BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

memiliki hal ini bagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

Robert L. Tobing, David P. Simatupang, M. A. Ibrahim, Dede I. Suhada Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DAERAH SRIJAYA MAKMUR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN SARI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

Bab III Gas Metana Batubara

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DI DAERAH PASER, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab II Geologi Regional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam diantaranya sumberdaya batubara. Cekungan Barito merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI. Eddy R. Sumaatmadja

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

Pengaruh struktur geologi terhadap kualitas batubara lapisan d formasi muara enim

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1967 oleh Citic Service, yaitu dengan melakukan kegiatan akusisi seismik

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

By : Kohyar de Sonearth 2009

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya,

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. di Sulawesi Tenggara. Formasi ini diendapkan selama Trias-Jura (Rusmana dkk.,

*) KPP Energi Fosil, PMG, Jl. Soekarno Hattta No. 444, Bandung.

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endapan batubara di Indonesia umumnya berkaitan erat dengan pembentukan cekungan sedimentasi Tersier (Paleogen-Neogen), yang diakibatkan proses tumbukan lempeng Eurasia, Hindia-Australia dan Pasifik pada zaman kapur (Sudarmono, 1997 dalam Kusoemadinata, 2000). Umumnya jenis batubara di Indonesia memiliki peringkat rendah (low rank) yakni dari batubara lignit hingga sub- bituminus. Lapangan Tanjung II merupakan wilayah kerja gas metana batubara (GMB) milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dimana secara geologi berada di tepi Cekungan Barito bagian timur dan tersusun oleh relatif tipis sedimen Paleogen dan relatif lebih tebal sedimen Neogen (Netherwood, 2003). Lapangan ini memiliki potensi GMB pada batubara lignit sub bituminus C di Formasi Warukin Atas. Gas content merupakan permasalahan yang seringkali muncul dalam melakukan pemodelan reservoar GMB serta dalam menentukan potensi dan cadangan GMB. Selain permeabilitas, gas content juga merupakan parameter komersil dalam menentukan keberhasilan pengembangan GMB. Di antara faktor yang mengontrol distribusi gas content adalah peringkat dan karakteristik batubara (Scott, 1993 dalam McLennan, 1995). Pada batubara sub bituminus di Cekungan Black Warrior, Amerika Serikat, gas content menunjukkan variabilitas yang besar yang berkaitan dengan peringkat batubara (Richard dan Pashin, 2004), kapasitas serapan gas dalam batubara peringkat lignit pada berbagai tingkatan di Cina memperlihatkan adanya perbedaan (Wang dkk, 2011). Pada batubara low rank dengan nilai Ro 0,34% hingga 0,53% di lapangan batubara Huntly di New Zealand terdapat hubungan antara total gas content dengan kadar hidrogen, zat terbang dan nilai kalor serta collodetrinite dan beberapa maseral lainnya yang membentuk matriks batubara (Mares, 2009). Hubungan antara gas content dengan karakteristik batubara low rank pada lapangan ini menjadi sangat penting untuk dipahami karena akan berimplikasi terhadap kualitas reservoar GMB yang dihasilkan dan dalam upaya menuju

keberhasilan pencarian dan pengembangan hidrokarbon non-konvensional GMB di daerah penelitian dan umumnya di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi : 1. Bagaimana kuantitas gas content pada sampel core batubara di berbagai kedalaman dari beberapa sumur GMB di daerah penelitian? 2. Bagaimana karakter batubara low rank di daerah penelitian? 3. Bagaimana hubungan antara gas content dengan karakteristik batubara di daerah penelitian? 4. Bagaimana kualitas reservoar GMB di daerah penelitian? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tepat mengenai karakteristik batubara dalam hubungannya sebagai reservoar hidrokarbon non konvensional gas metana batubara baik secara kualitas maupun kuantitas. Adapun, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik batubara di daerah penelitian 2. Mengetahui kandungan gas (gas content) batubara di daerah penelitian. 3. Mengetahui hubungan antara gas content dengan karakteristik batubara di daerah penelitian. 4. Mengetahui kualitas reservoar GMB di daerah penelitian. 1.4 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah kerja gas metana batubara (WK GMB) Tanjung II milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dimana secara administratif termasuk di dalam Kabupaten Tabalong, Barito Timur, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Balangan, Propinsi Kalimantan Selatan dengan luas area 927,88 KM 2 (Gambar 1.1)

