LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

dokumen-dokumen yang mirip
SURVEYING (CIV -104)

STEREOSKOPIS PARALAKS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

APA ITU FOTO UDARA? Felix Yanuar Endro Wicaksono

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK

PENGUKURAN KEKOTAAN. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Surveying and Mapping Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

ISTILAH DI NEGARA LAIN

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

JENIS CITRA

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) FOTOGRAMETRI OLEH: DRS. ZUHARNEN, M.S.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

DAFTAR ISI. Prakata Bab 1 Pendahuluan 1

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

METODE. Waktu dan Tempat

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

IV. PENGINDERAAN JAUH

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

Ilustrasi: Proses Produksi

INSTRUKSI KERJA PEMAKAIAN ALAT LABORATORIUM PEDOLOGI

Bab III Pelaksanaan Penelitian. Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah :

9. PEMOTRETAN UDARA. Universitas Gadjah Mada

BAB IV. Ringkasan Modul:

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

INSTRUKSI KERJA PEMAKAIAN ALAT LABORATORIUM PEDOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN (PTT101003)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam geografi kita akan mempelajari segala sesuatu yang tampak di permukaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011

Transforming & Retouching

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Cara memperoleh Informasi Tidak kontak langsung dari jauh Alat pengindera atau sensor Data citra (image/imagery) a. Citra Foto Foto udara

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: VILLA LALU PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si PAMERAN. International exhibition ISACFA

11. TINJAUAN PUSTAKA Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII No. 1 : (2001)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak PENDAHULUAN.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH REGISTRASI DAN REKTIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI. Oleh:

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

BAB 4 ANALISIS. Tabel 4.1 Offset GPS-Kamera dalam Sistem Koordinat Kamera

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop Oleh : Muhamad Nurdinansa [120722420614] FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU GEOGRAFI UNIVERSITAS NEGERI MALANG Februari 2013

ACARA II MOZAIK FOTO UDARA dan PENGAMATAN STERIOSKOP A. LATAR BELAKANG Sistem penginderaan jauh sekarang ini semakin berkembang pesat seiring dengan kemajuan alat dan teknologi yang ada, sehingga semakin banyak kalangan yang memanfaatkan data dari penginderaan jauh. Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji. Salah satu data penginderaan jauh yang sering digunakan adalah data yang berasal dari foto udara. Citra foto udara merupakan citra yang diambil dengan menggunakan sensor kamera, dengan menggunakan detektor film dan proses perekamannya dilakukan secara fotografi secara serentak. Foto udara merupakan citra fotografi yang menggunakan pesawat sebagai media pembawa atau wahana dan kamera sebagai sensornya. Dalam studi kasus ini dipilih foto udara sebagai sumber datanya dikarenakan skala pada foto udara termasuk dalam skala besar, sehingga resolusinya juga tergolong dalam resolusi yang tinggi. Dengan resolusi yang tinggi ini, maka kenampakan obyek akan terlihat jelas. Pengamatan stereoskopik pada pasangan foto udara yang bertampalan dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional. Untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dapat dilakukan dengan alat ataupun tanpa menggunakan alat. Bentuk tiga dimensi pasangan foto udara yang diperoleh tanpa alat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang terlatih saja. Alat yang biasanya dipergunakan untuk melihat bentuk tiga dimensi pasangan foto udara adalah stereoskop. Untuk mengetahui gambaran obyek secara keseluruhan dapat dilakukan dengan cara mengamati foto udara dan menggabung (mosaik) foto udara secara berurutan Mosaik merupakan serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto. Tujuannya untuk menggambarkan

daerah yang dikaji atau daerah penelitian secara utuh. Mozaik dibedakan menjadi tiga yaitu mosaik terkontrol, mosaik setengah terkontrol dan mosaik tak terkontrol. B. TUJUAN 1. Mahasiswa mampu memahami konsep mozaik foto udara/citra 2. Mahasiswa mampu melakukan mozaik foto udara dari berbagai jenis foto dan skala. 3. Mahasiswa mampu menghitung dan mencari skala foto udara 4. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan secara sterioskop 5. Mahasiswa mampu melakukan mozaik foto digital menggunakan software C. ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini antara lain: 1. Foto Udara Hardcopy dan Digital yang berurutan 2. Software ArcGIS 3. Software ENVI 4. Software Adobe Photoshop CS4 5. Kertas folio 6. Peta Dasar Digital 7. Alat Tulis D. DASAR TEORI 1. MOZAIK FOTO UDARA Foto udara merupakan salah satu citra foto yang umumnya diambil menggunakan wahana pesawat terbang. Bentuk wahana lain yang dapat digunakan sebagai bahan foto udara adalah balon udara, pesawat ulang-alik, satelit, paralayang dan berbagai wahana lainnya. Dalam teknis perekaman foto udara telah dipertimbangkan beberapa hal yaitu: 1. Bentuk wilayah, bentuk wilayah ini akan menentukan biaya pemotretan. Semakin luas suatu wilayah jelas biaya yang dikeluarkan akan semakin mahal, karena biaya untuk operasional juga semakin besar

