17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Kedua pulau ini merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Pada Pulau Pramuka lokasi rehabilitasi berada di timur pulau dimana terdapat tempat pembuangan akhir (TPA), dekat dengan daerah pengerukan pasir untuk pembangunan dan beberapa titik pembuangan limbah rumah tangga. Kemudian di Pulau Kelapa Dua lokasi rehabilitasi berada di utara pulau yang merupakan kawasan penangkapan ikan oleh penduduk dengan menggunakan alat tangkap jaring dan terdapat keramba jaring apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar 3. Secara georafis kedua lokasi ini terletak pada lintang dan bujur yang ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Letak geografis lokasi rehabilitasi di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua Lintang Bujur Pulau Pramuka 05 44,442' 106 36,599' 05 44,412' 05 44,415' 05 44,442' 106 37,003' 106 37,306' 106 37,024' Pulau Kelapa Dua 05 38.925' 106 34.001' 05 38.871' 05 38.928' 05 38.879' 106 33.996' 106 33.948' 106 33.924' Pengamatan status komunitas lamun dan parameter fisika - kimia pada kawasan rehabilitasi pada Pulau Kelapa Dua dilaksanakan pada bulan Desember 2008, sedangkan pada Pulau Pramuka dilaksanakan pada bulan Maret 2009. Tujuan pengamatan tersebut adalah untuk mengetahui kesesuaian lokasi untuk dilakukan transplantasi lamun. Pengamatan tingkat keberhasilan transplantasi lamun dilakukan tiap bulan setelah kegiatan transplantasi dan untuk pengamatan laju pertumbuhan daun lamun transplantasi dilakukan setiap minggu selama satu bulan pada Maret 2009.
18 Kep. Seribu Kep. Seribu Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua 3.2 Alat dan Bahan Tabel 2. Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini disajikan dalam
19 Tabel 2. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian Parameter Unit Alat/Bahan Keterangan Fisika Temperatur C Termometer Pengukuran langsung Salinitas PSU Refraktometer Pengukuran langsung Kedalaman cm Tongkat berskala Pengukuran langsung Kecerahan % Secchi disk Pengukuran langsung Arus m/s Floating drauge, stopwatch. Pengukuran langsung Tekstur substrat % PVC Corer Analisis laboratorium Tanah ph Kertas indikator ph Pengukuran langsung Kimia Oksigen terlarut mg/l Pereaksi DO Metode Winkler Nitrat mg/l Spektrofotometer Analisis laboratorium Orthophospat mg/l Spektrofotometer Analisis laboratorium C-organik % Analisis laboratorium Tanah Biologi Panjang daun mm/hari Jangka sorong Pengukuran langsung Biomasa daun gbk/m2 Timbangan digital, oven, Analisis laboratorium alumunium foil Penutupan % Transek kuadrat ukuran Pengukuran langsung 50x50 cm 2 Jumlah spesies - Pengukuran langsung Tambahan Posisi koordinat GPS Pengukuran langsung Dokumentasi Kamera underwater Pengukuran langsung Lain-lain Roll meter, pasak bambu, tagging, kertas newtop, plastik sampel, masker dan snorkle, spidol permanen, tisu, alat tulis, saringan, sepatu boot, jarum. Keterangan : gbk/m 2 = gram berat kering per meter persegi. 3.3 Penentuan Lokasi Rehabilitasi Lamun Lokasi penelitian mengenai status lamun dilakukan pada lokasi rehabilitasi seluas 50 x 50 m 2. Penentuan lokasi pengamatan didasarkan pada kondisi kawasan yang memiliki sejarah pernah ditumbuhi lamun namun mengalami kerusakan dan dilihat dari kondisi perairan yang sesuai berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi (status komunitas lamun). Kemudian dipilih lokasi yang miskin lamun pada kawasan tersebut untuk dilakukan transplantasi lamun.
