BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR, KABUPATEN OKU TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Proses Penularan Penyakit

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

BAB I PENDAHULUAN.

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

Biting activities of Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae) in Batanghari District, Jambi Province

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

STUDI BIOEKOLOGI NYAMUK Mansonia spp VEKTOR FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

SURVEILANS VEKTOR MALARIA DI DESA ANEKA MARGA, KECAMATAN ROROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sunaryo, SKM, M.

GAMBARAN POPULASI DAN BIONOMI Anopheles spp DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

KOMPOSISI JENIS NYAMUK DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATRA SELATAN

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI DISTRIBUTION OF MOSQUITOES VECTOR IN MUARO JAMBI REGENCY, JAMBI PROVINCE

Vol.8 No.2 Oktober Marzuki, Onny Setiani, Budiyono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

PENENTUAN JENIS NYAMUK Mansonia SEBAGAI TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS Brugia malayi DAN HEWAN ZOONOSIS DI KABUPATEN MUARO JAMBI

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JATI SAMPURNA

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

KONFIRMASI ENTOMOLOGI KASUS MALARIA PADA SEPULUH WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN BULUKUMBA

Transkripsi:

BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR, KABUPATEN OKU TIMUR Mosquito Bionomic of Mansonia and Anopheles in Karya Makmur Village, East OKU Regency Yanelza Supranelfy l, Hotnida Sitorus', R.Irpan Pahlepi l Abstract. Lymphatic filariasis is still become the health problem in Indonesia, the disease almost found in the entire area with fairly high level endemicity. Karya Makmur Village, Madang Suku III District, East Ogan Komering Ulu Regency, South Sumatera Province in 2007 has micofilariae rate of 1,05% based from blood survey. The aims of the research is to identify vector and the breeding habitat. This research has been conducted in Karya Makmur Village from May to November 2011. This type of research is nonintervention study with spot survey research design. Mosquitoes collection using human landing and resting collection methods, while mosquito larvae were collected from breeding sites. This research found 14 species of Mansonia and Anopheles were collected and the species were Mansonia uniformis, Ma. annulata, Ma. indiana, Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. annulifera, Anopheles nigerrimus, An. annularis, An. maculatus, An. letifer, An. vagus, An. barbumbrosus, An. barbirostris and An. tesselatus. Mansonia uniformis and Anopheles nigerrimus was confirmed as filariasis vector but none containing microfilariae. Breeding habitat of Anopheles have water temperature 280C 300C and ph 7 with vegetation (grass and Eichhornia crassipes / water hyacinth) and predator (Oreochromis niloticus / nile tilapia and Aplocheilus panchax / fish head lead). Thus the community are expected to behave positively, especially avoid mosquito bites and manipulate the environment that potentially as mosquito larvae breeding habitat. Keywords: Mansonia, Anopheles, filariasis, Karya Makmur Village Abstrak. Filariasis limfatik masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, penyebaran penyakit ini hampir di seluruh wilayah dan dibeberapa daerah dengan tingkat endemic yang cukup tinggi. Desa Karya Makmur, Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007, mikrofilaria rate sebesar 1,05% berdasarkan survey darah jari. Tujuan penelitian untuk mengetahui vektor dan habitat perkembangbiakannya. Penelitian dilakukan di Desa Karya Makmur mulai bulan Mei sampai November 2011. Jenis penelitian adalah non-intervensi dengan disain survei sewaktu atau spot survei. Penangkapan nyamuk dengan metode human landing (umpan orang) dan resting collection (hinggap/istirahat di dalam dan di luar rumah), sedangkan larva nyamuk dikumpulkan dari habitat perkembangbiakan. Hasil penelitian ditemukan 14 spesies nyamuk yaitu Mansonia uniformis, Ma. annulata, Ma. indiana, Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. annulifera, Anopheles nigerrimus, An. annularis, An. maculatus, An. letifer, An. vagus, An. barbumbrosus, An. barbirostris dan An. tesselatus. Nyamuk Mansonia uniformis dan Anopheles nigerrimus dikonfirmasikan sebagai vektor filariasis namun tidak satupun dari nyamuk yang tertangkap mengandung mikrofilaria. Habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles, suhu air berkisar antara 280C 300C dan ph 7 dengan vegetasi (rumput dan Eichhornia crassipes / eceng gondok) dan predator (Oreochromis niloticus / ikan nila dan Aplocheilus panchax / ikan kepala timah). Dengan demikian masyarakat diharapkan berperilaku positif terutama menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular dan memanipulasi lingkungan yang potensial sebagai habitat perkembangbiakan larva nyamuk. Kata kunci: Mansonia, Anopheles, filariasis, Desa Karya Makmur PENDAHULUAN Filariasis limfatik masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, penyakit ini hampir ada di seluruh Propinsi. Berdasarkan survei yang dilaksanakan pada tahun 2000-2004, di Indonesia terdapat lebih dari 8000 orang menderita Minis kronis filariasis yang tersebar di seluruh propinsi. Secara epidemiologi, data ini mengindikasikan lebih I Peneliti pada Loka Litbang P2B2 Baturaja dan 60 juta penduduk Indonesia berada di daerah yang berisiko tinggi tertular filariasis, dengan enam juta penduduk diantaranya telah terinfeksi. Survei lain mengatakan sebanyak 8.243 orang di Indonesia telah menderita Minis kronis filariasis terutama di pedesaan (Depkes RI, 2006a). Secara epidemiologis dapat dikatakan bahwa penularan filariasis 158