2. Jalur terbang, dalam pengambilan jalur terbang biasanya diambil jarak yang terpanjang untuk melakukan perekaman, hal ini untuk memperoleh kestabilan pesawat disaat pemotretan. Gambar. 3. Area yang bertampalan overlap dan Sidelap, Overlap merupakan daerah yang bertampalan antara foto satu dengan foto yang lainnya sesuai dengan nomor urutan jalur terbang. Besarnya tampalan antar foto tersebut umumnya sebesar 60%. Misalnya foto X1 memiliki informasi yang sama dengan foto X2 sebesar 60%. Tujuan dari tampalan ini adalah untuk menghindari daerah yang kosong disaat perekaman dikarenakan wahana pesawat terbang melaju dengan kecepatan yang tinggi. Selain overlay foto udara juga harus sidelap. Sidelap merupakan pertampalan antara foto udara satu dengan foto udara lain yang ada diatas maupun dibawah area yang direkam. Sidelap ini terjadi pada jalur terbang yang berbeda jadi suatu wilayah pada jalur terbang 1 yang telah direkam akan direkam kembali sebesar 25% dari liputan jalur terbang 2. Berikut ini gambaran dari proses Overlap dan Sidelap. Tujuan dibuatnya sidelap ini adalah untuk menghindari kekosongan foto antara jalur terbang. Selain tujuan tersebut dibuatnya foto overlap dan sidelap adalah untuk memperoleh kenampakan 3 dimensi ketika dilihat melalui sterioskop cermin.

Gambar 1. Contoh hasil overlap dan sitelap pada kegiatan pemotretan udara Gambar 2. Gap akibat perubahan topografi ketika menggunakan tampalan kecil 4. Gangguan perekaman, gangguan ini dapat berupa Drift dan Crab. Drif adalah perpindahan atau pergeseran lateral pesawat udara dari garis terbang yang direncanakan, yang disebabkan oleh gerakan angin, kesalahan navigasi atau penyebab-penyabab yang lain. Hasilnya dapat berupa suatu celah (gab) sebagaimana gambar 2 diantara foto udara yang berdekatan. Crab merupakan keadaan yang disebabkan kegagalan mengorientasikan kamera sehubungan dengan garis terbang yang direncanakan. Pada fotografi udara vertical hal tersebut ditunjukkan oleh tipe-tipe foto yang tidak sejajar dengan garis basis (lintas terbang antara pusat-pusat foto). Karena alasan ini lokasi garis terbang yang sebenarnya dan pusat foto mungkin sedikit berbeda daripada lokasi yang direncanakan.

Gambar 3. Kesalahan akibat drift z Gambar 4. Kesalahan akibat Crab y Variasi skala x z y x Rotasi terhadap sumbu Z kappa Rotasi terhadap sumbu X,Y,Zdan skala z y Rotasi terhadap sumbu X x omega Rotasi terhadap sumbu X,Y& Z z y Rotasi terhadap sumbu Y x phi Rotasi terhadap sumbu X& Y

