I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluh pertanian,

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 91/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN HONORARIUM DAN BIAYA OPERASIONAL PENYULUH (BOP) BAGI TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU (THL-TB) PENYULUH PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian. Tahun 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Visi Pembangunan Pertanian adalah terwujudnya sistem pertanian bioindustri

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Rencana Kinerja Tahunan 2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. negara, termasuk Indonesia. Pembangunan itu sendiri diartikan sebagai upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan ekonomi, sebab pembangunan ekonomi nasional masih tetap

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA KERJA TAHUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu upaya untuk membantu kelancaran pembangunan pertanian yaitu

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

PEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

BUPATI PAKPAK BHARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

BAB II PERENCANAAN KINERJA

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN

PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

PENYULUHAN PERTANIAN PERIKANAN - KEHUTANAN 2015 PERDA KAB. KOLAKA NO. 3, LD. 2015/NO. 3, LL SETDA KAB

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/Permentan/SM.240/8/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KARYA ILMIAH BAGI TENAGA PENDIDIK

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, hampir 80% warga negaranya. bermasyarakat di pedesaan serta sekitar 62% dari jumlah tersebut bermata

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei a.n Kepala Badan, Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS, MSc

Terwujudnya Ketahanan Pangan Berbasis Usahatani Sebagai. Andalan dan Penggerak Pembangunan Ekonomi Kerakyatan"

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan nasional, Kementerian Pertanian telah menetapkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian, yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani (Kementan, 2013). Untuk mewujudkan 4 (empat) sukses pembanguan pertanian tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu menerapkan prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan. Untuk membangun sumber daya manusia pertanian yang berkualitas dan handal, diperlukan Penyuluh Pertanian yang profesional, kreatif, inovatif dan berwawasan global dalam penyelenggaraan penyuluhan yang produktif, efektif dan efisien. Penyuluh Pertanian diarahkan untuk melaksanakan tugas pendampingan dan konsultasi bagi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnisnya, sehingga adopsi teknologi tepat guna dapat berjalan dengan baik dan pada gilirannya meningkatkan pemberdayaan pelaku utama, produksi, produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani beserta keluarganya.

Upaya pemerintah mencapai 4 (empat) sukses pembangunan pertanian tersebut tidak hanya membutuhkan bantuan sarana produksi pertanian, namun dibutuhkan pula keterlibatan penuh penyuluh pertanian sebagai pendamping petani di lapangan. Persoalan yang dihadapi saat ini, jumlah penyuluh pertanian sangat minim. Satu orang tenaga penyuluh pertanian harus menangani empat desa atau bahkan lebih. Keterbatasan jumlah penyuluh membuat petani tak bisa memanfaatkan peran mereka secara optimal. Data dari Kementerian Pertanian tahun 2016, jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia sebanyak 47.412 orang, yang terdiri dari 27.153 penyuluh berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 20.259 penyuluh berstatus tenaga kerja kontrak atau disebut dengan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluhan Pertanian (THL-TBPP). Jumlah tersebut dinilai masih sangat kurang. Sebab, idealnya jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia sebanyak 98.356 orang. Perhitungannya, kebutuhan satu penyuluh untuk setiap satu desa ditambah kebutuhan penyuluh yang ditempatkan di kantor-kantor penyuluh di tingkat wilayah. Jumlah Desa di Indonesia menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan diketahui bahwa jumlah desa di Indonesia adalah sebanyak 74.754 (tujuh puluh empat ribu tujuh ratus lima puluh empat) desa/ kelurahan. Padahal, dalam UU Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta Permentan Nomor 72 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian menyebutkan bahwa paling sedikit satu orang penyuluh dalam satu desa potensi pertanian. Desa

