BAB I PENDAHULUAN. terbenam terlebih dahulu dibandingkan Bulan. 2. ibadah. Pada awalnya penetapan awal bulan Kamariah ditentukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. baik secara nasional maupun internasional dalam halnya menentukan awal bulan

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI TENTANG UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DAN PROSPEKNYA MENUJU UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

BAB 1 PENDAHULUAN. nampaknya semua orang sepakat terhadap hasil hisab, namun penentuan awal

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pendapat mengenai penetapan awal bulan Qamariyah kerap

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

Unifikasi Kalender Islam di Indonesia Susiknan Azhari

BAB I PENDAHULUAN. karena itu para ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang. berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WUJU<DUL HILAL

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA'

BAB I PENDAHULUAN. Perbincangan seputar hisāb dan rukyat, utamanya dalam hal. penentuan awal bulan kamariah, memang tidak pernah lekang oleh waktu.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi terkait dengan penetapan awal bulan dalam kalender hijriah.

BAB IV KONSEPSI PENYATUAN KALENDER HIJRIAH TERHADAP POLA SIKAP PP. MUHAMMADIYAH. A. Analisis Sikap PP. Muhammadiyah Terhadap Penyatuan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang. sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya

BAB III RESPONS ULAMA NU DAN MUHAMMADIYAH KUDUS TERHADAP UPAYA UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA PERSPEKTIF ASTRONOMI

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB III KONSEP UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini umat Islam di dunia sering mengalami perbedaan dalam

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI

Buku ini diawali dengan puisi "Bulan, Apa Betul itu, Kau Sulit Dilihat" katya Tauflq Ismail, yang dapat menambah semangat dalam membaca buku ini.

BAB I PENDAHULUAN. Matahari dan Bulan maupun kondisi cuaca yang terjadi ketika rukyat.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA' (Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla' Wilayatul Hukmi) 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

PERUMUSAN GARIS TANGGAL KAMARIAH INTERNASIONAL BERDASARKAN KONJUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kebutuhan jasmaniyah dengan cara yang sebaik-baiknya. 1. yang bersifat universal dan komprehensif. 2

BAB I PENDAHULUAN. muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan

MENYATUKAN SISTEM PENANGGALAN ISLAM. Syamsul Anwar

IMPLEMENTASI MATLAK WILAYATUL ḤUKMI

BAB I PENDAHULUAN. kasus perbedaan tersebut tidak juga dapat teratasi. 2 Masing-masing ormas

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

BAB I PENDAHULUAN. mengahadap kiblat adalah salah satu syarat sah shalat. Kiblat yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelangsungan kegiatan peribadatan umat islam. Ketepatan dan

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

BAB III METODE PENELITIAN. dicari hubungan sebab akibat atau kecenderungannya. Penelitian merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Rukyat adalah kegiatan yang berisi usaha melihat hilal atau Bulan

KONSEP DAN KRITERIA HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MUHAMMADIYAH

LEBARAN KAPAN PAK?? Oleh : Mutoha Arkanuddin Koord. Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)

BAB I PENDAHULUAN. pemeluknya untuk berfikir terbuka, dan menolak setiap aturan, norma, yang menyalahi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN UMUM TENTANG HADIS-HADIS HISAB-RUKYAT DAN TRADISI ISLAM PEMBAHARU DI TIMUR TENGAH DAN INDONESIA... 55

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

BAB III METODE PENELITIAN. pustaka baik berupa konsep, teori-teori dan lain-lainnya yang berhubungan

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan atau makna yang tersirat di dalam suatu nash. Mulai dari ibadah yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan agama yang lain adalah bahwasannya peribadatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (hisab) maupun pengamatan hilal (rukyat). Sehingga tidak jarang. perdebatan umat dibanding persoalan penentuan waktu salat dan arah

IMKAN AL-RUKYAT MABIMS SOLUSI PENYERAGAMAN KELENDER HIJRIYAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penetapan awal bulan kamariah, terdapat beberapa metode yang

Kilas Balik Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia. Moh Iqbal Tawakal

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

Metode Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal Rukyat or Hisab; Local or Global? (Lanjutan)

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penentuan arah kiblat, khususnya di Indonesia sudah

Kaedah imaging untuk cerapan Hilal berasaskan Charge Couple Device (CCD) Hj Julaihi Hj Lamat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar penduduknya

BAB III METODE PENELITIAN

Kapan Idul Adha 1436 H?

