I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR SERBUK GERGAJI TERHADAP MUTU FISIK BAHAN OLAH KARET (BOKAR) SELAMA PENYIMPANAN. (Skripsi) Oleh.

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman yang berasal dari hutan

PERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan sumber utama penghasil lateks

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mencapai 2324,7 juta ton/tahun (Ditjenbun, 2007).

Keterangan: 1. Nama Penulis 2. Nama Dosen Pembimbing I 3. Nama Dosen Pembimbing II

TINJAUAN PUSTAKA. kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN

PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG MENJADI ASAP CAIR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 16

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

5. STUDI PUSTAKA/KEMAJUAN YANG TELAH DICAPAI DAN STUDI PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PIROLISIS DAN BAHAN BIOMASSA TERHADAP KAPASITAS HASIL PADA ALAT PEMBUAT ASAP CAIR

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis)

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JKK, Tahun 2016, Vol 5(4), halaman ISSN

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

II. DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

PENGARUH ASAP CAIR SERBUK KAYU LIMBAH INDUSTRI TERHADAP MUTU BOKAR

Penggunaan Asap Cair dan Arang Aktif Tempurung Kelapa pada Mutu Karet Krep

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

KAJIAN TEKNOLOGI PRODUKSI ASAP CAIR DARI SABUT KELAPA ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

Bab III Metodologi Penelitian

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

Pengaruh Asap Cair Berbahan Baku Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Koagulan pada Kualitas Karet Krep

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal perkebunan karet di Lampung pada tahun 2014 mencapai 94.619 hektar dengan tingkat produksi 50.378 ton karet pada tahun 2012 (BPS, 2014). Beberapa kabupaten di Provinsi Lampung menjadi penyuplai dan sentral pengembangan Bahan Olahan Karet (BOKAR) diantaranya yaitu Tulang Bawang, Tanggamus, Pesawaran, Lampung Timur, Way Kanan, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Utara, dan Bandar Lampung. Di Indonesia produk turunan karet banyak di manfaatkan dalam bidang industri seperti industri elektronik, transportasi, alat dapur dan lain lain. Namun hal tersebut tidak di dukung dengan produktivitas dan mutu karet itu sendiri, yang pada umumnya rendah. Produk-produk karet yang biasa diolah dari karet alam yaitu bokar (sit angin, slab tipis, dan lump segar), lateks pekat, karet konvensional, karet bongkah, karet spesifikasi teknis, karet siap olah, dan karet reklim. Bokar merupakan gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (BSN, 2002). Permasalahan utama

2 pada bokar yang dialami petani karet adalah mutu bokar yang rendah karena penggunaan koagulan yang tidak direkomendasikan dan memiliki bau busuk dikarenakan penyimpanan bokar dalam kondisi terendam hingga 7-14 hari. Hal tersebut akan memicu pertumbuhan bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar yang dapat menurunkan nilai plastisitas awal (Po) dan Plasticity Retention Indeks (PRI) pada produk olahan karet selanjutnya (Solichin, 2006). Proses penggumpalan lateks merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga kualitas karet. Penggumpalan karet dibagi menjadi dua yaitu penggumpalan buatan dan spontan. Penggumpalan buatan yaitu dengan penambahan asam secara sengaja dengan konsentrasi yang diinginkan untuk menggumpalkan lateks. Sedangkan penggumpalan spontan disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, yang pada hari berikutnya akan tercium aroma tidak sedap (Zuhra, 2006). Menurut Departemen Perdagangan (2009), bahan koagulan yang digunakan untuk menggumpalkan lateks harus koagulan yang telah direkomendasikan oleh lembaga penelitian karet yang kredibel seperti asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu serta penggumpalan alami karet. Bahan koagulan yang sering digunakan petani karet rakyat umumnya koagulan asalan berupa pupuk TSP, tawas, asam cuka, dan asam formiat yang dinilai lebih praktis dan ekonomis namun dapat menurunkan mutu bokar. Bahan koagulan bersifat alami dari proses pirolisis limbah-limbah organik sangat berpengaruh terhadap kecepatan proses penggumpalan, warna, aroma, serta kandungan inti di dalam bokar. Menurut Asni dkk. (2009), lateks yang digumpalkan dengan pembeku alami (deurob) mampu meningkatkan mutu bokar

