HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

Pengaruh Luas Ventilasi terhadap Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013 BAB I NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGELOLA PROGRAM TB PUSKESMAS DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

1 Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

HUBUNGAN ANTARA KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA BARU KOTA MANADO

HUBUNGAN PERAN BIDAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU 1

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

HUBUNGAN KINERJA PETUGAS DENGAN CASE DETECTION RATE (CDR) DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun oleh: HARIS SUWONDO J 410 100 016 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 1

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO Haris Suwondo J410100016 Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Pabelan Tromol I Pos Kartasura Telp (0271) 717417 Surakarta 57102 Abstrak Tuberkulosis paru merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sejak tahun 1995 program pemberantasan TB dilaksanakan secara koordinasi dalam satu progran yang disebut Directly Observed Treathment Shortcourse (DOTS). TB paru pada anak mencerminkan transmisi TB yang terus berlangsung di populasi. Pada tahun 2013 di Sukoharjo terdapat 61 kasus TB paru pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara riwayat kontak, dan beberapa lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Case Control. Populasinya adalah penderita TB paru anak BTA positif di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 61 dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling terdiri dari 32 anak sebagai kelompok kasus (penderita TB paru) sedangkan 32 anak sebagai kelompok kontrol menggunakan teknik Mathcing By Design. Berdasarkan hasil yang didapat dengan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat kontak (p=0,0004 OR=31 95% CI (1,855-518) dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak. Kata kunci :Riwayat Kontak, Kelembaban, Pencahayaan, Kepadatan Hunian, Tuberkulosis Paru Anak Abstract Pulmonary tuberculosis is a major problem in the health sector worldwide. Since 1995 the tuberculosis eradication program implemented in coordination in a program called Directly Observed Treathment Shortcourse (DOTS). Pulmonary tuberculosis in children reflects the ongoing transmission of tuberculosis in population. In 2013 there were 61 cases of pulmonary tuberculosis in children at Sukoharjo. This study aims to determine the relationship between the contact history, and some of the physical environment with the incidence of pulmonary tuberculosis in children in Sukoharjo. This research is a qualitative case-control study design. Its population 61 children with BTA+ pulmonary tuberculosis in 4

Sukoharjo. Sampling techniques using simple random sampling consisted of 32 children as a group of cases. While 32 children as a control group using matching by design techniques. Based on the results obtained with the chi square test showed that there was a between history of contact (p = 0.0004, OR = 31, 95% CI (1855-5181) with the incidence of pulmonary tuberculosis in children. Keywords : History of contact, humidity, lighting, and residential density, pulmonary tuberculosis in children, PENDAHULUAN Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru TB, dan lebih dari 2 juta orang meninggal akibat TB. Semua negara di dunia menyumbang kasus TB, namun persentase terbanyak terjadi di Afrika (30%) dan Asia (55%) dengan China dan India tercatat menyumbang 35% dari total kasus di Asia (WHO, 2011). TB paru memberikan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan umur, pada orang dewasa lebih tinggi pada laki-laki. Morbiditas TB lebih tinggi diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan (Chin, 2000). Sejak tahun 1995 program pemberantasan TB paru dilaksanakan secara koordinasi dalam suatu program yang disebut strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO) (Kemenkes, 2011). Prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42. Prevalensi tuberkulosis tertinggi berada di Kota Tegal (358,91 per 100.000 penduduk), dan terendah di Kabupaten Magelang (44,04 per 100.000 penduduk) (Dinkes Jateng, 2013). Pencapaian Case Detection Rate 5

(CDR) di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2012 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 70% (Depkes, 2006). Meskipun masih dibawah target yang ditentukan, capaian CDR tahun 2012 sebesar 58,45% lebih rendah dibanding tahun 2011 59,52% (Dinkes Jateng, 2013). Sementara hingga September tahun 2013 jumlah kasus di Jawa Tengah sebanyak 6.559 kasus dengan CDR 18,93%, dengan jumlah kasus dan CDR per eks Karesidenan Pekalongan 1.977 kasus (30,14%), Semarang 724 kasus (11,04), Banyumas 1.258 kasus (19,18%), Kedu 957 kasus (14,59%), Solo 959 kasus (14,62%), Pati 684 (10,43%) (Dinkes Jateng, 2013). Sementara prevalensi berdasarkan diagnosis dan gejala TB paru berdasarkan umur (dibawah 15 tahun) sebesar 0,9% (Kemenkes, 2013). Di Sukoharjo penderita BTA positif kasus baru sebanyak 272 kasus. Kambuh sebanyak 8 kasus, BTA negatif rongent positif 183 kasus, TB anak sebanyak 61 kasus, ekstra paru sebanyak 23 kasus, gagal sebanyak 5 kasus, dan default sebanyak 1 kasus. Case Detection Rate tahun 2013 di Kabupaten Sukoharjo sebesar 25,3%, masih jauh dari target yang ditetapkan 52,5% (Dinkes Sukoharjo, 2014). Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi. Sekurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahunnya, dan 20 anak meninggal setiap hari karena TB. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai program DOTS sehingga morbiditas dan mortalitas pada anak semakin meningkat. Disamping itu beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnosis 6

