PERANAN AGROINDUSTRI DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH KOMODITI PISANG, NANGKA DAN GARUT Ratna Mustika Wardhani 1 1 adalah Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun Abstract Problem faced in development agroindustry is the fact that the connection between agricultural and industrial sector especially in the provision of raw materials is weak. So far the horticultural plants (banana and jackfruit and garut) plat are sold in a primer form instead of agro industrially proceeded to give added value. This research has the purpose as follows : 1) To identify the availability of raw materials (bananas, jackfruit dan garut chips).2) To analyze the income and expense in the agroindustry of bananas, jackfruit and garut chips in order to examine the added value gained by the producers. The research area ia intentionally chosen in Kuwiran village, subdistric of Kare, regency of Madiun. Which is the industrial center of banana, jackfruit and garut chips. From thev research conducted, it can be concluded that: The raw materials of banana, and jackfruit chips are supplied by merchants coming from outside of the research area by 51,85 % and 42,85 % respectively. While of the garut chips are supplied by the merchants nearby the research area by 45,55%. The added value gained from the production of banana chips is Rp 3697,9/kg of raw material which equala to 37,35% of banana chips price. The added value of jackfruit chips is Rp 8271,02 /kg of raw material which equals to 50,12% of jackfruit chips price. While the added value gained from the production of garut chips is Rp. 1429,71/kg of raw material which equals to 59,57% of garut chips price. Keywords: Agro industrially, Added value Pendahuluan Agroindustri pada saat ini semakin diharapkan peranannya untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran di pedesaan, sekaligus sebagai penggerak industrialisasi di daerah pedesaan. Banyak harapan ditumpukan pada agroindustri, namun keberhasilannya lebih banyak ditentukan oleh potensi yang ada. Dengan berkurangnya kemiskinan berarti pendapatan masyarakat meningkat, dengan meningkatnya pendapatan berarti akan terjadi peralihan minat konsumen pada produk-produk olahan dan berkualitas lebih baik, yang dengan sendirinya menghendaki kegiatan agribisnis berkembang lebih cepat. Untuk mewujudkan harapan tersebut perlu dilakukan pengkajian apakah agroindustri yang dikembangkan sesuai dengan peranannya. Di Kabupaten Madiun banyak desa yang dikembangkan sebagai sentra tanaman buahbuahan dalam usaha agribisnis seperti pisang, nangka dan masih banyak yang lainnya. Jumlah tanaman produktif dan produksi buah pisang dan nangka di Kabupaten Madiun cenderung mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Selain tanaman buah-buahan juga tanaman garut (Maranta arundinacea L) yang merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang dapat maksimal dibawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum maka tanaman ini potensial diusahakan pada tanah pekarangan, maupun daerah yang tingkat kesuburannya rendah, seperti Kecamatan Kare merupakan daerah yang kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman pangan, karena merupakan daerah lahan kering sehingga tanaman garut sangat mungkin Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 45
