BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya kedalam perusahaan yaitu mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya (capital gain). Dalam hubungannya dengan cash dividend, para investor umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil, karena dengan stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan sehingga mengurangi ketidakpastian investor dalam menanamkan modal kedalam perusahaan. Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain perlunya menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang saham, target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen (Sunarto dan Kartika 2003). Menurut bentuk pembayarannya dividen dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu cash dividend (dividen tunai) dan stock dividend (dividen saham). Cash dividend merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk kas sedangkan stock dividend merupakan dividen yang dibayarkan sebagai tambahan jumlah lembar saham biasa kepada pemegang sahamnya. Cash dividend merupakan
bentuk pembayaran dividen yang paling banyak digunakan oleh emiten untuk membagikan sebagian labanya kepada pemegang saham. Pembayaran dalam bentuk tunai lebih banyak diinginkan investor daripada bentuk lain karena pembayaran cash dividend membantu mengurangi ketidakpastian dalam melaksanakan aktivitas investasinya pada suatu perusahaan. Cash dividend merupakan masalah yang sering kali menjadi topik pembicaraan yang hangat diantara para pemegang saham dan juga pihak manajemen perusahaan emiten, bahkan cenderung terjadi kontroversi antara pemegang saham dan perusahaan emiten. Kontroversi yang ada adalah antara pendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Miller dan Modigliani 1961) yang sering kali disebut teori irrelevansi dividend, sementara argumen lain menyatakan bahwa dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan yang sering disebut relevansi dividend, dan argumen terakhir yang menyatakan bahwa dividen yang rendah akan meningkatkan nilai perusahaan. (Brigham & Houstan 2001 : 67). Kebijakan dividen merupakan keputusan atau kebijakan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada pemegang saham. Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan yang pada umumnya sebagian dari penghasilan bersih setelah pajak (Earnings After Tax - EAT) dibagikan kepada para investor dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali ke perusahaan dalam bentuk laba ditahan.
Di dalam perusahaan yang terjadi setiap tahunnya selalu berfluktuasi serta ada pula perusahaan yang membagikan dividen secara konstan setiap tahunnya meskipun likuiditas dan nilai pada perusahaan tiap tahun selalu berubah. Bagi emiten, pertimbangan yang digunakan untuk memutuskan pembagian cash dividend tidak mudah. Emiten akan mempunyai banyak pertimbangan yang terkadang kala menentang dengan harapan dari pemegang saham. Ketika terjadi pertentangan seperti ini segala teori yang berkaitan dengan pembagian cash dividend seakan-akan menjadi tidak berguna, karena keputusan terakhir untuk membagi cash dividend berada sepenuhnya di tangan manajemen perusahaan tertentu. Adanya perbedaan pembagian cash dividend oleh masing masing perusahaan menunjukkan bahwa setiap perusahaan memiliki pertimbangan yang berbeda beda dalam menentukan kebijakan dividen. Sebagai pihak luar emiten para pemegang saham akan membutuhkan informasi keuangan yang menentukan besarnya dividen yang akan diterima dalam periode tertentu. Informasi tersebut disajikan dalam laporan keuangan perusahaan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan mencerminkan kriteria keuangan emiten yang ditunjukkan oleh rasio-rasio keuangan. Ketika memutuskan untuk melakukan pembagian cash dividend, emiten harus mempertimbangkan banyak faktor antara lain Profitabilitas, Likuiditas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Return On Investment (ROI), karena ROI
merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar, sehingga wajar jika pemegang saham mengharapkan pembagian cash dividend jika ROI meningkat. Free cash flow yang berarti arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada seluruh investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produkproduk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan (Brigham & Houston 2006). Free cash flow menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak hanya sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara manager dan pemegang saham (pemilik). Manager lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan lagi pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan, tetapi pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk peningkatan dividen sehingga dapat menambah kesejahteraan mereka. Free cash flow dapat menjadi gambaran kinerja suatu perusahaan, perusahaan dengan free cash flow berlebih akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena perusahaan tersebut dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Perusahaan dengan free cash flow berlebih dapat diduga lebih survive dalam situasi yang buruk. Sedangkan free cash flow
negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru. Investment Opportunity Set dipengaruhi oleh seberapa besar hutang yang digunakan dalam struktur modal, karena penggunaan modal saham atau hutang memiliki konsekuensi masing-masing. Penggunaan saham yang terlalu banyak dengan mengabaikan pemanfaatan hutang berdampak pada tingginya kewajiban bagi perusahaan untuk membayarkan cash dividend. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan bagi perusahaan untuk memanfaatkan laba untuk kepentingan pertumbuhan apabila pemegang saham tidak menghendaki. (Brigham & Houston 2001). Demikian juga sebaliknya, apabila perusahaan 100% menggunakan hutang, maka perusahaan akan menanggung beban kewajiban kepada kreditur yang tinggi. Ragam pengukuran Investment Opportunity Set diantaranya dapat menggunakan faktor tunggal atau dengan menggunakan kombinasi beberapa faktor. Apabila ukuran data-data pasar modal dijadikan sebagai masukan pengukuran Investment Opportunity Set, maka pengukuran Investment Opportunity Set dapat menggunakan ukuran harga saham dan market value of equity sebagai proksi dari Investment Opportunity Set. Selain itu, Investment Opportunity Set dapat diamati dari pertumbuhan nilai buku perusahaan di masa mendatang, sehingga nilai perusahaan di masa mendatang akan tercermin dari harga saham, karena harga saham mencerminkan present value dari arus kas di masa mendatang yang akan diterima investor.
Pada saat perusahaan memilih untuk melakukan pinjaman baik kepada investor maupun kepada pihak bank, perusahaan tentu sudah memikirkan seberapa besar tingkat bunga yang harus dibayar setiap periode kepada pihak pemberi pinjaman. Untuk itu kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek (likuiditas perusahaan) menjadi suatu pertimbangan bagi perusahaan sebelum mengajukan pinjaman karena bunga dari hutang tersebut biasanya dibebankan setiap periode sampai hutang tersebut jatuh tempo. Perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang membutuhkan dana untuk investasi pada perusahaan, sehingga akan kurang likuid karena dana cenderung diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Current ratio yang dihitung dengan membagi aktiva lancar (current assets) dengan hutang atau kewajiban lancar (current liability). Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban membayar cash dividend yang terutang), dan juga menunjukkan keyakinan investor terhadap kemampuan perusahaan membayar dividen yang dijanjikan. Beberapa penelitian sebelumnya yang menguji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi cash dividend yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, masih terdapat hasil penelitian yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk menganalisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi cash dividend. Misalnya seperti penelitian Kartika dan Sunarto (2003) dengan pengujian hipotesis secara parsial
menyatakan bahwa Current Ratio (CR), Debt To Total Assets (DTA), Return On Investment (ROI) tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayati (2006) menemukan bahwa Current Ratio (CR), dan Earnings per Share (EPS) signifikan berpengaruh positif terhadap dividen kas dan Return On Investment (ROI), Current Ratio (CR), Debt to Total Assets (DTA) dan Size tidak signifikan berpengaruh. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009) menemukan bahwa secara parsial Current Ratio (CR), dan Debt To Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen kas sedangkan Return On Investment (ROI), Debt to Total Assets (DTA), Earnings per Share (EPS) dan Dividend Payout Ratio tidak berpengaruh signifikan. Penelitian Suharli (2007) menemukan bahwa kebijakan pembagian dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas perusahaan sedangkan investment opportunity set tidak mempengaruhi. Penelitian yang dilakukan oleh Mariah (2012) menemukan bahwa Return On Equity (ROE) dan kesempatan investasi tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen tunai, profitabilitas dan kesempatan investasi tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel moderat, hal ini disebabkan karena bentuk efesiensi pasar modal Indonesia masih lemah sehingga menyebabkan nilai-nilai masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga. Untuk memperkuat konsistensi hasil yang diperoleh Suharli (2007) yang tidak menerima hipotesisnya maupun konsitensi hasil penelitian Mariah (2012) yang tidak dapat menerima atau menolak hipotesisnya sehingga dapat dibandingkan oleh peneliti selanjutnya.