yang child-friendly dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak (Kemenkes, 2013). TB paru pada anak mencerminkan transmisi TB yang terus berlangsung di populasi. Masalah ini masih memerlukan perhatian yang lebih baik dalam program pengendalian TB, secara umum, tantangan dalam program pengendalian TB anak adanya kecenderungan diagnosis yang lebih (overdiagnosis). Disamping juga masih adanya underdiagnosis (Kemenkes, 2011). Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB anak pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat dari data per Provinsi menunjukkan variasi proporsi antara 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukkan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level Provinsi. Kasus TB anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok 5-14 tahun lebih banyak dibandingkan 5-14 tahun (Kemenkes, 2013). Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain-lain (Dinkes Jateng, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Dudeng D, dkk (2006) di Kabupaten Gunungkidul didapatkan hasil bahwa faktor riwayat kontak bermakna secara statistik dengan nilai p=0,00, anak yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru dewasa mempunyai risiko 4,4 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat kontak dengan penderita. Sementara faktor lingkungan terutama 7

kelembaban mempunyai risiko 1,89 kali terhadap penularan tuberkulosis pada anak usia sekolah dasar. Berdasar uraian di atas maka penulis bermaksud mengetahui seberapa besar hubungan antara riwayat kontak dan kondisi lingkungan fisik rumah terhadap penularan TB paru pada anak usia 15 tahun kebawah di Kabupaten Sukoharjo. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional menggunakan case control study (penelitian kasus pembanding). Penelitian ini menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif atau efek identifikasi saat ini, selanjutnya faktor risiko diidentifikasi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014 di Kabupaten Sukoharjo. Sampel pada penelitian ini sebanyak 64 anak terdiri dari 32 anak sebagai kelompok kasus, dan 32 anak sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel pada kelompok kasus dalam penelitian ini menggunakans simple random sampling.sedangkan teknik pengambilan sampel pada kelompok kontrol adalah matching by design untuk variabel kondisi lingkungan fisik rumah. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat signifikan =0,05. Jika p value 0,05 maka Ho diterima dan jika p value>0,05 maka Ho ditolak. 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL a. Karakteristik Responden Responden paling banyak berumur 6-10 tahun (51,6%), sedangkan responden paling sedikit berumur 11-14 tahun (4,7%). Responden dengan umur tertua adalah 14 tahun, dan termuda adalah 1 tahun. Jenis kelamin responden pada kelompok kasus terbanyak adalah perempuan sebanyak 19 responden (59,4%), sedangkan laki-laki sebanyak 13 responden (40,6%). Pada kelompok kontrol jumlah responden laki-laki sama dengan responden perempuan yaitu 16 responden (50%). b. Distribusi Frekuensi Responden pada Kasus dan Kontrol Tabel 1. Deskripsi Frekuensi Responden pada Kasus dan Kontrol. Variabel Kategori Kasus kontrol n % n % Riwayat Ada 15 46,9 0 0 kontak Kelembaban Pencahayaan ruang keluarga Pencahayaan kamar tidur Kepadatan hunian ada 17 53,1 32 100 11 34,4 13 40,6 memenuhi Memenuhi memenuhi Memenuhi memenuhi 21 65,6 19 59,4 27 84,4 27 84,4 5 15,6 5 15,6 26 81,3 31 96,8 Memenuhi 6 18,7 1 3,2 Padat 2 6,3 0 0 padat 30 93,7 32 100 9

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru sebelumnya yang tinggal serumah sebanyak 15 responden (46,9%) dan yang tidak mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru sebelumnya sebanyak 17 responden (53,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol semua responden tidak mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru sebelumnya sebesar 32 responden (100%). Responden pada kelompok kasus yang kelembaban rumahnya tidak memenuhi kesehatan sebanyak 11 responden (34,4%) dan yang memenuhi kesehtan sebanyak 21 responden (65,6%). Sedangkan pada kelompok kontrol yang rumahnya tidak memenuhi kesehatan sebanyak 13 responden (40,6%) dan yang memenuhi kesehatan sebanyak 19 responden (59,4%). Responden pada kelompok kasus yang pencahayaan ruang keluarganya tidak memenuhi kesehatan sebanyak 27 responden (84,4%) dan yang memenuhi kesehatan sebanyak 5 responden (15,6%). Sedangkan pada kelompok kontrol yang pencahayaan ruang keluarganya tidak memenuhi kesehatan sebanyak 27 responden (84,4%) sedangkan yang memenuhi kesehatan sebanyak 5 responden (15,6%). Responden pada kelompok kasus yang pencahayaan kamar tidurnya tidak memenuhi kesehatan sebesar 26 responden (81,3%) dan yang memenuhi kesehatan sebesar 6 (18,7%). Sedangkan pada 10