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 2, Juni 2012: 158 166 melibatkan banyak faktor yang sangat kompleks yaitu cacing filaria sebagai agen penyakit, manusia sebagai inang dan nyamuk dewasa sebagai vektor serta faktor lingkungan fisik, biologis dan sosial (faktor sosial ekonomi dan perilaku penduduk setempat) (Depkes RI, 2002). Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor, sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumbersumber penularan filariasis. Lingkungan fisik mencakup antara lain keadaan iklim, keadaan geografis, suhu, kelembaban dan sebagainya. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempattempat perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Selain lingkungan fisik, lingkungan biologis juga menjadi faktor pendukung terjadinya penularan filariasis seperti vegetasi pada perkembangbiakan vektor (Depkes RI, 2006b). Desa Karya Makmur, Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Propinsi Sumatera Selatan merupakan daerah endemis filariasis pada tahun 2007 dengan mikrofilaria rate sebesar 1,05% (Santoso, 2010). Namun penelitian tentang vektor filariasis serta habitat perkembangbiakannya di daerah ini belum pernah dilakukan. Hal inilah yang menjadi dasar dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan vektor filariais dan habitat perkembangbiakannya di Desa Karya Makmur Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. BAHAN DAN CARA Daerah Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Karya Makmur, Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur pada bulan Mei November tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan disain penelitian spot survei (survei sewaktu). Cara Kerja Penangkapan Nyamuk Dewasa Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara yaitu a) penangkapan nyamuk malam hari dengan metode human landing di dalam dan di luar rumah pukul 18.00 06.00 WIB selama 4 kali penangkapan; b) penangkapan nyamuk yang hinggap pada dinding dalam rumah pada malam hari pada pukul 18.00 06.00 WIB; c) penangkapan nyamuk yang hinggap di sekitar kandang pada malam hari pada pukul 18.00 06.00 WIB (Depkes RI, 2003). Seluruh nyamuk hasil penangkapan dengan metode human landing, di pelihara selama 10 hari kemudian dilakukan identifikasi jenis nyamuk yang tetangkap menggunakan buku kunci identifikasi Mansonia (Depkes RI, 1983) dan Anopheles (Depkes RI, 1983). Pembedahan Nyamuk Dewasa Pembedahan nyamuk dilakukan secara individu. Nyamuk yang telah di identifi kasi dibius menggunakan kloroform. Nyamuk diletakkan di alas gelas benda lalu tubuh nyamuk dibersihkan dari sayap supaya sisik di sayap tidak mengotori spesimen kemudian dipisahkan bagian tubuhnya dengan jarum bedah menjadi tiga bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen. Masing-masing bagian ditetesi larutan garam fisiologis (GF) dan dirobek / ditarik dengan jarum bedah. Pengamatan di bawah mikroskop bedah dilakukan untuk melihat keberadaan cacing filaria sesuai dengan ciri dari masing-masing stadium larva cacing filaria (Ambarita & Hotnida, 2006). Survei Habitat Perkembangbiakan Larva Survey keberadaan jentik dilakukan pada semua genangan air yang potensial sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles dan Mansonia. (Depkes RI, 2002). Habitat yang ditemukan positif larva, dilakukan pengukuran suhu air dan salinitas serta dilakukan pengamatan terhadap keberadaan flora dan fauna pada habitat tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies nyamuk Mansonia yang tertangkap Hasil penangkapan nyamuk di Desa Karya Makmur ditemukan 6 spesies nyamuk Mansonia yang terdiri dari Mansonia uniformis, Ma. annulata, Ma. annulifera, Ma. bonneae, Ma. dives dan Ma. indiana. Jumlah nyamuk Mansonia yang tertangkap (527 ekor) selama empat kali penangkapan, Ma. 159