20 3.4 Pengukuran Parameter Fisika -Kimia 3.4.1 Suhu Suhu perairan diukur sebanyak tiga kali ulangan pada tiap stasiun dengan menggunakan thermometer air raksa dengan cara dicelupkan kedalam perairan dan suhu dilihat di dalam perairan untuk menghindari berubahnya suhu apabila pengamatan dilakukan di luar air. 3.4.2 Kedalaman perairan Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan tongkat berskala pada setiap transek kuadrat dengan satuan cm. Tongkat dicelupkan ke dalam perairan sampai menyentuh dasar, lalu diperoleh nilai kedalaman. 3.4.3 Kecerahan Kecerahan perairan diukur di setiap transek garis pada bagian ujungnya dengan menggunakan Secchi disk. Kecerahan dapat dihitung dengan rumus (Kesuma 2005) : ( m n) C 0,5 100% Z Keterangan : m = Panjang tali saat Secchi disk sudah tidak terlihat n = Panjang tali saat Secchi disk mulai terlihat lagi Z = Kedalaman Perairan 3.4.4 Substrat Pengambilan substrat dilakukan dengan menggunakan corer berdiameter 10 cm dengan kedalaman 15-20 cm pada setiap kedua ujung stasiun kemudian dimasukkan kedalam plastik sampel yang sudah diberi nomor dan dianalisis nilai kandungan C-organik dan ukuran partikel di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.4.5 Arus Arus perairan diukur pada setiap stasiun dengan tiga kali ulangan. Perhitungan arus menggunakan benda mengapung yang diikatkan dengan tali berukuran panjang 1 m, lalu diukur kecepatannya dengan menggunakan stopwatch.
21 3.4.6 Derajat keasaman (ph) Pengukuran ph dilakukan satu kali setiap stasiun dengan menggunakan kertas indikator ph yang dicelupkan di perairan setelah itu dicocokkan warna yang muncul di kertas ph dengan warna standar yang sudah mempunyai nilai baku. 3.4.7 Salinitas Salinitas diukur sebanyak tiga kali setiap stasiun dengan menggunakan refraktometer. Cara pengukurannya adalah contoh air laut diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan ke refraktometer dan nilai salinitas dapat dilihat dengan meneropong refraktometer. Sebelum melihat nilai sampel berikutnya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan aquades agar netral kembali. 3.4.8 Oksigen terlarut Nilai oksigen terlarut didapat dengan cara titrasi Winkler di lapangan. Contoh air laut diambil lalu direaksikan dengan pereaksi DO, sehingga didapatkan nilai kadar oksigen terlarut dari contoh air laut tersebut. 3.4.9 Nitrat dan ortofosfat Kandungan nitrat dan ortofosfat perairan dianalisis dengan menggunakan metode spektrofotometrik, analisis dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh air laut diambil dengan menggunakan botol sampel dan dimasukkan kedalam kotak pendingin (cooler box) agar tidak terjadi perubahan kandungan nitrat dan ortofosfat di dalam air tersebut. Prosedur analisis nitrat dan ortofosfat dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.5 Pengamatan Status Lamun di Lokasi Rehabilitasi Pengamatan status lamun di lokasi rehabilitasi diamati dengan menggunakan metode yang digunakan oleh seagrass watch (Mckenzie dan Yoshida 2009) yaitu dengan transek kuadrat berukuran 50 x 50 cm 2 pada bentangan tiga transek garis sepanjang masing-masing 50 m dengan jarak 5 m
22 seperti dijelaskan pada Gambar 4. Pengamatan status kawasan meliputi jenis lamun, biomasa lamun, penutupan dari masing-masing jenis lamun. Penentuan penutupan lamun menggunakan estimasi penutupan (%) berdasarkan acuan gambar seperti pada Lampiran 3. Penutupan lamun yang dihitung yaitu penutupan total dan penutupan jenis (%). St. 1 St. St 2 St. 3 5 m 50 m Ke arah tubir Ke arah daratan 50 25 m Keterangan : St. = Stasiun = Transek kuadrat 50 x 50 cm 50 25 m Gambar 4. Rancangan pengumpulan data komunitas lamun 3.6 Biomasa Lamun Sampel biomasa lamun diambil dari 3-5 titik di setiap transek kuadrat dengan menggunakan corer berdiameter 10 cm seperti pada Gambar 5, kemudian dipisahkan antara bagian daun, rimpang dan akar, simpan dalam plastik sampel yang diberi nomor. Selanjutnya dilakukan pengovenan 110 C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar airnya dan didapatkan berat kering. Pemisahan antara biomasa bagian tumbuhan yang berada di atas substrat (above-ground biomass) dan yang berada di bawah substrat (below-ground biomass) dilakukan untuk memudahkan pembahasan (Azkab 2008).