kelompok kontrol yang pencahayaan kamar tidurnya tidak memenuhi kesehatan sebesar 31 responden (96,8%) dan yang memenuhi kesehatan sebesar 1 responden (3,2%). Responden pada kelompok kasus yang kepadatan huniannya tidak memenuhi kesehatan sebanyak 2 responden (6,3%) dan yang memenuhi kesehatan sebanyak 30 responden (93,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol yang memenuhi kesehatan sebanyak 32 responden (100%). c. Riwayat Kontak Tabel 2. Hubungan Antara Riwayat Kontak dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Kontrol Jumlah OR 95%CI p value Kasus Ada riwayat kontak ada riwayat kontak Ada riwayat kontak ada riwayat kontak 0 15 15 0 17 17 31 1,85-518 Jumlah 0 32 32 0,0004 (p<0,001) Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa jumlah anak pada kelompok kasus yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TB paru sebelumnya yang tinggal dalam satu rumah adalah sebanyak 15 anak (46,9%), dan anak yang tidak memiliki riwayat kontak dengan penderita TB paru sebelumnya yang tinggal dalam satu rumah sebanyak 17 anak (53,1%). Sedangkan pada kelompok kasus tidak terdapat riwayat kontak. 11

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa anak pada kelompok kasus yang terpapar penderita TB paru sebelumnya yang tinggal dalam satu rumah lebih banyak, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat riwayat kontak sama sekali dengan penderita TB paru sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p<0,001, dengan demikian ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian TB paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan hasil analisis bivariat diatas diketahui nilai OR=31, dengan nilai kontijensi (95% CI)=1,855-518. d. Kelembaban Tabel 3. Hubungan Antara Tingkat Kelembaban dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Kontrol Jumlah OR 95%CI p value Kasus memenu hi Memenu hi Memenuhi 7 14 21 memenuhi Jumlah 13 19 32 6 5 11 1,4 0,44-4,41 0,77 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa tingkat kelembaban rumah pada kelompok kasus maupun kontrol yang memenuhi kesehatan sebanyak 14 rumah. Sedangkan rumah yang tidak memenuhi kesehatan pada kelompok kasus maupun kontrol sebanyak 6 rumah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada kelompok kasus, rumah dengan tingkat kelembaban yang tidak memenuhi kesehatan lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol sejumlah 12

5 rumah, sedangkan pada kelompok kontrol berjumlah 6 rumah. Berdasarkan hasil analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,7728 α=0,05, dengan demikian tidak ada hubungan antara tingkat kelembaban rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupatan Sukoharjo. e. Pencahayaan Ruang Keluarga Tabel 4. Hubungan Antara Pencahayaan Ruang Keluarga dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Kontrol Jumlah OR 95%CI p value Kasus memenuhi Memenuhi Memenuhi 4 1 5 memenuhi Jumlah 27 5 32 23 4 27 1 0,25-3,99 0,72 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa tingkat pencahayaan ruang keluarga baik kelompok kasus maupun kontrol yang memenuhi kesehatan adalah 1 rumah. Sedangkan yang tidak memenuhi kesehatan baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol berjumlah 23 rumah. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rumah dengan tingkat pencahayaan ruang keluarga tidak memenuhi kesehatan jauh lebih banyak, baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,7237>α=0,05, dengan demikian tidak ada hubungan antara 13

tingkat pencahayaan ruang keluarga dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. f. Pencahayaan Kamar Tidur Tabel 5. Hubungan Antara Pencahayaan Kamar Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Kasus Kontrol Jumlah OR 95%CI p value Memenuhi memenuhi 6 0 6 Memenuhi memenuhi Jumlah 31 1 32 25 1 26 6 0,72-49,83 0,13 Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa tingkat pencahayaan kamar tidur baik pada kelompok kasus maupun kontrol tidak ada yang memenuhi kesehatan. Sedangkan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi kesehatan baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol sebanyak 25 rumah. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rumah dengan tingkat pencahayaan kamar tidur tidak memenuhi kesehatan jauh lebih banyak baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis Chi Square didapatkan nilai p=0,1306>α=0,05, dengan demikian tidak ada hubungan antara tingkat pencahayaan kamar tidur dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di kabupaten Sukoharjo. 14