Bionomik nyamuk Mansonia dan Anopheles... (Yanelza S, Hotnida S & R Irpan P) uniformis merupakan spesies yang dominan tertangkap dengan jumlah 277 ekor (52,6 %). Spesies Mansonia yang paling sedikit tertangkap adalah Ma. annulifera sebanyak 2 ekor (Gambar 1). Genus Mansonia berperan sebagai vektor utama penularan filariasis dari spesies Brugia malayi untuk kawasan Asia Tenggara (India Selatan, Indonesia dan Malaysia) (Rozendal, 1997). Penelitian ini memperoleh jenis nyamuk vektor penyebab filariasis khususnya di Sumatera Selatan yaitu Mansonia uniformis dan Anopheles nigerrimus (Depkes RI, 2002). Ma. dive 7% na Ma. bonn 5.5 Ma. nnuilfer a 0.4% Gambar 1. Spesies Mansonia yang tertangkap pada bulan Juni Agustus di Desa Karya Makmur Tahun 2011 Perilaku Menggigit Nyamuk Mansonia Perilaku menggigit nyamuk Mansonia diketahui dengan menghitung Man Hour Density (MHD). Dari hasil penelitian diketahui bahwa Mansonia uniformis paling banyak tertangkap mengigit dengan umpan badan baik di dalam (MHD=0,26) maupun luar rumah (MHD=0,62), sedangkan spesies yang paling sedikit tertangkap dengan metode yang sama adalah Ma. annulifera (label 1). Nilai MHD atau kepadatan nyamuk diatas 0,0025, menurut Bruce- Chwatt (1985) potensial sebagai vektor sehingga semua jenis Mansonia yang ditemukan di Desa Karya malcmur bisa berpotensi sebagai vektor. Tabel 1. Kepadatan Nyamuk Mansonia Menggigit dengan Metode Umpan Orang di Desa Karya Makmur Tahun 2011 Kepadatan Nyamuk Menggigit No Spesies UOD UOL Jumlah % MHD Jumlah % MHD 1 Ma. uniformis 51 45.95 0.26 119 49.58 0.62 2 Ma. annulata 36 32.43 0.19 75 31.25 0.39 3 Ma. indiana 9 8.11 0.05 17 7.08 0.09 4 Ma. dives 6 5.41 0.03 19 7.92 0.10 5 Ma. bonneae 9 8.11 0.05 9 3.75 0.05 6 Ma. annulifera 0 0 0 1 0.42 0.01 Jumlah 111 100 240 100 Keterangan : UOD : Umpan Orang Dalam UOL : Umpan Orang Luar MHD : Man Hour Density (kepadatan populasi = ekor/orang/jam) 160

