BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Warna Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2012, pewarna adalah bahan tambahan pangan (BTP) berupa pewarna alami, dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan ataudiaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna. Zat pewarna sintetis yang paling sering ditambahkan dalam makanan jajanan ialah methanyl yellow dan rhodamin b. Methanyl yellow berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, sedangkan rhodamin b berbentuk serbuk kristal, tidak berbau dan berwarna merah keunguan. Rhodamin b merupakan salah satu pewarna sintetis yang dilarang oleh pemerintah untuk ditambahkan kedalam suatu makanan. (Yuliarti, 2007) 2.1.1 Syarat Zat Warna Syarat zat warna untuk makanan dan minuman: (Sinaga, 2012) a) Toksisitasnya rendah b) Murni c) stabil pada suhu 100 110 0 C d) Stabil pada Ph 2-9 e) Larut baik dalam air atau minyak f) Dapat bercampur dengan zat warna lain g) Tahan terhadap oksidasi dan reduksi
h) Tidak menimbulkan efek karsinogenik 2.1.2 Penggolongan Zat Warna Zat warna dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Zat warna alam (anorganik) 2. Zat warna mineral (anorganik) 3. Zat warna sintetik Zat Warna Alam Sumber zat warna alam adalah tanaman dan hewan, umumnya aman penggunaannya dan stabil warnanya. Zat warna alam baik digunakan untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik. Beberapa contoh zat warna alam adalah: a) Annato, merupakan zat warna merah yang diperoleh dari biji Biyaorellana termasuk golongan karotenoida. b) Karmin, zat warna merah terdapat pada tubuh insekta Coccuscacti betina dengan pemanasan dan mengandung karminat. Zat ini termasuk golongan antrakinen. c) Kakao, merupakan zat warna coklat yang diperoleh dari biji coklat. d) Karoten, zat warna kuning jingga yang diperoleh dari wortel. e) Likopen, zat warna merah yang diperoleh dari tomat. f) Kloropil, merupakan zat warna hijau yang diperoleh dari daun suji. g) Kurkumin, merupakan zat warna kuning yang diperoleh dari Curcumalonga. Bersifat larut dalam minyak.
Zat Warna Mineral zat warna mineral terdiri dari senyawa anorganik, selain diperoleh dari alam juga dibuat secara sintetik. Beberapa logam umumnya dalam kombinasi dengan gugus lain yang membentukgaram yang menghasilkan warna pigmen yang berbeda. Zat warna ini umumnya tidak dapat digunakan dalam makanan. Yang dimaksud zat warna mineral adalah: a) Karbon hitam, merupakan zat warna hitam yang tidak larut dalam air. b) Titanium oksida, merupakan zat warna putih. c) Seng oksida, merupakan zat warna putih yang dilarang untuk ditelan. d) Kalsium karbonat, zat warna putih yang dipakai tanpa pembatasan. e) Timbale kromat, zat warna putih bersifat racun. f) Kadmium kromat, zat warna kuning bersifat racun. Zat Warna Sintetik Zat warna ini sudah mencapai sekitar 2000 macam, tetapi hanya beberapa saja yang diizinkan untuk mewarnai makanan, yaitu yang termasuk dalam daftar FD & C FOOD Drug & Cosmetic.(Sinaga, 2012)
2.1.3 Analisa Zat Warna ANALISA ZAT WARNA Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter, spektrofotometer, atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yangtembus cahaya. Untuk bahan baku cairan atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkannya terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-angka. Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen warna dalam besaran value, hue, dan chroma. Cara pengukuran warna yang lebih teliti ada 3 cara yaitu: 1. Chroma: menunjukkan intensitas warna 2. Value : menunjukkan gelap terangnya warna 3. Hue : menunjukkan panjang gelombang warna Ketiga komponen ini diukur dengan menggunakan alat khusus yang mengukur kromatisitas permukaan suatu bahan. Angka yang diperoleh berbeda-beda untuk setiap jenis warna, kemudian angka-angka tersebut diplotkan ke dalam diagram kromatisitas.(sinaga, 2012) Di Indonesia, Departemen Kesehatan RI, melaluidirektorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan telah mengeluarkan daftar zat warna yang boleh digunakan dan dilarang yaitu melalui peraturan Menteri Kesehatan RI No.235/Menkes/Per/VI/79.