3 sesuai persyaratan mutu spesifikasi teknis SIR 10 dan 20. Beberapa peneliti karet juga telah banyak menemukan bahan koagulan lateks alami dari berbagai macam limbah organik yang dapat memperbaiki mutu bokar. Bahan koagulan tersebut yaitu berupa asap cair. Asap cair merupakan hasil kondensasi uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya seperti kayu, TKKS, ampas hasil penggergajian kayu dan lain-lain (Amritama, 2007). Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsionalnya, antara lain sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan dalam pembentukan warna coklat pada produk sit (Solichin, 2007). Provinsi Lampung pada tahun 2014 memiliki luas lahan perkebunan kelapa 129.020 hektar dengan tingkat produksi 112.786 ton kelapa pada tahun 2012 (BPS, 2014). Namun limbah padat berupa sabut kelapa belum dimanfaatkan secara maksimal. Sabut kelapa merupakan limbah padat hasil samping buah kelapa yang mempunyai bagian cukup besar yaitu 34,5 % terdiri dari sabut serat dan gabus (Mappiratu, 1999). Proses pirolisis merupakan salah satu cara pengolahan limbah organik untuk menambah nilai ekonomi (Haji, 2013). Selain itu asap cair termasuk salah satu produk yang dapat dihasilkan dari sabut kelapa dan digunakan sebagai koagulan lateks karena kandungan fenol, asam asetat, dan karbonillnya (Solichin, 2006). Pirolisis merupakan suatu proses dalam pembuatan asap cair dengan pembakaran tidak sempurna tanpa kehadiran oksigen yang mendegradasi suatu biomassa

4 menjadi arang, TAR, dan gas (Demirbas, 2005). Menurut penelitian Johansyah (2011), penggunaan asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda akan berpengaruh terhadap kecepatan penggumpalan lateks dan dapat meningkatkan mutu bokar. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian terhadap konsentrasi asap cair sabut kelapa yang tepat sebagai koagulan lateks dengan pengujian fisik (volume, ketebalan, aroma, dan warna) selama masa penyimpanan. Hasil dari pengujian ini diharapkan mampu memperbaiki mutu bokar dan dapat meningkatkan nilai jual bokar tersebut 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama simpan asap cair sabut kelapa sebagai alternatif koagulan lateks terhadap mutu fisik bokar. 2. Mengetahui interaksi antara konsentrasi dan lama simpan asap cair sabut kelapa sebagai alternatif koagulan lateks terhadap mutu fisik bokar. 3. Mengetahui konsentrasi terbaik asap cair sabut kelapa sebagai alternatif koagulan lateks terhadap mutu fisik bokar selama penyimpanan. 1.3 Kerangka Pemikiran Mutu dan proses penangan bokar petani karet Indonesia masih perlu diperhatikan. Penggunaan bahan koagulan lateks yang tidak dianjurkan di kalangan petani karet seperti tawas, asam cuka, dan pupuk TSP akan berdampak pada mutu bokar petani karet untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR 20 adalah mutu bokar rendah

5 dan masih memiliki bau busuk menyengat (Solichin, 2006). Menurut Solichin (2006), penampakan fisik bokar yang buruk akan berpengaruh terhadap penerimaan bokar jika dijual ke industri karet besar. Selain itu penampakan menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar Internasional. Sehingga penggunaan koagulan yang tidak dianjurkan perlu dikaji ulang untuk memperbaiki mutu bokar. Sabut kelapa merupakan salah satu limbah padat buah kelapa selain cangkang atau batok yang belum dimaksimalkan. Sabut kelapa mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin, dan serat. Oleh karena itu perlu ditangani dengan benar supaya tidak mencemari lingkungan sekitar. Teknologi pirolisis merupakan salah satu alternatif untuk mengolah limbah tersebut serta dapat meningkatkan nilai ekonomi limbah padat (Haji, 2013). Menurut Bridgwater (2004), pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan oleh panas, tanpa menggunakan oksigen diawali pembakaran dan gasifikasi diikuti oksidasi total dari produk utama yang mendegradasi suatu biomassa menjadi arang, TAR, dan gas. Menurut Jäger dkk. (1996), dibutuhkan pembakaran yang stabil untuk dapat menghasilkan komponen-komponen aktif dalam pembuatan asap cair. Oleh karena itu dibutuhkan intensitas pemanasan serta temperatur yang stabil dalam proses produksi. Suhu ideal pada proses pirolisis adalah 160⁰C- 200⁰C, diatas temperatur tersebut komponen aktif akan hilang. Bahkan pembakaran di atas temperatur 390⁰C akan menghasilkan komponen karsinogenik yang lebih besar (Fatimah, 1998).