BAB II TEORI VISIBILITAS HILAL

BAB I PENDAHULUAN. banyak manfaatnya dalam kehidupan praktis. Berbagai aspek kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)

BAB I PENDAHULUAN. DARI PENGARUH ORMAS-ORMAS ISLAM SEPERTI NU 1, MUHAMADIYAH 2, PERSIS,

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Jurnal TARJIH. Ketua Penyunting Syamsul Anwar. Penyunting Pelaksana Moh. Soehadha, Saptoni

Rukyat Legault, Ijtimak Sebelum Gurub, dan Penyatuan Kalender Islam

Otoritas Pemerintah dalam Menetapkan Awal Bulan Qamariyah

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Modul Pelatihan HISAB - RUKYAT AWAL BULAN HIJRIYAH

OTORITAS DALAM PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH (KONFRONTASI ANTARA PEMIMPIN NEGARA DAN PEMIMPIN ORMAS KEAGAMAAN) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sebuh aktivitas yang penting dalam setiap penentuan awal bulan kamariah.

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah NU, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012

ASTROFOTOGRAFI SEBAGAI TEKNIK RU'YAT MENURUT FIQH ASTRONOMI

Hisab dan rukyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklop...

BAB III METODE PENELITIAN. eksistensi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam tata

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN IDUL FITRI: HISAB, RU YAH LOKAL, DAN RU YAH GLOBAL

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Dampak Sosial Perbedaan Pendapat dalam Penentuan Awal Ramadhan dan 1 Syawal terhadap Umat Islam di Kota Semarang

DAFTAR ISI PENGAKUAN ABSTRACT PENGHARGAAN PANDUAN TRANSLITERASI

TRIAL ITSBAT RUKYATUL HILAL BASED ON LAW NUMBER 3 OF 2006 ABOUT FIRST CHANGES LAW NUMBER 7 OF 1989 ABOUT RELIGION COURTS

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MATLA MENURUT FIQH ASTRONOMI SKRIPSI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalender Islam atau disebut kalender Hijriah merupakan kalender yang perhitungannya didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi. 1 Menurut Susiknan Azhari kalender Hijriah merupakan kalender yang berdasarkan sistem Kamariah, awal bulannya terjadi setelah ijtimak dengan posisi hilal di atas ufuk dan Matahari terbenam terlebih dahulu dibandingkan Bulan. 2 Berbicara mengenai kalender Hijriah tidak pernah terlepas dengan problematika penetapan awal bulan terutama berkaitan bulanbulan ibadah. Pada awalnya penetapan awal bulan Kamariah ditentukan dengan melihat hilal (bulan muda) 3 seperti yang dilakukan Nabi karena memang pada saat itu ilmu astronomi modern belum berkembang dalam masyarakat. Setelah berkembangnya ilmu pengetahuan, ada sebagian umat Islam mulai menggunakan hisab sebagai sarana menentukan awal bulan Kamariah. 4 Dalam kalender Hijriah, permasalahan waktu dimulainya suatu hari menjadi salah satu persoalan yang menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama. Persoalan awal atau batas permulaan hari 1 Maskufa, Ilmu Falak, Jakarta : Gaung Persada, 2009, Hal.181. 2 Susiknan Azhari, Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU, Yogyakarta: Museum Astronomi, 2012, Hal.29. 3 Ahmad Musonnif, Ilmu Falak Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogyakarta: Teras, 2011, Hal. 133. 4 Ahmad Musonnif, Ibid, Hal. 134. 1

2 memiliki perbedaan mendasar dengan persoalan batas antara malam dan siang. 5 Penggunaan hisab sebagai salah satu kaedah dalam menentukan awal bulan Kamariah khususnya bulan-bulan ibadah telah banyak menimbulkan kontroversi. Sebagian ulama-ulama fikih menekankan bahwa rukyat hendaklah menjadi penentu berdasarkan kaedah hukum yang muktabar. Kesemua mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi i dan Hambali, meskipun dengan tafsiran tertentu menerima rukyat sebagai asas penetapan awal bulan Kamariah. 6 Sebagaimana pernyataan A. Kadir pengetahuan hisab dan rukyat ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Barangsiapa yang mencoba memisahkannya pasti akan menimbulkan khilaf (perbedaan pendapat tentang penetapan awal bulan). 7 Polemik ini juga bisa disebabkan karena perbedaan kajian-kajian dalam penentuan awal bulan Kamariah diantaranya mengenai kriteria penentuan awal bulan Kamariah, perdebatan tentang pijakan normatif keberlakuan hisab dan rukyat, belum adanya kesepakatan tentang kriteria penentuan awal bulan Kamariah serta tidak adanya kalender Islam yang berlaku secara universal. 8 5 Muh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal (Kajian atas Sistem dan Prospeknya di Indonesia), Semarang: el-wafa, 2013, Hal. 78. 6 Baharrudin Zainal, Ilmu Falak, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2004, Hal.130. 7 A. Kadir, Cara Mutakhir Menentukan Awal Bulan Ramadhan Syawal & Dzulhijjah, Semarang: Fatwa Publishing, 2014, Hal.3. 8 Muh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal... Hal.11.

