RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka I. PEMOHON Setya Novanto Kuasa Hukum: DR. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M, Yudha Pandu, S.H., MBA, Dipl. in Law, dan Mujahidin, S.H, dkk, Advokat/Pengacara dari Yunadi & Associates, memilih domisili hukum pada Gedung Yunadi Center, Jalan Iskandar Muda No. 15 C & D Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12240, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor: 129/YA-FY/SN-MK/XI/2017 tertanggal 13 Nopember 2017. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU 30/2002). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Undang-Undang adalah: Konstitusi untuk menguji 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: 1
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Pasal 9 ayat (1) Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan berbunyi: Dalam hal suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU 30/2002), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang- Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. 2
c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan Sprindik Nomor: Sprin.Dik. 113/01/10/2017 tertanggal 31 Oktober 2017 jo. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: B.619/23/11/2017 tertanggal 03 November 2017; 4. Bahwa alasan KPK melakukan pemanggilan dan permintaan keterangan Sdr. Setya Novanto sebagai Saksi dikarenakan terlibat pada saat pembuatan anggaran dalam kasus korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik ( e-ktp) untuk tahun anggaran 2011-2012, adapun pemanggilan Sdr. Setya Novanto tersebut sebagai seorang yang berkedudukan dan mempunyai jabatan sebagai anggota DPR pada saat itu bukan sebagai Setya Novanto secara pribadi; 5. Pemohon mendalilkan pemanggilan dan permintaan seseorang yang menjabat sebagai anggota DPR sebagai saksi baik dalam kasus penyelidikan maupun penyidikan seharusnya mengikuti aturan dalam Pasal 224 ayat 5 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3 yakni dengan mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun frasa persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015 sepanjang tidak dimaknai persetujuan tertulis dari Presiden ; 6. Pemohon menyatakan kerugian konstitusional yang dideritanya terkait berlakunya ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU 30/2002) yakni tidak mendapat kepastian hukum yang adil dan serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 3
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 30/2002 yaitu: 1. Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2): (1) Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundangundangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini. (2) Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka; B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 20A ayat (3): Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. 3. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pemohon adalah warga negara Indonesia yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan Sprindik Nomor: Sprin.Dik. 113/01/10/2017 tertanggal 31 Oktober 2017 jo. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: B.619/23/11/2017 tertanggal 03 November 2017; 2. Bahwa alasan KPK melakukan pemanggilan dan permintaan keterangan Sdr. Setya Novanto sebagai Saksi dikarenakan terlibat pada saat pembuatan anggaran dalam kasus korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda 4
Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik ( e-ktp) untuk tahun anggaran 2011-2012; 3. Pemohon mendalilkan pemanggilan dan permintaan seseorang yang menjabat sebagai Anggota DPR sebagai saksi baik dalam kasus penyelidikan maupun penyidikan seharusnya mengikuti aturan dalam Pasal 224 ayat 5 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3 yakni dengan mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun frasa persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015 sepanjang tidak dimaknai persetujuan tertulis dari Presiden ; 4. Pemohon menyatakan berlakunya ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU 30/2002) telah menimbulkan kerugian konstitusional yakni tidak mendapat kepastian hukum yang adil dan serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk menguji ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan menyatakan Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan; 2. Menyatakan bahwa frasa prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundangundangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini sepanjang tanpa ada izin tertulis dari Presiden dalam Pasal 46 ayat (1) Undang - undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indenesia. 5
3. Menyatakan bahwa frasa prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundangundangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini sepanjang tanpa izin tertulis dari Presiden dalam Pasal 46 ayat (1) Undang -undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikianlah Permohonan Pemohon atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon kiranya menjatuhkan putusan yang baik dan seadil-adilnya menurut ketentuan hukumnya (Recht te doen naar goede Justitie/ex aequo et bono). 6