BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan adalah pilar dasar pembangunan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat (Azahari, 2008). Perwujudan ketahanan pangan ditempuh melalui diversifikasi pangan (Lastinawati, 2010). Usaha diversifikasi pangan telah dirintis sejak tahun 1970. Program diversifikasi pangan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal (Permentan, 2016). Permasalahan pada diversifikasi pangan adalah ketidak seimbangan antara laju peningkatan jumlah penduduk yang pesat dengan penyediaan produksi pangan dari hasil pertanian. Produksi berbagai jenis pangan dalam program diversifikasi pangan tidak dapat dihasilkan di semua wilayah dan tidak dapat dihasilkan setiap saat (Rachman dan Mewa, 2008). Penyempitan luas lahan basah karena konversi tanah yang merupakan lahan penanaman tanaman padi dapat menimbulkan rawan pangan. Diversifikasi pangan merupakan langkah tepat untuk mengantisipasi timbulnya rawan pangan dengan memanfaatkan dan mengangkat sumber bahan pangan lokal yang berpotensi sebagai penghasil karbohidrat seperti umbi talas (Colocasia esculenta L.). Indonesia berhasil melaksanakan program diversifikasi pangan melalui penggantian konsumsi beras dengan bahan pangan lainnya. Keberhasilan tersebut ditunjukkan dengan penurunan angka konsumsi beras per kapita, yang semula 1
sebesar 139,5 kg menjadi sebesar 115 kg per tahun (Makmur, 2010). Pertambahan jumlah penduduk diiringi dengan peningkatan kebutuhan pangan pokok yaitu beras. Program diversifikasi menyebabkan ketergantungan konsumsi beras pada masyakarat mengalami penurunan. Upaya peningkatan produksi pangan selain beras diperlukan dengan cara memanfaatkan keanekaragaman hayati yang dapat diolah menjadi alternatif bahan pangan pokok. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan umbi talas yang nantinya dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung ataupun dikonsumsi secara langsung. Talas adalah tanaman monokotil yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Indonesia merupakan negara produsen talas, selain Jepang dan Cina (Kementerian Perdagangan, 2013). Talas yang ada di Indonesia adalah jenis talas bogor, talas belitung, talas padang, dan talas jepang. Jenis talas tersebut merupakan komoditas pertanian di Bogor, Cianjur, Kuningan, Jawa Tengah, Malang dan DIY (Anonim, 2013). Salah satu varietas talas yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan skala besar adalah talas jepang (Colocasia esculenta L. Antiquorum ). Di Daerah Istimewa Yogyakarta, talas jepang hanya ditemukan di Gunung Kidul dan memiliki keunggulan yaitu kandungan protein yang relatif lebih tinggi dari pada jenis talas lain dan rendah kalsium oksalat sehingga tidak rasa gatal saat dikonsumsi (Adyuta, 2014). Tanaman talas adalah tanaman umbi yang mempunyai potensi besar untuk dibudidayakan di Indonesia. Saat ini harga umbi talas jepang relatif lebih tinggi daripada harga umbi talas jenis lain (Taufik, 2015). Hal tersebut disebabkan tingginya pemanfaatan umbi talas jepang dalam bidang farmasi dan budidaya talas 2
jepang yang masih terbatas sehingga umbi talas yang dihasilkan masih sedikit. Perkembangbiakan talas jepang saat ini masih dilakukan secara vegetatif menggunakan umbi. Budidaya talas jepang dalam skala besar memerlukan bibit dalam jumlah banyak sehingga diperlukan cara yang efisien dan sederhana dalam menyediakan bibit talas jepang. Umbi talas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Umbi talas merupakan makanan pokok di Sumatera Barat dan Papua Barat. Olahan tepung talas dengan campuran tepung terigu diproses menjadi makanan bayi (Amerika Serikat), olahan kue (Filipina), roti (Brazil), keripik dan dodol (Indonesia) (Lingga et al., 1990; Darkwa, 2013). Nilai gizi yang