dikembangkan di daerah tersebut. Selama ini usaha agroindustri yang ada dikembangkan hanya sebagai usaha sampingan atau mengisi waktu luang. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri adalah masih lemahnya keterkaitan anatar sector pertanian dan sector industry terutama dalam penyediaan bahan baku agroindustri. Selama ini tanaman hortikultura (pisang dan nangka) serta tanaman garut hanya dipasarkan dalam bentuk primer daripada diolah lebih lanjut kedalam kegiatan agroindustri. Oleh karena agroindustri pengolahan kripik pisang, kripik nangka dan emping garut merupakan bagian dari system agribisnis yang memproses dan mentransformasikan produk-produk mentah hasil pertanian menjadi barang-barang setengah jadi maupun barang jadi yang langsung dapat dikonsumsi, maka perlunya pengembangan komoditas tanaman hortikultura dan tanaman garut untuk menciptakan struktur agribisnis dan agroindustri yang memadai. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dikaji apakah agroindustri kripik pisang, kripik nangka dan emping garut memberikan nilai tambah dari setiap kilogram bahan baku yang digunakan oelh pengrajin. Tinjauan Teoritik Perubahan Agroindustri Terhadap Perubahan Keseimbangan Konsumen dan Penciptaan Nilai Tambah Keseimbangan konsumen akibat adanya diversifikasi produk Olahan dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan atribut. Pendekatan atribut didasarkan pada asumsi bahwa perhatian konsumen bukan terhadap produk secara fisik, melainkan lebih ditujukan kepada atribut produk yang bersangkutan. Pendekatan ini menggunakan analisis utilitas yang digabungkan dengan analisis kurve indeferen. Atribut yang dimaksuh disini adalah semua jasa yang diahsilkan dari penggunaan dan atau pemilikan barang tersebut (Douglas,E.J 1993). Dalam teori konsumsi keseimbangan dipengaruhi oleh pendapatan, harga barang per unit dan nilai atribut. Dalam mengkonsumsi pangan konsumen memperhatikan atribut keamanan pangan, nutrisi, nilai dan pengepakan (Hoocker and Caswell,1996). Konsumen cenderung menghendaki atribut yang kompleks sejalan dengan kenaikan pendapatan, sehingga harga bukan merupakan satu-satunya determinan utama dalam mengkonsumsi barang. Dalam proses produksi suatu produk harus memberikan sesuatu yang lain dan tahan lama. Produk Olahan yang merupakan produk baru harus dapat menunjukkan gambaran atau kelebihannya dibandingkan dengan produk yang sudah ada, sehingga mendorong konsumen untuk mengkonsumsi produk baru tersebut. Keseimbangan konsumen model atribut ditentukan titik singgung antara efisiensi frontier dan kurva indeferren. Efisiensi frontier menunjukkan batas terluar yang dapat dicapai konsumen berdasarkan atribut-atribut yang diinginkan dengan menggunakan pendapatan tertentu. Efisiensi frontier ini diperoleh dengan mengalikan jumlah barang dengan nilai atribut pada masing-masing barang. Olah karena jumlah barang yang dapat dibeli konsumen dipengaruhi harga dan pendapatan konsumen, maka menurut Siebert (1997) efisiensi frontier ini merupakan fungsi harga barang, pendapatan konsumen dan atribut rating. Dengan menggunakan model atribut, maka perubahan keseimbangan konsumen akibat proses pengolahan atau diversifikasi produk olahan dapat dijelaskan sebagai berikut: Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 46
Atribut Y/ Kelezatan Produk A A N Produk Baru I 2 I 1 Produk B B Atribut X/ Ekonomi Gambar 1 : Perubahan Keseimbangan Konsumen Akibat Diversifikasi Produk Olahan Dalam gambar diatas menunjukkan apabila mula-mula produk A merupakan produk yang dikehendaki konsumen dengan harga yang relative mahal dibandingkan dengan produk B. Dengan menggunakan pendapatan tertentu dan harga yang berlaku dipasar konsumen mula-mula memiliki efisiensi frontier AB dan keseimbangan konsumen dititik A dengan tingkat kepuasan sebesar I 1. Apabila ikan diolah menjadi produk olahan dan merupakan produk baru, konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang tinggi. Sehingga didalam model atribut penciptaan nilai tambah terlihat dari perbedaan harga beli konsumen terhadap produk yang berbeda, yaitu ikan segar (A) harga beli konsumen lebih rendah dibandingkan produk olahan (N) Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : