BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, keterampilan, dan sikap

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

Bagaimana memilih bahan ajar? Prinsip Kecukupan. Cakupan Bahan Ajar. Urutan Penyajian Bahan Ajar

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah. Pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi alat-alat tubuh organisme dengan segala keingintahuan. Segenap

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. studi, menemukan dan mengembangkan produk produk sains, dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran proses sains dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara historis telah menjadi landasan moral dan etik dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2016 PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE CONNECTED BERBASIS GUIDED INQUIRY

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

PENGARUH MODE LEARNING CYCLE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA MAGNET

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sitematis ke arah perubahan tingkah laku menuju kedewasaan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sains khususnya biologi sangat penting perannya dalam mendorong kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA

I. PENDAHULUAN. Materi pokok sistem pencernaan termasuk ke dalam mata pelajaran Biologi.

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasna Nuraeni, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar (Majid, 2014: 86). Dari pernyataan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika, kemampuan berpikir sangat penting sebagai modal. utama untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat yang langsung bermanfaat

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS X PMIA 3 DI SMAN 3 BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pembelajaran Biologi masih didominasi oleh penggunaan

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi, guru sebagai pendidik

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neni Yuningsih, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

RAMBU-RAMBU PENYUSUNAN RPP

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI.A.2 SMA LAB UNDIKSHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

I. PENDAHULUAN. kepada siswa sejak tingkat dasar secara umum dalam mata pelajaran ilmu

Menurut Gagne, 1985 dalam Sri Anita (2009:1.3) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

RELEVANSI MATERI PEMBELAJARAN TEKNIK REFRIGERASI DI PERGURUAN TINGGI DAN DI SMK DENGAN STANDAR UJI KOMPETENSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dimana objeknya adalah benda benda alam. Ilmu pengetahuan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Materi pembelajaran (instructional materials) adalah sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, keterampilan, dan sikap serta nilai yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar maupun menengah. Menurut Rustaman, et al. (2003) materi pembelajaran merupakan dasar pijakan bagi pencapaian tujuan-tujuan dalam pembelajaran yang mengembangkan siswa dalam tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang mengarah kepada sistem pendidikan nilai dan moral. Oleh karena itu materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan suatu kesatuan yang utuh. Materi pembelajaran menyajikan fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum yang melahirkan suatu teori. Sejalan dengan itu, Gulo (2002) mengemukakan bahwa materi pembelajaran merupakan salah satu komponen masukan yang tentunya perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar mengajar. Sedangkan hasil penelitian Sudrajat (2003) menunjukkan bahwa metode dan pendekatan saja tidak cukup untuk menjadikan suatu materi mudah dipahami tanpa terlebih dahulu mengetahui struktur materinya, dengan demikian penyajian struktur materi yang sistematis akan membantu siswa dalam memahami pengetahuannya secara optimal. 1

2 Materi pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, waktu yang tersedia, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, lokasi sekolah, jenis satuan pendidikan, maupun karakteristik mata pelajaran. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus mengacu pada standar kompetensi lulusan mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Selain itu materi pembelajaran memiliki tata urutan dan keterkaitan tertentu antara satu materi dengan materi yang lainnya, dan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, dan dalam rangka mencapai tujuan tersebut materi pembelajaran disajikan dalam suatu proses yang disebut proses pembelajaran. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan sumber belajar, dan peserta didik dengan pendidiknya dan merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru dan siswa sebagai pemegang peran utama. Pembelajaran menurut Sukmadinata (2004) adalah suatu proses menciptakan situasi agar siswa belajar sehingga terjadi perubahan, perkembangan, dan kemajuan baik dalam aspek fisik-motorik, intelektual, sosial-emosi, maupun sikap dan nilai. Pembelajaran di SD sangat berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan di SMP, SMA maupun di perguruan tinggi. Menurut Piaget, anak usia SD berada pada tahap konkret operasional, dimana pada tahap ini, anak baru dapat memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkret. Hal ini sejalan dengan pendapat Makmun (1996) yang menyatakan bahwa prinsip dan hukum- 2

