1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis yang buruk dan membutuhkan biaya tinggi. Data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ini diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Terdapat beberapa bukti, dalam dekade terakhir bahwa komplikasi yang merugikan dari penyakit ginjal kronik, seperti gagal ginjal, penyakit jantung, dan kematian prematur dapat dicegah. Pada tahap awal terjadinya penyakit ginjal kronik dapat dideteksi melalui uji laboratorium. Pengobatan tahap awal GGK yang efektif dapat memperlambat perkembangan menuju gagal ginjal terminal (Zadeh et al., 2006). Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien GGK, biasanya mulai terjadi bila laju filtrasi glomerulus (LFG) turun sampai 35 ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada GGK terjadi karena defisiensi eritropoietin 1
2 (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya tahan sel darah merah, hambatan pada sumsum tulang terutama oleh para thyroid hormone (PTH), kehilangan darah dari gastrointestinal, dan paling sering defisiensi besi dan folat. Anemia pada GGK mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas (Esbach, 2000). Transfusi darah sering dilakukan untuk mengatasi anemia pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Transfusi darah meningkatkan resiko kelebihan zat besi (yang dinilai dengan serum ferritin), morbiditas dan mortalitas pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Pemakaian eritropoetin (EPO) yang merangsang pembentukan eritrosit dengan menggunakan cadangan zat besi diharapkan akan menurunkan kadar serum feritin (Isfandiari, 2011). Sampai saat ini, belum ada kesepakatan mengenai penanda yang dapat diandalkan untuk menentukan cadangan besi (Fe) pada GGK. Serum ferritin terus menjadi fokus perhatian. Hampir setengah dari semua pasien hemodialisis rutin memiliki serum feritin > 500 ng / ml. Pemberian suplemen besi saat ini tidak dianjurkan, meskipun sebagian besar dilaporkan kasus hemochromatosis memiliki serum feritin > 2000 ng / ml. Hiperferitinemia derajat sedang (500 sampai 2000 ng / ml) sebagian besar tidak berhubungan dengan kadar besi serum (Fe), termasuk inflamasi, kekurangan gizi, penyakit hati, infeksi dan keganasan (Zadeh et al., 2006). Baru-baru ini suatu penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa kadar serum besi rendah, dibandingkan tinggi dikaitkan dengan kelangsungan hidup yang buruk pada pasien hemodialisis rutin. Dalam suatu model multivariat
3 yang disesuaikan dengan mengurangi efek pengganggu dari malnutrisiinflamasi, serum ferritin < 1.200 ng/ml dan rasio saturasi besi di kisaran 30 sampai 50% berhubungan dengan kelangsungan hidup yang lebih baik pada pasien hemodialisis rutin (Zadeh et al., 2006). Keadaan yang diakibatkan kondisi gagal ginjal stadium akhir secara nyata menyebabkan penurunan kualitas hidup disertai angka mortalitas tinggi berkisar 22% pertahun. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita GGK yang menjalani hemodialisis seperti kadar hemoglobin, albumin, status nutrisi, tidak adekuatnya hemodialisis, psikososial dan komorbid yang menyertai (misalnya : penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus) ternyata masih kurang menggambarkan kualitas hidup penderita GGK (Jiang, 2004; Surya et al., 2008). Penderita GGK yang menjalani hemodialisis rutin akan terjadi penurunan kondisi fisik disebabkan perburukan perjalanan penyakit dan kondisi psikis sehingga terjadi penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup penderita hemodialisis sangat penting dipertahankan dan dievaluasi untuk melihat progresivitas penyakit serta terapi, sehingga diperlukan indikator klinis pengukuran objektif. Banyak cara menilai kualitas hidup, salah satunya Short form-36 (SF-36) yang telah mengalami beberapa revisi penyempurnaan seperti KDQOL SF-36 (versi 1,3) untuk pemeriksaan status kesehatan spesifik penderita GGK ( Ron et al., 1997; Surya et al., 2008). B. Pertanyaan Penelitian Apakah kadar serum ferritin tinggi dapat menurunkan kualitas hidup penderita GGK yang telah menjalani hemodialisis rutin.