Gambar 1.1 Peta administratif Lapangan GMB Tanjung II di Propinsi Kalimantan Selatan (PHE, 2015) Gambar 1.2 Peta lokasi lapangan GMB Tanjung II di Cekungan Barito (Satyana dkk, 1999 modifikasi oleh Pertamina, 2015)

Secara geologi, daerah penelitian ini berada di Cekungan Barito, Propinsi Kalimantan Selatan bagian tenggara (Gambar 1.2) dan terletak di sepanjang batas tenggara lempeng mikro Sunda. Di bagian utara, Cekungan Barito dipisahkan dengan Cekungan Kutai oleh sesar Adang. Pada bagian Timur, cekungan ini di pisahkan dengan Cekungan Asem asem oleh tinggian Meratus yang memanjang dari arah Baratdaya sampai Timurlaut. Bagian Selatan merupakan batas tidak tegas dengan cekungan Jawa Timur Utara dan dibagian Barat berbatasan dengan komplek Schwaner yang merupakan basement. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal, meliputi: 1. Obyek penelitian difokuskan pada zona/seam reservoar batubara di Formasi Warukin Atas. 2. Pada kuantifikasi gas content digunakan data mentah pengukuran desorption dan adsorption isotherm test di berbagai kedalaman dari lima sumur GMB dengan melakukan quality control (QC), pengolahan data serta melakukan analisis dan koreksi perhitungan. 3. Data log sumur digunakan untuk mengetahui kedalaman batubara dan temperatur formasi dari setiap seam/zona reservoar batubara. 4. Pada analisis geokimia dilakukan analisis terhadap data hasil analisis laboratorium meliputi analisis reflektansi vitrinit, maseral, analisis proximat dan ultimat dari sampel core batubara yang diambil dari berbagai kedalaman di lima sumur GMB. 5. Pada analisis kualitas properti reservoar, data yang digunakan adalah data hasil kuantifikasi gas content hasil desorption test dan analisis adsorption isotherm. 1.6 Luaran Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa luaran, meliputi: 1. Nilai gas content baik yang diperoleh dari desorption test maupun adsorption isotherm analysis, tingkat saturasi dan gas recovery factor.

Hasilnya berupa tabel dan kurva yang menunjukkan nilai gas content dan hubungannya dengan tingkat saturasi dan gas recovery factor. 2. Karakteristik batubara Formasi Warukin Atas di Cekungan Barito, Kalimantan Selatan. Hasilnya berupa tabel dan kurva yang menunjukkan karakteristik batubara. 3. Hubungan antara gas content dengan batubara low rank. Hasilnya berupa tabel dan kurva/grafik yang menujukkan hubungan antara gas content dengan batubara. 4. Kualitas properti reservoar GMB. Hasilnya berupa tabel/peringkat kualitas dan peta yang menunjukkan kualitas reservoar di daerah penelitian. 1.7 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian Penelitian mengenai GMB di lapangan GMB Tanjung II telah dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan tim LKFT UGM pada tahun 2013 (unpublished) dengan hasil studi diantaranya mengenai karakterisasi batubara sebagai reservoar GMB di daerah penelitian, yaitu kandungan vitrinit dalam batubara di lapangan tersebut berkisar antara 43,8% 0 92,2%, kandungan inertinit berkisar antara 1,1% - 14,3% dan liptinit berkisar antara 5% - 20%; peringkat batubara yang dijumpai berupa lignit di bagian atas dan sub bituminus C di bagian bawah; gas content batubara berkisar antara 22,05 scf/t (as analyzed) 165 scf/t (as analyzed) atau 34,3 scf/t (daf) 249,1 scf/t (daf); kandungan CH4 berkisar antara 69,11% - 96,37% dan CO2 berkisar antara 1,96% - 26,73%; batubara terbentuk pada lingkungan tidal dominated delta dan secara stratigrafi terdapat 5 parasekuen dengan target utama parasekuen 2 dan 3. Sosrowidjojo (2013) dalam penelitiannya di Lapangan Rambutan, Formasi Muara Enim di Cekungan Sumatera Selatan menyebutkan bahwa batubara pada formasi ini memiliki kandungan vitrinit yang tinggi yang ditunjukkan oleh tingginya konsentrasi huminit (hingga 83 %vol), peringkat batubara sub bituminus (Ro<0,5%), kadar air tinggi (hingga 21%) dan kandungan karbon kurang dari 80 %berat (daf).