3 hukum perkembangan individu harus menjadi titik tolak pendidikan, mengingat setiap pendidikan dan proses pembelajaran akan selalu dihadapkan dengan individu yang sedang berkembang. Menurut Rasyidin (dalam Hernawan, 2004), sekolah dasar (SD) adalah suatu kesatuan atau unit lembaga sosial (social institution) yang diberi amanah atau tugas khusus (spesific task) oleh masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan dasar secara sistematis. Sekolah dasar merupakan penggalan pertama selama enam tahun dari pendidikan dasar sembilan tahun, oleh karena itu sekolah dasar bukan hanya memberi bekal kamampuan intelektual dasar dalam membaca, menulis dan berhitung saja, melainkan juga sebagai proses mengembangkan kemampuan dasar peserta didik secara optimal dalam aspek intelektual, sosial, dan personal guna mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya yaitu sekolah menengah pertama. Dalam standar isi juga dinyatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran sains di SD adalah memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Menurut paham konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi baik teks, dialog, maupun pengalaman fisik. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dapat dikembangkan (Suparno, 1997). Oleh karena itu penyajian urutan/struktur materi pelajaran sains di SD dalam proses pembelajaran di kelas 3

4 menjadi suatu hal yang sangat penting dalam membantu siswa untuk membangun atau mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Dalam kenyataannya, implementasi pembelajaran sains di sekolah khususnya sekolah dasar masih jauh dari harapan. Hasil pengamatan penulis di lapangan, guru pada tahap pra pembelajaran tidak mempersiapkan siswa dengan baik untuk belajar dan jarang melakukan apersepsi, pada kegiatan inti guru tidak fokus pada pokok bahasan yang sedang dibahas, kurang dalam memanfaatkan media/sumber belajar, dan tidak banyak melibatkan siswa dalam belajar, serta pada kegiatan akhir pembelajaran/penutup guru jarang sekali melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa dan jarang melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada umumnya hanya sebatas transfer pengetahuan saja tanpa melibatkan siswa dalam keterampilan proses sains yang menuntun siswa pada proses bagaimana pengetahuan sains diperoleh dan dikonstruk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ibayati (2000) yang menunjukkan bahwa tidak semua guru mampu mengajar dengan baik di kelas, kemampuan akademik yang baik dan pengalaman mengajar dapat menjadi latar belakang guru untuk mampu mengorganisasi materi pelajaran secara utuh dalam proses membangun pengetahuan siswa. Kendala yang dihadapi guru di lapangan pada umumnya, selain alokasi waktu pembelajaran sains dalam kurikulum yang terbatas, padatnya materi pembelajaran, juga karena adanya ketidaktahuan guru tentang bagaimana cara melaksanakan pembelajaran sains 4

5 yang seharusnya sesuai dengan hakikat pembelajaran sains (Rustaman, et.al. 1992). Dalam keterampilan sains, konsep sains memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran sains, karena sains terdiri dari produk dan proses. Sains sebagai produk terdiri dari pengetahuan atas fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip serta hukum-hukum sains, sedangkan sebagai proses merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk sains. Tugas guru adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk memahami sains sebagai produk dan sains sebagai proses. Sebagai produk, banyak konsep-konsep sains yang harus dipahami siswa secara utuh, sehingga siswa memahami struktur konsep dan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahar (1996) yang menyatakan bahwa hasil utama pendidikan adalah belajar konsep. Pengertian konsep menurut Rosser (Dahar, 1996), adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang berbeda. Untuk mencapai kebermaknaan dalam belajar, maka konsep-konsep yang dipelajari harus dikaitkan antara satu dengan yang lainnya, disamping harus memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif anak. Urutan penyajian bahan ajar memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran, karena tanpa urutan materi yang tepat maka akan 5

6 menyulitkan siswa dalam memahami suatu konsep tertentu. Hasil penelitian Santoso (2000) menunjukkan bahwa untuk menguasai konsep baru dengan baik, siswa membutuhkan landasan yang kuat dari konsep-konsep sebelumnya yang terkait dengan konsep baru tersebut. Tugas guru di lapangan, di dalam mengajarkan materi tertentu dalam pelajaran sains, harus memperhatikan tata urutan materi, keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lainnya, dan hierarki konsep tersebut dengan atributatributnya serta harus bisa memilih konsep mana yang harus didahulukan, dan konsep mana yang berkaitan erat serta konsep berikutnya yang harus dipelajari dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada pembelajaran sains. Menurut Dahar (1996), banyak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsepkonsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya para siswa hanya melakukan belajar hapalan saja. Lagipula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan dan tidak menyajikan pertanyaan untuk belajar secara bermakna. Fakta lain di lapangan, guru selain memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda, juga memiliki pengalaman mengajar yang berbeda, idealnya guru yang mengajar di sekolah dasar (SD) memiliki latar belakang pendidikan dari PGSD. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Guru dan Dosen, khususnya pada pasal 7 yang menyatakan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang diantaranya harus memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya. 6

