BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat. Di Indonesia kebutuhan gula masyarakat dipenuhi oleh produsen lokal dan produsen luar negeri. Data produksi gula lokal menurut Kompas (2014) dirasakan mulai menurun sejak tahun 2013 yakni mencapai 181.451 ton kemudian tahun 2014 sedikit mengalami peningkatan yakni 195.002 ton. Sebelumnya pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor gula rafinasi yang mencapai sekitar 5 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi gula secara nasional hanya mencapai 2,9 juta ton. Kebijakan impor gula yang dikeluarkan pemerintah bertujuan untuk menjaga stok gula tahun berikutnya yang diperkirakan akan mendapat tekanan dari meningkatnya permintaan konsumen lokal, namun kebijakan ini merugikan petani lokal. Menurut Kompas (2015) Presiden RI Joko Widodo menegaskan akan penghapusan impor gula dengan meminta petani untuk meningkatkan produktivitas seiring dengan telah diberikannya ribuan alat mesin pertanian pada tahun ini. Selama ini masyarakat mengenal bahwa gula merupakan hasil pengolahan dari batang tebu. Padahal kekayaan sumber hayati di Indonesia tidak menutup kemungkinan untuk dicari alternatif sumber bahan baku gula lainnya. Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki kekayaan alam berupa tanaman dengan 1
2 keragaman hayati yang sangat luas, salah satu diantaranya adalah tanaman nangka. Produksi nangka di Indonesia terbilang cukup tinggi, menurut Kementrian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di Indonesia dalam tiga tahun terakhir dari 2011-2013 berturut-turut mencapai 654.808, 663.930, dan 586.356 ton. Tanaman nangka menghasilkan buah hampir sepanjang tahun (Mukprasit dan Sajjaanantakul, 2003). Biasanya buah nangka yang matang dijadikan camilan segar karena daging buahnya yang manis. Selain itu buah nangka yang muda bisa dijadikan makanan pendamping seperti sayur nangka dan gulai nangka. Namun sekarang ini telah cukup banyak buah nangka yang dijadikan kripik bahkan tepung nangka, ini membantu dalam meningkatkan daya saing ekonomi dari nangka itu sendiri. Menurut Mukprasit dan Sajjaanantakul (2004), di dalam buah nangka terkandung kurang lebih 100 hingga 500 biji nangka atau sekitar 8-15% dari bobot nangka itu sendiri. Pemanfaaatan biji buah nangka oleh masyarakat sangat terbatas, yaitu dengan merebus maupun menyangrai dan belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga tidak memiliki nilai lebih. Literatur telah memberikan sedikit informasi tentang isolasi dan sifat pati dari biji buah. Studi pada sifat fungsional pati hasil ekstraksi dari biji nangka, telah dilakukan untuk memastikan penerapannya dalam makanan, farmasi dan penggunaan lain untuk menggantikan peran pati komersial dengan biaya yang lebih rendah dari pati komersial (Aldana dkk., 2011; Bello-Perez dkk., 2006; Lawal dan Adebowale, 2005; Mukprasit dan Sajjaanantakul, 2004). Kondisi iklim dan tanah tempat nangka ditanam dapat menghasilkan komposisi kimia yang
3 berbeda sehingga dapat mempengaruhi sifat fungsional (Aldana dkk, 2011.; Bello-Perez dkk., 2006). Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), Setiap 36,7 gram karbohidrat dalam 100 gram biji nangka mengandung pati yang tinggi yakni sebesar 94,5%-nya (Astawan, 2007; Aldana dkk., 2011). Menurut Akyuni (2004), pati biji nangka dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati biji nangka dan diolah menjadi sirup glukosa. Hidrolisat pati biji nangka memiliki kandungan gula yang tinggi. Pati dapat dihidrolisis sehingga dapat diperoleh hasil yang berupa gula glukosa. Reaksi hidrolisis tersebut tanpa perlakuan apapun akan berjalan sangat lambat. Reaksi hidrolisis tersebut dipengaruhi oleh adanya katalisator, temperatur, dan kadar suspensi pati. Katalisator yang dipakai dapat berupa asam atau enzim, tetapi yang paling banyak dipakai adalah asam karena reaksinya dapat berjalan cepat. Katalisator yang digunakan adalah dapat berupa larutan asam klorida, larutan asam nitrat, sampai larutan asam sulfat. Pemilihan jenis asam didasarkan atas sifat garam yang terbentuk pada penetralan hasil hidrolisis, oleh karena itu biasanya dipakai asam khlorida yang akan menghasilkan garam dapur yang aman dimakan. Bila pasta pati ditambah asam lalu dipanaskan akan dihasilkan dekstrin, oligosakarida, dan glukosa. Kadar suspensi pati mempengaruhi hasil hidrolisis, karena secara langsung dipengaruhi oleh perbandingan antara pati dan air (Trihadi dan Susanto,1994). Pati biji nangka belum banyak dipertimbangkan dan dimanfaatkan sebagai sumber potensial pati. Hanya beberapa publikasi artikel yang menggunakan
4 material ini. Penelitian Tulyathan dkk. (2001), Mukprasit dan Sajjaanantakul (2004), dan Madruga dkk. (2013) tentang sifat fisikokimia pati biji nangka. Aldana dkk (2001) meneliti perbedaan karakter pati biji nangka. Penelitian Fairus dkk. (2010) mempelajari pengaruh beberapa konsentrasi HCl dan waktu hidrolisis terhadap perolehan glukosa yang dihasilkan dari pati biji nangka terhadap hidrolisis. Penelitian Dutta dkk. (2011) mempelajari pengaruh konsentrasi dan waktu dari perlakuan asam-alkohol yang dimodifikasi terhadap pati biji nangka. Maka perlu dilakukan penelitian hidrolisis pati biji nangka dengan analisis porsi glukosa di dalam hidrolisat secara kuantitatif. Penelitian penulis ini akan menghasilkan hidrolisat pati biji nangka atau gula hidrolisis yang sudah dinetralkan, maka perlu pengujian lebih lanjut untuk menjadikan hidrolisat pati biji nangka ini menjadi produk sirup glukosa yang mempunyai rasa manis dan layak dikonsumsi masyarakat. Setelah perlakuan hidrolisis pati biji nangka dengan asam, komposisi gula penyusun polisakarida dapat dianalisis dengan beberapa metode. Salah satu cara analisis yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode High- Performance Liquid Chromatography (HPLC), yakni untuk mengetahui komposisi gula yang ada di dalam hidrolisat yang diperoleh dari proses hidrolisis yang dilakukan (Uҁar dan Balaban, 2003). 1.2. Perumusan Masalah a. Apa komposisi kimia yang terdapat di dalam pati biji nangka?
5 b. Bagaimana kualitas pati biji nangka jika dibandingkan dengan pati komersial? c. Berapa porsi glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati biji nangka dengan asam sulfat? Apakah pati biji nangka berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber alternatif glukosa cair? 1.3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui komposisi kimia yang terdapat di dalam pati biji nangka. b. Mengetahui kualitas pati biji nangka jika dibandingkan dnegan pati komersial. c. Mengetahui porsi glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati biji nangka menggunakan asam sulfat dan mengetahui potensi pati biji nangka untuk dijadikan sebagai sumber alternatif glukosa cair. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pemanfaatan potensi biji nangka sebagai sumber alternatif glukosa cair sehingga dapat meningkatkan nilai tambah biji nangka dengan dikembangkan lagi menjadi berbagai produk, serta mengurangi ketergantungan tebu sebagai sumber gula dan juga mengurangi ketergantungan impor gula terutama di Indonesia.