Mares (2009) dalam thesis-nya membahas lebih rinci mengenai karakterisasi batubara low rank dan dalam hubungannya dengan properti gas di lapangan batubara Huntly (Huntly coalfield), Island Utara, New Zealand. Dimana peringkat batubara di lapangan tersebut adalah sub bituminus C hingga A dengan nilai Ro 0,34 hingga 0,53%, terbentuk pada lingkungan fluvial-dominated (Edbrooke dkk, 1994 dalam Mares, 2009), total gas content bervariasi dari 0,53-4,07 m 3 /t (daf; tanpa sampel ash yield >20%) sementara hasil analisis gas adsorption berkisar dari 2,2 m 3 /t 3,66 m 3 /t pada tekanan 4 Mpa (rata-rata insitu basis), total gas content bervariasi dari 2,42 m 3 /t 3,01 m 3 /t, sedangkan persentase saturasi gas bervariasi dari 66,3% - 120,3%. Dalam Mares (2009) juga dinyatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara ash yield dan gas content ketika ash yield adalah > 10%, namun tidak ada hubungan ketika ash yield adalah <10%, variabilitas total gas content terkait dengan kadar hidrogen, zat terbang dan nilai kalor (CV) serta collodetrinite dan beberapa maseralnya lain yang membentuk matriks batubara, sementara kandungan hidrogen (yang mungkin menjadi sumber makanan bagi metanogen) bisa menjadi kontrol pada gas content dan kapasitas adsorpsi muncul dikendalikan oleh tekstur batubara yang merupakan fungsi dari lingkungan pengendapan. Penelitian mengenai GMB di Cekungan Kutai (Moore, 2014) dikatakan bahwa lapisan batubara di Formasi Balikpapan (Miosen) di cekungan ini umumnya memiliki ketebalan kurang dari 0,5 meter hingga 4 meter, secara lateral tidak menerus, akan tetapi pada kedalaman stratigrafi 400 800 meter memiliki ketebalan batubara net 40-80 meter dengan nilai Ro 0,3% 0,7% (Moore et al., 2014; Nas, 1994). Pengukuran gas content berkisar antara 1 hingga 3 m 3 /t (as received basis). Variasinya dikontrol oleh stratigrafi dan geografik. Dari tiga core drill, tren dari vitrinite reflectance, calorific value dan moisture content mengindikasikan bahwa rank (peringkat) bertambah semakin ke bawah. Pengukuran gas content juga bertambah semakin ke bawah di setiap lokasi core. Namun laju perubahan ke dalam lubang (ke bawah) untuk semua parameter tersebut meningkat dengan kedekatannya dengan sudut baratdaya dari fitur geologi yang dikenal secara lokal sebagai Pinang Dome. Daerah Sangatta