dikandung talas tidak jauh berbeda dengan umbi-umbian jenis lainnya sehingga konsumsi talas dapat meningkatkan status gizi masyarakat miskin di Ghana (Darkwa, 2013). Pemanfaatan talas sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat perlu diimbangi dengan peningkatan budidaya talas. Secara nasional belum ada data tentang produksi talas di Indonesia. Peningkatan permintaan umbi talas belum dapat terpenuhi karena rendahnya tingkat produktivitas talas di Indonesia. Umumnya talas hanya di tanam satu kali dalam setahun. Talas relatif lebih toleran terhadap kondisi air yang rendah dibandingkan tanaman pangan lainnya. Menurut Suminarti (2015), tanaman talas umumnya dapat ditanam di lahan kering atau lahan marginal. Hasil yang diperoleh pada penanaman di lahan marginal yaitu sekitar 5-7 ton/ha umbi segar, sedangkan potensi produksinya dapat mencapai 20,7 ton/ha. 3
Air merupakan senyawa penting untuk menunjang keberlangsungan hidup tumbuhan melalui peranannya dalam metabolisme tumbuhan (Tjondronegoro et al., 1981). Setiap jenis tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda pada setiap fase pertumbuhannya. Kekurangan pasokan air baik sementara atau permanen mempengaruhi anatomis dan fisiologis tumbuhan (Alahdadi, 2011). Kebutuhan air yang tidak tercukupi dapat menjadi pembatas dalam produktivitas tanaman pangan. Pada aspek biokimia, cekaman lingkungan pada tanaman menyebabkan peningkatan radikal bebas yang memicu kerusakan sel (Redha, 2010). Tanaman yang toleran radikal bebas akan melakukan adaptasi dengan cara memproduksi senyawa antioksidan (Sulistyani dkk., 2011). Talas relatif toleran terhadap kebutuhan air yang sedikit diduga karena adanya peningkatan hormon asam absisat yang memicu pembentukan prolin dan pembentukan bahan aktif berupa senyawa fenolik yang bersifat antioksidan (Winarsi, 2007). Tanah merupakan media tanam dengan karakteristik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Klasifikasi tanah merupakan salah satu cara untuk mengetahui kecocokan lahan untuk mengembangkan tanaman pertanian (Sultoni, 2013). Tanah memiliki sifat fisik, kimia dan biologi yang bervariasi sehingga berpengaruh pada tingkat kesuburannya (Ferdinan dkk., 2013). Indonesia mempunyai lahan marginal yang cukup besar sekitar 20 juta ha yang terdiri dari berbagai tipe tanah. Setiap jenis tanah memiliki komposisi bahan mineral dan bahan organik yang berbeda-beda. Kemampuan tanah untuk menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah (Prihastanti, 2010). 4
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan ketersediaan umbi talas agar tetap tersedia sepanjang musim. Perlu dilakukan penelitian mengenai batas terendah tingkat kebutuhan air pada tanaman talas dan penelitian mengenai pertumbuhan talas terhadap beberapa jenis tanah, khususnya jenis tanah di wilayah DIY. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai efisiensi perbanyakan bibit (plantlet) talas jepang. B. Permasalahan Rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh jenis tanah dan interval penyiraman terhadap respon anatomis organ vegetatif tanaman talas jepang? 2. Bagaimana pengaruh jenis tanah dan interval penyiraman terhadap respon fisiologis tanaman talas jepang? 3. Bagaimana cara efisiensi perbanyakan bibit talas jepang secara in vivo? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk: 1. Mengevaluasi pengaruh jenis tanah dan interval penyiraman terhadap struktur anatomi organ vegetatif tanaman talas jepang. 2. Mengevaluasi pengaruh jenis tanah dan interval penyiraman terhadap respon fisiologi tanaman talas jepang. 3. Mengetahui cara efisien perbanyakan bibit talas jepang secara in vivo. 5