Jumal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 2, Juni 2012: 158 166 Perilaku Istirahat Mansonia Penangkapan nyamuk yang istirahat (resting), ditemukan bahwa Ma. uniformis yang paling dominan dan paling banyak tertangkap di luar rumah (Tabel 2). Tabel 2. Kepadatan Nyamuk Mansonia Istirahat di Dalam dan Luar Rumah di Desa Karya Makmur Tahun 2011 Kepadatan Nyamuk Mansonia Istirahat Spesies RD RL Jumlah Jumlah 1 Ma. uniformis 35 60,3 61 72,6 2 Ma. annulata 15 25,9 12 14,3 3 Ma. indiana 3 5,2 5 5,9 4 Ma. dives 3 5,2 5 5,9 5 Ma. bonneae 2 3,4 0 _ 0 6 Ma. annulifera 0 0 1 1,2 Jumlah 58 84 Keterangan : RD : Resting Dalam RL : Resting Luar Fluktuasi Kepadatan Nyamuk Mansonia di Dalam Rumah dan di Luar Rumah Per Jam Penangkapan Aktifitas menggigit nyamuk di dalam rumah menunjuldcan bahwa puncak kepadatan menggigit Ma. uniformis pada pukul 18.00-19.00. Pada pukul 02.00 03.00 tidak ditemukan nyamuk Ma. uniformis (Gambar 2) sedangkan di luar rumah, Ma. uniformis ditemukan selama penangkapan, dimana puncak kepadatan menggigit terjadi pada pukul 18.00-19.00 (Gambar 3). Berdasarkan waktu menggigit, beberapa jenis nyamuk mempunyai aktivitas sesudah matahari terbenam sampai dengan pagi hari. Sebagian besar nyamuk yang aktif menghisap darah pada malam hari mempunyai dua puncak aktivitas, puncak aktivitas pertama terjadi sebelum tengah malam dan puncak kedua menjelang pagi hari (Depkes RI' 2006b)' 0.080 0.070 0.060 0.050 O 5 0.040 0 E 0.030 0.020 21 0.016 0.0 0.010 1 a 0.000 o.ocie 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-01 03-04 04-05 05-06 unifonnis 1... Ma. annufata dr. Ma. Indiana.0..0. Ma. dives Ma. bonneae..e...ma. annutifera Gambar 2. Fluktuasi Nyamuk Mansonia dengan Umpan Orang Dalam di Desa Karya Makmur Tahun 2011 161

Bionomik nyamuk Mansonia dan Anopheles:.. (Yanelza S, Hotnida S & R Irpan P) 0.300 0.250 0.200 '5 0.150 0 0.100 0.050 0.000 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06...lir Ma. uniform's Ma. annuiata Ma. indtana se. Ma. dives * Ma. bonneoe 6-- Ma. anntilifera Gambar 3. Fluktuasi Nyamuk Mansonia dengan Umpan Orang Luar di Desa Karya Makmur Tahun 2011 Spesies Nyamuk Anopheles yang Tertangkap Di Sumatera Selatan selain Ma. uniformis, An. nigerrimus diinformasikan sebagai vektor filariasis. Dari hasil penangkapan nyamuk pada malam hari ditemukan 8 spesies yaitu Anopheles nigerrimus, An. annularis, An. maculatus, An. letifer, An. vagus, An. barbumbrosus, An. barbirostris dan An. tesselatus (Gambar 4). An. barbirostris : 8% An. US An. barbumbrosu 8% An. vagus 8% An. maculatus 17% Gambar 4. Spesies Anopheles yang tertangkap di Desa Karya Makmur Tahun 2011 Perilaku Mengigit Nyamuk Anopheles Dari 8 spesies Anopheles yang ditemukan hanya An. barbirostris yang tidak menggigit umpan badan, hanya hinggap di luar rumah. Untuk perilaku menggigit nyamuk Anopheles dari hasil penangkapan, diketahui bahwa An. letifer dan An. barbumbrosus tertangkap mengigit dengan 162