4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya korelasi dari tingginya kadar serum ferritin terhadap penurunan kualitas hidup pada penderita GGK yang telah menjalani hemodialisis D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penderita GGK, peneliti, maupun institusi, berupa : a. Bagi penderita: hasil dari penelitian ini diharapkan penderita GGK mengetahui kondisi penyakitnya lebih mendalam sehingga dapat mengantisipasi dan memperbaiki penurunan kondisi serta kualitas hidup yang terjadi. b. Bagi klinisi: dapat melakukan penatalaksanaan yang lebih komprehensif pada penderita GGK dengan kadar serum ferrtin tinggi sehingga dapat memperbaiki kualitas hidupnya. c. Bagi peneliti: menambah pengetahuan bahwa penatalaksaan penderita GGK memerlukan penanganan yang lebih baik disamping terapi standar yang sudah ada. d. Bagi ilmu pengetahuan: mendapatkan data kualitas hidup penderita GGK dengan kadar serum ferritin tinggi yang telah menjalani hemodialisis rutin dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan data untuk penelitian lebih lanjut. Serta memberikan gambaran penanganan yang selama ini masih memerlukan perbaikan pada penderita GGK yang telah menjalani hemodialisis rutin. e. Manfaat bagi institusi : Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi pemegang kebijakan untuk memperbaiki standar
5 pelayanan dan penatalaksanaan yang lebih menyeluruh Dengan harapan tercapai kualitas hidup yang lebih baik dari penderita GGK yang menjalani hemodialisa rutin. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan kadar serum ferritin terhadap kualitas hidup pada penderita GGK sejauh penelusuran kepustakaan yang peneliti akan lakukan belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai kualitas hidup yang diteliti pada penderita GGK yang menjalani hemodialisis sudah cukup banyak. 2 Surya et al., 2008 3 Anees et al., 2011 4 Van De Vyver et al., 1984 Association between serum ferritin & measures of inflammation, nutrition and iron in hemodialysis patients. Perbedaan kualitas hidup penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis berdasarkan kadar malondialdehid dan interleukin-6. Dialysis-related factors affecting quality of life in patients on hemodialysis Serum ferritin as a guide for iron stores in chronic hemodialysis patients Tabel 1. Daftar Penelitian Kualitas hidup pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis No Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Penelitian 1 Zadeh et al., 2006 Menunjukkan korelasi yang simultan dan signifikan antara serum ferritin (P-value 0,03) dan kedua marker inflamasi dan status besi (r=-0,33 dan -0,29, P<0.01). Didapatkan adanya hubungan yang kuat antara stres oksidatif (p=0,013, 95%CI 1,7-13,9), marker inflamasi (p=0,013, 95%CI 6,9-25,8) dan kualitas hidup yang rendah pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialsis rutin Kualitas hidup yang buruk terjadi pada pasien hemodialisis terutama pada penderita diabetes (9,63 ±. 3,62). Ada korelasi terbalik dialisis dengan kualitas hidup (10,30±3,48,p<0,01) Disimpulkan bahwa pada pasien Gagal Ginjal Kronik kadar serum ferritin lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang sehat, bahkan tanpa adanya terapi besi sekalipun (r=0,74,p < 0.001).
6 Namun belum didapatkan data penelitian yang menilai hubungan kadar serum ferritin dengan kualitas hidup pada penderita GGK yang menjalani hemodialisis rutin. Anees et al. (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa kualitas hidup yang buruk terjadi pada pasien hemodialisis terutama pada penderita diabetes. Juga durasi lamanya dialisis juga mempunyai korelasi terbalik dengan kualitas hidupnya. Penelitian mengenai kualitas hidup dan penelitian mengenai serum ferritin penderita GGK yang menjalani hemodialisis tercantum dalam Tabel 1. Sepengetahuan peneliti belum ada penelitian yang melihat kadar ferritin dikaitkan dengan kualitas hidup pada penderita GGK yang menjalani hemodialisa ruitn di Indonesia dan RSUP Dr. Sardjito khususnya.