Hanoman adalah manusia kera (Wanara) putih anak dari Batara Bayu dan Anjani dan memiliki saudara Subali dan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, Hanoman merupakan tokoh asli dari cerita Ramayana dan di India, Hanoman dipuja sebagai Dewa pelindung. : Atribut busana yang dikenakan di sekeliling pinggang dengan kegunaan agar kain tidak merosot dan terdiri dari satu, dua bahkan tiga susun. Dalam Ikonografi Hindu, penyebutan ikat pinggang berbeda-beda sesuai penggunanya. Antara lain, Udarabandha dikenakan oleh arca laki-laki berperut gendut, Katibandha dikenakan oleh arca wanita, Avyanga yaitu ikat pinggang yang dikenakan oleh Dewa Surya, dan terutama pada kesenian India Utara. : Cabang ilmu sejarah seni yang mempelajari identifikasi, deskripsi dan interpretasi yang terkandung dalam suatu gambar atau benda dengan menggunakan simbol-simbol berupa unsur-unsur bentuk untuk mencapai realitas sosial, dan tidak di tujukan kepada materi gambar saja melainkan ditujukan kepada tokoh yang digambarkan. Dalam hal ini arca dalam bahasa Sansekerta diartikan sebagai gambaran. : Kahyangan tempat tiggal Dewa Indra

205 Jamang Jarik Jata Kahyangan Kakawin Kala Kalawijaya : Tepian mahkota pada perbatasan dahi dan rambut, dan bisa juga dikenakan tersendiri. Merupakan sebuah perhiasan yang dikenakan di kepala dan bukan merupakan bagian bawah dari suatu mahkota. : Busana berupa kain berbentuk sarung yang biasa dikenakan oleh wanita. : Pintalan rabut yang disusun hingga seperti sorban besar, dan bukan sebagai penutup kepala. Gaya rambut ini biasa diguakan oleh para pertapa dan pendeta. Dalam Ikonografi Hindu disebut dengan Jatamakuta. : Istilah Kahyangan berasal dari bahasa sanskerta yang jika dipilah menjadi ka-hyang-an, atau bermakna "tempat tinggal para Hyang atau leluhur". Sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat Nusantara di pulau Jawa dan Bali, seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali sudah menganut agama pribumi berupa pemujaan terhadap arwah leluhur. Mereka menyebut leluhur mereka dengan istilah Hyang dan tempat tinggal mereka di alam gaib disebut Kahyangan. : Karya sastra Jawa Kuno berupa tembang-tambang atau lagu berbahasa Kawi. : Dalam perwujudan sebagai Dewa, merupakan putera Dewa Siwa yang menguasai waktu, dalam mitologi hindu juga digambarkan sebagai salah satu binatang yang sangat menakutkan. Mata melotot, mulut menyeringai dngan memperlihatkan taring. : Dalam agama Hindu, Kala adalah putera Dewa Siwa yang menguasai waktu. Sedangkan Wijaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan sebagai kemenangan. Dalam cerita Bubuksah dan gagang aking digambarkan

206 sebagai dewa yang diutus batara guru untuk menguji mereka. Kara : Adik sepupu Rahwana dalam wiracarita Ramayana dan merupakan penghuni pos penjagaan raksasa di Citrakuta. Pemakan daging manusia terutama para resi yang menghuni daerah sekitar Citrakuta dan sempat meneror hutan Dandaka. Kebaya Keyura Kidung Kiritamakuta Klasik Tua Kloncer : Pakaian baju perempuan bagian atas, berlengan panjang, dan dipakai dng kain panjang. : Hiasan berbentuk tipis dan digunakan pada pangkal lengan, ada yang berhiaskan permata ada juga yang tidak atau berbentuk tipis sebutan dari kelat-bahu dalam Ikonografi Hindu. : Tembang-tambang atau lagu berbahasa Jawa. : Dalam Ikonografi Hindu Kiritamakuta merupakan bentuk dari mahkota dan bukan berupa pintalan rambut seperti Jatamakuta. Bentuknya silindris dan bagian atasnya mengecil, biasanya diberi beberapa benda penghias dan pada bagian depan dihias dengan manikam. Kiritamakuta biasa dikenakan oleh Narayana sebagai avatara Wisnu, arca lain seperti Surya dan Kubera. Selain itu mahkota ini kerap dikenakan oleh raja-raja besar seperti Rahwana. : Periode Jawa yang lebih tua, dan kerap dicirikan dengan periode Jawa Tengah. : Atribut busana yang dikenakan pada busana kesenian Panji Asmorobangun berupa tiruan bunga yang