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 2, Juni 2012: 158 166 umpan badan di dalam rumah, dengan nilai MHD sebesar 0,005. Sedangkan untuk umpan badan di luar rumah, An. nigerrimus, An. annularis dan An. maculatus tertangkap menggigit dengan nilai MHD sebesar 0,01 (Tabel 3). Tabel 3. Kepadatan Anopheles Menggigit dengan Umpan Orang di Desa Karya Makmur Tahun 2011 Kepadatan Nyamuk Menggigit No Spesies UOD UOL Jumlah MHD Jumlah % MHD 1 An. nigerrimus 0 0 0 2 22.22 0.01 2 An. annularis 0 0 0 2 22.22 0.01 3 An. maculatus 0 0 0 2 22.22 0.01 4 A n. letifer 1 50 0.005 1 11.11 0.0052 5 An. vagus 0 0 0 1 11.11 0.0052 6 An. barbumbrosus 1 50 0.005 0 0 0 7 An. tesselatus 0 0 0 1 11.11 0.0052 Total 2 100 9 100 Keterangan : UOD : Umpan Orang Dalam UOL : Umpan Orang Luar MED : Man Hour Density (kepadatan populasi = ekor/orang/jam) Hasil Pembedahan Nyamuk Pembedahan nyamuk dewasa dilakukan di laboratorium entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja. Nyamuk Mansonia yang tertangkap pada setiap penangkapan dikondisikan tetap hidup dan dipelihara selama 10 hari. Nyamuk Mansonia dan Anopheles yang hidup sampai hari ke sepuluh dan dibedah berjumlah 31 ekor, terdiri dari Ma. uniformis (29 ekor), Ma. dives (1 ekor), Ma. indiana (1 ekor) dan An. letifer (1 ekor). Hasil pembedahan baik Mansonia maupun Anopheles tidak ditemukan milcrofilaria di dalam tubuh nyamuk. Menurut Depkes RI (2006a), penularan filariasis dari nyamuk ke manusia sangat berbeda dengan penularan pada penyakit demam berdarah atau malaria. Seseorang dapat terinfeksi filariasis apabila orang tersebut mendapat gigitan dari nyamuk vektor berkali-kali. Rozendal (1997) menyatakan bahwa peluang untuk terinfeksi dari satu gigitan nyamuk vektor (infected mosquito) adalah sangat kecil. Pengamatan Habitat Larva Nyamuk Hasil penangkapan larva dan pengamatan habitat berhasil ditemukan larva nyamuk Anopheles, sedangkan untuk larva Mansonia tidak ditemukan (Tabel 4). Di lokasi penelitian ditemukan rawa dengan vegetasi rerumputan dan selada air (Pistia stratiotes) dan pada saat pengamatan di sekitar rawa tersebut banyak ditemukan nyamuk Mansonia dewasa. Diduga bahwa rawa tersebut merupakan tempat perkembangbiakan larva Mansonia. Tumbuhan air yang menjadi tempat perkembangbiakan bagi nyamuk vektor Mansonia terdapat di daerah yang berawarawa (Depkes RI, 2006a). Keadaan ekologi daerah penelitian sangat penting, sebab dengan melihat keadaan ekologinya dapat diperkirakan filariasis yang mungkin endemik di daerah tersebut. Bila suatu daerah berupa dataran rendah, banyak rawarawa dan kebun karet kemungkinan adanya Brugia malayi di daerah tersebut cukup besar (Soedomo, 1990). Menurut Rifai, dkk (2008), lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis, seperti tanaman air, genangan air, rawa-rawa dan semak sebagai tempat pertumbuhan nyamuk. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair 1 163

Bionomik nyamuk Mansonia dan Anopheles... (Yanelza S, Hotnida S & R Irpan P) dan lainnya akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Tabel 4. Habitat larva Anopheles spp yang ditemukan di Desa Karya Makmur Jenis Habitat Kolam Ikan Kolam tidak terpelihara Kolam tidak terpelihara Rawa Bekas tempat pencetakan karet Tanaman Air Rumput -Eichhornia crassipes -Rumput Rumput Rumput Predator Oreochromis niloticus Aplocheilus panchax Aplocheilus panchax Aplocheilus panchax Ket : * Menggunakan LT Lutron TM-914C ph Suhu Kepadatan air air * Jentik 7 7 7 7 8 28 C 1/10 29 C 1/10 30 C 2/10 29 C 1/10 32 C 2/10 Tahun 2011 Perkiraa Salinit n Luas as Habitat Larva 0 225 m 2 3 50 m 2 3 60 m 2 3 200 m 2 1 0.5 m 2 PEMBAHASAN Genus Mansonia berperan sebagai vektor utama penularan filariasis dari spesies Brugia malayi untuk kawasan Asia Tenggara (India Selatan, Indonesia dan Malaysia) (Rozendal, 1997). Pada penelitian ini ditemukan jenis nyamuk vektor penyebab filariasis di Sumatera Selatan yaitu, Mansonia uniformis dan Anopheles nigerrimus (Depkes RI, 2002). Hasil penangkapan nyamuk dewasa dengan umpan orang di Desa Karya Makmur diketahui bahwa nyamuk yang tertangkap di luar rumah lebih banyak dibandingkan di dalam rumah. Secara alamiah nyamuk dewasa cenderung lebih senang hidup di luar rumah, sehingga pada saat penangkapan nyamuk dewasa dengan umpan orang, jumlah nyamuk yang tertangkap lebih banyak di luar rumah. Ketersedian hospes utama di dalam rumah (manusia), maka nyamuk dewasa akan berusaha masuk ke dalam rumah dan selanjutnya akan menghisap darah untuk mematangkan telurnya. Menurut Zainul Syachrial, et al., (2005), kondisi Iingkungan berperan dalam banyaknya jumlah nyamuk yang tertangkap di luar rumah dibandingkan di dalam rumah, yaitu kondisi lingkungan fisik (iklim, keadaan geografis, struktur geologi), kondisi lingkungan biologik (lingkungan hayati yang mempengaruhi transmisi) dan kondisi Iingkungan sosial, ekonomi, dan budaya (lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia). Dilihat dari kebiasaan menggigit, Mansonia khususnya Ma. uniformis (Tabel 1) menunjukkan kebiasaan mengigit di luar rumah sehingga nyamuk bersifat eksofagik. Nyamuk yang eksofagik adalah nyamuk yang banyak mengigit di luar rumah, tetapi bisa juga masuk kedalam rumah bila manusia merupakan hospes utama yang disenangi, namun masih dibutuhkan penelitian bersifat longitudinal untuk mengetahui kebiasaan mengigit sesungguhnya. Aktifitas menggigit Ma. uniformis di dalam dan luar rumah hampir ditemukan hampir setiap jam penangkapan. Puncak kepadatan menggigit terjadi pada pukul 18.00 19.00. Puncak kepadatan vektor pada waktu menjelang malam hari sangat mendukung terjadinya kontak antara vektor dengan manusia karena dari hasil pengamatan, hal ini didasarkan pada hasil observasi perilaku penduduk dimana banyak aktifitas penduduk masih berlangsung pada jam puncak kepadatan vektor. Upaya pengendalian nyamuk dewasa utamanya Ma. uniformis dapat dilakukan dengan teknik kimia menggunakan pestisida, 164

