Jakob Kailola, S.Hut Staf Agroforestri Padamara Tobelo

dokumen-dokumen yang mirip
SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KANDUNGAN DAN KOMPONEN KIMIA KAYU MAKILA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU

SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN. vii

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN DIAMETER - PERSENTASE KAYU TERAS TERHADAP KUALITAS KAYU JATI (Tectona grandis Linn. F) DARI HUTAN RAKYAT GUNUNG KIDUL

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ISBN KAJIAN SIFAT FISIS BATANG NIBUNG (Oncosperma tigilarium)

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

KADAR AIR DAN BERAT JENIS PADA POSISI AKSIAL DAN RADIAL KAYU SUKUN (Arthocarpus communis, J.R dan G.Frest)

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

BAB III METODE PENELITIAN

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA. Oleh: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

III. METODE PENELITIAN

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI. Metode penguji berat jenis batang kayu dan kayu struktur bangunan SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional BSN

SIFAT FISIKA ROTAN TOHITI (Calamus inops Becc.) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG PAPALIA DESA MATA WOLASI KECAMATAN WOLASI KABUPATEN KONAWE SELATAN

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

Physical Properties and Natural Durability of Pengkih Wood Towards Termite Attack (Macrotermes gilvus)

PENGARUH PERBEDAAN UMUR DAN BAGIAN BATANG KAYU AKASIA (Acacia auriculiformis A. Cunn. ex. Benth) SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN KERAJINAN INTISARI

Oleh: Merryana Kiding Allo

HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENGANTAR TENTANG KAYU

Tekat D Cahyono 1), Syarif Ohorella 1), Fauzi Febrianto 2) Corresponding author : (Tekat D Cahyono)

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen.

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

SIFAT FISIK BEBERAPA JENIS KAYU UNGGULAN ASAL TOBELO MENURUT KETINGGIAN DAN KEDALAMAN BATANG Staf Agroforestri Padamara Tobelo PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penggunaan kayu untuk kebutuhan dari waktu ke waktu dirasakan sangat meningkat, seperti untuk konstruksi rumah, industri meubel atau penggunaan lain, hal ini disebabkan kayu sebagai bahan alami yang berupa komposit dan terdiri dari sel-sel, disamping itu memiliki ciriciri struktur fisika dan kimia yang unik. Kayu merupakan bahan baku industri yang sudah lama dikenal di masyarakat mulai dari yang ada di desa sampai di kota-kota besar. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan istilah seperti kayu basah, kayu kering, kayu keras, kayu lunak, kayu kuat dan sebagainya. Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang mempunyai sifat berbeda, bahkan kayu yang berasal dari satu jenis pohon pun memiliki sifat yang berbeda jika dibandingkan pada bagian pangkal, tengah dan ujung. Sebelum kayu digunakan untuk berbagai keperluan, perlu diketahui sifat-sifat dari kayu tersebut yang meliputi sifat fisik, mekanik dan kimia. Pengetahuan yang terbatas tentang sifat-sifat kayu itu sendiri dalam hal ini salah satunya adalah sifat fisik kayu (kadar air, berat Jenis dan penyusutan). Sedangkan potensi kayu dengan berbagai jenis serta mempunyai sifat dan vareabilitasnya yang beragam maka sangat perlu diteliti sifat-sifat kayu tersebut, agar dapat mengetahui kemampuan kayu terhadap pemanfaatannya yang menyangkut higrokofisitas (kemampuan kayu untuk menyerap dan mengeluarkan air), kerapatan dan berat jenis supaya penggunaan dapat dimanfaatkan secara lebih luas. Masalah Penelitian Sebagaimana yang diuraikan di atas bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kayu yang kurang efisien disebabkan karena pengetahuan yang terbatas dari masyarakat awam tentang kayu, sehingga dalam penggunaannya hanya lewat pengalaman yang didapat saja. Bertolak dari uraian tersebut di atas, maka masalah yang paling mendasar dalam penelitian ini adalah: Bagaimana menentukan/memilih kayu yang berkualitas baik sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih luas. Perbedaan sifat kayu, baik antar jenis kayu maupun sifat fisik kayu dalam satu jenis (menurut ketinggian dan kedalaman batang). Tujuan Penelitian Mengidentifikasi sifat fisik kayu pada berbagai variasi menurut ketinggian dan kedalaman batang. Mengetahui perbedaan sifat fisik kayu, baik satu jenis maupun antar jenis. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data tentang dunia perkayuan dan kehutanan pada Politeknik di Tobelo. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan suatu konstribusi, bagi lembaga maupun pihak lain yang membutuhkan data tersebut. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESA Sebelum kita memahami tentang pengunaan kayu, perlu diketahui bahwa kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifatsifat yang berbeda, bahkan kayu yang berasal dari satu pohonpun, memiliki sifat yang berbeda satu dengan yang lain, jika dibandingkan dengan bagian ujung dan pangkalnya (Dumanauw, 1982). Struktur dan komposisi sel-sel kayu bermacam-macam tergantung jenisnya, asal dan lingkungan pertumbuhan pohon tersebut. Hal ini menyebabkan terjadi variasi sifat-sifat kayu baik antara pohon dalam satu jenis, juga dalam satu pohon (Brown, 1958 dalam Silooy, 1983).