2. PANDANGAN STEREOSKOPIS Untuk mendapatkan informasi baik kualitatif maupun kuantitatif dari potret udara, interpretasi visual secara stereoskopis merupakan suatu proses yang memegang peranan yang sangat penting. Interpretasi yang dilakukan secara stereoskopis akan memberikan hasil yang lebih detail karena adanya kesan keruangan. Sebagaimana diketahui, stereoskopis adalah fenomena alamiah yang mencakup prinsip-prinsip mekanis dan psikologis. Dengan pandangan stereoskopis, suatu benda akan dilihat dari sudut-sudut pandang yang berbeda (sudut-sudut paralaks). Pada potret udara, sudut paralaks dan beda sudut paralaks dinyatakan dengan paralaks absobut dan paralaks relatif (beda paralaks). Kesan keruangan terjadi karena adanya perbedaan sudut-sudut paralaks yang dikenal dengan beda paralaks. Secara teknis, untuk mendapatkan stereoskopis yang baik dan benar, potret udara harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (Jaya, 1986; Paine, 1981): Skala potret yang berpasangan relatif sama; Adanya pertampalan (overlap) khususnya pertampalan ke belakang (end lap) dengan pasangan stereoskopisnya; Orientasi potret harus benar, dimana arah eye base, stereoscopic base dan photo base harus sejajar antara satu dengan lainnya. Dengan kata lain sumbu stereoskopis sejajar dengan jalur terbang pesawat pada waktu pemotretan. E. LANGKAH KERJA 1. Mozaik Foto Udara secara manual 1) Ambilah foto udara 2) Urutkanlah foto udara tersebut sesuai dengan nomor dan jalur terbang 3) Catatlah nomor foto yang telah berurutan 4) Ambilah satu pasang foto udara yang berurutan 5) Ambilah sterioskop cermin dan pasanglah pada posisi pengamatan 6) Letakan foto udara tersebut di bawah sterioskop cermin 7) Amatilah foto udara tersebut dari atas sterioskop sesuai dari tempat yang telah disediakan 8) Geserlah foto udara tersebut sampai ketemu pandangan 3D

9) Setelah ketemu pandangan 3D, kuncilah posisi foto dengan menggunakan isolasi pada tepi foto. 10) Tampalkan plastic transparan dan isolasilah tepinya supaya tidak bergeser 11) Ambilah spidol transparan dan lakukanlah deliniasi objek 2. Mozaik Foto Udara Secara Digital Untuk melakukan mozaik foto udara pada citra satelit banya software yang dapat digunakan misalnya ENVI, ARCGIS, PHOTOSHOP, Panorama, ER- MAPPER, ERDAS dan berbagai software lainnya. Untuk melakukan mozaik secara digital ada beberapa hal yang harus dipahami yaitu: 1) Jalur terbang pesawat dan nomor foto, 2) cara kerja software yang digunakan misalnya ENVI, ERDAS, ARCGIS, ER-MAPPER menggunakan sistem koordinat sebaik titik ikatnya, jika data foto yang akan dimozaik tidak diketahui titik ikatnya kesan foto yang ditampilkan oleh software tersebut pada posisi yang sama. Berbeda cara mozaik yang menggunakan software Photoshop. Pada program ini foto dimozaik lebih dahulu baru dilakukan koreksi geometric. Dalam prakrikum ini mozaik dilakukan dengan software Photosop, sedangkan untuk aplikasi mozaik dengan software aplikasi citra/foto udara dilakukan pada saat melakukan koreksigeometrik citra/foto udara. Adapun langkahnya sebagai berikut: 1) Bukalah aplikasi software photosop 2) Bukalah foto udara yang overlap dari menu file Open telusuri folder penyimpanan select foto tersebut Oke.

3) Setelah foto udara tampil, klick menu File select Automate pilih photomerge 4) sehingga muncul kotak dialog Photomerge, pada kotak dialog tersebut select kotak foto dengan cara klick kemudian klick Oke.

2. Klick Oke 1. Klick Area Ini 5) Selanjutnya proses merger berjalan, jika foto udara anda dapat dibaca oleh software dengan baik maka semua foto akan menjadi satu, namun jika foto tersebut tidak dapat dibaca foto yang tidak dapat dibaca akan disendirikan secara otomatis. F. HASIL PRAKTIKUM Dari praktikum penginderaan jauh mengenai Pengenalan Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop diperoleh data sebagai berikut :

1. Mozaik Foto Udara Secara Manual Penyusunan foto udara dengan nomor seri 0724-0725 bagian bawah. Dari pengamatan menggunakan sterioskop diperoleh beda paralaks sebesar : C 27,6 cm B x A 27,5 cm Untuk menemukan panjang x dapat dicari dengan rumus phytagoras. Dik : A = 27,5 cm C = 27,6 cm Dit : B...? Jawab : b² = c² - a² = (27,6)² - (27,5)² = 761,76-756,25 b = 5,51 = 2, 34 cm Luas daerah pertampalan foto udara nomor seri 0724 0728 dapat di hitung dengan rumus : FU seri x-y = X/x x 100% Berikut hasil perhitungan prosentase pertampalan foto udara nomor seri 0724-0728 No No seri Pertampalan Prosentase 1 0724 0725 16,5/23 x 100% 71,73% 2 0725 0726 14,7/23 x 100% 63,91% 3 0726 0727 13,6/23 x 100% 59,13% 4 0727 0728 14 / 23 x 100% 60,86%