maka dengan atribut kelezatan dapat 1. Untuk mengetahui ketersediaan bahan baku menggeser efisiensi frontier AN dan (pisang, nangka dan garut) dalam mensuplai keseimbangan konsumen yang terjadi dititik N dengan tingkat kepuasan sebesar I 2 dengan agroindustri kripik pisang, kripik nangka dan emping garut. demikian konsumen akan bersedia 2. Untuk menganalisa struktur biaya dan membayar mahal untuk membeli produk olahan dari pada ikan yang belum diolah, penerimaan pada agroindustri kripik pisang, kripik nangka dan emping garut sehingga karena sifat ikan yang cepat busuk. Karena walaupan harga mahal tingkat kepuasan konsumen akan lebih tinggi dibandingkan diketahui produsen. nilai tambah yang diperoleh dengan tingkat kepuasan sebelumnya, Metode Penelitian sehingga dengan adanya agroindustri akan menggeser keseimbangan konsumen dari produk yang belum diolah menjadi produk olahan. Kesediaan konsumen membayar produk olahan yang lebih tinggi daripada Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis diskripsi dan analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah berguna untuk mengetahui berapa nilai tambah yang terdapat pada satu harga bahan baku merupakan indikasi kilogram produk olahan. Dari angka ini penciptaan nilai tambah dari ikan segar (A) menjadi produk olahan (B). Walaupun harga dapat dihitung berapa pendapat kerja (labour income) yang menunjukan berapa besar satu beli produk olahan (N) lebih mahal tetapi kilogram produk olahan memberikan Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 47
imbalan pendapatan bagi para pekerjaannya. Apabila pendapatan kerja terhadap nilai tambah (%) tinggi, maka agroindustri yang demikian lebih berperan dalam memberikan pendapatan bagi para pekerjanya. Sedangkan sisa nilai tambah yang tidak digunakan sebagai imbalan tenaga kerja merupakan bagian (keuntungan) pengrajin. Untuk membuktikan bahwa agroindustri memberikan nilai tambah yang layak bagi para pengrajin agroindustri digunakan analisi nilai tambah yang dikemukakan Hayami,Y et.al (1987) Hasil Penelitian I. Agroindustri Kripik Pisang Produksi Pisang dan Kebutuhan Bahan Baku Kripik Pisang Di Kabupaten Madiun perkembangan tanaman pisang dari tahun ke tahun cenderung tinggi, hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap buah pisang baik dalam bentuk segar maupun sebagai bahan baku kripik pisang. Perkembangan jumlah pohon dan produksi buah pisang antara tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Jumlah Tanaman Produktif dan Produksi Buah Pisang di Kabupaten Madiun Tahun 2002-2006 Tahun Tanaman Produktif (pohon) Produksi (ton) 2002 599.066 3.889,34 2003 607.486 4.860,38 2004 619.650 4.957,20 2005 629.166 7.438,99 2006 689.732 11.448,61 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Madiun,2007 Kenaikan produksi pisang dari tahun ke tahun bukan berarti kebutuhan pisang sebagai bahan baku kripik tercukupi, hal ini dikarenakan produksi pisang yang diwilayah Kabupaten Madiun merupakan jenis pisang buah, sehingga sebagian besar dijual secara primer dalam bentuk buah segar. Tabel 2. Asal dan Kebutuhan Bahan Baku Agroindustri Kripik Pisang selama 1 tahun No Asal Bahan Baku Kebutuhan Bahan Baku Daerah Asal Bahan Baku (kg/tahun) % 1. Pengrajin sendiri 180 16,67 Lahan sendiri 2. Petani Lain 340 31,48 Desa Kuwiran, Desa Kare 3. Pedagang 560 51,85 Luar Kecamatan Kare Jumlah 1080 100 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa 51,86% bahan baku diperoleh dari pedagang diluar daerah Kecamatan Kare, hal ini menunjukkan bahwa budidaya tanaman pisang untuk dikembangkan sebagai bahan baku agroindustri kripik pisang di desa Kuwiran masih sangat kurang dikembangkan. Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 48