7 Selain masalah-masalah pembelajaran di atas, penelitian tentang pembelajaran sains sampai saat ini masih sangat kurang dari yang diharapkan, sehingga informasi yang kita miliki tentang bagaimana kegiatan pembelajaran sains yang seharusnya berlangsung masih sangat terbatas (Widodo, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Struktur Materi pada Proses Pembelajaran Sains di kelas IV Sekolah Dasar, sebagai subjek penelitian dipilih sepuluh orang guru SD yang ada di kota Bandung, kabupaten Bandung, dan kabupaten Ciamis dengan latar belakang pendidikan berbeda dan lama mengajar yang juga berbeda. B. Rumusan Masalah Masalah utama yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah struktur materi yang disajikan guru pada proses pembelajaran sains dikelas IV Sekolah Dasar. Berdasarkan masalah utama tersebut, diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah urutan materi yang disajikan oleh guru yang menjadi subjek penelitian dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar? 2. Bagaimanakah keterkaitan antara konsep yang disajikan oleh guru yang menjadi subjek dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar? 3. Bagaimana tahapan-tahapan pembelajaran yang disajikan oleh guru yang menjadi subjek dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar? 4. Bagaimanakah hubungan antara latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru dengan jumlah keterkaitan konsep pada pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar? 7

8 C. Batasan Masalah Agar masalah tidak meluas, maka dibatasi masalah sebagai berikut : 1. Penelitian dilaksanakan di kelas IV (empat) SD pada proses pembelajaran sains dengan materi Pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan 2. Subjek penelitian adalah sepuluh orang guru SD Negeri dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Ciamis yang aktif di gugus serta memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran tentang hal-hal sebagai berikut : 1. Mengetahui dan menganalisis urutan materi yang disajikan oleh guru yang menjadi subjek dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar. 2. Mengetahui dan menganalisis keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lain yang disajikan oleh guru. 3. Mengetahui dan menganalisis tahapan-tahapan proses pembelajaran yang disajikan oleh guru dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar. 4. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar dengan jumlah keterkaitan konsep pada pembelajaran di Sekolah Dasar. E. Manfaat Penelitian Gambaran yang diperoleh dari hasil penelitian yang berupa struktur materi dan keterkaitan antara kualitas pengajaran dengan latar belakang 8

9 pendidikan dan pengalaman mengajar guru dapat menjadi masukan bagi semua pihak terkait dengan pendidikan, sebagai dasar dalam menentukan kebijakan, khususnya bagi guru-guru IPA di Sekolah Dasar. F. Definisi Istilah 1. Struktur materi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tata urutan dan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain dalam suatu materi tertentu. Urutan materi merupakan suatu tahapan/hierarki dimana konsep yang satu diperlukan lebih awal dan memiliki kontribusi untuk membangun konsep lainnya yang terkait. Sedangkan keterkaitan konsep adalah hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya yang memiliki satu irisan atau kesamaan atau terjadi hubungan sebab akibat antara satu atau beberapa atribut konsep baik dalam struktur materi, bentuk, susunan, fungsi, atau letak atribut konsep tersebut. 2. Pembelajaran sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses menciptakan situasi agar siswa belajar sains sehingga terjadi perubahan, perkembangan, dan kemajuan baik dalam aspek fisik-motorik, intelektual, sosial-emosi, maupun sikap dan nilai. 3. Materi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, keterampilan, dan sikap serta nilai yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. 9

10 G. Pendekatan Penelitian Pendekatan teori utama dalam penelitian ini mengacu kepada teori tentang hakikat sains, belajar mengajar, materi pelajaran, pembelajaran sains, dan struktur materi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sedangkan studi yang dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara (1) Studi Kepustakaan, dan (2) Studi Lapangan. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan perekaman video, lembar observasi dan angket. Subjek penelitian adalah guru-guru kelas IV Sekolah Dasar (SD) yang berasal dari kota Bandung, kabupaten Bandung dan kabupaten Ciamis. Penentuan subjek penelitian adalah guru-guru yang aktif dalam kegiatan di gugus serta memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda-beda. 10