32 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 1 Juni 2006 Menurut Kewilaa (1991), kayu teras adalah bagian yang keras dan berfungsi sebagai penyanggah berat batang, ranting dan daun. Sedangkan kayu gubal adalah bagian kayu yang masih aktif pertumbuhannya dan berfungsi sebagai gudang dan tempat saluran makanan, juga dikatakan bahwa perbedaan kayu gubal dan kayu teras adalah : Kayu teras berwarna gelap sedangkan kayu gubal berwarna agak terang. Kayu teras adalah bagian kayu yang se-selnya sudah tidak aktif dan sel-sel tersebut hanya berfungsi sebagai penunjang atau penyanggah, sedangkan kayu gubal adalah bagian kayu yang sel-selnya masih hidup dimana sel-sel tersebut berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan penyaluran makanan. Sifat Fisik Kayu Kadar air Semua sifat fisik kayu sangat di pengaruhi oleh perubahan kadar air kayu, sebab itu dalam penggunaannya perlu untuk diketahui kandungan kadar air, letaknya dan bagai mana kadar air itu bergerak (Duwmanauw, 1982). Haygreen (1982) mengatakan bahwa air dalam kayu segar yang baru saja ditebang terletak dalam dinding sel dan rongga sel. Banyaknya air yang terdapat dalam struktur dinding sel dari satu pohon hidup pada dasarnya konstan dari musim ke musim meskipun rongga sel selalu berubahubah. Dumanauw (1982) mengatakan bahwa kadar air yang terdiri atas dua macam yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat dalam dinding rongga sel sedangkan air terikat terdapat dalam dinding sel, juga dapat dikatakan bahwa apabila kayu diletakkan pada suatu atmosfer dengan kelembaban tertentu maka akhirnya mencapai suatu kadar air yang tetap atau kadar keseimbangan, ini tergantung pada kelembaban nisbi dan suhu udara, sebaliknya bila dinding sel jenuh dengan air terikat, sedangkan didalam rongga sel tidak terdapat air maka dikatakan titik jenuh serat. Jumlah air yang terkandung oleh kayu atau produk didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan sebagai berat kayu bebas air atau kering tanur. Banyaknya kandungan air berfariasi tergantung jenis kayunya, juga didalam setiap jenis atau spesis terdapat variasi tergantung tempat tumbuh, umur dan volume pohon bahkan dijelaskan juga bahwa dalam satu pohon terdapat kandungan air kayu gubal dan kayu teras, yang mana jika pohon mengalami perubahan dari kayu gubal ke kayu teras maka kandungan air dinding sel sedikit berkurang (Haygreen dan Bowyer, 1982). Berat jenis Berat jenis adalah perbandingan berat dan volume kayu dalam keadaan kering udara dengan kandungan air sekitar 15 % (Oey, 1981). Dumanauw (1982) mengatakan bahwa berat jenis adalah perbandingan antara berat suatu kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar. Berat jenis adalah perbandingan antara berat kayu kering tanur (kayu dikeringkan pada temperatur 100 ± 30 o C. Penyusutan Dumanauw (1982) mengatakan bahwa pengetaan adalah keluarnya air dari dalam kayu sampai berada di bawah titik jenuh serat, penyusutan kayu terjadi pada umumnya pada: arah longitudinal sebesar 0,1-0,2 % arah radial 2,1-8,5 % arah tangensial 4,3 14 % Keadaan air terdiri atas dua macam yaitu: Air bebas yaitu air yang terdapat dalam rongga sel paling mudah dan terdahulu keluar,air bebas umumnya tidak mempengaruhi bentuk kayu. Air terikat yaitu air yang berada didalam dinding sel kayu, sangat berpengaruh untuk dilepaskan. Zat cair pada dinding sel inilah yang berpengaruh pada sifat-sifat kayu dalam hal penyusutan (Anonimous, 1976). Haygreen dan Bowyer (1989), mengatakan bahwa kayu yang kehilangan air di bawah titik jenuh serat, yaitu kehilangan air terikat. Maka kayu akan menyusut, sebaliknya jika air memasuki struktur dinding sel maka kayu akan mengembang. Besarnya penyusutan yang terjadi umumnya sebanding jumlah air yang keluar dari dinding sel. Sifat Fisik Beberapa Jenis Kayu Unggulan Asal Tobelo Menurut Ketinggian dan Kedalaman Batang