3 Cara menetapkan awal bulan baik dengan rukyat maupun hisab, secara ideal seharusnya menghasilkan kesimpulan yang sama karena objeknya satu yaitu keadaan bulan dilihat dari posisi matahari dengan kata lain, hisab dan rukyat two faces in the one coin. Perbedaan cara menetapkan awal bulan itu juga terjadi dalam menetapkan makna dari ayat atau hadis 9, sehingga sering kali menghasilkan tafsir yang berbeda yang pada gilirannya menimbulkan perbedaan pengamalan ajaran agama. 10 Sepintas mungkin perbedaan dianggap sebagai sebuah rahmat, karena perbedaan tidak selalu berujung pada benar di satu pihak dan salah di pihak lain, sehingga perbedaan penentuan awal bulan Kamariah dalam konteks ini antara hisab dan rukyat merupakan bentuk semangat untuk selalu memurnikan ajaran Allah swt yang dibawa oleh Rasulullah saw. 11 Berlainan dengan hal itu, menurut Susiknan Azhari perbedaan antara hisab dan rukyat dapat mengakibatkan enam dampak negatif, diantaranya: 9 Pada dasarnya perbedaan tersebut bermuara pada perbedaan dalam pemaknaan kata ra a dalam hadis-hadis hisab rukyat. Ada pendapat yang menyatakan bahwa ra a diartikan dengan pengamatan secara langsung. Pemahaman tersebut dianut oleh sebagian besar Ulama Fikih, termasuk ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi i dan Hambali). Lihat Muh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal... Hal.104. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ra a juga tidak hanya mengacu pada penggunaak indera mata saja dalam memahami dan mengetahui posisi hilal. Memiliki makna yang luas, yakni memperhatikan dan mengetahui. Termasuk didalamnya dengan menggunakan berbagai peralatan dan software yang berfungsi untuk memperhatikan dan mengetahui keberadaan hilal. Lihat Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyah, Surabaya: Padma Press, tt, Hal.204. 10 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Hal.162. 11 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita dan Center for Islamic Studies, 2007, Hal.6.

4 1. Keraguan dan kekurangkhusyukan dalam ibadah. 2. Runtuhnya sendi-sendi kekerabatan keluarga. 3. Konflik antar berbagai kelompok mayarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah. 4. Merosotnya kredibilitas ulama. 5. Timbulnya kesan pemerintah sebagai pemegang otoritas tunggal. 6. Rusaknya citra dan syiar Islam. 12 Di Indonesia sendiri wacana mengenai hisab dan rukyat semakin berkembang setelah terjadiya perbedaan dalam menentukan awal bulan Kamariah. Perbedaan ini terlihat jelas dalam ormas-ormas di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak memiliki metode dan acuan yang berbeda dalam penentuan awal bulan Kamariah. Sebagaimana pernyataan Muh. Nashirudin bahwa prospek dalam unifikasi kalender Hijriah di Indonesia dilihat melalui otoritas politik dan otoritas ilmiah. Otoritas politik dalam hal ini para pemegang kebijakan di pemerintah Indonesia, juga melalui dua ormas terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). 13 Mazhab Rukyat secara institusi disimbolkan oleh ormas Nahdlatul Ulama, sedangkan mazhab Hisab secara institusi disimbolkan oleh ormas Muhammadiyah. 14 Pemerintah pada dasarnya telah berusaha untuk 2012, Hal. 91. 12 Susiknan Azhari, Kalender Islam ke Arah... Hal.254-258. 13 Muh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal... Hal.202. 14 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Pustaka Rizki Putra dan al-hilal,

