2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

Pendidikan Kewarganegaraan

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB II GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB II LANDASAN TEORI

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, dan pola pemikiran yang berbeda. Hal inilah yang secara tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

1. BAB I PENDAHULUAN

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

PROGRAM TAHUNAN STANDAR KOMPETANSI / 2.2 Mendeskripsikan suasana kebatinan konstitusi yang pertama 2 4

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi

BAB 5 RINGKASAN. orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie.

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

Negara Hukum. Manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

Tugas Akhir. STMIK AMIKOM Yogyakarta Taufik Rizky Afrizal. Kelompok I. S1 Sistem Informasi. Drs. Muhammad Idris P, MM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

I. PENDAHULUAN. dalam keluarga dibanding pria. Wanita di mana-mana mencurahkan tenaganya

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II FINLANDIA DAN MASALAH KETIDAKADILAN GENDER. A. Hak Pilih Perempuan (Women Suffrage) sebagai Awal Mula Perwujudan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono*

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban atas permasalahan yang telah dikaji pada bab sebelumnya yang tertuang dalam rumusan masalah. 5.1 Kesimpulan Secara umum penulis berkesimpulan bahwa sosok Alice Paul merupakan sosok pemimpin gerakan suffrage yang berbeda dengan para pemimpin lainnya pada masa itu, seperti Carrie Capman Catt atau Dr Anna Howard Shaw. Ia, berani mengambil tindakan yang radikal tanpa menghiraukan pandangan subordinat terhadap perempuan. Berkaitan dengan kesimpualan penelitian ini, penulis merumuskan tiga hal yang merujuk pada permasalahan penelitian ini, yaitu: Pertama, latar belakang Alice Paul memperjuangkan hak suara bagi wanita di Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang mengaplikasikan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Sistem demokrasi sangat mengutamakan kebebasan dan hak dari rakyat. Karena itu dalam proses pemilihan pemimpinnya juga harus melalui persetujuan rakyat. Hal tersebut diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum, dengan kata lain dalam sistem demokrasi kedaulatan rakyat merupakan hal yang sangat penting. Tentu saja hal tersebut juga tertuang dalam naskah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat Sendiri. Dalam naskah tersebut para bapak pendiri negara itu menyatakan bahwa We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalineable Right.... berdasarkan pernyataan tersebut, dapat terlihat bahwa Negara itu Mengakui bahwa setiap manusia diciptakan sederajat dan telah di karuniai dengan hak azasi yang tak tercabutkan. Penulis meyakini bahwa hak kewarganegaraan juga merupakan bagian dari hak azasi tersebut, apalagi jika dikaitkan dengan sistem demokrasi, dimana kedaulatan rakyat menjadi hal utama. Didalam hak

130 kewarganegaraan juga termasuk hak suara atau hak untuk dipilih dan memilih. Hak-hak tersebut seharusnya diberikan secara penuh bagi seluruh warga negara dan merupakan tugas pemerintah untuk menjamin dan melindunginya. Namun pada masa itu kehidupan sosial di Amerika Serikat sangat didominasi oleh kaum laki-laki. Hal tersrbut dikarenakan oleh pembagian peran gender yang memarginalkan kaum perempuan. Masyarakat Amerika Serikat percaya bahwa peran perempuan ialah untuk mengurus rumah tangga, dan mengasuh anak. karena itulah kegiatan perempuan pada masa itu hanya berada di sekitar rumah. Selain itu pembagian peran pada masa itu yang seringkali menimbulkan bias gender yang menyebabkan kesalahpahaman mengenai konsep gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan kodrat tuhan, berlangsung selamanya di segala tempat dan waktu. Sementara gender merupakan sifat hasil dari rekonstruksi sosial. Sehingga gender bersifat tidak tetap, dapat berubah dari masa-kemasa dan berbeda-beda dalam setiap tempat. Masyarakat Amerika Serikat pada masa itu sering kali menyamakan gender dengan jenis kelamin sehingga, seolah-olah perempuan itu memang telah dikodtratkan untuk menjadi lemah-lembut, penurut dan emosional. Karena itu masyarakat memberikan peran pada perempuan untuk menegurus rumah tangga dan membesarkan anak. Masyarakat menganggap perempuan tidak cocok untuk tampil di hadapan publik, berpartisipasi dalam politik maupun mengambil keputusan dikarenakan sifat perempuan yang emosional dan tidak rasional. Selain itu keadaaan perempuan disana juga sangat dipengaruhi oleh adat istiadat Eropa, mengenai citra perempuan Victorian, yang cantik, lemah-lembut, penurut dan anggun. Sehingga selain kegiatan rumah tangga dan mengurus anak kegiatan lain yang cocok untuk perempuan ialah mempercantik diri. Kehidupan beragama di masyarakat Amerika Serikat pada masa itu juga semakin memperkecil peran perempuan. Agama kristen Protestan yang berkembang disana sangat menuntut kepatuhan perempuan terhadap suaminya. John Calvin menyatakan bahwa kepatuhan perempuan terhadap suami sama dengan kepatuhan seorang laki-laki terhadap Tuhan. Berdasarkan keadaan