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 1 Juni 2006 Kayu yang dikeringkan kadar air sampai 15 % akan menyusut sampai kira-kira setengah penyusutan maksimal. Selanjutnya disebutkan bahwa tingkat penyusutan kayu akan lebih besar dalam arah tangensial, berkurang kearah radial dan sedikit sekali dalam arah longitudinal (Moeljono, 1974). Ketiga faktor tersebut di atas sangat menentukan sifat fisik kayu dari berbagai jenis kayu, yang turut menentukan dalam penggunaannya baik mutu maupun kualitasnya. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah Sifat Fisik Kayu Berbeda Menurut Ketinggian Dan Kedalaman Batang. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Pada penelitian ini bahan yang dipakai adalah beberapa jenis kayu unggulan. kayu masing-masing berdiameter 60 keatas dengan tinggi bebas cabang 8 m. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi phiband, meter roll, christen meter, chain saw, gergaji tangan, gergaji pita, gergaji bundar, mesin serut, timbangan, jangka sorong, kantong plastic, oven, desikator, moisture meter. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium (di Tobelo) penelitian ini hingga selesai selama tiga bulan. Pengujian Sifat Fisik 1. Pengambilan contoh uji Contoh uji pada arah vertikal setiap pohon berdiri dengan panjang batang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Pada masing-masing ketinggian diambil dolog sepanjang 1,5 m yang mewakili tiga bagian tersebut. Pada arah kedalam batang dibagi menjadi dua bagian yaitu kayu gubal dan kayu teras dengan memperhatikan arah radial, tangensial dan longitudinal. 2. Pembuatan contoh uji Contoh uji untuk keperluan pengujian sifat fisik menuurut ketinggian dan kadalaman 33 batang dipilih dari bagian yang bebas cacat. Pengukuran sifat fisik meliputi kadar air, berat jenis dan penyusutan. Adapun ukuran contoh uji sifat fisik ini di buat dengan ukuran yang sama yaitu 5 x 5 x 5 cm, bentuk standar ASTM dengan memperhatikan bidang orientasi kayu yakni arah tangensial, radial dan longitudinal seperti berikut 3. Pengujian contoh uji Contoh uji sifat fisik yang meliputi kadar air, berat Jenis dan penyusutan (pembuatan serta pengujian mengunakan standar ASTM). Contoh uji tersebut di ovenkan pada suhu 130 ± 2 0 C hingga mencapai berat dan volume konstan. Rumus yang digunakan antara lain : a. Kadar Air Kering Tanur (KaKT) Berat basah berat kering tanur Ka = x 100 % Berat kering tanur b. Berat jenis kering tanur (BJKT) kerapatan benda BJKT = Kerapatan air c. Penyusutan Kering Tanur (PsKT) Dimensi Awal Dimensi KT PsKT = - x 100 % Dimensi Awal Rancangan dan analisis percobaan Penelitan ini digunakan percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor [(A) dan (B)] dan tiga kali diulang. Jumlah perlakuan sebanyak 18 satuan percobaan (3 x 2 x 3). Tiap faktor dan taraf faktornya sebagai berikut : 1. Faktor (A) letak menurut ketinggian batang dengan 3 taraf faktornya : a1 = Pangkal a2 = Tengah a3 = Ujung 2. Faktor (B) letak menurut kedalaman batang dengan 2 taraf yaitu : b1 = Kayu gubal b2 = Kayu teras