2. Mozaik Foto Udara Secara Digital Dalam melakukan mozaik 4 foto digital menggunakan software Adobe Photoshop CS4 didapatkan hasil sebagai berikut : Dari proses merger 4 foto udara diketahui 3 foto berhasil digabungkan dan terdapat 1 foto yang tidak dapat bergabung. G. PEMBAHASAN 1. Mozaik Foto Udara Secara Manual Mozaik foto udara secara manual dilakukan dengan mengurutkan nomor seri foto udara dan disusun secara manual dengan mengandalkan kemampuan visual mata secara berurutan serta menumpang tindihkan kenampakan yang sama pada foto-foto yang bertampalan (overlap). Menyusun mozaik secara manual ini dilakukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum wilayah yang dikaji. Dalam penyusunan foto udara ini setiap foto udara yang disusun maupun ditumpang tindih memiliki skala foto yang sama, nomor seri yang berurutan dan merupakan daerah pertampalan. Gambar1. Skema susunan mozaik foto udara secara manual Dari penyusunan mozaik secara manual ini ditemukan susunan foto udara yang saling tumpang tindih memiliki susunan tidak lurus/agak bergeser ke atas atau kebawah yang mengindikasikan dalam pemotretan pesawat mengalami gangguan sehingga hasil pemotretan tidak bisa lurus. Penyimpangan tersebut dikenal dengan Drif dan Crab. Drif adalah perpindahan atau pergeseran lateral pesawat udara dari garis terbang yang direncanakan, yang disebabkan oleh gerakan angin, kesalahan navigasi atau penyebab-penyabab yang lain. Hasilnya dapat berupa suatu celah (gab) diantara foto udara yang berdekatan. Crab merupakan keadaan yang disebabkan kegagalan mengorientasikan kamera sehubungan dengan garis terbang yang direncanakan. Namun jika diamati dari

susunan mozaik foto udara nomor seri 0724-0728, kebanyakan gangguan disebabkan oleh Drif. Dalam penyusunan foto udara secara manual diperlukan kecermatan dan ketelitian, terutama dalam menyusun maupun menumpang tindihkan foto udara. Seringkali yang tidak diperhatikan adalah pengurutan nomor seri foto udara. Hal tersebut cukup menghambat dalam proses penyusuan mozaik foto udara secara manual. 2. Pengamatan Sterioskop Pengamatan menggunakan Sterioskop dilakukan untuk melihat gambaran 3D dari foto udara yang diamati. Pengamatan dilakukan terhadap dua foto udara dengan nomor seri yang berurutan dan skala yang sama. Kemudian foto tersebut diamati dengan menggunakan sterioskop. Untuk menghasilkan gambar secara 3D, dari foto tersebut harus ditemukan daerah yang bertampalan. Daerah yang bertampalan dari kedua foto tersebut dapat ditemukan dengan cara menggeser foto udara tersebut dan dilihat dengan sterioskop hingga dihasilkan gambaran secara 3D. Biasanya untuk menemukan daerah yang bertampalan tersebut, penggesaran dilakuakan dengan cara mendekatkan atau menjauhkan secara sejajar maupun menggeser salah satu foto udara keatas atau kebawah dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Setelah dilakukan penggeseran dan ditemukannya daerah yang bertampalan, nantinya akan tampak gambaran 3D daerah yang bertampalan dari foto udara. Dari penggeseran foto udara tersebut dapat ditemukan beda paralaks yang besarnya dapat dilihat dari besar sudut yang dihasilkan dari pergeseran titik tengah antar dua foto udara yang diamati. Untuk menghitung beda paralaks terlebih dahulu harus ditentukan titik tengah dari dua foto udara yang bertampalan kemudian diukur panjang antar titik tengah foto udara menggunakan penggaris (monoskopis) atau dengan menggunkan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping kaca yang diberi tanda padanya (stereoskopis). Kemudian untuk mengetahui beda paralaksnya dapat dicari dengan menggunakan rumus phytagoras. (a) (b) Gambar 2. (a) penghitungan beda paralaks. (b) pengamatan menggunakan sterioskop Penggunaan sterioskop untuk mengamati wilayah pada foto udara adalah untuk memudahkan dalam mengamati kenampakan obyek yang ada di permukaan bumi sehingga dapat dilakukan pengidentifikasian secara akurat. Dalam gambaran 3D akan nampak pula beda tinggi suatu obyek dengan obyek lainnya, seperti pohon, gedung, rumah, tanggul alam, dsb.