5 menyatukan keduanya dengan aliran imkanur rukyat. 15 Sebaliknya dalam dataran praktis sering terbawa iklim politik, karena dalam penetapannya dasar pijakannya sering kali tidak berdasarkan pada kebenaran ilmiah yang objektif. 16 Penetapan-penetapan awal bulan Kamariah yang dipegang oleh NU adalah ru yah al-hilal bi al-fi li atau istikmal. Sedangkan kedudukan hisab hanyalah sebagai pembantu dalam melaksanakan rukyat. Penentapan awal bulan tersebut berlaku untuk umum bagi segenap lapisan kaum Muslimin di Indonesia dan dilakukan oleh Pemerintah (itsbat al-hakim). Nahdlatul Ulama (NU) dalam kaitannya dengan garis batas pemberlakuan rukyat (mathla ), prinsip yang dipegangi adalah mathla fi wilayah al-hukmi. Prinsip ini secara tegas diputuskan NU dalam putusan bahsul matsail Muktamar XXX di PP Lirboyo Kediri Jawa Timur tanggal 21-27 November 1999. 17 Berbeda dengan NU, sistem penentuan awal bulan Kamariah bagi Muhammadiyah adalah hisab wujudul hilal atau hisab milad alhilal. Hisab wujud al-hilal yang dimaksud adalah Matahari terbenam lebih dahulu daripada terbenamnya Bulan (hilal) walaupun hanya satu 15 Yang dimaksud imkan ar-rukyat adalah kemungkinan hilal bisa dilihat dengan format kekuasan itsbat pada Pemerintah sebagai upaya tercapainya keseragaman, kemaslahatan, dan persatuan umat islam di Indonesia. Hal ini sebagaimana dasarnya : hukm al-hakim ilzamun wa yarfa u al-khilaf (keputusan hakim/pemerintah itu mengikat dan menyelesaikan perbedaan pendapat). Lihat Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat (Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha), Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, Hal. 151. 16 Direktorat Kementrian Agama, Ilmu Falak Praktik, Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013, Hal.145. 17 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat... Hal. 110.

6 menit atau kurang. Dimana dalam menentukan tanggal 1 bulan baru berdasarkan hisab dengan tiada batasan tertentu, asalkan hilal sudah wujud, maka menurut kalangan ahli hisab sudah berdasarkan hisab wujudul hilal dan dapat ditentukan hari esoknya adalah awal bulan Kamariah. 18 Dalam penentuan awal bulan memang membutuhkan metode ilmiah yang tepat dan terpadu dengan kaidah syar i. Penggunaan pemikiran yang matematis dan teori probabilitas yang didukung oleh data serta berpegang teguh pada kaidah syar i perlu tetap dikembangkan dalam kegiatan rukyat dan hisab di Indonesia. 19 Melihat polemik hisab dan rukyat antara Muhammadiyah dan NU yang terus berkelanjutan, Susiknan Azhari menganalis karakteristik hubungan Muhammadiyah dan NU dalam menggunakan hisab dan rukyat melalui rumusan teori Ian G. Barbour 20 yakni empat pola hubungan sains dan agama. Keempat hubungan tersebut adalah Pertentangan (Conflict), Perpisahan (Independent), Perbincangan (Dialogue), dan Perpaduan (Integration). 21 Susiknan Azhari menyatakan bahwa yang menjadi persoalan penyatuan kalender Hijriah di Indonesia adalah mengenai konsep hilal yang saat ini beragam. Menurut ahli rukyat, hilal adalah bulan sabit yang dapat dilihat pertama kali, sedangkan menurut ahli hisab hilal merupakan bulan yang sudah lewat ijtimak. Melihat hal yang demikian 18 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat... 2007, Hal. 125. 19 Badan Hisab Dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, Hal.111. 20 Susiknan Azhari, Kalender Islam... Hal.135. 21 Susiknan Azhari, Ibid, Hal.15.