131 sosial yang seperti itu peran perempuan di masyarakat semakin lebur dan tertutup. Dunia perempuan dan laki-laki seakan terpisahkan. Berdasarkan keadaaan tersebut maka pemerintah Amerika Serikat memiliki pandangan yang sama mengenai kewarganegaraan. Yang memiliki hak suara ialah hanya kaum laki-laki, Sementara perempuan tidak diberikan hak suara sama seperti anak-anak, budak dan orang-orang yang memiliki gangguan jiwa. Karena dinilai tidak dapat mengambil keputusan secara rasional. Hal tersebut juga tersurat dalam naskah deklarasi kemerdekaanamerika Serikat, yaitu dengan hanya menyebut kata man saja dan tidak menyertakan woman. Hal tersebut tentu sangat tidak demokratis dan bertentangan dengan sistem pemerintahan Amerika Serikat yang menganut paham demokrasi. Alice Paul yang dibesarkan dalam Lingkungan Quaker yang menyadari akan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki membuatnya terbiasa dibesarkan dengan ide-ide kesetaraan. Selain itu ketertarikannya akan ilmu-ilmu sosial membuatnya lebih peka terhadap keadaan sosial perempuan. Ia merasa meskipun Amerika Serikat telah menyatakan kemerdekaannya pada 1776, namun perempuan di negara itu belum merdeka. Karena mereka tidak diberikan hak kewarganegaraan oleh negaranya sendiri, yaitu hak untuk memilih dan dipilih atau hak suara. Saat ia berada di Inggris ia melihat Cristabel Pankhurst yang sedang berpidato mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki serta pentingnya hak suara bagi perempuan. saat itu ia diejek dan didorong oleh pendengarnya. Alice merasa sangat simpatik dan memiliki pandangan yang sama dengan pembicara itu. Sejak itulah Alice Paul memutuskan untuk mengabdikan dirinya untuk mewujudkan kesetaraan bagi perempuan. Ia melakukan emansipasi dengan cara memperjuangkan hak Suara bagi perempuan, sebagai langkah awal untuk mewujudkan kesetaraan bagi perempuan di Amerika Serikat. Kedua, uaya-upaya yang dilakukan Alice Paul dalam memperoleh hak suara di Amerika Serikat. Pergerakan suffrage atau gerakan menuntut hak suara perempuan di Amerika Serikat sendiri telah muncul sejak awal abad ke-19. Suffrage meupakan bagian dari pergerakan feminisme, dimana kaum wanita