Tabel 3. Struktur Biaya Produksi Dan Penerimaan Agroindustri Kripik Pisang. No Output,Input dan Harga Kripik Pisang 01 02 03 04 05 06 07 Hasil Produksi : Kripik Pisang (kg/bulan) Bahan Baku : Pisang (kg/bulan) Tenaga kerja (HK/bulan) Faktor konversi (1)/(2) Koefisien Tenaga Kerja (3)/(2) Harga Produk : Kripik Pisang (Rp/Kg) Upah rata-rata (Rp/HK) 30 90 6 0,33 0,06 30.000 8333,34 Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input bahan baku) 08 09 10 11 12 13 14 15 16 Input: bahan baku: Pisang (Rp/kg) Input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai Produksi (Rp/kg=faktor konvensi x harga kripik pisang) Nilai tambah per kg bahan baku (10-09-08) Rasio nilai tambah (11/10 x 100 %) Imbalan kerja (Rp/kg bahan baku = koefisien kerja x upah rata-rata) Rasio bagian tenaga kerja (13/11 x 100%) Keuntungan pengolah (11-13) Tingkat Keuntungan pengolah (15/10 x 100%) 4000 2202,08 9900 3697,9 37,35 % 500,00 13,5 % 3197,89 32,30 % II.Agroindustri Kripik Nangka Produksi Nangka dan Kebutuhan Bahan Baku Kripik Nangka Perkembangan tanaman hortikultura di Kabupaten Madiun dari tahun ke tahun cenderung meningkat, mulai dari jumlah tanaman produktif sampai produksi buahnya. Hal ini menunjukkan bahwa peranan tanaman hortikultura dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan cukup berarti, baik dijual secara primer (buah segar) atau sebagai bahan baku agroindustri yang ada di pedesaan. Adapun perkembangan tanaman nangka di Kabupaten Madiun dari tahun 2002 sampai 2006 adalah sebagai berikut: Tabel 4. Jumlah Tanaman Produktif dan Produksi Buah Nangka di Kabupaten Madiun Tahun 2002-2006 Tahun Tanaman Produktif (pohon) Produksi (ton) 2002 76.500 4.274,5 2003 76.725 4.317,3 2004 76.802 4.379,63 2005 100.711 5.923,35 2006 108.714 5.491,99 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Madiun,2007 Sebagai bahan baku kripik nangka tidak semua jenis nangka dapat digunakan sebagai bahan baku, hal ini dikarenakan bahan baku kripik nangka diperlukan nangka yang tidak terlalu masak dengan jenis tertentu, seperti jenis nangka salak. Sedangkan jenis nangka yang lain seperti jenis nangka bubur, kunir tidak bisa dipergunakan sebagai bahan baku kripik nangka dikarenakan mempunyai kandungan air yang tinggi serta terlalu lunak. Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 49
Tabel 5. Asal Dan Kebutuhan Bahan Baku Agroindustri Kripik Nangka selama 1 tahun. No Asal Bahan Baku Kebutuhan Bahan Baku Daerah Asal Bahan Baku (kg/tahun) % 1 Pengrajin sendiri 156 20,65 Lahan sendiri 2 Petani Lain 276 36,50 Desa Kuwiran 3 Pedagang 324 42,85 Luar Kecamatan Kare J u m l a h 756 100 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa bahan baku kripik nangka terpenuhi dari pedagang (42,85 %) yang berasal dari luar Kecamatan Kare, hal ini disebabkan karena bahan baku yang berasal disekitar daerah penelitian kurang dapat menyediakan secara kontinyu dikerenakan jenis nangka yang dibutuhkan untuk kripik nangka dikembangkan dan tidak dibudidayakan secara baik sehingga tidak dapat memasok bahan baku pada pengusaha agroindustri kripik nangka. Analisa Nilai Tambah Tabel 6. Struktur Biaya Produksi dan Penerimaan Agroindustri Kripik Nangka No Output, Input dan Harga Kripik Nangka 01 02 03 04 05 06 07 Hasil Produksi : Kripik Nangka (kg/bulan) Bahan Baku : Nangka (kg/bulan) Tenaga kerja (HK/bulan) Faktor konversi (1)/(2) Koefisien Tenaga Kerja (3)/(2) Harga Produk : Kripik Nangka (Rp/Kg) Upah rata-rata (Rp/HK) 21 63 7 0,33 0,11 50.000 7500 Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input bahan baku) 08 09 10 11 12 13 14 15 16 Input : bahan baku : Nangka (Rp/kg) Input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai produksi (Rp/kg= faktor konversi x harga kripik nangka) Nilai tambah per kg bahan baku ( 10-09-08) Rasio nilai tambah (11/10 x 100%) Imbalan kerja (Rp/kg bahan baku =koefisien kerja x upah rata-rata) Rasio bagian tenaga kerja (13/11 x 100%) Keuntungan pengolah (11-13) Tingkat keuntungan pengolah (15/10 x 100%) 4500 3728,98 16.500 8271,02 50,12 825,00 9,97 % 7446,02 45,12 % Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 50