7 dan setelah mengklasifikasikan empat hubungan Muhammadiyah dan NU, Susiknan Azhari mempertemukan persepsi dan pemahaman tentang hilal melalui kombinasi dan integrasi antara nalar literal-inderawi dan nalar rasional-ilmiah menjadi nalar integrasi-ilmiah, jadi hilal adalah Bulan yang terjadi setelah ijtimak yang secara filosofis pada saat terbenam Matahari (sunset) telah ada di seluruh wilayah Indonesia, 22 dengan catatan pertama, asal ijtimak terjadi sebelum terbenam Matahari (sunset) dan kedua, asal Bulan di atas ufuk pada waktu terbenam Matahari setelah ijtimak. Selanjutnya Susiknan Azhari menjelaskan: Nalar integrasi ilmiah lebih menjanjikan dan memungkinkan untuk jangka pendek, paradigma yang ingin dikembangkan lebih bersifat filosofis. Nalar integrasi ilmiah merupakan sintesa paham rasional dengan paham realis-empiris yang mengharuskan adanya riset-riset berkelanjutan dengan memfokuskan pada wilayah Indonesia sehingga teori yang dibangun bukan sematamata mengadopsi dari negara lain tapi merupakan realisasi hasil konstruksi negeri sendiri. 23 Ungkapan di atas mengisyaratkan bahwa nalar integrasi ilmiah bisa dilakukan dalam jangka waktu yang dekat, dengan tetap melakukan riset-riset tanpa henti agar tercipta kriteria yang di harapkan semua pihak. Melihat kondisi masyarakat Indonesia sendiri sulitnya menyatukan semua golongan tidak semudah yang dibayangkan, ditambah Indonesia sendiri masih bergantung pada negara tetangga, dalam artian kerjasama antara negara lain itu juga perlu, dengan begitu 22 Susiknan Azhari, Ibid, Hal.172. 23 Susiknan Azhari, Ibid, Hal.173.

8 bisa saling bertukar informasi, ilmu pengetahuan dan pengalaman, bukan berarti ikut-ikutan negara lain. Muhammadiyah dan NU sejauh ini masih tetap bersikukuh dengan konsepnya masing-masing, yakni Muhammadiyah dengan wujudul hilal dan NU dengan rukyatul hilal. Kedua golongan ini bukan berarti selamanya tidak bisa bersatu, jika mereka bisa shalat berjamaah mengapa tidak bisa jika berhari raya bersama. Oleh karena itu, antara data-data hisab dan rukyat perlu dikaji ulang. Sebagaiamana ungkapan Susiknan Azhari: Ahli rukyat yang dipelopori oleh NU terus-menerus melakukan rukyatnya dengan dipandu data-data hasil hisab. Ahli hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah terus menghisab tanpa melupakan pengalaman rukyat. Dari sini, standarisasi eksistensi hilal dapat dirumuskan melalui hisab cum rukyat. Kriteria nalar integrasi-ilmiah inilah yang diharapkan menjadi titik temu antara metode hisab dan rukyat. 24 Susiknan Azhari melanjutkan: Sebaiknya dalam waktu dekat pihak-pihak terkait, khususnya Muhammadiyah dan NU melakukan kajian yang bersama dan mengutamakan pendekatan akademik-ilmiah melalui researchdevelopment yang terdiri kalangan pemikir dan ahli di bidangnya sehingga kasus-kasus perbedaan yang akan datang dapat diatasi dan disikapi penuh kearifan. Selanjutnya untuk mewujudkan integrasi hisab dan rukyat pemerintah perlu menjadi fasilitator tanpa melakukan intervensi agar fondasi yang dibangun mengakar dan pihak-pihak yang terlibat merasa memiliki. 25 Uraian di atas menyatakan bahwa integrasi dilakukan untuk mendapatkan kriteria baru yang sesuai kesepakatan antara Muhammadiyah dan NU. Upaya ini dilakukan dengan membaurkan 24 Susiknan Azhari, Ibid, Hal.175. 25 Susiknan Azhari, Ibid, Hal.269.

9 antara metode hisab dan rukyat dalam bentuk realis-empiris, tentunya dalam hal ini harus ada kerelaan hati antara dua belah pihak, juga siap merekonstruksi konsep hisab dan rukyat. Sebaiknya hal ini bukan sekedar melakukan riset-riset saja tentunya sesuai dengan ayat-ayat dan hadis-hadis rukyat serta tidak keluar dari koridor syariat Islam. Peran pemerintah sebagai ulil amri juga mempunyai hak dalam menetapkan kebijakan. Dari pemapaparan di atas, penulis dapat menarik permasalahan bahwasanya pemikiran Susiknan Azhari mengenai unifikasi kalender Hijriah di Indonesia belum tentu dalam praktiknya bisa diterima oleh semua kalangan. Ormas-ormas Islam di Indonesia juga sudah pernah melakukan musyawarah yang bertujuan untuk membuat hasil kesepakatan namun pada kenyataannya masing-masing ormas telah membawa hasil sendiri-sendiri serta tetap bersikukuh pada ijtihad masing-masing. Oleh karena itu, penting kiranya dikaji dan dipahami untuk melihat sejauh mana konsep pemikiran Susiknan Azhari mengenai unifikasi kalender Hijriah dan prospeknya sebagai titik temu menuju penyatuan kalender Hijriah di Indonesia. Dalam hal ini penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut dalam judul Studi Analisis Pemikiran Susiknan Azhari tentang Unifikasi Kalender Hijriah di Indonesia.