132 memperjuangkan hak-haknya. Suffrage sendiri termasuk pada pergerakan feminis liberal, yang muncul pada awal gelombang feminisme. Feminisme liberal merupakan, gerakan perempuan yang memfokuskan pergerakannya untuk menuntut kebebasan bagi kaum prempuan. Salah satu kebebasan yang diperjuangkan ialah kebebasan bernegara, yang diwujudkan dengan memperjuangkan hak suara. Feminisme liberal bertujuan untuk mewudkan status legal perempuan dalam masyarakat dan pemerintahan. Karena itu pola-pola pergerakan feminisme liberal biasaya menuntut perubahan atau revolusi terhadap undang-undang. Alice Paul memulai pergerakan suffrage-nya di Amerika Serikat ialah ketika ia kembali dari Inggris pada 1910. Dalam pergerakannya ia percaya bahwa pergerakan militan membawa kesuksesan. Berbeda dengan organisasi suffrage lain yang telah ada sebelumnya di Amerika Serikat yaitu NAWSA dengan pola pergerakan dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Alice Paul menilai bahwa pergerakan dengan cara tersebut akan membuang-buang waktu, dan tidak efektif. Ia menilai akan lebih efektif jika memperjuangkan hak suara di tingkat federal. Yaitu dengan langsung mengusulkan amandemen pada undangundang federal yang memberikan perempuan hak suara. Namun pada masa itu untuk meyakinkan pemerintah agar mensahkan amandemen federal mengenai hak suara perempuan bukan hal yang mudah. Karena itu Alice Paul bersama dengan rekan-rekannya melakukan berbagai upaya agar hak suara bagi perempuan dapat terwujud. Ia bersama dengan organisasinya yaitu NWP berupaya melobi partaipartai politik yang ada di Amerika Serikat untuk mendapatkan dukungan dalam kongres. Selain itu untuk membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya hak suara bagi perempuan, ia melakukan pertemuan-pertemuan terbuka, melakukan berbagai parade, dan mendidik perempuan-perempuan muda untuk sadar akan hak-haknya. Tokoh ini juga mendirikan sebuah suffrage school untuk mendidik perempuan-perempuan muda yang memiliki sifat pemimpin dan peduli pada kesetaraan perempuan. Dalam upayanya tidak selalu berjalan mulus, ia sering kali mendapat kecaman dari masyarakat, karena hak suara perempuan bukan merupakan isu yang populer. Hal tersebut bertambah parah ketika Amerika

133 Serikat mulai memasuki perang dunia I. Disaat orang lain mendukung negaranya dalam perang ia bersama organisasinya membuat kebijakan anti perang dan tetap memperjuangkan hak suara perempuan sebagai tujuan utama mereka. Pergerakan Alice Paul yang militan ternyata membuat isu mengenai hak suara perempuan selalu hangat di publik. Hal tersebut membuat masyarakat sadar akan kemampuan perempuan dalam mengorganisir kelompoknya, dan membuktikan bahwa perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki. Yang dilakukan Alice Paul tidak hanya memperjuangkan hak suara bagi perempuan tetapi ia juga menunjukan kepada masyarakat bahwa perempuan juga memiliki kapasitas dan kemampuan seperti laki-laki, sehingga perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki termasuk hak suara. Ketiga, ialah dampak dari pergerakan Alice Paul terhadap kehidupan sosial kaum perempuan di Amerika Serikat. Alice Paul sebagai salah satu pemimpin pergerakan suffrage di Amerika Serikat, keberhasilannya di tunjukan pada 26 Agustus 1920, ketika Sekertaris Negara mengumumkan disahkannya Amandemen ke-19 mengenai hak suara perempuan. Dengan disahkannya amandemen tersebut tentu akan mengubah kehidupan sosial kaum perempuan di Amerika Serikat. Dengan diberikannya hak suara pada perempuan di Amerika Serikat maka telah memperluas ruang gerak kaum perempuan. Tidak hanya dalam pemilihan umum, selanjutnya pendapat dan argumentasi mereka dalam sarana publik juga memiliki sebuah nilai. Dan mereka tidak lagi dianggap sebagai mahluk yang lemah yang memerlukan perlindungan kaum laki-laki, kini kaum perempuan dapat tampil sebagai individu yang merdeka dan pendapatnya sama penting dengan kaum lakilaki. Keadaan tersebut membuat kaum perempuan lebih leluasa dalam menentukan hidupnya. Kini mereka dapat pergi kesekolah dan mendapat pendidikan yang sama seperti kaum laki-laki, mereka juga dapat melakukan pekerjaan yang mungkin dahulu tertutup bagi perempuan. Mereka dapat ikut serta dalam rapat maupun pertemuan-pertemuan publik lainnya bahkan duduk sebagai anggota kongres.