Jumal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 2, Juni 2012: 158 166 sedangkan untuk menghindarkan gigitannya dengan cara memakai kelambu pada saat tidur, menggunakan obat gosok anti nyamuk (repellent) dan memasang kawat kasa pada lubang angin-angin (Depkes RI, 2002). Selain Mansonia unifwmis, selama penelitian dari 4 kali penangkapan nyamuk pada malam hari, telah ditemukan 8 spesies Anopheles spp yaitu Anopheles nigerrimus, An. annularis, An. maculatus, An. letifer, An. vagus, An. barbumbrosus dan An. tesselatus dimana diketahui juga bahwa An. nigerrimus merupakan vektor filariasis di Sumatera Selatan. Pada pembedahan nyamuk baik dan genus Mansonia dan Anopheles tidak ditemukan mikrofilaria di dalam tubuhnya. Menurut Nasrin (2008), kemampuan nyamuk vektor untuk mendapatkan mikrofilaria saat menghisap darah yang mengandung mikrofilaria juga sangat terbatas, nyamuk yang menghisap mikrofilaria terlalu banyak dapat mengalami kematian, tetapi jika yang terhisap terlalu sedikit dapat memperkecil jumlah mikrofilaria stadium larva L3 yang ditularkan. Periodisitas mikrofilaria dan perilaku menghisap darah nyamuk vektor berpengaruh terhadap risiko penularan Kepadatan nyamuk dewasa dan larva nyamuk dipengaruhi suhu, kelembaban udara, curah hujan dan salinitas. Hal ini juga berkaitan dengan waktu penangkapan nyamuk merupakan faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan mendapatkan mikrofilaria. Pengukuran kelembaban udara dan suhu dilakukan sepanjang malam disaat penangkapan nyamuk. Suhu rata-rata 24-31,2 C dan kelembaban rata-rata berkisar 63-88% selama penangkapan nyamuk dilakukan. Data curah hujan diketahui berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian OKU Timur yaitu berkisar 65,7 mm. Menurut Nasrin (2008), suhu udara berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup serta keberadaan nyamuk. Suhu udara yang optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar antara 25-30 C. Kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup serta keberadaan nyamuk. Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain dan nyamuk. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan. Suhu air rata-rata pada habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp yang ditemukan adalah 29.6 %. Rydzanicz K & Lonc E. (2003) menyatakan suhu air (27,5 30 C juga ikut menentukan laju perkembangbiakan larva nyamuk, terutama genus Anopheles. Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk. Hujan yang terlalu besar akan menghanyutkan larva, hujan yang terlalu kurang akan menyebabkan kekeringan, mengakibatkan berpindahnya tempat perkembangbiakan nyamuk secara temporer. Curah hujan yang sedang tetapi dalam jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembangbiak secara optimal (Soedomo, 1990). Salinitas air tawar berada pada kisaran 0-3,0% (SETH 1TB, 2009). Untuk salinitas atau kadar garam habitat larva nyamuk yang ditemukan di Desa Karya Makmur antara 0-3 %o. Salinitas tertinggi (3 %o) ditemukan pada kolam yang tidak terpelihara.. KESIMPULAN Pada penelitian ini ditemukan 14 spesies nyamuk yaitu Mansonia uniformis, Ma. annulata, Ma. indiana, Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. annulifera, Anopheles nigerrimus, An. annularis, An. maculatus, An. letifer, An. vagus, An. barbumbrosus, An. barbirostris dan An. tesselatus. Habitat perkembangbiakan Anopheles yang ditemukan berupa kolam yang tidak terawat, rawa serta bekas tempat pencetakan karet. Ma. unifonnis aktif menggigit di dalam dan luar rumah pada sore menjelang malam pada pukul 18.00-19.00. 165