10 B. Rumusan Masalah Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan titik tekan yang dikaji, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan yang akan dikaji tidak melebar dari inti yang dikehendaki. Dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana konsep pemikiran Susiknan Azhari tentang unifikasi kalender Hijriah? 2. Bagaimana prospek pemikiran Susiknan Azhari menuju unifikasi kalender Hijriah di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil akhir, yaitu: 1. Mengetahui konsep pemikiran Susiknan Azhari tentang unifikasi kalender Hijriah. 2. Untuk mengetahui prospek pemikiran Susiknan Azhari menuju unifikasi kalender Hijriah di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Dari berbagai permasalahan yang tertera diatas dapat diambil beberapa manfaat penelitian, yaitu:

11 a. Aspek teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menambah wacana pembelajaran khususnya dalam hal kalender Hijriah di Indonesia, dalam artian memberi wawasan baru kepada masyarakat akan pentingnya mengetahui pemikiran-pemikiran baru dalam unifikasi kalender Hijriah di Indonesia. Selain itu penelitian ini diharapkan juga sebagai salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya, serta menambah khazanah ilmu pengetahuan hukum Islam khususnya bagi perkembangan kajian ilmu falak. b. Secara praktis Secara praktis, penulis melakukan penelitian secara menyeluruh yang berhubungan dengan pemahaman yang ada di masyarakat Indonesia, bahwasanya terdapat suatu pemikiran baru dalam unifikasi kalender Hijriah di Indonesia. Dengan penelitian tersebut diharapkan dapat memperoleh hasil kajian berupa prospek dalam penyatuan kalender Hijriah di Indonesia melalui pemikiran tersebut, sehingga nantinya dapat menjadi tolak ukur digunakannya menjadi konsep unifikasi kalender Hijriah di Indonesia. Selanjutnya hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan manfaat bagi peneliti yang khususnya ingin mendalami ilmu falak yang semakin berkembang.

12 E. Telaah Pustaka Penelitian mengenai unifikasi atau penyatuan kalender Hijriah baik yang berkaitan hisab maupun rukyat telah banyak ditemukan di buku-buku, jurnal-jurnal dan paper, banyak pemikiran tokoh-tokoh intelektual muslim yang ikut sumbangsih dalam unifikasi kalender Hijriah di Indonesia, di antaranya pemikiran Susiknan Azhari. Penelitian disertasi Moh. Nashiruddin mengenai kalender Hijriah Kalender Hijriah Universal: Kajian atau Sistem dan Prospeknya di Indonesia menjelaskan bahwa kalender Hijriah universal bisa diwujudkan di Indonesia dengan menggunakan metode imkanur rukyat dan memodifikasi zona tanggal kriteria visibilitas hilal yang dirumuskan oleh Mohammad Shawkat Odeh yaitu garis tanggal Hijriah yang dibentuk oleh kriteria visibilitas hilal dalam kalender tersebut dibelokkan sesuai dengan batas politis negara untuk mempersempit wilayah yang belum imkanur rukyat ke dalam wilayah yang sudah imkanur rukyat dan memakai kesatuan matla lokal (matla fi wilayatul hukmi) sehingga konsep penyatuan kalender Hijriah yang diterapkan bukan Internasional namun bersifat Nasional. 26 Pemikiran-pemikiran dan kajian-kajian yang terkait unifikasi kalender Hijriah diantaranya tesis Ahmad Izzuddin Fiqih Hisab Rukyat: Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadlan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Dalam tulisannya tersebut 26 Moh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal... Hal.223-226.