34 Model Umum Matematika-nya adalah: Yijk = ¼ + Ai + Bj + AB(ij) + (ijk) Dimana : Yijk = Nilai pengamatan œ = Nilai rata-rata harapan A = pengaruh letak menurut B ketinggian batang = pengaruh letak menurut kedalaman batang AB = pengaruh interaksi faktor A danb (ijk) = kesalahan percobaan Untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor tersebut dilakukan uji F. Bila faktorfaktor tersebut berpengaruh nyata atau sangat nyata, dilanjutkan dengan uji beda (Beda Nyata Jujur) pada taraf kepercayaan 95 % dan 99 %. HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini diamati beberapa sifat fisik dari jenis Kayu Mojiu menyangkut kadar air, berat jenis dan penyusutan. Menurut hasil penelitian nilai rata-rata kadar air pada jenis Kayu Mojiu berdasarkan ketinggian batang (A), yaitu 36,74 persen pada bagian pangkal, 39,35 persen pada bagian tengah dan 37,78 persen pada bagian ujung batang.hasil ini menunjukkan bahwa variasi kadar air mulai bergerak dari pangkal, naik pada bagian tengah dan naik lagi pada bagian ujung. Nilai rata-rata kadar air berdasarkan kedalam dalam batang (B), yakni 39,99 persen pada bagian kayu gubal dan 37,25 persen pada bagian kayu teras. Hal ini menunjukan bahwa kadar air segar pada Kayu Gubal lebih besar dari kayu teras. Hasil analisis menunjukan bahwa faktor ketinggian dan kedalaman batang tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap kadar air, begitupun dengan jnteraksi antara faktor ketinggian dan kedalaman batang tidak memberi pengaruh yang nyata. Berat jenis Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 1 Juni 2006 Hasil perhitungan nilai rata-rata berat jenis pada Kayu Mojiu berdasarkan ketinggian batang (A), yaitu 0,75 pada bagian pangkal, 0,74 pada bagian tenggah dan 0,70 pada bagian ujung batang. Hasil ini menunjukan bahwa berat jenis kayu lebih tinggi pada bagian pangkal kemudian tengah dan ujung kayu. Nilai rata-rata berdasarkan kedalaman batang (B), yakni 0,77 pada bagian kayu gubal dan 0,68 pada bagian kayu teras. Hal ini menunjukan pada Kayu Gubal berat jenis tinggi, diakibatkan pengaruh berbagai faktor, umur dan juga tempat tumbuh. Hasil perhitungan analisis keragaman pengaruh ketinggian batang (A) dan kedalaman (B) terhadap kadar air menunjukan bahwa faktor ketinggian dan kedalaman batang tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap kadar air, begitupun dengan interaksi antara faktor ketinggian dan kedalaman batang tidak memberi pengaruh yang nyata. Penyusutan Penyusutan radial Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa faktor ketinggian batang (A) dan kedalaman batang (B) masing-masing tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penyusutan radial, begitupun, begitupun interaksi antara ketinggian dan kedalaman batang (AB) tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil perhitungan nilai rata-rata penyusutan radial berdasarkan ketinggian batang (A) yaitu 4,84 persen pada bagian pangkal, 5,16 persen pada bagian tengah, 2,88 persen pada bagian ujung batang Sedangkan nilai rata-rata penyusutan radial berdasarkan kedalaman batang (B) yaitu 4,48 persen pada bagian kayu gubal,4,77 persen pada bagian kayu teras. Penyusutan tangensial Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa faktor ketinggian batang (A), kedalaman batang (B), serta interaksi faktor ketinggian dan kedalaman batang tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap penyusutan tangensial jenis kayu mojiu. Hasil perhitungan nilai rata-rata penyusutan radial berdasarkan ketinggian batang (A) yaitu 0,4 persen pada bagian pangkal, 0,38 persen pada bagian tengah 0,2 persen pada bagian ujung batang. Sedangkan niali rata-rata penyusutan radial berdasarkan kedalaman batang (B) yaitu 0,37 persen pada bagian kayu gubal,0,31 persen pada (bagian kayu teras). Sifat Fisik Beberapa Jenis Kayu Unggulan Asal Tobelo Menurut Ketinggian dan Kedalaman Batang