potensi pertanian ada sekitar 71.479 desa dari 74.754 desa/ kelurahan yang ada di Indonesia. Di Sumatera Utara, menurut data BPS akhir tahun 2014, jumlah desa/ kelurahan secara keseluruhan berjumlah 6.008 desa/ kelurahan. Sedangkan jumlah penyuluh hanya 3.798 orang, sebanyak 1.260 orang berstatus PNS dan sisanya berstatus THL-TBPP serta penyuluh swadaya. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Langkat, memiliki jumlah desa/ kelurahan sebanyak 277 desa/ kelurahan. Dan jumlah penyuluh sebanyak 138 orang, terdiri dari 59 orang penyuluh PNS dan 79 orang THL-TBPP. Jumlah tersebut juga dipastikan masih kekurangan tanaga penyuluh dibandingkan banyaknya desa/ kelurahan, sehingga banyak diantara penyuluh yang mempunyai wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) lebih dari 1 (satu) desa. Walaupun dalam kondisi keterbatasan dan kekurangan penyuluh, kinerja penyuluh pertanian yang baik merupakan dambaan kita semua demi suksesnya pembangunan pertanian Indonesia. Keadaan petani saat ini yang masih banyak terbelenggu oleh kemiskinan merupakan ciri bahwa penyuluhan pertanian masih perlu untuk terus meningkatkan perannya dalam rangka membantu petani memecahkan masalah mereka sendiri, terutama dalam aspek usaha tani mereka secara menyeluruh. Kinerja yang baik harus tetap dipertahankan atau bahkan harus ditingkatkan lagi menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu kerjasama semua stakeholder pertanian untuk mewujudkannya. Sebagai bagian integral dalam membina profesionalisme penyuluh pertanian secara berkelanjutan diperlukan

evaluasi kinerja penyuluh pertanian. Pedoman dalam evaluasi kinerja tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 91/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian. Data yang di dapat dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Langkat yang membidangi Bagian Penyuluhan diperoleh data hasil evaluasi kinerja penyuluh dalam beberapa tahun ke belakang. Hasil evaluasi tahun 2014 dan tahun 2015 didapat secara umum rata-rata kinerja penyuluh tergolong ke dalam kategori baik. Walaupun secara individu masih ada sebagian kecil masuk ke dalam kategori cukup, bahkan ada juga yang masuk ke dalam kategori sangat baik. Hal ini terlihat pada hasil evaluasi kinerja penyuluh pertanian dan ditandai dengan nilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bagi penyuluh PNS dan diperpanjangnya kontrak kerja setiap tahun bagi THL TBPP. Melalui evaluasi ini diharapkan dapat diketahui masalah-masalah dan potensi yang ada sebagai bahan analisa untuk perbaikan kinerja penyuluh pertanian ke depannya. Selain itu, dengan evaluasi kinerja akan dapat menghubungkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dan strategi apa yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja penyuluh ke arah yang lebih baik lagi. Kinerja sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Mangkunegara (2007), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap, dan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

Menurut Hutapea (2012), ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian dalam bekerja secara professional, yaitu: a) Faktor Internal; yaitu faktor-faktor yang berasal dari diri penyuluh itu sendiri. Faktor internal terdiri dari: pendidikan formal, pelatihan, umur, motivasi, pemanfaatan media penyuluhan, dan masa kerja/ pengalaman kerja penyuluh pertanian. b) Faktor Eksternal; yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar penyuluh itu sendiri. Beberapa faktor eksternal penyuluh yang dipertimbangkan berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan, sistem penghargaan, jarak wilayah kerja, jumlah desa binaan, jumlah kelompok tani binaan, teknologi informasi, tingkat partisipasi aktif petani, hubungan dalam organisasi, dan dukungan pembinaan dan supervisi. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kinerja penyuluh, serta strategi apa saja yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja penyuluh, maka penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja dan Strategi Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Langkat sangat perlu untuk dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat? 2. Bagaimana strategi peningkatan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat?

1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat 2. Menentukan strategi peningkatan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penyuluh, sebagai bahan introspeksi diri untuk lebih meningkatkan kualiatas kinerja serta dapat memberikan masukan dan pertimbangan terhadap pihak terkait dan pemerintah daerah setempat dalam hal pengembangan usaha tani di Kabupaten Langkat 2. Bagi petani, sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan tentang kinerja penyuluh pertanian, serta sebagai motivasi untuk lebih giat dalam hal pengembangan usaha tani di Kabupaten Langkat 3. Bagi Pemerintah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam hal pengembangan kegiatan penyuluhan pertanian dan pengembangan usaha tani serta strategi peningkatan kinerja penyuluh di Kabupaten Langkat 4. Bidang ilmu, sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini