II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Metode pewarnaan Gram mengikuti prosedur Sunatmo (2007). Uji sifat biokimia dan fisiologi bakteri meliputi uji oksidatif/fermentatif, uji motilitas, uji oksidase, dan uji katalase. Berdasarkan uji biokimia akan diperoleh genus suatu bakteri dengan mengacu pada Tabel Cowan (Cowan dan Steel, 1974). 2.1.2 Uji Postulat Koch Postulat Koch dilakukan untuk menguji sediaan bakteri Aeromonas hydrophila yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Uji Postulat Koch dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu uji virulensi, fasase, dan pengenceran berseri. Uji virulensi dilakukan dengan menyuntikkan sediaan A. hydrophila murni ke ikan sehat hingga menyebabkan sakit pada ikan tersebut. Fasase dilakukan dengan cara A. hydrophila hasil isolasi dari ikan yang telah berupa biakan murni ditumbuhkan dalam media TSA (Trypticase Soy Agar) miring dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Pengenceran berseri dilakukan dengan mengkultur A. hydrophila ke dalam 25 ml media TSB (Trypticase Soy Broth) kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam water bath shaker. Setelah itu diambil 1 ml ke dalam Effendorf dengan menggunakan pipet mikro, kemudian disentrifuse sekitar 5 menit dan dibuang supernatannya. Natan yang diperoleh dicuci dengan PBS sebanyak 2x dan disentrifuse, setelah itu diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam Effendorf yang berisi 0,9 ml PBS, dilakukan hal yang sama hingga pengenceran yang diinginkan. 2.1.3 Pembuatan Tepung Meniran Phyllanthus niruri Penepungan dilakukan agar bahan tercampur rata dalam pakan komersil. Tepung meniran digunakan sebagai sediaan bahan untuk pencampuran dalam pakan. Pohon meniran yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun meniran,
sedangkan bunga, batang, akar serta daun yang berwarna kuning tidak digunakan. Setelah itu daun meniran dikering udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung sekitar 3 hari, kemudian dihaluskan dengan blender dan tepung meniran disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.4 Pembuatan Tepung Bawang Putih Allium sativum Tepung bawang putih digunakan sebagai sediaan bahan untuk pencampuran dalam pakan. Bawang putih dikupas dan diiris tipis, setelah itu dikering udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung sekitar 5 hari. Selanjutnya di oven selama 1 jam pada suhu 60⁰C, kemudian dihaluskan dengan blender. Setelah itu disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.5 Penentuan Dosis Perlakuan Perlakuan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan dosis yang paling efektif dari kombinasi tepung meniran dan bawang putih sebagai pencegahan penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia). Perlakuan didasarkan pada penelitian sebelumnya dengan metode yang berbeda, setiap perlakuan diberikan 3x ulangan (Tabel 1). Metode yang digunakan sebelumnya adalah pemberian bahan berupa ekstrak meniran dan bawang putih yang disemprotkan ke pakan dengan perbandingan meniran dan bawang putih adalah 1:2 (Sholikhah, 2009), sehingga dosis perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 1. Komposisi bahan perlakuan dalam pakan Perlakuan Total (%) Meniran (%) Bawang putih (%) Kontrol negatif 0 0 0 Kontrol positif 0 0 0 A 0,1 0,03 0,07 B 1,1 0,40 0,70 C 2,1 0,70 1,40 D 3,1 1,00 2,10 Kontrol negatif (K ) : tidak diberi bahan perlakuan dalam pakan, tidak diinfeksi A. hydrophila pada hari ke-. Kontrol positif (K+) : tidak diberi bahan perlakuan dalam pakan, diinfeksi A. hydrophila pada hari ke-. A, B, C, D : diberi bahan perlakuan dalam pakan (sesuai Tabel 1), diinfeksi A. hydrophila pada hari ke-.
2.1.6 Pembuatan Pakan Perlakuan Pakan komersil berprotein 30% ditepungkan, kemudian dicampur dengan tepung meniran dan bawang putih sesuai dosis perlakuan serta ditambahkan vitamin C 0,1% dan diaduk rata. Setelah itu ditambahkan air sebanyak 30% lalu dicetak, kemudian di oven sekitar 2 jam pada suhu 60⁰C. Pakan disimpan dalam wadah kedap udara. 2.1.7 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm. Akuarium sebelumnya dicuci dan dikeringkan, kemudian didisinfeksi dengan kaporit 100 ppm selama 24 jam. Setelah itu diisi air setinggi 20-25 cm, kemudian di kaporit 30 ppm selama 24 jam, selanjutnya dinetralisir dengan tiosulfat ppm dan diaerasi kuat. Bagian pengaman supaya ikan tidak stres, akuarium dan seluruh dindingnya ditutup plastik berwarna hitam agar ikan lele tidak loncat. Ikan lele yang digunakan berukuran panjang 12,08±0,57 cm. Ikan lele diadaptasikan dalam wadah penampungan terlebih dahulu selama 1-2 minggu sebelum dimasukkan ke dalam akuarium. Selama adaptasi ikan diberi pakan 2 kali sehari. Pakan yang digunakan pakan komersil yang mengandung protein 30%. Sebelum masuk penampungan, ikan lele direndam di air garam 0,1% selama 5 menit. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan parasit yang dibawa dari tempat sebelumnya. Tahap selanjutnya adalah pengadaptasian ikan lele di dalam akuarium. Ikan lele diadaptasikan selama 3-5 hari. Setiap akuarium diisi ikan sebanyak 5 ekor. Setelah beradaptasi, ikan lele diberi pakan perlakuan dengan FR (Feeding Rate) 3%, dan FF (Feeding Frequency) 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. 2.1.8 Uji In Vivo Uji in vivo dilakukan untuk menentukan pengaruh dosis tepung meniran dan bawang putih yang berbeda dalam pakan terhadap kelangsungan hidup ikan lele setelah diinfeksi A. hydrophila. Penginfeksian A. hydrophila dilakukan setelah pakan perlakuan diberikan selama 14 hari (Gambar 1).
