BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, dari data yang disimpulkan bahwa masalah kesehatan akan dipengaruhi pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olahraga dan stress. Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, salah satunya hipertensi (Gunawan, 2005). Seiring berubahnya gaya hidup diperkotaan mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat, gaya hidup yang gemar makan makanan fast food yang kaya lemak, malas berolahraga, stress, alkohol atau garam yang lebih dalam makanan bisa memicu terjadinya hipertensi. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (M. Shadine, 2010). Hipertensi dikenal sebagai silent killer, terbukti sering muncul tanpa gejala, berarti gejala bukan merupakan tanda untuk diagnostik dini. Hipertensi ringan justru sebagian besar jumlahnya dibandingkan stadium berat, dan harus diwaspadai karena ternyata sebagian besar menyebabkan kematian dibandingkan kanker. Meski terapi ringan akan banyak mengurangi risiko komplikasi kardiovaskuler, termasuk kematian dini (Armilawaty, 2007).
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial (90% kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder (10%) yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan ginjal. Menurut JNC VII Report 2003, diagnosis hipertensi ditegakkan apabila didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmhg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmhg pada dua kali pengukuran dalam waktu yang berbeda (Indrayani, 2009). Menurut data WHO (2000), hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematian. Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 25,41% (tahun 1980) menjadi 48,53% (tahun 2001). Hipertensi sebagai salah satu pencetus terjadinya penyakit jantung dan stroke, ikut andil dalam peningkatan proporsi kematian penyakit tidak menular tertentu seperti proporsi kematian karena penyakit kardiovaskular meningkat dari 9,1% (tahun 1986) menjadi 26,3% (tahun 2001), jantung iskemik dari 2,5% (tahun 1980) menjadi 14,9% (tahun 2001), dan stroke dari 5,5% (tahun 1986) menjadi 11,5% (tahun 2001). Hipertensi merupakan masalah yang sering ditemukan dan termasuk masalah kesehatan masyarakat yang perlu segera ditangani sebelum komplikasi dan akibat buruk lainnya. Di negara berkembang, sekitar 80% penduduk mengidap hipertensi. Hipertensi dapat terjadi oleh karena beberapa faktor risiko, faktor risiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu faktor keturunan, ciri perorangan dan life style (gaya hidup). Faktor keturunan di dapat dari keturunan orang tuanya
yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi atau dengan kata lain seseorang akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita penyakit hipertensi apabila orang tuanya penderita hipertensi. Ciri perorangan yang memengaruhi timbulnya penyakit hipertensi yaitu umur, jenis kelamin, dan ras (Depkes RI, 2003). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2000 hipertensi telah di derita 26,4% populasi dunia dengan perbandingan 26,6% pada pria dan 26,1% pada wanita. Berdasarkan laporan The Thirt National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 1999-2000 insidensi hipertensi orang dewasa mencapai 29-31% atau 58-65 juta orang di Amerika. Sementara menurut WHO (2006) prevalensi hipertensi di negara berkembang seperti Vietnam (2004) sebesar 43,5%, Singapura (2004) sebesar 24,9% dan prevalensi di Indonesia terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%. Menurut Suyono (2001), Satu dari 11 orang di dunia mengidap darah tinggi dan umumnya setengah pasien hipertensi tidak sadar akan kondisi, 20% populasi dewasa mengalami hipertensi dan lebih dari 90% diantaranya menderita hipertensi esensial (primer) yang tidak diketahui penyebabnya. Meski ancamannya menakutkan, masih banyak anggota masyarakat yang mengabaikan hipertensi. Pengabaian ini dikarenakan sifat dari hipertensi itu sendiri. Ketika belum merusak organ tubuh penyakit hipertensi tidak menunjukkan gejala spesifik. Akibatnya pada tahap ini, orang masih merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya dan tidak merasa perlu untuk memeriksa dirinya. Penanganan menjadi lebih
sulit dan mahal karena penderita darah tinggi baru mengeluh dan memeriksa dirinya ketika sudah komplikasi dengan sakit ginjal, jantung, pembuluh darah diotak, buta dan menyebabkan kematian. Kematian akibat hipertensi paling besar pada usia 50-60 tahun (Bustan, 2007). Menurut laporan Kemenkes (2010), bahwa hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Melalui gaya hidup yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai penyakit. Perubahan gaya hidup seperti komsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik, kebiasaan merokok dan kurangnya aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang serba praktis merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya penyakit berbahaya seperti diabetes mellitus, tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung dan stroke. Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Arief, 2007). Menurut WHO (2010), gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurangnya aktifitas fisik, hal ini karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin lama makin banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke (Dennysantoso, 2011). Pengobatan hipertensi ikut berperan dalam kematian ribuan orang lain karena penyakit komplikasinya yang lebih berbahaya, seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal terminal. Negara maju seperti Amerika, penderita hipertensi yang diobati sebanyak 59% dan yang terkontrol sebanyak 34%. Di berbagai negara Eropa, penderita yang diobati hanya sebesar 27% dan dari jumlah tersebut, 70% tidak terkontrol (Wikipedia, 2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI bahkan menunjukkan prevalensi hipertensi nasional sebesar 31,7%. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke, sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Prevalensi hipertensi di Indonesia terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Baliem Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Riskesdas, 2007). Penyebab terjadinya hipertensi belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah adalah merokok, kelebihan berat badan, konsumsi garam dan lemak, alkohol, tingkat stres, rendahnya aktivitas fisik. Faktor predisposisi yang sulit terkontrol adalah keturunan, ras, usia, dan jenis kelamin. Predisposisi genetik, misalnya, kalau kedua orang tua hipertensi, kemungkinan hipertensi terjadi adalah 45%. Insiden hipertensi meningkat sesuai dengan usia, pria mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada wanita (Armilawaty dkk, 2007). Satu dari lima pria berusia antara 35-44 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi. Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat pada usia antara 45-54 tahun. Separuh dari mereka yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada usia 65-74 tahun, prevalensi menjadi lebih tinggi lagi, sekitar 60% menderita hipertensi. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi diatas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menopouse) yang berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi dikalangan wanita usia lanjut (Lumbantobing, 2008). Dari 10 penyakit terbanyak di RSUD DR. Soedarso Tahun 2005 hipertensi menduduki peringkat pertama dengan jumlah pasien 6.441 (0,058%) dari 110.995 kunjungan. Pada tahun 2005 Menurut data Medikal Record di RSUD Labuang Baji Makassar, 10 penyakit terbanyak yang rawat inap, hipertensi menduduki peringkat kesembilan dengan jumlah pasien 294 (1,75%) dari jumlah pasien selama setahun yaitu 12.691 orang. Dan pada tahun 2006 jumlah pasien hipertensi yang rawat jalan mengalami peningkatan dari 2797 orang ( pada tahun 2005) menjadi 5701 orang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowaty Rahajeng dan Sulistyowati Tuminah Tahun 2009 dengan judul penelitian Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia dikatakan bahwa melakukan aktivitas secara teratur
(aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiarto (2007) di Kabupaten Karanganya dikatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi lemak jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,022; OR = 2,01 dan 95% CI = 1,10 3,66. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Yeni Laela (2008) di Puskesmas Gamping II Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, Yogyakarta dimana hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,003 dan disarankan kepada petugas kesehatan agar melakukan penanggulangan yang lebih serius terhadap penyaki-penyakit tidak menular (PTM). Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan, penderita Hipertensi (Penyakit Darah Tinggi) pada tahun 2010 mencapai 75.895 jiwa, bahkan pada tahun 2011 penyakit tersebut menempati urutan ketiga dalam daftar 10 penyakit paling menonjol di kota Medan (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2011). Hubungan antara gaya hidup dengan mekanisme timbulnya hipertensi khususnya belum diketahui secara pasti. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Obesitas atau kegemukan yang berkaitan dengan kebiasaan mengomsumsi lemak tinggi khususnya lemak jenuh juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Orang yang kurang
berolahraga mempunyai resiko 20-50% lebih besar untuk terkena hipertensi jika dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Oleh karena penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan di atas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itulah maka pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting (Arief, 2007). Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah hipertensi perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensinya yang tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana faktor gaya hidup dapat menimbulkan penyakit hipertensi dan faktor mana dari gaya hidup tersebut yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Matiti didapatkan bahwa dari 10 Puskesmas yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Puskesmas Matiti merupakan Puskesmas yang paling banyak menerima pasien dengan hipertensi yaitu sebanyak 2631 penderita dan jumlah penderita hipertensi pada kelompok dewasa madya sebanyak 937 penderita (36%). Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Gaya Hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) terhadap kejadian
Hipertensi pada kelompok Dewasa Madya di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2011. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah tingginya prevalensi hipertensi pada kelompok dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat riwayat merokok) kelompok dewasa madya terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012. 1.4. Hipotesis Karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) kelompok dewasa madya memengaruhi kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Sebagai masukan dan informasi bagi Puskesmas Matiti dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit hipertensi dan dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang gaya hidup yang baik sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya hipertensi pada kelompok dewasa madya. 1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya kelompok dewasa madya agar membiasakan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya penyakit hipertensi. 1.5.3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khusunya yang terkait dengan penyakit hipertensi.