III. Agroindustri Emping Garut Perkembangan budidaya tanaman garut dari tahun ke tahun sudah mulai meningkat. hal ini dilihat dari asal bahan baku yang tertinggi (45,55%) berasal dari petani yang berada dari Desa Kuwiran. Sehingga dengan terpenuhinya bahan baku agroindustri emping garut yang berasal dari Desa Kuwiran sendiri berarti sudah dapat meningkatkan usaha agroindustri emping garut yang ada di Desa Kuwiran. Adapun data asal dan kebutuhan bahan baku emping garut selama 1 tahun adalah ebagai berikut: Tabel 7. Asal Dan Kebutuhan Bahan Baku Agroindustri Emping Garut selama 1 tahun. No Asal Bahan Baku Kebutuhan Bahan Baku Daerah Asal Bahan Baku (kg/tahun) % 1 Pengrajin sendiri 1800 33,34 Lahan sendiri 2 Petani Lain 2460 45,55 Desa Kuwiran 3 Pedagang 1140 21,11 Luar Kecamatan Kare J u m l a h 5400 100 Analisa Nilai Tambah Tabel 8. Struktur Biaya Produksi dan Penerimaan Agroindustri Emping Garut No Output, Input dan Harga Emping Garut Tepung 01 02 03 04 05 06 07 Hasil Produksi : Emping Garut (kg/bulan) Bahan Baku : Garut (kg/bulan) Tenaga kerja (HK/bulan) Faktor konversi (1)/(2) Koefisien Tenaga Kerja (3)/(2) Harga Produk : Emping Garut (Rp/Kg) Upah rata-rata (Rp/HK) 75 450 15 0,16 0,03 15.000 7333,34 12,5 112,5 4 0,11 0,03 7,000 3400 Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input bahan baku) 08 09 10 11 12 13 14 15 16 Input : bahan baku : Garut (Rp/kg) Input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai produksi (Rp/kg= faktor konversi x harga emping garut) Nilai tambah per kg bahan baku ( 10-09-08) Rasio nilai tambah (11/10 x 100%) Imbalan kerja (Rp/kg bahan baku =koefisien kerja x upah rata-rata) Rasio bagian tenaga kerja (13/11 x 100%) Keuntungan pengolah (11-13) Tingkat keuntungan pengolah (15/10 x 100%) 600 370,29 2400 1429,71 59,57 % 220 15,38 % 1209,7 50,4 % 600-770 170 22,07% 102 6% 68 0.08% Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 51
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pada agroindustri kripik pisang dan kripik nangka kebutuhan bahan baku dipenuhi dari pedagang diluar daerah penelitian yaitu 51,85 % dan 42,85 % dari keseluruhan kebutuhan bahan baku( yang berasal dari pengrajin sendiri maupun petani lain dalam desa Kuwiran), sedangkan pada agroindustri emping garut kebutuhan bahan baku dipenuhi dari petani disekitar daerah penelitian yaitu sebesar 45,55% dari keseluruhan kebutuhan bahan baku dari pengrajin sendiri atau petani diluar daerah penelitian. 2. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha : - agroindustri kripik pisang sebesar Rp.3697,9/kg bahan baku atau 37,35 % nilai kripik pisang. - agroindustri kripik nangka sebesar Rp. 8271,02/kg bahan baku atau 50,12 % nilai kripik nangka - agroindustri emping garut sebesar Rp. 1429,71/kg bahan baku atau 59,57 % nilai emping garut dan Rp.170,- /kg bahan baku atau 22,07% nilai tepung garut. Daftar Pustaka Douglas,E.J 1993 Managerial Economic: Analysis and Strategy, Prentice-Hall, New Jersey, pp. 69-104 Hoocker and Caswell,1996 Trend in Food Quality Regulation: Implications for Processed Food Trades and Foreign Direct Investment Amer. J.Agri.Econ,vol 12 No 5 pp 411-419 Hayami,Y,et 1997 Agricultural Marketing and Processing In Upland Java: A Prospective from Sunda Village, CGR PT Bogor, ch.6,p 43-47 Siebert,J.W et.all 1997 The Vest Model : An Alternative Approach to Value Added Agribisness,Vol 13 No 6,pp 561-567 Agritek Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PERANAN AGROINDUSTRI.. 52