Bionomik nyamuk Mansonia dan Anopheles... (Yanelza S, Hotnida S & R Irpan P) SARAN Pada masyarakat yang tinggal di lokasi penelitian perlu adanya penyuluhan tentang filariasis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, agar masyarakat menjadi paham dan berperilaku positif terutama dalam hal menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular dan memanipulasi lingkungan yang berpotensi sebagai habitat larva nyamuk. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih Penulis ucapkan Kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Panitia Risbinkes 2011, Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Kepala Dinas Kesehatan OKU Timur, Kepala Puskesmas Batumarta VIII beserta Staf, masyarakat Desa Karya Makmur, serta terima kasih kepada rekan-rekan anggota tim penelitian sehingga artikel penelitian ini dapat dipublikasikan. DAFTAR PUSTAKA Ambarita L.P & Hotnida S. (2006) Studi Komunitas Nyamuk di Desa Sebubus (Daerah Endemis Filariasis) Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan. 5(1):368-375. Bruce-Chwatt. (1985) L.J. Essential Malariology. William Heinemann. Depkes RI. (1983) Kunci Identifikasi Anopheles di Sumatera. Direktorat Jenderal P3M. Jakarta. Depkes RI. (1983) Kunci Identifikasi Mansonia Dewasa di Indonesia. Direktorat Jenderal P3M. Jakarta, 1983 Depkes RI. (2003) Modul Entomologi Malaria. Dirjen PPM & PL. Jakarta. Depkes RI. (2006a) Epidemiologi Filariasis. Dirjen PPM & PL. Jakarta Depkes R.I. (2002) Pedoman Pemberantasan Filariasis. Direktorat Jendral PPM PL Direktorat P2B2 Subdit Filariasis dan Schistosomiasis. Jakarta. Depkes, R.I. (2006b) Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta. Nasrin. (2008) Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Rifai, A.M, Suharyo & Hadi. (2008) Risk Factors Environmental and Behaviour Influence the Occurance of Filariasis. Bina Sanitasi Vol.1, No. 1 : 18-27. Rozendal, J.A. (1997) Vector Control. Methods for Use by Individuals and Communities. World Health Organization. Geneva Rydzanicz K and Lonc E: 2003. Species composition and seasonal dynamics of mosquito larvae in the Wroclaw-Poland area. J Vector Ecol 28 : 255 256. Santoso. (2010) Periodisitas Parasit Filariasis di Desa Karya Makmur Puskesmas Batumarta VIII Kabupaten OKU Timur Tahun 2007. Jurnal Ekologi Kesehatan. 9(1): 1178-1183. Soedomo. (1990) Aspek Epidemiologi Filariasis yang Berhubungan dengan Pemberantasannya. Cermin Dunia Kedokteran No.64. Teknologi Pengelolaan Kualitas air, Program Alih Jenjang. D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA SEAMOLEC. (2009). Tersedia dari <Http://Www.Sith.Itb.AcId/D4 Akuakultur Kultur Jaringan/1 Teknologi Pengelolaan Kualitas Air Kualitas Air Dan Pengukurannya.Pdf> [Accessed 5 Januari 2012] Zainul Syachrial, Santi Martini, Ririh Yudhastuti, A. Hasan Huda. (2005) Populasi Nyamuk Dewasa Di Daerah Endemis Filariasis Studi Di Desa Empat Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar Tahun 2004. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1,: 85 96. 166