Manfaat dari penelitian ini untuk: 1. Meningkatkan wawasan masyarakat khususnya di bidang budidaya talas. 2. Menambah dan mendukung wawasan ilmu pengetahuan (ilmiah). 3. Memberi dorongan kepada pihak lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang tanaman talas. D. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji hasil perlakuan jenis tanah dan perlakuan interval penyiraman. Jenis tanah yang digunakan berasal dari daerah Nglipar, Cangkringan dan Godean. Interval pemberian air yang dilakukan yaitu pemberian air setiap hari, setiap tiga hari, dan setiap lima hari sekali. Evaluasi hasil perlakuan terhadap respon anatomis organ vegetatif meliputi anatomi daun, batang dan akar. Evaluasi hasil perlakuan terhadap respon fisiologis tanaman meliputi parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, rasio daun, luas daun, panjang dan jumlah akar, kadar klorofil daun, kadar prolin akar) dan hasil tanam (jumlah umbi, diameter umbi, berat basah dan berat kering umbi, dan antioksidan umbi) talas jepang. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan obyek tanaman talas telah banyak dilakukan. Adapun uraian daftar penelitian yang telah dilakukan ada pada Tabel 1. 6
Tabel 1. Daftar Penelitian Talas yang Pernah Diteliti Judul Hasil Author Pengaruh Pemupukan N dan K pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas yang Ditanam di Lahan Kering Respons tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap berbagai jumlah dan frekuensi pemberian air Pengaruh Jumlah Dan Waktu Pemberian Air Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Talas (Colocasia Esculenta (L.) Schott Var. Antiquorum) Karakteristik Fisik, Kimia, Dan Organoleptik Mie Mosaf (Modified Satoimo Flour) (Colocasia Esculenta) Potensi Ekstrak Etanol Tangkai Daun Talas (Colocasia esculenta L.) Sebagai Alternatif Obat Luka Pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Studi Biologi Pembungaan pada Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott.) Pertumbuhan dan struktur anatomi daun dua varietas ganyong (Canna edulis) pada ketersediaan air berbeda Anatomis Fisiologis Talas Jepang (Colocasia esculenta L. Antiquorum ) dengan Perlakuan Jenis Tanah dan Interval Penyiraman Hasil umbi tertinggi dengan pemupukan N,K dengan dosis 150%, yaitu sebesar 10,55 ton ha-1 dengan kandungan kadar pati umbi sebesar 24,75% dan kandungan kadar serat umbi sebesar 6,68%. Tanaman talas yang diairi sebanyak 1500 l/m 2 yang diberikan 1 hari sekali, menunjukkan hasil yang paling tinggi pada seluruh komponen pertumbuhan dan hasil. Frekuensi pemberian air sehari sekali pada berbagai jumlah pemberian air memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik pada tanaman talas. Peningkatan konsentrasi tepung mosaf yang ditambahkan, kadar serat mie menjadi semakin tinggi namun elastisitasnya semakin turun. Ekstrak tangkai daun talas mengandung saponin, flavonoid, tanin, alkaloid, steroid dan flavonoid yang berperan menyembuhkan luka sayatan pada kulit kelinci. Ke 20 kultivar talas yang diteliti dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kultivar yang selama pengamatan tidak pernah berbunga, kelompok kultivar yang berbunga sedikit,dan kelompok kultivar yang berbunga banyak. Perbedaan varietas tanaman dan tingkat ketersediaan air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan struktur anatomi daun ganyong Sedang dilakukan penelitian tesis Suminarti, 2010 Suminarti, 2015 Nurchaliq dkk., 2013 Eliantosi dan Darius, 2015 Wijaya 2014 Prana, 2007 Dewi 2014 dkk., dkk., 7
Sejauh penelusuran pustaka yang ada, publikasi mengenai penelitian tentang studi anatomis dan fisiologis tanaman talas jepang masih terbatas. Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi data tentang respon anatomis organ vegetatif dan fisiologis (pertumbuhan dan produktivitas) talas jepang dengan perlakuan interval penyiraman dan jenis tanah. 8