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah ada pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow, Investment Opportunity Set terhadap Cash Dividend baik secara parsial maupun simultan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai dengan tahun 2011? 2. Apakah Likuiditas mampu memoderasi hubungan antara Profitabilitas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set terhadap Cash Dividend? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set terhadap Cash Dividend baik secara parsial maupun simultan pada Perusahaan Manufaktur Pada Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. 2. Untuk membuktikan dan menganalisis Likuiditas (variabel moderating) mampu memoderasi hubungan antara variabel Profitabilitas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set terhadap variabel Cash Dividend.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti tetapi juga bagi praktisi dan akademisi. 1. Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi cash dividend pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Praktisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu emiten manajemen perusahaan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan pembagian cash dividend. Investor dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan emiten dalam pembagian cash dividend. 3. Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut oleh para peneliti berikutnya. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2007) dan Lubis (2009). Penelitian Suharli (2007) membuktikan bahwa kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan dipengaruhi oleh Profitabilitas dan diperkuat oleh Likuiditas perusahaan sedangkan Investment Opportunity set tidak berpengaruh. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun
2002 2003 populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan di Indonesia yang listing di BEJ dan membagikan dividen di tahun 2002 2003. Penelitian Lubis ini membuktikan bahwa secara parsial Current Ratio, dan Debt To Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen kas sedangkan Return On Investment (ROI), Debt To Total Assets (DTA), Earnings Per Share (EPS) tidak berpengaruh. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 2007 teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini berbeda dengan Penelitian Suharli (2007) dan Lubis (2009) dimana pada penelitian Suharli (2007) untuk variabel Investment Opportunity Set diproksikan pada fixed assets sedangkan untuk penelitian Lubis (2009) untuk variabel X lebih memproksikan pada rasio keuangan perusahaan. Jadi dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel Y yakni Cash Dividend berdasarkan penelitian Lubis (2009) sedangkan untuk variabel X peneliti menggunakan penelitian Suharli (2007) yakni Profitabilitas yang diproksikan pada Return On Investment (ROI) tetapi untuk Investment Opportunity Set peneliti menggunakan proksi Market Value Equity to Book Value of Equity (MVEBVE) dan menambahkan satu variabel bebas yakni Free Cash Flow karena dengan free cash flow akan mencerminkan kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada investor. Karenanya, salah satu cara bagi para manager untuk membuat perusahaan menjadi lebih bernilai adalah dengan meningkatkan arus kas bebas (free cash flow) Brigham & Houston (2006), dan penelitian ini dilakukan pada
seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode 2008 2011. Kedua hal ini tidak diteliti oleh peneliti terdahulu. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2007), Lubis (2009) dapat ditunjukkan pada tabel 1.1 : Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dan Penelitian Ini No Keterangan 1 Pengambilan Data Sampel Penelitian Terdahulu Suharli Lubis (2007) (2009) Data diambil dari seluruh Perusahaan Perusahaan Indonesia yang Listing di BEJ 2 Periode Menggunakan data tahun 2002-2003 3 Variabel yang digunakan Variabel dependen Kebijakan Dividen Tunai (DPR) Variabel Independen : Profitabilitas (ROI), Investment Opportunity Set (Fixed Assets) Variabel Moderating : Likuiditas (CR) Perusahaan Manufaktur Jenis Consumer Goods yang terdaftar di BEI Menggunakan data tahun 2004-2007 Variabel dependen : Dividen Kas Variabel Independen : ROI, Current Ratio, DTA, EPS, Debt To Equity Ratio, Dividend Payout Ratio Penelitian Ini Data diambil dari seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Menggunakan data tahun 2008 2011 Variabel dependen : Cash Dividend Variabel Independen : Profitabilitas (ROI), Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set (MVEBVE) Variabel Moderating : Likuiditas(CR)