134 Pergerakan Alice Paul menuntut hak suara bagi perempuan di Amerika Serikat berjalan efektif dan berhasil. Ia yang dibesarkan di lingkungan Quaker, membuat ia terbiasa dengan ide-ide mengenai persamaan gender. Pendidikan Quaker yang dipenuhi oleh ide-ide progresif dan kepedulian sosial yang tinggi, membuatnya memiliki kepekaan terhadap keadaan sosial masyarakat, terutama mengenai peranan dan status kaum perempuan di masyarakat Amerika Serikat pada masa itu. Pengalamannya di Inggris bersama keluarga Pankhurst dalam pergerakan suffrage membuat kepeduliannya terhadap nasib kaum perempuan semakin tinggi. Ia percaya bahwa untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, harus dilakukan secara militan dan tidak boleh mengandalkan kaum laki-laki. dalam pergerakannya Alice Paul selalu merencanakan sebuah pergerakan yang berskala besar, yang mampu meraih publisitas tinggi. Tujuannya ialah untuk mendapatkan seluruh perhatian masyarakat. Caranya berjuang pada masa itu dinilai sangat tidak lazim, kerena pada masa itu akan sangat aneh jika melihat seorang perempuan berpidato didepan publik, atau melakukan parade didepan umum. Sehingga ia seringkali mendapat kecaman dari masyarakat, termasuk dari sesama aktifis suffrage. Konsistensinya dalam melakukan pergerakan secara militan membuatnya menjadi sosok pemimpin perempuan yang sangat berpengaruh. Menurutnya hak suara perempuann merupakan langkah awal bagi perempuan untuk melaih kesetaraan di masyarakat, karena itulah pada periode selanjutnya ia kembali mengusulkan resolusi untuk meraih kesetaraan gender dengan Amandengan persamaan hak, atau yang lebih dikenal dengan Equal Right Amandement (ERA), yang terus ia perjuangkan hingga akhir hayatnya. Hak suara bagi perempuan memang telah diberikan, namun ada sebuh ironi dalam hal ini. Yaitu kaum perempuan memperoleh hak suara tersebut melalui perjuangan kolektif, rasa persatuan dalam diri kaum perempuan mampu merekonstruksi norma-norma yang berlaku di masyarakat. Namun dengan diberikannya hak suara pada perempuan, maka kaum perempuan kini mampu tampil secara individu. Kebebasan individu perempuan ini secara tidak langsung telah mengurangi peran kolektifitas perempuan.

135 5.2 Saran Penulis merekomendasikan agar penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum, pihak-pihak atau lembaga tertentu untuk kepentingan akademik maupun kepentingan lainnya yang bersifat positif. Karena itu penulis menyarankan: 1. Bagi lembaga perguruan tinggi, khususnya Departemen Pendidikan Sejarah, FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sumber tambahan penelitian atau bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai pergerakan perempuan, khususnya mengenai pergerakan perempuan di Amerika Serikat dalam menuntut hak suara secara umum, dan peranan Alice Paul dalam pergerakan suffrage atau peregerakan menuntut hak suara bagi perempuan. 2. Bagi lembaga sekolah, khususnya di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), maka penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya materi pelajaran sejarah. Yang tertuang dalam standar kompetensi menganalisis sejarah dunia yang mempengaruhi bangsa Indonesia dari abad ke-18 sampai dengan abad ke- 20. Terutama materi mengenai revolusi Amerika. 3. Bagi para pembaca lainnya, diharapkan dapat mengambil hikmah dari penelitian ini serta mencontoh sifat-sifat positif dari para tokoh yang terlibat didalamnya seperti sifat sifat pekerja keras, cinta damai, mampu bekerja sama, selalu memegang teguh komitmennya dan bertanggung jawab. 4. Selain itu melalui penelitian ini, peneliti juga merekomendasikan penelitian selanjutnya yang belum dijelaskan maupun dibahas secara rinci dalam penelitian ini. Yaitu mengenai Equal Right Amandement (ERA) yang diusulkan

136 oleh Alice Paul pada periode selanjutnya mengenai kesetaraan hak bagi warga negara Amerika Serikat dalam segala bidang tanpa memandang jenis kelamin maupun ras yang baru di sahkan oleh pemerintah AS pada tahun 1972.