BAB III ANALISIS METODA Bab ini menjelaskan tahap analisis dan perancangan yang dilakukan dalam implementasi aplikasi dan metoda transformasi warna untuk buta warna. III.1 Analisis Transformasi Warna Saat Ini Analisis meliputi analisis metoda transformasi warna yang dikembangkan pada saat ini, kajian singkat mengenai buta warna khususnya deuteranopia, serta metoda transformasi warna yang akan dikembangkan. III.1.1 Daltonisasi Vischeck Daltonize adalah sebuah metoda yang diperkenalkan oleh vischeck dalam mengubah suatu warna dalam suatu citra dengan bertujuan supaya penderita buta warna dapat mengambil informasi dari citra tersebut. Hal ini didasarkan pengertian bahwa suatu citra seringkali menggunakan perbedaan warna sebagai informasi yang penting untuk diambil, namun ketika warna-warna itu berkaitan dengan warna-warna yang tidak tampak oleh penderita buta warna, maka hal ini akan sangat penting [17]. Daltonisasi vischek sendiri ditujukan untuk membedakan suatu warna yang tidak tampak beda dengan sekitarnya menjadi berbeda dengan sekitarnya [17], sehingga suatu objek dapat dibedakan dengan objek lainnya dalam gambar tersebut. Metoda yang diajukan oleh vischeck dilakukan dengan melakukan pemisahan dimensi pada citra menjadi dimensi bright/dark, dimensi red/green, dan dimensi blue/yellow. Untuk setiap informasi pada dimensi red/green (yang dianggap tidak tampak oleh penderita deuteranopia) akan menjadi faktor penambahan variasi pada dimensi bright/dark dan blue/yellow. Pada Gambar III-1 (a) terlihat bahwa metoda yang dihasilkan oleh vischeck telah dapat membantu penderita buta warna untuk menyadari keberadaan benda lain di dalam suatu citra di mana sulit disadari keberadaannya (b). 24
(a) (b) (c) Gambar III-1. (a) Citra Asli, (b) Citra hasil simulasi buta warna, (c) Citra yang dihasilkan Daltonisasi Vischeck (Mata Normal) [17] Dari pemaparan dan hasil metoda yang diberikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai berikut: 1. Daltonisasi vischeck telah dapat digunakan penderita buta warna untuk menerima informasi citra secara lebih baik, karena bagian citra yang terlihat samar (dimensi red/green) diubah menjadi dimensi bright/dark dan blue/yellow yang merupakan dimensi yang terlihat lebih jelas bagi penderita deuteranopia. 2. Metoda yang dilakukan vischek memiliki variabel pengubah yang dapat diatur sendiri oleh pengguna. III.1.2 Daltonisasi Fidaner Metoda transformasi warna ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh Onur Fidaner, Poliang Lin dan Nevran Ozguven. Metoda yang dihasilkan di sini dibagi menjadi dua tahapan utama yaitu: 1. Transformasi warna menjadi warna yang dilihat buta warna. Ide dasar yang ditawarkan dari metoda yang dihasilkan adalah dengan menggunakan nilai variabel LMS (nilai yang dihasilkan berdasarkan sel kerucut warna pada mata) yang digunakan secara umum pada literatur [7]. Nilai-nilai LMS ini didapatkan dengan transformasi RGB-to-LMS melalui perkalian matriks dengan nilai RGB warna awal. Langkah berikutnya dari metoda ini adalah dengan memodifikasi nilai-nilai LMS sesuai dengan 25
jenis buta warna yang diderita, sehingga menghasilkan nilai L M S yang berbeda bergantung pada jenis buta warna. Langkah selanjutnya adalah dengan mentransformasikan kembali dengan LMS-to-RGB melalui perkalian matriks sehingga mendapatkan R G B yang dipercaya sebagai warna yang tampak oleh penderita buta warna. 2. Daltonisasi Daltonisasi yang dilakukan pada tahapan ini adalah dengan mengukur tingkat kesalahan warna, yaitu dari warna asli dan warna yang dihasilkan setelah simulasi buta warna. Perhitungan kesalahan warna ini dilakukan secara linear dengan mengurangi RGB warna awal dengan RGB warna hasil simulasi. Sebagai contoh bila penderita adalah protanopia, maka secara umum akan terdapat warna merah dalam tingkat kesalahan. Warna ini kemudian akan ditransformasikan menjadi warna biru dalam spektrum. (a) (b) (c) Gambar III-2. (a) Citra normal, (b) Citra hasil daltonisasi vischeck, (c) Citra daltonisasi [7] Dari pemaparan metoda dan hasil yang telah dijabarkan pada algoritma Fidanel ini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: 1. Citra yang dihasilkan oleh metoda ini terlihat lebih baik dibanding metoda yang dilakukan oleh vischeck, karena warna tidak berubah terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna hijau (Gambar III-2) 26