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 1 Juni 2006 Penyusutan longitudinal Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor ketinggian batang (A), kedalaman batang (B), serta interaksi faktor ketinggian dan kedalaman batang (AB) tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap penyusutan longitudinal jenis kayu mojiu. Hasil perhitungan nilai rata-rata penyusustan tangensial berdasarkan ketinggian batang (A) yaitu 0,4 persen pada bagian pangkal, 0,38 persen pada bagian tengah dan 0,25 persen pada bagian ujung batang. Sedangkan untuk kedalanman batang (B) yaitu 0,37 persen pada bagian kayu gubal dan 0,31 persen pada bagian kayu teras. Kayu Bua Rao Hasil perhitungan nilai rata-rata Kadar Air jenis Boa Rao berdasarkan ketinggian batang (A) yaitu 32,50 persen pada bagian pangkal, 32,45 persen pada bagian tengah dan 37,78 persen pada bagian ujung batang. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air mulai bergerak dari pangkal turun ke tengah dan naik lagi pada bagian ujung batang. Nilai rata-rata kadar air berdasarkan kedalaman dalam batang (B), yakni 32,84 persen pada kayu gubal dan 32,84 persen pada kayu teras. Hal ini menandakan bahwa kadar air kayu segar pada Kayu Gubal lebih besar dari kayu teras. Hasil analisis menunjukan bahwa faktor ketinggian batang (A) dan factor kedalaman batang (B) serta interaksi factor ketinggian dan kedalaman batang (AB) tidak memberi pengaruh nyata terhadap kadar air. Kayu Mojiu PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian didapati variasi nilai kadar air, baik antar perlakuan ketinggian batang (A), ataupun antar perlakuan kedalaman dalam batang (B). Data pengukuran kadar air menurut ketinggian batang (A) menyatakan bahwa nilai kadar air pada Kayu Moiju mulai bergerak dari bagian pangkal, naik ke tengah dan naik lagi pada bagian ujung batang. Hal sesuai dengan pernyataan Desc dalam Afitu (1989) yang menyatakan bagian ujung batang memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian 35 pangkal dan tengah batang. Pernyataan ini juga ditunjang oleh Brown dkk (1952) dalam Silooy (1983) yang mengatakan bahwa kadar air pada bagian ujung batang lebih besar dari bagian tengah dan pangkal. Hal ini karena proses transpirasi yang terjadi didalam batang, air selalu bergerak ke atas yang menyebabkan kadar air pada bagian ujung lebih tinggi. Hasil pengamatan kadar air berdasarkan kedalaman batang (B) menunjukkan bahwa kadar air pada kayu gubal lebih besar dari pada kayu teras, hal ini disebabkan karena perbedaan antara kayu teras dan kayu gubal yang adalah variasi kadar air dimana pada kayu gubal proses fisiologi masih berlangsung sehingga bagian ini mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu teras yang sudah terjadi pengendapan zat-zat ekstraktif pada dinding sel yang cenderung untuk menggantikan molekul-molekul air dalam ikatannya dengan selulosa dan hemilosa. Selain itu sejumlah zat ekstraktif dapat pula tertinggal didalam larutan atau endapan didalam air yang terdapat ronggarongga sel (Haygreen dan Boywer, 1993). Berat jenis yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya variasi, baik antar perlakuan ketinggian batang maupun antara perlakan kedalaman batang. Hasil pengamatan berat jenis berdasarkan ketinggian batang (A) menunjukkan bahwa berat jenis pada bagian pangkal lebih besar dari bagian tengah dan bagian ujung batang. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suatu pohon kerapatannya semakin rendah, yang dikarenakan perbandingan antar pori-pori dengan zat-zat kayu yang membentuk dinding sel semakin besar sehingga berat jenis dan kerapatannya makin berkurang (Dumanauw, 1980 dalam Afitu, 1969). Disamping itu Haygreen dan Bowyer (1993), mengatakan bahwa dalam banyak species kayu, kayu bulat yang dipotong lebih tinggi dalam batang utama. Hal ini diakibatkan terjadinya penurunan sekitar 10 % berat jenis pada bagian pangkal ke puncak pohon, yang dikarenakan perbedaan-perbedaan dalam pembentukan kayu antara karakteristik kayu masak dan kayu muda. Berdasarkan hasil pengamatan berat jenis menurut kedalaman batang (B) menunjukkan bahwa berat jenis dari kayu moiju pada kayu gubal lebih besar dibandingkan dengan berat

