BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami berbagai tanaman komoditas pangan sehingga dapat menghasilkan bermacammacam produk pangan. Hasil pertanian tersebut digunakan sebagai bahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar konsumsi masyarakat Indonesia berupa makanan pokok yaitu beras, jagung, sagu, dan umbi-umbian. Pada umumnya, masyarakat Indonesia cenderung memilih beras sebagai makanan pokok sehingga jumlah konsumsi makanan pokok lainnya menjadi lebih rendah dibandingkan beras. Penggunaan jenis makanan pokok di masyarakat berkaitan dengan ketersediaannya di wilayah tersebut. Beras merupakan hasil pengolahan padi baik secara manual maupun dengan peralatan modern. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada tahun 2013 adalah sebesar 71,28 juta ton gabah kering giling (GKG), dan perkiraan produksi padi tahun 2014 (ARAM I) sebesar 69,87 juta ton GKG, mengalami penurunan sebesar 1,41 juta ton (1,98 persen) dibandingkan tahun 2013 (BPS, 2014). Selama proses pengolahan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping berupa sekam (15-20%), dedak atau bekatul (8-12%), dan menir (5%) (Widowati, 2001). Dengan jumlah produksi gabah kering giling sebesar 71,28 juta ton (pada tahun 2013), maka jumlah menir yang diperoleh adalah sebesar 3,56 juta ton. 1
Ketergantungan masyarakat yang cukup tinggi terhadap beras menjadi salah satu masalah dalam upaya diversifikasi pangan. Untuk mengubah pola konsumsi masyarakat ke bahan pokok lainnya masih cukup sulit untuk dilaksanakan. Saat ini produk diversifikasi pangan yang mulai banyak dikembangkan adalah beras analog. Beras analog merupakan salah satu bentuk diversifikasi makanan pokok yang dapat diolah dari berbagai bahan baku berbasis karbohidrat dengan penambahan zat-zat tertentu untuk memperbaiki kualitas makanan pokok (Yuwono, dkk. 2013). Menir adalah butir beras yang berukuran kurang dari 0.25 bagian beras utuh (Yahya, 2012). Kandungan gizi per 100 gram beras menir dalam Tabel Komposisi Pangan Indonesia (Persagi, 2009) tidak terlalu jauh berbeda dengan beras giling yang biasa dikonsumsi. Namun penggunaannya di masyarakat masih terbatas yaitu digunakan sebagai pakan ternak serta digunakan untuk bahan baku makanan tradisional. Tidak jarang hasil samping pengolahan padi tersebut menjadi limbah dan akhirnya mencemari lingkungan di wilayah produksi padi. Pemanfaatan menir yang masih kurang ini menyebabkan nilai sosial-ekonominya rendah sehingga diperlukan proses lebih lanjut untuk pemanfaatannya (Widowati, 2001). Beras sebagai makanan pokok menyumbang kalori yang cukup besar bagi kebutuhan energi seseorang. Masyarakat sudah terbiasa untuk mengonsumsi makanan pokok (nasi) dalam jumlah yang lebih banyak dibanding makanan lainnya seperti lauk pauk, sayuran, dan buah. Hal ini memengaruhi asupan zat gizi lain sehingga asupannya tidak seimbang bahkan kurang. Kesadaran masyarakat dalam mencukupi kebutuhan serat sehari-hari masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan konsumsi rata-rata serat pangan di Indonesia 2
adalah 10,5 gram/hari sedangkan nilai ideal ialah sebesar 30 gram/hari. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap asupan serat ini disebabkan karena serat tidak menghasilkan energi bagi tubuh. Adapun asupan serat yang kurang tidak menimbulkan gejala spesifik seperti halnya gejala yang timbul apabila tubuh mengalami kekurangan zat gizi tertentu (Ardhianti & Indrasari, 2010). Serat makanan (dietary fiber) memang tidak termasuk sebagai zat gizi, namun memiliki berbagai manfaat dalam menjaga kesehatan tubuh, pencegahan penyakit, serta dapat digunakan untuk terapi pengobatan (Sari, 2009). Serat makanan memiliki beberapa fungsi penting antara lain sebagai carrier dari komponen lain, seperti protein, lipida, dan karbohidrat; sebagai pembentuk struktur dan tekstur dalam produk pangan olahan; dan asupannya dalam jumlah yang cukup dapat memberikan peran positif pada metabolisme fisiologis (Fardiaz 1994; Widowati 2001). Salah satu bahan makanan yang mengandung serat adalah rumput laut atau lebih dikenal dengan olahannya yaitu tepung agar-agar. Tepung agar sudah cukup dikenal masyarakat namun secara umum tidak dikonsumsi setiap hari. Menurut Ristanti (2003), jika dibandingkan dengan bentuk rumput laut segar terjadi kenaikan jumlah serat pangan dalam bentuk tepungnya. Rumput laut sendiri tersebar di berbagai wilayah perairan Indonesia dan menjadi salah satu komoditas hasil laut yang cukup berlimpah. Penanganan lebih lanjut terhadap rumput laut dapat meningkatkan nilai ekonomi dan manfaat kesehatan dari rumput laut tersebut dapat diperoleh konsumen. 3