207 menggantung pada pelipis kanan dan kiri. Tertancap pada topeng berjuntai panjang sampai pinggang. Makuta Manikam Negarakertagama Paduraksa Pandawa Panteon Patirtan : Sebutan lain dari mahkota dalam Ikonografi Hindu. : Hiasan berupa intan atau permata dan biasa digunakan sebagi penghias benda atribut dari busana seperti mahkota dan yang lainnya. : Kitab karangan Mpu Prapanca yang dibuat pada tahun 1287 Saka atau 1365 Masehi. Kitab ini dibuat pada masa pemerintahan Hayamwuruk setelah meninggalnya Gajah Mada. Negarakertagama berisi tentang laporan perjalanan Prabu Hayamwuruk yang sedang inspeksi ke daerah-daerah, pedoman tata cara upacara, tuntunan budi pekerti luhur dan metode mengatur tata pemerintahan yang baik. Nama lain Negarakertagama adalah Desawarnana dan diakui sebagai Memory of the World oleh UNESCO pada tahun 2008. : Istilah dalam arkeologi dalam menyebutkan bangunan berbentuk gapura yang memiliki atap. Banyak ditemukan pada arsitektur kuno masa klasik Jawa dan Bali. Bagnunan ini juga sering disebut sebagai candi. : Putra mahkota kerajaan salah satu Raja Hastinapura dalam wiracarita Mahabharata. Menurut susastra Hindu (Mahabharata), setiap anggota Pandawa merupakan titisan dari Dewa tertentu. : Sususnan dewa dewi Hindu maupun Buddha yang berarti keseluruhan dewa dewi yang dipuja. : Bangunan yang digunakan sebagai tempat pemandian kuno yang biasa digunakan oleh kalangan istana dan di masa sekarang sering disebut sebagai candi.

208 Perdikan Topi Tekes Pradaksina Pradaksina patha Prasasti Prasawya Pripih : Desa yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak pada zaman kerajaan : Penutup kepala yang biasa dikenakan oleh tokoh kepahlawanan dalam cerita panji dan menjadi ciri khasnya. : Cara menyelenggarakan uapacara keagamaan dengan berjalan berkeliling menurut arah jarum jam. : Lorong yang mengelilingi badan candi. Biasanya pada tembok langkan atau pada tembok candi yang terpahatkan relief cerita, dan urutan jalan cerita tersebut searah dengan jarum jam. : Tulisan kuno yang dipahatkan atau digoreskan pada batu, logam maupun daun tal (lontar), dikeluarkan oleh raja atau pejabat tertentu sejak abad kelima. Prasasti berisi penetapan sima (perdikan) pada suatu desa atau sebidang tanah sebagai anugerah kepada seseorang atau kelompok tertentu yang sudah berjasa. Namun, dapat juga sebagai sebagai anugerah untuk kepentingan keagamaan dan sebagainya tergantung pada kepentingannya. Bahasa yang dikenakan juga tergantung pada dimana dan kapan prasasti tersebut dibuat. : Upacara keagamaan yang diselenggarakan dengan berjalan bereliling menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. : Benda-benda yang melambangkan zat jasmaniah sebagai pengganti jenazah seorang raja yang telah wafat. Benda tersebut dapat menjadi wadah Sang Dewa untuk memasukkan zat inti kedewaannya. Dapat berupa 5 macam kepingan logam (pancadatu), yang masing-