Zat Pewarna bagi Makanan dan Minuman yang Dilarang di Indonesia (Winarno, F.G. 1992) Warna Nama Auramin Alkanet Butter yellow Hitam Black 7984 Coklat Burn umber Chrysoindine Chrysoine Citrus red No. 2 Coklat Hijau Biru Violet Chocolate brown FB Fast red E Fast yellow AB Guinea green B Indanthrene blue RS Magenta Metanil yellow Oil orange SS Oil orange XO Oil yellow AB Oil yellow OB
Violet Violet G GGN RN Orchid and orcein Ponceau 3R Ponceau SX Ponceau 6R Rhodamin B Sudan I Scarlet GN Violet 6B Zat Pewarna bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan di Indonesia Warna Nama I. ZatWarnaAlam Hijau Alkanat Cocbineal red (karmin) Annato Karoten Kurkumin Safron Klorofil
Biru Coklat Hitam Hitam Putih Ultramarin Karamel Carbon black Besioksida Titanium dioksida II. ZatWarnaSintetik Hijau Biru Biru Ungu Carmoisine Amaranth Erythrosim Sunsetyellow FCF Tartrazine Quineline yellow Fast green FCF Brilliant blue FCF Indigocarmine Violet GB 2.2. Rhodamin B Rhodamin B merupakanbahanpewarnasintetisdalamindustritekstildankertas, yang secarailegaldigunakanuntukpewarnamakanan. Makanan yang menggunakanbahaninibisadikenalidariwarnamerahmencolok yang tidakwajar, banyakterdapattitik-titikwarnakarenatidakhomogen. Kasuskasuskeracunanpanganseharusnyatidakperluterjadiapabilaprodukpangandiolahden ganprosedurpengolahan yang benar.
Mutudankeamananpanganjugasangatpentingdalamperdagangan. Keamananpanganmerupakantanggungjawabbersamaantarapemerintah, konsumendanindustripangan (Kristiana, 2010). Gambar 2.1 Struktur Rhodamin B 2.2.1 Efek Samping Efek Samping Rhodamin B bagi kesehatan Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH 3 -CH 3 ) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat.
Konsumsi Rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.(badan Pengawas Obat & Makanan) 2.2.2 Ciri-ciri pangan yang mengandung Rhodamin B Ciri-ciri pangan yang mengandung Rhodamin B antara lain: a) warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok b) terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan warna pada produk c) bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit d) biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.(badan Pengawas Obat & Makanan) 2.3. Kromatografi Kertas Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas telah dikerjakan di mana proses dikenal sebagai analisa kapiler. Metode-metode seperti ini sangat bersesuaian dengan kromatografi serapan, dan sekarang kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan dari system partisi. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fasa tetap yaitu bubuk selulosa. (Sastrohamidjojo, 1985)
2.3.1 Prinsip Prinsip dasarkromatografi kertasadalah pemisahan komponen dari campuran berdasarkan perbedaan kecepatan distribusi antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah air yang disokong oleh selulosa pada kertas saring dan fase geraknya adalah pelarut (asam asetat: aquadest) dengan perbandingan (5:95). (Sastrohamidjojo, 1985) 2.3.2 Keuntungan Kromatografi Dapat diperhatikan disini akan keuntungan-keuntungan kromatografi. Pertamatama merupakan metode pemisahan yang cepat dan mudah dan menggunakan peralatan yang murah dan sederhana. Keuntungan lebih lanjut ialah hanya membutuhkan campuran cuplikan yang sangat sedikit sekali, bahkan justru tak mungkin menggunakan jumlah yang besar dalam kromatografi dan disamping itu pekerjaannya dapat diulang. (Sastrohamidjojo, 1985)