13 menjelaskan bahwa perbedaan dalam unifikasi kalender Hijriah di Indonesia ini disebabkan oleh simbolisasi dua mazhab terbesar di Indonesia yakni mazhab Hisab yang disimbolkan oleh Muhammadiyah dan mazhab Rukyat yang disimbolkan oleh Nahdlatul Ulama, serta berusaha menengahi dua mazhab tersebut melalui gagasan mazhab negara yakni imkanur rukyat. 27 Skripsi Hudan Dardiri Studi Konsep Almanak NU dan Prospeknya Menuju Penyatuan Kalender Hijriah Nasional, menjelaskan bahwa Almanak NU mengindikasi prospek menuju unifikasi kalender Hijriah Nasional. Sebagian ulama memperbolehkan menggunakan hisab ketika rukyat dalam penentuan awal bulan Kamariah gagal, selain itu terdapat bebarapa tokoh NU yang mendukung dan mempertimbangkan metode hisab imkanur rukyat sebagai dasar penentu awal bulan ketika terjadi beberapa kali praktik rukyat gagal. 28 Skripsi Hafidzul Aetam Studi Analisis Sikap PP Muhammadiyah terhadap Penyatuan Sistem Kalender Hijriah di Indonesia. Memaparkan bahwa adanya kemungkinan Muhammadiyah melebur dengan pemerintah dengan beberapa catatan mengenai konsep penyatuan serta kriteria, diantaranya adalah permasalahan kriteria yang baku, kriteria yang mencakup hisab dan rukyat, dan reposisi fungsi hisab maupun rukyat. Dengan begitu Muhammadiyah akan menyisihkan 27 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat... Hal.139-140. 28 Hudan Dardiri, Studi Konsep Almanak NU dan Prospeknya Menuju Penyatuan Kalender Hijriah Nasional, Skripsi Strata I Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang, 2013, tt, Hal.105.

14 konsep wujud al-hilal dan meruntuhkan berbagai pernyataan politis dari pimpinan Muhammadiyah apabila mengedepankan kepentingan bersatu dalam hal waktu ibadah. 29 Dengan demikian, sejauh ini belum ditemukan penelitian yang secara komprehensif membahas seperti inti dari penelitian penulis yaitu pemikiran Susiknan Azhari tentang unifikasi kalender Hijriah, sehingga dalam studi ini berupaya mengkaji bagaimana konsep kalender Hijriah dalam pemikiran Susiknan Azhari, kemudian melihat sejauh mana prospeknya menuju unifikasi atau penyatuan kalender Hijriah di Indonesia. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif 30, dan tergolong dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis konsep pemikiran Susiknan Azhari yang mendasari dalam unifikasi kalender Hijriah melalui empat model hubungan Muhammadiyah dan NU yang titik tekannya untuk mengetahui sejauh mana prospeknya sebagai upaya penyatuan kalender Hijriah di Indonesia. 29 Hafidzul Aetam, Studi Analisis Sikap PP Muhammadiyah terhadap Penyatuan Sistem Kalender Hijriah di Indonesia, Skripsi Strata I Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang, 2013, tt, Hal.86. 30 Metode Kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Lihat John W. Creswell, Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan Mixed), Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014, Cet. IV, Hal.4. Lihat juga Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: Erlangga, 2009, Hal.112.

15 Penelitian ini juga termasuk penelitian kepustakaan (library research) 31, yaitu teknis penekanan analisisnya lebih menggunakan pada kajian teks yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah kajian pustaka, baik berupa buku-buku, kitab-kitab, ensiklopedi, jurnal-jurnal, serta sumber-sumber lainnya yang relevan dengan topik yang dikaji. 32 2. Sumber dan Jenis Data a. Sumber data primer Data primer 33 dalam penelitian ini adalah buku karya Susiknan Azhari yang berjudul Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU dan hasil wawancara dengan Susiknan Azhari. b. Sumber data sekunder Data sekunder yang dijadikan data pendukung dan pelengkap yang digunakan dalam buku Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU penulis mengambil buku Ahmad Izzuddin Fiqih Hisab Rukyat: Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadlan, Idul Fitri, dan Idul Adha, buku Kalender Hijriah Universal karya Muh. 31 Penelitian yang dilakukan dengan menganalisis sumber data tertulis atau kepustakaan. Lihat M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodologi Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002, Hal.11. 32 Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali, 1986, Hal.15. 33 Data primer adalah data tangan pertama atau data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Lihat M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok... Hal.82.

16 Nashirudin, seluruh dokumen, buku-buku dan juga hasil wawancara. Penulis akan melakukan wawancara atau diskusi langsung dengan Susiknan Azhari. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Pustaka 34 Teknik pengumpulan data studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dalam penelitian ini yang utama digunakan adalah buku Susiknan Azhari Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU. Selain buku tersebut penulis juga melakukan teknik studi pustaka pada dokumen-dokumen lain yang dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, e-book, jurnal, tesis dan disertasi yang membahas tentang kalender Hijriah dan upaya penyatuannya sehingga diharapkan bisa memberikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai unifikasi kalender Hijriah di Indonesia. 34 Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubunganya dengan masalah yang dipecahkan. Lihat M. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, cet-v, Hal.27.