yang tidak menjadi warna cenderung hitam seperti yang dilakukan oleh vischeck. 2. Metoda yang dihasilkan merupakan metoda spesifik untuk jenis buta warna deuteran dan tingkat perubahan warna tidak dapat diatur, sehingga untuk penderita buta warna dengan tingkat kebutaan yang tinggi maupun rendah akan mendapatkan hasil citra yang sama. III.2 Kelebihan dan Kekurangan Transformasi Warna Saat Ini Dari pemaparan yang telah disebutkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Telah dapat diakukan transformasi warna pada suatu citra sehingga penderita buta warna dapat menangkap informasi suatu citra dengan lebih baik. 2. Metoda yang dipaparkan sebelumnya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di satu sisi terdapat metoda yang mendukung kostumisasi perbaikan yang bertingkat, sehingga penderita hanya perlu melakukan perubahan sesuai dengan tingkat kebutaannya. Metoda lainnya memiliki keunggulan di sisi hasil citra yang dihasilkan, namun kurang mendukung kostumisasi yang dilakukan pada metoda sebelumnya III.3 Kemungkinan Perbaikan Metoda Dari kekurangan yang telah dipaparkan di atas, maka ada beberapa kemungkinan perbaikan yang dapat dilakukan terhadap implementasi transformasi warna saat ini. Kemungkinan perbaikan tersebut antara lain : 1. Memperbaiki persepsi warna citra hasil agar tidak jauh berbeda dengan persepsi warna citra asli. Hal ini dapat dilakukan dengan mendeskripsikan warna dalam lingkungan HSV. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa HSV merupakan komponen warna secara general, yaitu warna itu sendiri (Hue) adalah suatu nama warna tradisional pada suatu panjang gelombang yang 27
spesifik. Dapat diartikan secara kasar bahwa nama suatu warna dapat diartikan sebagai nilai Hue. 2. Perbaikan metoda. Perbaikan metoda ini ditujukan untuk memberikan kostumisasi yang beragam, namun hasil keluaran citra pun mampu memberikan persepsi warna yang lebih baik bagi penderita buta warna. III.4 Analisis Metoda CoolOur Dengan mempelajari dan menganalisis pustaka-pustaka yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dan mengacu pada tujuan masalah dan kemungkinan perbaikan metoda, maka dapat diambil suatu metoda dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Analisis colour space Dengan bertujuan untuk mengubah suatu nilai warna, namun tetap mempertahankan persepsi warna tersebut terhadap mata manusia, maka diperlukan suatu colour-space yang sesuai. Dari sekian banyak colour space yang telah diamati dan dipaparkan di atas, HSV adalah salah satu yang sesuai dengan kriteria tujuan. Hue adalah suatu nama warna tradisional pada suatu panjang gelombang yang spesifik. Dapat diartikan secara kasar bahwa nama suatu warna dapat diartikan sebagai nilai Hue. 2. Analisis warna dalam pengujian buta warna Seperti telah dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa pengujian buta warna mengambil warna-warna berbeda yang akan terlihat sama oleh mata seseorang yang menderita buta warna. Dari pengamatan secara sederhana, maka dapat ditemukan perbedaan warna tersebut dalam nilai-nilai HSV yang ternyata dari segi nilai hue, kedua warna yang samar bagi penderita memiliki nilai hue yang jauh berbeda dengan delta antara 20-130. Dari pengamatan pada nilai saturation didapati bahwa kedua warna tersebut berada pada nilai saturation dengan rentang delta yang tak banyak. 28
Sedangkan pengamatan pada nilai value didapatkan bahwa kedua warna tersebut berada pada selang nilai yang relatif rendah juga Dari pengamatan terhadap data-data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa warna-warna yang terlihat samar bagi penderita adalah warnawarna antara rentang hue yang relatif besar sedangkan saturation dan value relatif kecil. 3. Analisis warna dari beberapa riset mengenai simulasi buta warna. Untuk mengetahui warna-warna yang tidak tampak dan yang tampak oleh penderita, maka dilakukan pemetaan warna ke dalam nilai hue dan ditransformasikan dengan menggunakan simulasi buta warna. Hasil dari pemetaan tersebut didapatkan distribusi hue tampak dan hue tidak tampak. Dan jika dibandingkan dengan distribusi hue normal ternyata perbedaannya dapat dikatakan sangat signifikan. (a) (b) Gambar III-3. (a) Distribusi hue normal, (b) Distribusi hue berdasar simulasi buta warna [18]. Dari hasil pengamatan terhadap distribusi hue di atas dapat disimpulkan hasil ini menguatkan hasil analisis pada poin sebelumnya. 4. Melakukan Hipotesa Dari kesimpulan-kesimpulan yang dipaparkan di atas, dan dengan beranggapan bahwa penderita buta warna dapat mengenali warna-warna dasar seperti merah, hijau, biru, kuning, ungu (sekalipun warna yang 29