6 Menurut Mappiratu (2009) dalam penelitian model destilator pirolisis yang baik dalam produksi asap cair dari sabut kelapa salah satunya dengan model yang terdiri dari reaktor pembakaran dengan kapasitas 220 liter, pipa penyalur dan pendingin asap yang dilengkapi dengan aliran air pendingin reservoir menggunakan pompa air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabut kelapa dapat di olah menjadi asap cair dengan kandungan kadar fenol 3,01%, kadar karbonil sebesar 10,12%, asam asetat sebesar 9,1%, dan ph sebesar 3,0. Menurut Silvianti (2006), asap cair sabut kelapa setelah dilakukan karakterisasi dengan menggunakan Gas Chromatography (GC/MS), diketahui bahwa kandungan utama asap cair sabut kelapa adalah asam asetat sebesar 42,00 %, fenol sebesar 25,99 %, 2-propanon sebesar 7,04 %, furfuran sebesar 4,06 %, gusiakol sebesar 3,32 %, dan ph sebesar 3,48. Asap cair sabut kelapa memiliki kemampuan dalam menggumpalkan lateks menjadi koagulum dipengaruhi oleh adanya kandungan asam-asam organik yang tinggi sehingga dapat menurunkan ph lateks mencapai titik isoelektrisnya. Titik isoelektris adalah muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetisnya sama dengan nol (Manday, 2008). Semakin tinggi kandungan asam yang ditambahkan pada lateks akan semakin cepat pula tercapainya titik isoelektris sehingga membuat partikel karet lebih cepat membentuk koagulum. Menurut Johansyah (2011), penggunaan asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda akan berpengaruh terhadap kecepatan penggumpalan lateks dan dapat meningkatkan mutu bokar.

7 Menurut Utomo (2014), asap cair Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan rasio T1 (5%:95%); T2 (10%:90%); T3 (15%:85%); T4 (20%:80%) dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan kecepatan, volume, ketebalan, aroma, dan warna yang berbeda. Hasil perbandingan rasio asap cair TKKS dan lateks terbaik didapatkan pada rasio tertinggi yaitu T4 (20% asap cair TKKS:80% lateks). Hal tersebut ditunjukkan dari kecepatan penggumpalan bokar tercepat dengan rata-rata waktu 3,16 menit, persentase penurunan volume bokar tertinggi sebesar 54,61%, tingkat ketebalan bokar terkecil yaitu 63,60 mm dan nilai rerata skor warna tertinggi sebesar 2,16 dengan penampakan coklat kehitaman selama penyimpanan. Salah satu kandungan senyawa dalam asap cair sabut kelapa adalah fenol. Senyawa fenol bersifat antibakteri yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan penggumpal organik dengan harapan mutu bokar dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI 06-2047-2002. Menurut Solichin (2006), kandungan fenol asap cair yang ditambahkan pada proses penggumpalan lateks mampu meningkatkan mutu bokar yang dihasilkan seperti menghambat perkembangbiakan bakteri di dalam bokar sehingga nilai Po dan PRI setelah dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140⁰C menjadi tinggi. Hasil survey dan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa kecepatan penggumpalan lateks dengan penambahan koagulan menjadi faktor yang mempengaruhi mutu fisik bokar. Lateks memiliki kecepatan penggumpalan yang cukup lama lama. Hal tersebut dikhawatirkan terjadi penggumpalan lateks secara spontan oleh bakteri sehingga membuat petani membutuhkan waktu lebih

8 lama dalam mengelola bokar tersebut. Selain itu faktor fisik lain yang mempengaruhi mutu dan harga jual bokar dari petani karet rakyat adalah besarnya volume (bobot) serta penampakan sensori warna pada bokar. Menurut SNI bokar (06-2047-2002) mutu fisik yang paling diperhatikan adalah ketebalan dan aroma yang muncul selama penyimpanan. Penambahan koagulan asap cair sabut kelapa dengan konsentrasi yang berbeda akan berpengaruh pada faktor-faktor tersebut. Diagram kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Sabut kelapa Lateks kebun Pirolisis pada suhu ±300-350⁰C Asap cair Penggumpal yang tidak direkomendasikan TSP, air aki bekas, tawas Dimasukkan kedalam labu pemisah selama 7 hari sampai tar mengendap lalu disaring menggunakan kertas saring 80 mesh Bokar tidak sesuai SNI 06-2047-2002 Asap cair 10%, 15%, 20%, 25% Lateks kebun 100 ml Koagulasi lateks Konsentrasi terbaik asap cair sabut kelapa sebagai koagulan lateks Bokar sesuai SNI 06-2047-2002 Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

9 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Kosentrasi asap cair sabut kelapa bepengaruh terhadap kecepatan penggumpalan serta mutu fisik bokar. 2. Lama simpan berpengaruh terhadap mutu fisik bokar.