17 b. Wawancara 35 Teknik pengumpulan data wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mewawancarai beberapa tokoh yang berkompeten dalam permasalahan ini. Wawancara dalam hal ini dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Teknik wawancara dilakukan penulis sebagai salah satu metode yang digunakan karena pada dasarnya dalam hal mengetahui konsep unifikasi kalender Hijriah Susiknan Azhari akan menemui hasil akhirnya apabila peneliti melakukan wawancara kepada pihak yang berkontribusi terkait unifikasi kalender Hijriah di Indonesia ini. Dalam hal ini yang menjadi narasumber adalah Susiknan Azhari yang membuat buku Kalender Islam kearah Integrasi Muhammadiyah-NU. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur yakni wawancara yang pertanyaannya disusun terlebih dahulu sebelum ditanyakan kepada informan. c. Dokumentasi 36 Teknik dokumentasi yang akan digunakan penulis untuk memperkaya data penelitian dengan cara mengumpulkan data 35 Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Lihat Sugiyono, Ibid, Hal.137. 36 Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D), Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013, cet xvii, Hal.329.

18 dari telaah dan kajian sumber dokumentasi, berupa tulisantulisan Susiknan Azhari maupun orang lain yang menjelaskan tentang awal bulan, kalender Hijriah, ormas Nahdlatul Ulama, ormas Muhammadiyah, peraturan-peraturan dan kebijakankebijakan lain yang berkaitan dengan topik permasalahan yang akan diteliti. d. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data ini adalah metode deskriptif analitis 37 yang mana penulis akan memberikan deskripsi mengenai hasil analisis yang penulis lakukan. Dalam hal ini akan digali secara mendalam dan mendeskripsikan bagaimana konsep pemikiran Susiknan Azhari tentang unifikasi kalender Hijriah melalui empat model hubungan Muhammadiyah dan NU dalam menggunakan hisab dan rukyat. Selanjutnya gambaran tersebut dianalisis untuk menggambarkan sejauh mana prospeknya menuju unifikasi atau penyatuan kalender Hijriah di Indonesia sebagai upaya mengikis perbedaan antara mazhab hisab dan rukyat. 37 Metode Deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun kelas peristiwa pada masa sekarang. Lihat Moh. Nazir dalam Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2011, Hal.202.

19 G. Sistematika Penulisan Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Disetiap babnya terdapat sub pembahasan, dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : Pedahuluan. Bab ini menerangkan latar belakang penelitian dilakukan. Berikut dibahas mengenai rumusan masalah yang akan diambil oleh peneliti untuk membatasi permasalahan. Selanjutnya memaparkan Tujuan, Manfaat Penelitian dan Telaah Pustaka. Metode penelitian juga dikemukakan dalam bab ini, dimana dalam metode penelitian ini dijelaskan bagaimana teknis atau cara dan metode analisis yang dilakukan dalam penelitian. Dan terakhir, dikemukakan tentang sistematika penulisan. BAB II : Sejarah dan Sistem Kalender Hijriah di Indonesia. Bab ini memaparkan tentang tinjauan umum kalender dan sejarahnya. Pada bab ini akan dipaparkan segala hal yang berkaitan dengan kalender Hijriah, dasar dan sumber hukum kalender Hijriah, sejarah dan sistem penentuan awal bulan kalender Hijriah di Indonesia. Cara penentuan awal bulan Kamariah Muhammadiyah dan NU juga akan dibahas dalam bab ini. BAB III : Konsep Unifikasi Kalender Hijriah pemikiran Susiknan Azhari. Pada bab ini akan mengulas dan memaparkan hal-hal yang menjadi pokok pemikiran Susiknan Azhari tentang unifikasi kalender Hijriah serta latar belakang pemikiran tersebut. Dalam bab ini

20 juga akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan bapak Susiknan Azhari yang terangkum dalam sosio-biografinya. BAB IV : Analisis Pemikiran Susiknan Azhari tentang Unifikasi Kalender Hijriah dan Prospeknya Menuju Unifikasi Kalender Hijriah di Indonesia. Bab ini merupakan inti dari pembahasan penelitian penulis, yakni meliputi analisis pemikiran Susiknan Azhari tentang Unifikasi kalender Hijriah dan menganalisis sejauh mana prospeknya dalam penyatuan kalender Hijriah di Indonesia serta melihat sejauh mana relevansi dan validitas pemikiran tersebut. BAB V : Penutup. Pada bab ini akan diambil kesimpulan dari hasil penelitian, saran untuk penelitian selanjutnya dan kata penutup.