memiliki gradien geothermal yang lebih tinggi (50 o C/km) dari sebagian besar bagian lain Kalimantan Timur (25 40 o C/km). Hal ini juga mencatat bahwa bagian baratdaya dari Pinang Dome telah mengangkat tingkat kematangan organik. Sehingga disimpulkan bahwa ada aliran panas yang lebih tinggi di daerah ini dan dengan demikian lapisan batubara di dekatnya telah terubah secara termal. Hal ini terbukti tidak hanya dalam peningkatan peringkat dan pengukuran gas content saja tetapi juga meningkatnya CO2 dan komposisi gas C2+ yang ditemukan di area dekat sudut baratdaya Pinang Dome. Ini merupakan hipotesis bahwa asal gas di area peringkat batubara yang lebih tinggi bisa menjadi termogenik sementara gas isotop dari sumur paling jauh dari Pinang Dome, dengan peringkat batubara paling rendah, menunjukkan asal biogenik. Berbeda dengan di Cekungan Kutai, batubara di Sumatera Selatan umumnya lebih tebal, berkisar antara 5 meter hingga lebih dari 25 meter, secara lateral menerus hingga puluhan kilometer dan di beberapa area net coal dapat mencapai 120 meter di bawah kedalaman 300 meter dari penampang stratigrafi. Interval peringkat batubara umumnya lebih rendah dari Cekungan Kutai, dimana vitrinite reflectance jarang melebihi 0,45% (Mazumder dkk., 2010; Sosrowidjojo dan Saghafi, 2009) kecuali pada daerah yang telah mengalami perubahan thermal (Amijaya and Littke, 2006). Penelitian terdahulu Sosrowidjojo (2013) umumnya membahas karakteristik batubara di Cekungan Sumatera Selatan dan tidak membahas mengenai gas content dan hubungannya dengan karakteristik batubara. Namun demikian, karakteristik batubara di Cekungan Sumatera Selatan pada batubara Formasi Muara Enim memiliki kemiripan dalam peringkat batubara (termasuk kedalam low rank coal). Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini menggunakan data yang lebih lengkap, pada formasi dan cekungan yang berbeda serta menggabungkan aspek geokimia dan teknik reservoar hidrokarbon non konvensional (reservoar geochemistry) dalam analisisnya. Perbandingan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu, yaitu : 1. Jumlah data sumur. Penelitian ini menggunakan data dari empat sumur core exploratory GMB dan lima sumur pilot produksi termasuk dua sumur

sedang dalam tahap dewatering. Sedangkan penelitian terdahulu di daerah penelitian menggunakan tiga sumur core exploratory GMB. 2. Data Geokimia Batubara. Data geokimia yang diambil oleh penulis adalah data geokimia dari lapangan GMB Tanjung II pada batubara low rank dengan tipe lignit sub bituminus. Penelitian terdahulu dilakukan pada batubara di Cekungan Sumatera Selatan dan di Cekungan Huntly dengan tipe batubara sub bituminus C hingga A. 3. Nilai gas content yang digunakan merupakan hasil dari pengukuran langsung (desorption test) di beberapa sumur di daerah penelitian, dimana penulis melakukan proses QC data, pengolahan, perhitungan dan koreksi dengan menggunakan metode Gas Research Institue (GRI-94/0396,1995) yang telah dimodifikasi sedangkan penelitian terdahulu nilai gas content yang digunakan lebih banyak menggunakan data hasil laboratorium dengan menggunakan metode American Society for Testing and Materials (ASTM) D7569-10 dan Australian Standard TM, 1999 (AS). 1.8 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya adalah : 1. Sebagai ilmu pengetahuan, dimana pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik batubara, properti gas dan kualitas reservoar GMB di suatu lapangan/cekungan menjadi hal yang utama dalam melakukan pengembangan GMB. 2. Aplikasi industri, terutama dalam bidang migas non konvensional untuk menambah tingkat kepercayaan dalam memperkirakan sumberdaya dan cadangan GMB, efisiensi biaya serta menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan strategi dan tahapan eksplorasi dan eksploitasi GMB selanjutnya.

Tabel 1.1 Penelitian terdahulu