209 masing diberi tanda huruf gaib (rajahan), kemudian dibungkus dengan lalang, rumput dan kapas, dan kemudian diikat menjadi satu dengan benang merahputih-hitam (benang tridatu). Punden Punokawan Pylaster Raksasi : Tempat pemujaan dan biasa digunakan sebagai tempat pemujaan kepada nenek moyang. Umumnya berupa bangunan teras bertingkat dan dikenal dengan nama punden berundak. : Seorang abdi laki-laki yang selalu mendampingi tokoh utama cerita, dan merupakan tokoh ciptaan pujangga Jawa. : Pilaster, tiang segi empat yang menempel atau bersandar pada tembok. Pada dasarnya berfungsi sebagai penahan tembok dan bukan sebagai penahan bagunan yang ada di atasnya. Pada candi-candi di Indonesia umumnya tiang tersebut dibuat pada sudut-sudut bagian luar candi atau menjadi batas antara bidang hias. Jadi pilaster tidak lain hanya berfungsi sebagai hiasan. : Sebutan untuk raksasa wanita Rapek Atau sembong : Atribut yang dikenakan pada busana kesenian Panji Asmorobangun, terbuat dari kain beludru hitam dan digunakan sebagai penutup bawah perut terletak di depan dan belakang. Relung : Ceruk atau lubang yang sengaja dibuat pada bangunan atau candi dan biasa digunakan untuk menempatkan arca. Saka : Sebuah kalender pertanggalan asal India. Kalender ini menggunakan kalender Suryacandra atau Kalender Lunisolar yang menggunakan fase bulan sebagai acan

210 pergantian musim dan dalam satu tahun dapat mencapai 12 sampai 13 bulan. Era ini dimulai pada tahun 78 Masehi. Sampur Sanggul : Hiasan yang dikenakan pada pinggang atau pinggul yang ujungnya terjuntai di sekitar pinggul. : Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa sanggul merupakan Gelung atau sususnan rambut perempuan di atas, atau di belakang kepala, dapat disebut dengan kundai ataupun konde. Namun dalam Kamus bahasa Sansekerta, sanggul juga merupakan gelung rambut bagi pria. Pada terakota figurin koleksi PIM (Pusat Informasi Majapahit) terdapat 4 macam sanggul yaitu sanggul samping, sanggul konde, sanggul keling, dan juga sanggul jata. Sang Hyang Wenang : Salah satu nama seorang dewa senior dalam tradisi pewayangan Jawa dan dianggap sebagai leluhur Batara Guru Sankhapatrakundala : Subang atau anting-anting yang memiliki ciri bentuk atau hiasan siput dengan daun-daunan maupun rumah siput yang sudah diiris. Sima : Tugu atau tiang batu yang dipasang sebagai tanda batas suatu daerah perdikan. Tugu ini biasa berbentuk lingga yang dipasang di empat sudut, terkadang berisi prasasti dan istilah ini biasa digunakan untuk menyebutkan daerah perdikan yang dibatasi oleh tugu atau tiang batu tersebut. Simbar Atau Antefix : Salah satu bentuk hiasan candi ayng terutama ditemukan pada bagian atap.