36 jenis kayu teras, hal ini disebabkan jenis dan umur pohon serta tempat tumbuh mempengaruhi berat jenis kayu. Sel yang masih hidup tentu saja mempunyai dinding sel yang masih berfungsi dengan baik serta ketebalan dinding sel kayu mempengaruhi berat jenis. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perbedaan nilai penyusutan pada bidang orientasi kayu (radial, tangensial, dan longitudinal), baik antar perlakuan ketinggian batang (A) ataupun antar perlakuan kedalaman batang (B). Hasil penelitian penyusutan radial, tangensial dan longitudinal untuk ketinggian batang menunjukkan bahwa penyusutan tertinggi yakni pada bagian pangkal disusul bagian tengah dan ujung batang. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1993) yang mengatakan bahwa besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air yang dikeluarkan dari dinding sel. Ini berarti bahwa species atau bagian kayu yang mempunyai berat jenis tinggi haruslah menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air dibandingkan dengan species atau bagian kayu yang mempunyai berat jenis lebih rendah. Dikatakan juga bahwa bagian kayu dengan berat jenis lebih tinggi mempunyai dinding sel yang lebih tebal dan mengandung lebih banyak senyawa penyusun kayu seperti selulosa, hemilosa dan lignin serta rongga-rongga set yang lebih kecil. Dengan demikian maka penyerapan air pada dinding sel lebili besar dan mengakibatkan air tenikat akan Iebih banyak, sehingga penyusutan akan semakin besar jika dibandingkan dengan bagian kayu yang memiliki berat jenis yang lebih kecil (Haygreen dan Bowyer, 1993). Hasil pengamatan penyusutan radial, tangensial dan longitudinal berdasarkan kedalaman batang (B) menunjukan bahwa penyusutan pada kayu teras lebih kecil dan penyusutan kayu gubal. hal ini disebabkan karena Kavu Gubal proses fisiologis masih berlangsung, dimana kadar airnya masih cukup tinggi sehingga meinungkmkan penyusutan pada kayu tersebut lebih besar dibandingkan dengan kayu teras yang sel-selnya sudah tidak aktif lagi dan pada kayu tersebut telah terjadi pengendapan zat-zat ekstraktif yang cendenung untuk menyumbat dinding sd yang menyebabkan penyusutan akan semakin kecil, Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 1 Juni 2006 sehingga fungsi dan kayu teras hanya untuk penyanggah berdirinya pohon (Haygreen dan Bowyer, 1993). Kayu Bua Rao Berdasarkan hasil penelitian, untuk kayu Bua Rao didapati perbedaan kadar air antar perlakuan ketinggian batang dan kedalaman dalarn batang, yang mana kadar air pada bagian pangkal lebih besar dan bagian tengah.menunin pada bagian tengah dan naik pada bagian ujung. hal ini sesuai dengan pendapat dan Hlaygreen dan Bowyer (1993) yang mengemukakan bahwa pembentukan kavu kayu masak dari suatu pohon, yang dicirikan dengan penebalan dinding sel, serat yang lebih panjang, kerapatan yang lebih tinggi dan pertambahan kadar air dan pangkal ke ujung pohon. Dikatakan pula bahwa proses penguapan yang terjadi didalam batang selalu bergerak ke atas, yang menyebabkan air yang terdapat pada bagian pangkal batang dan tengah batang akan bergerak kebagian ujung batang sehingga menyebabkan kadar air pada ujung batang menjadi lebih tinggi.pernyataan mi dipenkuat oleh brown dkk (1952) dalam Sillooy (1983) yang mengatakan bahwa pada bagian tengah batang terjadi penurunan kadar air sèkitar 5 persen sampal 10 persen dan bagian pangkal, kernudian naik lagi ke arab ujung batang. Kadar air menurut kedalaman batang dan jenis kayu ini berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa kadar air pada kayu gubal lebih besar dari kayu teras. Hal ini disebabkan karena pada kayu gubal proses fisiologi masih berlangsung sehingga kandungan kadar airnya tinggi, sedangkan kayu teras telah terjadi pengendapan zat-zat ekstraktif pada dinding sel yang cenderung menggantikan molekul-molekul air dalam ikatannya dengan selulosa dan hemiselulosa (Haygreen dan Bowyer, 1993). PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan Hasil penelitian Sifat Fisik kayu dan jenis Mojiu dan Bua Rao maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Kadar air kayu segar untuk jenis Mojiu menurut ketinggian batang lebih besar pada ujung (39,78%), Tengah (39,35%) dan Sifat Fisik Beberapa Jenis Kayu Unggulan Asal Tobelo Menurut Ketinggian dan Kedalaman Batang