Ikan lele ekor setiap perlakuan (3 ulangan) diinfeksi dengan A. hydrophila dengan dosis 10 8 CFU/ml sebanyak 0,1 ml/ikan secara intramuskular. Perlakuan yang diinfeksi dengan A. hydrophila adalah perlakuan K+, A, B, C, dan D, sedangkan K disuntik 0,1 ml PBS/ekor. Gambar 1. Skema uji in vivo Ikan setiap perlakuan diberi tanda yang berbeda, yaitu pada sirip pektoral kanan, pektoral kiri, dan sirip kaudal (Gambar 2). Penanda padaa ikan dilakukan setelah ikan diinfeksi, yaitu dengan melubangi sirip menggunakan besi yang dipanaskan. Fungsi dari penandaan (tagging) adalah untuk membedakan antar ikan dalam satu perlakuan, satu ulangan selama pengamatan. Pki Pka Gambar 2. Tagging pada ikan Pki = Sirip pektoral sebelah kiri dilubangi Pka = Sirip pektoral sebelah kanan dilubangi = Sirip kaudal dilubangi sebanyak 1 lubang = Sirip kaudal dilubangi sebanyak 2 lubang = Sirip kaudal dilubangi sebanyak 3 lubang
2.2 Parameter Pengamatan 2.2.1 Respons Ikan terhadap Pakan Pengamatan respons ikan terhadap pakan dilakukan dari awal hingga akhir perlakuan. Respons ikan terhadap pakan diamati saat pemberian pakan dilakukan pada setiap perlakuan. Respons ikan terhadap pakan dapat diukur dari sisa pakan dengan cara mengurangi pakan yang seharusnya diberikan (FR 3%) dengan sisa pakan selama satu hari. 2.2.2 Pertumbuhan Bobot ikan ditimbang saat awal, tengah, dan akhir perlakuan sebelum uji tantang dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,001. Pertambahan bobot ikan dihitung dengan rumus (Effendi, 2004) : Wt = bobot rataan akhir (gram) Wo = bobot rataan awal (gram) Pertumbuhan mutlak Wt Wo t Pertumbuhan spesifik dihitung dengan formula di bawah ini (Lieder, 1978 dalam Steffens, 1989) Pertumbuhan/hari % P t = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) P o = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = Masa pemeliharaan (hari) ln ln t 100 2.2.3 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup ikan diamati setiap hari hingga akhir perlakuan. Setiap ikan yang mati dicatat dan diukur panjang serta bobotnya. Penghitungan kelangsungan hidup dilakukan di akhir perlakuan dengan formula sebagai berikut (Effendi, 2004). Kelangsungan hidup % Nt No Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan awal (ekor) 100%
2.2.4 Gejala Klinis dan Penyembuhan Luka Gejala klinis diamati setiap hari setelah ikan diinfeksi dengan A. hydrophila. Gejala klinis yang diamati adalah radang, haemoragi, tukak, dan kematian. Penyembuhan luka diukur berdasarkan persentase perubahan diameter luka selama perlakuan dari diameter luka maksimum yang disebabkan infeksi bakteri A. hydrophila. Penyembuhan luka diamati setiap 2 hari sekali selama 10 hari. Rumus yang digunakan untuk penghitungan persentase perubahan diameter luka adalah sebagai berikut. A X% A A (i) = Diameter luka maksimum pada hari ke-i (cm) ΔX% = Persentase penyembuhan luka A (i+1) = Diameter luka pada hari ke-i+1 (cm) 2.2.5 Pengamatan Organ Dalam Pada akhir perlakuan dilakukan pengamatan organ dalam untuk menentukan dan membedakan kelainan klinis yang terjadi antar perlakuan. Pengamatan meliputi morfologi dan warna organ dalam ikan. 2.2.6 Kualitas Air Kualitas air diukur di awal dan akhir perlakuan. Parameter yang diukur adalah oksigen terlarut, TAN (Total Amoniak Nitrogen), ph, dan suhu. Tabel 2 di bawah ini adalah satuan dan alat pengukuran dari parameter kualitas air. Tabel 2. Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur Parameter Satuan Alat ukur Oksigen terlarut ppm DO meter TAN ppm Spektrometer ph - ph meter Suhu ⁰C Termometer 2.3 Analisis Data Percobaan ini dilakukan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Data dianalisis menggunakan ANOVA single factor, dan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan. Parameter yang dianalisis statistik secara kuantitatif adalah kelangsungan hidup dan pertumbuhan (pertumbuhan mutlak dan
pertumbuhan spesifik), sedangkan parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah gejala klinis, penyembuhan luka, respons ikan terhadap pakan, morfologi organ dalam, dan kualitas air.