g. Kepadatan Hunian Tabel 6. Hubungan Antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Kontrol Jumlah OR 95%CI p value Kasus Padat padat 0 30 30 padat Padat 0 2 2 0,2 0,009-0,083 4,16 Jumlah 0 32 32 Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa tingkat kepadatan rumah yang memenuhi kesehatan/tidak padat baik pada kelompok kasus maupun kontrol berjumlah 30 rumah. Sedangkan tidak ada rumah dengan kepadatan yang tidak memenuhi kesehatan/padat baik kelompok kasus maupun kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kepadatan rumah yang memenuhi kesehatan baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol lebih banyak. Berdasarkan analisis Chi Square didapatkan nilai p=0,08326>α=0,05, dengan demikian tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. 2. PEMBAHASAN a. Hubungan Antara Riwayat Kontak dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan hasil analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,0004653<α=0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. 15

Berdasarkan hasil analisis diperoleh pula nilai OR=31 dengan rumus McNemar artinya anak yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru BTA positif sebelumnya berisiko 31 kali lipat lebih besar menderita TB paru. Interval kepercayaan 1,855 sampai 518 (95% CI 1,855-518), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memang terdapat asosiasi antara riwayat kontak dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. b. Hubungan Antara Tingkat Kelembaban dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan hasil analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,7728 α=0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat kelembaban rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. c. Hubungan Antara Pencahayaan Ruang Keluarga dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,7237>α=0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pencahayaan ruang keluarga dengan kejadaian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. d. Hubungan Antara Pencahayaan Kamar Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,1306>α=0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pencahayaan kamar tidur dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. 16

e. Hubungan Antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan analisis dengan Chi Square didapatkan nilai p=0,08326 α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo pada α=0,05 (p=0,0004). ada hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo pada α=0,05 (p=0,77). ada hubungan antara tingkat pencahayaan ruang keluarga dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo pada α=0,05 (p=0,72). ada hubungan antara tingkat pencahayaan kamar tidur dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo pada α=0,05 (p=0,17). ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak di Kabupaten Sukoharjo pada α=0,05 (p=0,08). B. Saran 1. Bagi masyarakat Diharapkan masyarakat khususnya orang tua lebih memahami tuberkulosis paru terutama pada anak serta hubungannya dengan kondisi fisik lingkungan rumah dan riwayat kontak. Lebih memperhatikan pasien dewasa TB paru BTA positif yang tinggal dalam satu rumah apabila dalam 17

rumah tersebut terdapat anak-anak, hal ini bertujuan agar anak tidak tertular TB paru dari pasien sebelumnya. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk mencegah terjadinya tuberkulosis paru terutama pada anak. 2. Bagi institusi kesehatan Diharapkan petugas kesehatan khusus puskesmas dengan cakupan kunjungan rumah rendah untuk melakukan tindakan (kunjungan rumah) lebih intensif apabila terjadi kasus TB paru pada anak, hal ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya riwayat kontak yang tinggal dalam satu rumah maupun di lingkungan sekitar penderita. Penemuan TB paru BTA positif pada orang dewasa harus dimonitoring maupun ditindaklanjuti, hal ini berkaitan mengenai ada atau tidak anak dalam satu rumah yang mungkin akan tertular bakteri TB, sehingga mata rantai penularan TB paru khususnya pada anak dapat diminimalisir. 3. Bagi peneliti lain Dapat menjadi sumber reverensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan tuberkulosis paru terutama pada anak. Peneliti lain dapat melanjutkan penelitian tentang tuberkulisis paru pada anak dengan meneliti faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong yang belum diteliti. Memperluas definisi operasional variabel pada variabel riwayat kontak. Menggunakan metode uji statistik yang lain atau menggunakan uji multivariat terutama pada variabel kondisi lingkungan fisik rumah untuk mengetahui hubungan antar variabel dengan lebih 18

spesifik. Menambah sampel penelitian sebab apabila dilihat dari 95% CI (pada variabel riwayat kontak) mempunyai interval yang sangat luas yaitu 1,855-518. 19

DAFTAR PUSTAKA Chin J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular (Terjemahan). Jakarta: Bakti Husada. Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Dinkes Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Semarang. Dinkes Sukoharjo. 2014. Buku Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo 2013. Sukoharjo: Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. Dudeng D, Pramono D, dan Naning A R. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 22. No 2. Juni 2006. Kemenkes. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes. 2013. Hasil Riskesdas Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. WHO. 2011. The Global Plan To Stop Tuberculosis 2011-2015. Geneva: WHO press. 20