BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian yang sudah ada. Kajian pustaka juga merupakan bahasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

3. Proses Sosial dalam Hubungan Antaretnik di Desa Pakraman Ubud a. Proses Sosial Disosiatif b. Proses Sosial Asosiatif...

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

PERANAN AWIG-AWIG DALAM MELESTARIKAN ADAT DAN BUDAYA DI BALI

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI

EKSISTENSI AWIG-AWIG TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI DESA PAKRAMAN TEGALLALANG. Oleh :

PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PENGELOLAAN WISATA BAHARI (Studi Kasus Di Pantai Pandawa Desa Adat Kutuh Badung-Bali)

IV. GAMBARAN UMUM. A. Badan Kesbangpol dan Linmas Kab. Lampung Selatan. badan yang memiliki struktur dan bidang-bidangnya masing-masing dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

SKRIPSI. Disusun oleh: I Dewa Gede Aditya Dharma Putra NIM PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

Kata Kunci: LPD, pertumbuhan laba, pertumbuhan aset.

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

PELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN

PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR (Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG STANDARISASI PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dan berkembang di daerah-daerah berkualifikasi sebagai nilai-nilai dan ciri-ciri budaya serta kepribadian bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERANAN HUKUM DALAM MENJAGA KEAJEGAN KONSEP TRI HITA KARANA DI BALI Oleh I Nyoman Gede Remaja, S.H., M.H. 4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang turut serta menjadi pundi pundi devisa terbesar setelah migas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang hidup dengan

Kondisi Fisik. KKN- PPM XIII Desa Bebandem 2016 Page 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya,

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial Volume 1, Nomor 2, Agustus 2017 ISSN:

Pendahuluan. Bab Satu

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana manusia akan hidup sesuai dengan kebudayaan di masingmasing daerahnya. Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup berinteraksi dan berkomunikasi antara satu sama lain yang akan melakukan kebiasaan dan akan membentuk kebudayaan. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal melalui ucapan, gerak, lambang, maupun isyarat lainnya, baik secara tatap muka maupun menggunakan media-media komunikasi. Keragaman tradisi dan budaya di Indonesia terlihat pula dari media komunikasi tradisional yang beragam. Bali dikenal sebagai pulau yang kaya akan warisan budaya dan kesenian tradisional yang khas dan beragam. Salah satunya adalah alat komunikasi tradisional yaitu kulkul. Kulkul adalah salah satu alat komunikasi bagi organisasi tradisional Bali seperti desa adat, banjar adat, subak, dan berbagai sekaa. Kulkul diletakkan di tempat khusus yang dikenal dengan bale kulkul (Windia, 2014:242). Kulkul dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusa, dan Kulkul Hiasan (Pemayun dan Swabawa, 2014:2). Penyuaran (menyuarakan) kulkul dibagi menjadi tiga, yang disebut tri brata sandining kulkul, yaitu dharma, sila, dan sesana. Dharma artinya kulkul

2 disuarakan untuk keperluan pelaksanaan upacara agama sesuai ajaran agama Hindu. Sila yaitu kulkul untuk keperluan kemasyarakatan, seperti gotong-royong. Sesana yang berarti kulkul disuarakan untuk keperluan kemanusiaan, seperti memberikan pertolongan saat diperlukan (terjadi bencana alam, kebakaran, kemalingan, dan lain-lain) (Windia, 2014:242). Bagi umat Hindu, kulkul dianggap memiliki unsur religius karena kulkul merupakan peninggalan leluhur, keberadaannya banyak ditempatkan di pura-pura sebagai media upacara, dan disakralkan oleh masyarakat. Pembuatan kulkul harus melalui proses atau tahapan khusus (Oka, wawancara tanggal 11 Februari 2015). Keberadaan kulkul di pulau Bali secara umum diposisikan sesuai kegunaannya di dalam kehidupan masyarakat, khususnya di desa adat atau desa pakraman. Ada perbedaan istilah antara desa adat dan desa pakraman, namun filosofi serta unsurunsur desa adat dan desa pakraman adalah sama (Windia, wawancara tanggal 12 Maret 2015). Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga, mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian, desa pakraman merupakan lembaga tradisional yang bercorak sosial religius dan mempunyai pemerintahan yang bersifat otonom berdasarkan hak asal-usulnya (Sirtha, 2008:1). Masyarakat desa pakraman di Bali juga berlandaskan pada filosofi Tri Hita Karana yang artinya tiga penyebab kebahagiaan. Tri Hita Karana terdiri : 1) Parhyangan (keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha

3 Esa), 2) Pawongan (keharmonisan hubungan antara manusia dengan sesamanya), 3) Palemahan (keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam semesta). Jadi sistem dan struktur sosial kemasyarakatan dalam masyarakat hindu di Bali dibangun di atas Tri Hita Karana. Filosofi tersebut merupakan landasan dari awig-awig desa pakraman yang mengatur kehidupan masyarakatnya. Banjar adat yang merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan dalam desa pakraman juga mengatur tata kehidupan dan perilaku sosial warga banjarnya berdasarkan awigawig yang berlaku di desa pakraman, termasuk dalam penggunaan kulkul. Kulkul pada dasarnya mempunyai fungsi yang berkaitan erat dengan kegiatan banjar adat, mulai dari penanda pertemuan rutin, tanda suatu pekerjaan yang akan dimulai, tanda adanya bencana alam atau penanda bahwa telah terjadi sesuatu. Dari hal tersebut terlihat bahwa kulkul memiliki legitimasi yang cukup kuat di dalam desa pakraman ataupun banjar adat. Maka dari itu kulkul tetap eksis sampai sekarang. Meskipun eksistensi kulkul di masyarakat Bali masih begitu besar, kenyataannya sekarang ini terjadi gempuran-gempuran teknologi informasi dan komunikasi. Saat ini handphone digunakan sebagai sarana tambahan untuk memperkuat pemberitahuan atau undangan kepada masyarakat untuk berkumpul di banjar. Perkembangan globalisasi atau gempuran teknologi informasi dan komunikasi terlihat tidak merata di Bali. Terdapat desa-desa atau wilayah-wilayah di Bali yang sangat terbuka terhadap dunia luar, ada juga beberapa wilayah di Bali yang masi tertutup dan mempertahankan adat istiadatnya. Desa Pakraman Sukahet, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem dan Desa Adat Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dipilih karena mewakili kedua karakteristik

4 tersebut. Meskipun kedua desa ini mendapatkan terpaan globalisasi, Desa Adat Kuta jauh lebih kuat mendapatkan gempuran globalisasi dibandingkan Desa Pakraman Sukahet. Kuta secara khusus menjadi pusat destinasi pariwisata utama di Bali. Pilihan penggunaan handphone (HP) sebagai media penyebaran informasi dikarenakan kondisi kuta yang penduduk semakin padat, banyak warga asli Desa Adat Kuta yang tinggal di luar Desa Adat Kuta, dan banyaknya bangunanbangunan tinggi yang mempengaruhi kemungkinan suara kulkul tersebut kurang terdengar oleh warga (Swarsa, wawancara tanggal 12 Februari 2015). Banjar Adat Pande Mas merupakan salah satu banjar adat di Desa Adat Kuta yang berlokasi di kawasan yang sangat urban, berada di pinggir jalan yang lalu lintasnya tergolong padat, ramai oleh wisatawan asing, art shop, dan restoran. Dengan adanya handphone, komunikasi jarak jauh sekali pun dapat terjangkau. Berbeda dengan Desa Pakraman Sukahet, merupakan desa yang tidak tergolong urban karena masih dalam suasana pedesaan, dan masih bercorak pertanian, perkebunan, serta peternakan. Banjar Sari dapat mewakili kondisi tersebut. Banjar Sari merupakan banjar adat yang masih konvensional dan terletak di dalam pemukiman warga yang tidak di padati oleh lalu lintas. Hal tersebut menyebabkan Banjar Pande Mas memiliki potensi pergeseran penggunaan kulkul yang lebih besar daripada Banjar Sari. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melihat perkembangan penggunaan kulkul di kedua banjar adat tersebut, dengan penelitian yang berjudul Kulkul sebagai Media Komunikasi Tradisional dalam Desa Pakraman di Bali.

5 1.2. Rumusan Masalah Pengaruh globalisasi berdampak pada timbulnya permasalahan dalam keberlangsungan kebudayaan daerah, salah satunya kulkul sebagai sarana komunikasi tradisional di Bali. Efisiensi dan kecepatan teknologi komunikasi saat ini menjadi pilihan. Dengan kondisi tersebut, akan menarik untuk melihat bagaimana perkembangan penggunaan kulkul sebagai media komunikasi tradisional dalam desa pakraman di Bali khususnya Desa Adat Kuta dan Desa Pakraman Sukahet, serta melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberadaan kulkul sebagai media komunikasi tradisional? 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian yang dilakukan oleh penulis benar-benar terarah, maka penelitian ini membatasi masalah sebagai berikut: 1. Ruang lingkup penelitian ini adalah Desa Pakraman Sukahet dan Desa Adat Kuta 2. Fokus penelitian ini adalah pada perkembangan penggunaan kulkul di Banjar Sari, Desa Pakraman Sukahet dan Banjar Pande Mas, Desa Adat Kuta. 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui perkembangan penggunaan kulkul sebagai media komunikasi di desa pakraman di Bali. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan kulkul sebagai media komunikasi di desa pakraman di Bali.

6 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Teoritis Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada pengembangan teori berkaitan dengan media komunikasi tradisional dalam keilmuan di bidang komunikasi. 1.5.2. Praktis a. Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam upaya pelestarian kulkul sebagai media komunikasi tradisional di Bali. b. Sebagai masukan untuk peleliti berikutnya mengenai media komunikasi tradisional. 1.6. Sistematika Penulisan Untuk memahami lebih jelas proposal penelitian ini, maka dilakukan pengelompokkan materi menjadi beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian (termasuk data dan fakta yang mendukung), rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan kajian pustaka dan kerangka konseptual. Dalam kajian pustaka penulis menelusuri tema penelitian sejenis yang pernah dilakukan untuk

7 mengetahui kebaruan dari penelitian ini. Kerangka konseptual berisi teori-teori yang relevan digunakan untuk memandu dan menganalisi penelitian ini. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini memaparkan pendekatan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini, mulai dari jenis penelitian ini, sumber data, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan keterbatasan penelitian (jika ada). BAB IV : PEMBAHASAN Bab ini bersi tentang gambaran umum obyek penelitian ini dan menjelaskan hasil temuan serta analisa data dari penelitian yang dilakukan. BAB V : PENUTUP Bab ini penulis menyimpulkan hasil penelitian dan memberikan saran kepada pembaca mengenai hasil penelitian atau permasalahan dari penelitian ini.