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan produk beras analog dengan bahan dasar beras menir dan tepung agar melalui penelitian eksperimental. Penggunaan menir sebagai bahan dasar dalam penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan hasil samping penggilingan beras serta untuk meningkatkan nilai beras menir itu sendiri. Substitusi tepung agar dilakukan dengan mempertimbangkan kandungan serat yang dapat digunakan untuk meningkatkan asupan serat pangan dalam beras analog sehingga dapat menjadi salah satu produk pangan fungsional. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas yaitu : 1. Bagaimana kandungan gizi beras analog berbahan dasar beras menir dengan subsitusi tepung agar? 2. Bagaimana kadar serat kasar beras analog berbahan dasar beras menir dengan substitusi tepung agar? 3. Bagaimana daya terima nasi dari beras analog berbahan dasar beras menir dengan substitusi tepung agar? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi dan kadar serat kasar beras analog berbahan dasar beras menir dengan substitusi tepung agar serta daya terima nasi dari beras analog, sedangkan tujuan khusus penelitian adalah : 4
1. Untuk mengetahui kandungan gizi beras analog berbahan dasar beras menir dengan substitusi tepung agar, 2. Untuk mengetahui kadar serat kasar beras analog berbahan dasar beras menir dengan substitusi tepung agar, 3. Untuk mengetahui daya terima panelis terhaadap nasi dari beras analog berbahan dasar beras menir dengan substitusi tepung agar. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Memberi kontribusi dalam pengembangan dan pemanfaatan beras menir sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya. b. Menambah referensi dan sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam pemanfaatan beras menir. 2. Bagi Masyarakat a. Mengembangkan produk pangan alternatif dengan memanfaatkan beras menir sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. b. Mengembangkan sumber bahan makanan berserat untuk konsumsi masyarakat. 3. Bagi Pemerintah a. Mendukung ketahanan pangan nasional dan diversifikasi pangan melalui beras analog E. Keaslian Penelitian 5
Beberapa penelitian tentang beras analog yang telah dilakukan sebelumnya antara lain : 1. Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam (Nur Sofia Wardani Yahya, Institut Pertanian Bogor, 2012) Tujuan penelitian tersebut adalah mengembangkan beras analog berbahan baku menir dan ekstrak teh hitam menggunakan teknologi ekstrusi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh terhadap indeks glikemik beras analog. IG nasi analog terpilih sebesar 44,19 ± 10,75 dan tergolong kategori IG rendah (GI<55), sedang IG nasi menir sebesar 71,16 ± 15,41 dan tergolong kategori IG tinggi (GI>70). Untuk perhitungan nilai beban glikemik (BG) didapat sebesar 16,49 untuk nasi analog terpilih dan tergolong kategori BG sedang (11<BG<19) serta sebesar 22,96 untuk nasi menir dan tergolong kategori BG tinggi (BG>20). Perbedaan penelitian sebelumnya dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian tersebut menggunakan penambahan ekstrak teh hitam dan menghitung indeks glikemik dan beban glikemik. Persamaannya adalah bahan baku yang digunakan ialah beras menir. 2. Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau pada Pengolahan Beras Ekstrusi Terhadap Penurunan Indeks Glikemik (publikasi oleh Meutia, Institut Pertanian Bogor, tahun 2013) 6
Tujuan penelitian tersebut adalah mengembangkan beras ekstrusi dengan nilai indeks glikemik rendah sebagai pangan khusus untuk penderita diabetes mellitus, agar penderita DM dapat mengonsumsi beras dengan aman. Hasil penelitian menjelaskan bahwa nilai indeks glikemik beras ekstrusi terpilih yaitu sebesar 48,15±10,41 dan tergolong kategori IG rendah (IG<55). Sedangkan nilai IG nasi dari beras menir tersebut sebesar 77,40±11,75 dan tergolong kategori IG tinggi (IG>70). Pada takaran saji 150 g nasi ekstrusi maupun nasi menir memiliki Beban Glikemik sedang yaitu 16,52 (nasi menir) dan 14,00 (nasi ekstrusi). Perbedaan penelitian sebelumnya dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian tersebut menggunakan penambahan ekstrak teh hijau dan menghitung indeks glikemik dan beban glikemik. Persamaannya adalah bahan baku yang digunakan ialah beras menir. 3. Pengaruh Penambahan Agar-agar Terhadap Tingkat Kesukaan, Kadar Serat, dan Indeks Glikemik Nasi Putih (Ratnawati, Universitas Hasanuddin, 2012) Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan agar-agar terhadap tingkat kesukaan, kadar serat dan indeks glikemik dari nasi putih yang tidak bertekstur pera (keras). Hasil penelitian menjelaskan bahwa penambahan agar-agar pada nasi putih tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kesukaan warna, rasa, dan overall. Sebaliknya, penambahan agar-agar 1% dan 1,5% memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kesukaan tekstur (p=0,004). Semakin tinggi 7
konsentrasi penambahan agar-agar, tingkat kesukaan semakin berkurang. Penambahan agar-agar tidak menambah jumlah serat kasar pada nasi putih. Penambahan agar-agar menurunkan indeks glikemik (IG) nasi putih. IG nasi agaragar lebih rendah dibandingkan indeks glikemik nasi kontrol. Perbedaan penelitian sebelumnya dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian tersebut menggunakan bahan utama nasi putih. Persamaannya adalah penggunaan agar-agar serta pengamatan kadar serat kasar. 8