23 50 cm 50 cm Petak pengambilan sampel biomas lamun Gambar 5. Pengambilan sampel biomasa lamun pada transek kuadrat 50 x 50 cm 3.7 Metode Transplantasi Lamun Tranplantasi lamun yang diujicobakan di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua menggunakan metode Plugs (Short dan Coles 2001). Kajian mengenai kesesuaian lokasi transplantasi dilakukan sebelum melakukan penanaman/transplantasi lamun dimulai. Penilaian parameter fisika-kimia perairan maupun substrat merupakan syarat utama keberhasilan dalam melakukan transplantasi lamun. Bibit lamun yang digunakan untuk transplantasi diambil dari area dengan kondisi lamun yang sehat dengan penutupan yang tinggi pada lokasi yang tidak jauh dari area. Jenis bibit lamun yang dipilih untuk transplantasi yaitu jenis lamun pionir yang mudah diamati dan yang paling banyak ditemukan di lokasi yakni Thalassia hemprichii di kedua pulau dan jenis yang mendominasi di kawasan tersebut seperti Cymodocea rotundata di Pulau Pramuka dan Halodule uninervis di Pulau Kelapa Dua. Bibit diambil dengan menggunakan corer yang berdiameter 10 cm dengan kedalaman substrat 15-20 cm (Gambar 6). Pada daerah penanaman dibuat lubang dengan menggunakan corer yang sama untuk kemudian diletakkan bibit yang sudah diambil di dalamnya. Penomoran unit transplantasi dilakukan untuk memudahkan pengamatan selanjutnya. Penempatan unit transplantasi pada lokasi rehabilitasi didasarkan pada lokasi yang miskin dilihat dari hasil pengamatan status komunitas lamun. Peta lokasi penempatan unit transplantasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
24 Gambar 6. Bibit unit transplantasi metode Plugs 3.8 Pengukuran Pertumbuhan Unit Transplantasi Lamun Pengamatan keberhasilan transplantasi dilihat dari pertumbuhan unit transplantasi, pertumbuhan jumlah tegakan, dan jumlah daun. Laju pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menghitung pertumbuhan mutlak daun. Pengamatan keberhasilan transplantasi dilakukan setiap bulannya setelah penanaman, sedangkan laju pertumbuhan lamun transplantasi dilakukan setiap minggu setelah penandaan selama satu bulan. Metode yang digunakan untuk pengukuran laju pertumbuhan daun lamun adalah metode penandaan daun, yang sejak awal tahun 1970 telah diperkenalkan oleh Patriquin (1973), Zieman (1974), dan Sand-Jensen (1975) (Short dan Coles 2001). Metode penandaan lamun didasarkan pada penandaan/pelubangan daun atau tegakan pada tinggi frekuensi tertentu. Pada penelitian ini pelubangan dilakukan pada titik awal daun mulai muncul. Pada hari pertama dilakukan pemilihan tegakan secara acak, kemudian dilakukan pelubangan pada tegakan tersebut pada tempat yang ditentukan. Tegakantegakan yang telah dilubangi diberi tanda penomoran (tagging) untuk memudahkan pada pengamatan dan selanjutnya pengamatan dilakukan pada setiap minggu selama satu bulan. 3.9 Analisis Data 3.9.1 Komunitas Lamun Pengamatan struktur komunitas lamun yaitu penutupan jenis lamun (%) dan frekuensi jenis lamun. Frekuensi jenis adalah peluang ditemukannya suatu
25 jenis dalam petak contoh. Frekuensi masing-masing jenis lamun pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus (Brower et al. 1997) : F Keterangan : F i = Frekuensi jenis ke-i = Jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis i Pi p i 1 i P i p i 1 P = Jumlah total petak contoh yang diamati P 3.9.2 Tingkat keberhasilan lamun transplantasi Analisis data tingkat keberhasilan lamun transplantasi berupa analisis komparatif, yakni membandingkan data setiap bulannya pada masing-masing metode transplantasi. 3.9.3 Pertumbuhan Daun Lamun Lubang Penandaan Kt bt at Gambar 7. Teknik pengukuran pertumbuhan daun lamun Berdasarkan ilustrasi teknik pengukuran pertumbuhan daun lamun yang ditransplantasi seperti Gambar 7 dibuat rumus pertumbuhan daun lamun sebagai berikut (Badria 2007) : Kt = at bt T Keterangan : Kt = Pertumbuhan lamun t (mm/hari) T = Waktu interval pengamatan (hari) at = Panjang total daun hari ke-t (mm) bt = Panjang total daun di atas lubang penandaan hari ke-t (mm)
26 3.9.4 Biomassa Lamun Biomassa lamun dihitung dengan menggunakan berat kering lamun dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Azkab 2008): W B A Keterangan : B = Biomassa lamun (gram/m 2 ) W = Berat kering (gram) A = Luas area (m 2 )