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 1 Juni 2006 Pangkal (36,74%). Menurut Kedalam Lebih besar Pada kayu gubal (40,73 %), Teras (3 8.83 0) 2. Kadar air kayu segar untuk jenis Buah Rao men urut ketinggian batang lebib besar pada bagian ujung (3 3,29%), Pangkal (32,50%) dan tengah (32, 1 5%). 3. Berdasarkan kedalaman dalam Batang Kadar air pada kayu mojiu dan Buah Rao masing-masing lebih besar pada kayu Gubal dibandingkan kayu teras.kayu gubal masing-masing : (40,73% ; 32,84%), Kayu teras masing-masing: (38,83%; 32,71%). 4. Berat jenis untuk Kayu Mojiu berdasarkan ketinggian batang (A), lebih tinggi pada bagian pangkal batang (0,75), Bagian tengah (0.74) dan ujung (0,70). sedangkan menurut kedalarnan batang (B) berat jenis lebih tinggi pada Kayu Gubal (0,77) kayu Teras (0,68). 37 5. Penyusutan (Radial, Tangensial dan Longitudinal) pada jenis kayu mojiu berdasarkan ketinggian Batang lebih besar pada hagian pangkal untuk bidang Radial sebesar (5,84 persen), bidang tangensial (5.72 persen), longtudinal (0,4 persen). Saran Adapun saran yang dapat diberikan dalarn penelitian ini adalah: Dalam penggunaan kayu untuk tujuan tertentu, terlebih dahulu harus diketahui sifat fisik kayu antara lain kadar air, berat Jenis dan penyusutan. Perlu adanya penelitian lanjutan khususnya menyangkut sifat fisik kayu mengenai tempat tumbuh dan ketinggian tempat demni pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian Di Kehutanan, Jakarta. Anonimous, 1991. Teknologi Hasil hutan. Pusat Pembinaan Pendidikan Dan Latihan Kehutanan, Departernen Kehutanan. Jakarta. Dumanauw, J.F., 1982. Mengenal Kayu. PT. Gramedia. Jakarta. Haygreen, J.G. dan J.kBowyer.,1989. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Universitas Gadjah Mada. Jogyakarta. Kewilaa, B. 1991 eknologi Kayu. Buku Pegangan kuliah Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon (Tidak dipublikasikan). Martawijaya. A, I. Kartasujdana, K. Kadir, A.S. Prawira., 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Pusat Penelitian Dan Pengembangan. Kehutanan, Bogor. Oey Djun Seng 1981. Teknologi Kayu Departemen Pertanian Litbang Bogor. Pandit, I. K. N., 1991. Anatomi, Pertumbuhan Dan kualitas Kayu. Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor. Silooy, GA., 1983. Fariabilitas Sifat Mekanik Panda Kondisi Kering Udara Dan Jenis Kayu Makila (L.itsea anggulata BI) dan Linggua (Pterocarpus indicus Will. Asal kecamatan Waipia Seram Selatan Kabupaten Dati II Maluku Tengah Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon. (Tidak Dipublikasikan) Yitnosumarto. S., 1993. Percobaan (Perancangan, Analisis Dan Interprestasinya). Penerbit. PT.Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.