211 Siristrakamakuta Siwa Soubasement Stamba Stupa Subang : Penyebutan makuta dalam Ikonografi Hindu yang memiliki ciri bentuk menyerupai sorban besar, menyerupai Jatamakuta. Namun makuta seperti ini hanya khusus dalam kesnian Sunga. : Salah satu dari dewa trimurti yang berberan sebagai Dewa perusak, dan menjadi dewa tertinggi dalam alirannya. Dalam kedudukannya ia mempunyai berbagai aspek dan dipuja sebagai Siwa Mahadewa, Siwa Mahakala, Siwa Nataraja atau sebagai Bhuteswara. : Dasar bangunan atau batur : Stamba merupakan bentuk variasi dari Stupa, berbentuk tugu batu dan berfungsi sebagai penyebaran ajaran Buddha. : Tempat yang digunakan untuk menyimpan benda-benda suci seperti abu bagi orang yang sudah wafat, terutama dari kalangan bangsawan ataupun tokoh tertentu. Dalam ajaran Buddha digunakan sebagai tempat menyimpan abu Buddha, dan di India Kuno dugunakan sebagai makam. : Hiasan telinga, kundala atau anting-anting, digunakan pada daun telinga yang berlubang panjang. Terdapat beberapa macam yang dapat diklasifikasikan menurut Ikonografi Hindu, di antaranya patrakundala subang dengan hiasan daun. Makarakundala subang berbentuk makara, sankhapatrakundala subang berhiaskan siput dengan daun-daunan atau terdiri dari rumah siput yang sudah diiris. Subang yang terbuat dari manikam biasa disebut dengan ratnakundala, dan sarpakundala merupakan subang berbentuk ular.

212 Supit Urang : Jenis gaya rambut yang di sususn melebihi tiggi kepala, bentuknya murip dengan capit udang Surphanaka : Adik kandung Rahwana Dalam wiracarita Ramayana dan merupakan seorang rakshasi (raksasa perempuan). Salah satu tokoh antagonis yang tinggal di pos perbatasan raksasa Chitrakuta. Dalam bahasa Sansekerta Surphanaka berarti (Dia) yang memiliki kuku jari yang tajam. Tantri Kamandaka Terakota Uncal Upavita Wanara : Kitab dongeng tentang hewan dengan induk karangan dari kitab Prapancantra berbahasa Sansekerta yang berasal dari tanah Indu dan datang di tanah Jawa sejak jaman kuno. : Terracotta, tanah yang dimasak atau benda tanah liat yang dibakar. Istilah ini biasa digunakan untuk menyebutkan benda-benda kecil yang masif seperti alat pemberat, miniatur candi, arca kecil dan yang sejenis. : Perhiasan yang digantungkan pada ikat pinggang dan terjuntai di depan paha, dapat berupa tali yang terjulur pada bagaian kanan dan bagian kiri. : Selempang kasta atau pita kasta yang dikenakan dari bahu kiri turun ke pinggang kanan, dapat berupa tali polos ataupun untaian mutiara. Dalam Ikonografi Hindu disebut juga sebagai Yajnopavita, pada mulanya pita kasta ini dikenakan oleh para pendeta namun sejak jaman Gupta, dikenakan juga pada arca-arca tokoh. : Sebutan untuk manusia kera jantan, sedangkan untuk betina wanari.

213 Wibhisana Wihara Wiru Yajnopavita : Vibhīshaṇa merupakan bangsa raksasa sama halnya dengan Kumbakarna dan Sumali dalam wiracarita Rammayana, hanya saja kedudukannya yang berbeda dan merupakan salah satu dalam tokoh pewayangan Jawa. Wibhisana adalah adik kandung Rahwana yang membela Rama dalam peperangan antara raksasa melawan manusia kera (Wanara). Menjadi raja Alengka setelah Rahwana wafat dan dianggap sebagai Chiranjiwin, yaitu mahluk abadi selamanya. Dalam pewayangan Jawa, sering disebut dengan Gunawan Kuntawibisana dan tempat tinggalnya bernama Kasatrian Parangkuntara. : Rumah ibadah agama Buddha dan bisa juga disebut dengan kuil. : Lipatan-lipatan kain dan biasanya terdapat pada sampur. : Atribut busana yang memiliki fungsi sama dengan upavita, yaitu sebagai pita kasta dan pita kasta ini digunakan oleh para pendeta. Akan tetapi sejak jaman Gupta dikenakan juga pada arca-arca tokoh.