terlihat olehnya mengalami banyak deviasi dibanding dengan warna yang dilihat oleh mata normal), maka penderita buta warna akan memiliki persepsi warna yang sama dalam dua hue yang berbeda. Sebagai contoh ketika terdapat dua warna yaitu A dan B (dapat dibedakan dengan jelas oleh mata normal), di mana penderita dapat melihat warna A namun buta terhadap warna B, maka penderita akan melihat warna A namun memiliki persepsi B. Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka diambillah sebuah metoda yang diharapkan dapat memperbaiki penglihatan penderita. Metoda yang diambil di sini adalah menggunakan sistem warna HSV sebagai dasarnya. Metoda ini akan melakukan penggeseran nilai hue, saturation serta nilai value sesuai setting yang ditetapkan. Dengan menerapkan HSV ini diharapkan pengguna dapat dengan mudah memahami dan mengubah atribut setting sesuai dengan apa yang dia rasakan. Penggeseran hue tersebut dilakukan dengan perhitungan bahwa semakin nilai hue suatu warna mendekati range hue tak tampak, maka penggeseran hue akan dilakukan lebih jauh. Dengan melakukan hal ini diharapkan kontras antara warna yang sulit dibedakan meningkat, dan menjadi mudah dibedakan. Penggeseran nilai saturation dan value pun dilakukan dengan alasan karena suatu nilai hue terkadang mempunyai persepsi warna yang berbeda ketika mengalami perubahan nilai saturation dan value. Oleh sebab itu nilai-nilai tersebut akan diubah menjadi lebih tinggi ataupun lebih rendah pada posisi-posisi tertentu sesuai keinginan penderita. Selain dengan menggunakan metoda linear seperti yang telah dijelaskan di atas, penggeseran hue juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan histogram. Perhitungan histogram ini tidak dilakukan dengan meratakan histogram ke dalam seluruh bagian hue, namun hue tersebut dibagi menjadi tiga bagian dan kemudian diratakan di setiap bagian-bagian tersebut. 30
(a) (b) Gambar III-4. (a) Suatu warna akan dibawa ke arah merah dan hijau dengan suatu skala x tertentu yang dapat diperbesar dan diperkecil. (b) Hasil algoritma pada suatu citra hue if (h >= 0) and (h < 60) then begin _h := h - (60 - h)*1*huelevel; if _h < 0 then _h := 0; end else if (h >= 60) and (h < 120) then begin _h := h + (h - 60)*1.5*hueLevel; if _h > 120 then _h := 120; end else if (h >= 120) and (h < 240) then begin _h := h - (240 - h)*1.5*huelevel; if _h < 120 then _h := 120; end else begin _h := h + (h - 240)*1*hueLevel; if _h > 359 then _h := 359; end Gambar III-5. Algoritma penggeseran hue (untuk kasus deuteran). _s := s + s*satlevel; Gambar III-6. Algoritmapenggeseran saturation. _v := v + v*vallevel; Gambar III-7. Algoritma penggeseran value. 31
Adapun pembagian histogram tersebut dibagi berdasarkan warna-warna primer, yaitu merah-hijau, hijau-biru, dan biru merah. Teknik perataan yang dipakai untuk penggeseran hue adalah dengan menggunakan comulative distribution function. Dengan meratakan pada tiap-tiap bagian tersebut diharapkan kontras warna akan semakin jelas. Sedangkan perataan histogram pada saturation dan value dapat meningkatkan kecerahan citra yang sedang dianalisis. cdf ( v) cdf min cdf ( v) = round ( L 1)...(III.1) ( M N ) cdf min Gambar III-8. Perbandingan Citra Sebelum dan sesudah perataan histogram [8]. 5. Melakukan Pengujian Hipotesa Hipotesa yang tersebut diuji dengan melalui perangkat lunak transformasi warna citra dengan menggunakan citra yang diambil dari standar uji buta warna yaitu Ishihara plates. Hasil pengujian citra tersebut kemudian diujikan pada penderita, atau dengan menggunakan simulasi buta warna, sehingga mata normal pun dapat melihat hasil hipotesa yang dilakukan. 32
(a) (b) (c) (d) Gambar III-9. (a) Citra asli yang terlihat oleh mata normal. (b) Citra asli yang terlihat oleh penderita (c) Citra hasil metoda (d) Citra hasil metoda yang dilihat oleh penderita [8][17]. 33