3. Mozaik Foto Udara Secara Digital Mozaik foto udara secara digital dilakukan dengan menggunakan berbagai software seperti ENVI, ARCGIS, Photoshop, Panorama, ER-MAPPER, ERDAS, dsb. Proses mozaik menggunakan software memiliki keunggulan lebih praktis dan cepat. Pada praktikum kali ini dilakukan mozaik secara digital menggunakan software Adobe Photoshop CS4. Proses mozaik dilakukan dengan cara menggabungkan atau memerger ke empat foto udara. Setelah dilakukan penggabungan, diketahui bahwa 3 foto udara tersebut dapat menyatu dan terdapat satu foto yang tidak dapat digabungkan oleh software Adobe Photoshop. Software Adobe Photoshop berbeda dengan software khusus pemetaan, dimana pada software pemetaan dalam menyusun mozaik lebih mementingkan koordinat titik foto tersebut. Sedangkan pada software Adobe Photoshop, dalam menyususn mozaik cenderung lebih menyamakan susunan warna (tone) dan kuantitas cahaya yang terdapat pada foto yang akan di merger. Sehingga ketika proses merger berlangsung apabila terdapat foto dengan warna yang berbeda atau tidak terbaca maka tidak akan bisa digabung atau disendirikan. Gambar 3. Mozaik foto udara dimana ada gambar yang dipisahkan karena tidak terbaca oleh software Photoshop H. KESIMPULAN Dari praktikum mozaik foto udara, pengamatan sterioskop, dan mozaik secara digital dapat diperoleh kesimpulan bahwa mozaik foto udara dapat dilakukan melalui dua cara, yakni secara manual dan digital. Mozaik foto udara secara manual dilakukan dengan cara menyusun foto udara ataupun menumpang tindihkan foto udara sesuai dengan jalur penerbangan pesawat dan nomor seri citra foto udara. Penyusunan mozaik secara manual ini berguna untuk mengetahui Gambaran umum obyek yang diamati atau dikaji. Sedangkan penyusunan Pengamatan menggunakan sterioskop berguna untuk mengamati obyek yang ada pada citra foto udara. Jika mengamati mengunakan sterioskop nantinya

akan nampak gambaran obyek secara 3D pada daerah yang bertampalan, sehingga nampak jelas kenampakan objek, bentuk, dan beda tingginya. Pengamatan menggunakan sterioskop sangat memudahkan dalam menganalisis atau mengidentifikasi kenampakan yang ada pada permukaan bumi, seperti pohon, gedung, rumah, tanggul alam, dsb. Dalam melakukan mozaik secara digital dapat dilakukan menggunakan software seperti ENVI, ARCGIS, PHOTOSHOP, Panorama, ER-MAPPER, ERDAS, dsb. Mozaik digital menggunakan Adobe Photoshop CS4 dilakukan dengan melakukan proses merger pada foto digital. Software secara otomatis akan menggabungkan foto yang memiliki susunan warna yang sama dan akan memisahkan foto yang berbeda susunan warnanya. Hal itu dikarenakan software Adobe Photoshop hanya akan mengabung atau melakukan merger pada foto yang memiliki susunan warna (tone) dan pencahayaan yang sama. I. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2011.Pengantar Penginderaan Jauh. (online) (http://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/pengantarpenginderaan-jauh/, Diakses pada tanggal 5 Februari 2013) Anonim. Mozaik. (online) (http://crs.itb.ac.id/media/jurnal/refs/fotogrametri%20i/foto%201/m osaik.doc, Diakses pada tangal 5 Februari 2013 ) Ario, Arif.2009.Fotogrametri. (online) (http://aryadhani.blogspot.com/2009/06/fotogrametri.html, Diakses pada tanggal 5 Februari 2013)