I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan nasional, Kementerian Pertanian telah menetapkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian, yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani (Kementan, 2013). Untuk mewujudkan 4 (empat) sukses pembanguan pertanian tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu menerapkan prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan. Untuk membangun sumber daya manusia pertanian yang berkualitas dan handal, diperlukan Penyuluh Pertanian yang profesional, kreatif, inovatif dan berwawasan global dalam penyelenggaraan penyuluhan yang produktif, efektif dan efisien. Penyuluh Pertanian diarahkan untuk melaksanakan tugas pendampingan dan konsultasi bagi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnisnya, sehingga adopsi teknologi tepat guna dapat berjalan dengan baik dan pada gilirannya meningkatkan pemberdayaan pelaku utama, produksi, produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani beserta keluarganya.
Upaya pemerintah mencapai 4 (empat) sukses pembangunan pertanian tersebut tidak hanya membutuhkan bantuan sarana produksi pertanian, namun dibutuhkan pula keterlibatan penuh penyuluh pertanian sebagai pendamping petani di lapangan. Persoalan yang dihadapi saat ini, jumlah penyuluh pertanian sangat minim. Satu orang tenaga penyuluh pertanian harus menangani empat desa atau bahkan lebih. Keterbatasan jumlah penyuluh membuat petani tak bisa memanfaatkan peran mereka secara optimal. Data dari Kementerian Pertanian tahun 2016, jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia sebanyak 47.412 orang, yang terdiri dari 27.153 penyuluh berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 20.259 penyuluh berstatus tenaga kerja kontrak atau disebut dengan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluhan Pertanian (THL-TBPP). Jumlah tersebut dinilai masih sangat kurang. Sebab, idealnya jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia sebanyak 98.356 orang. Perhitungannya, kebutuhan satu penyuluh untuk setiap satu desa ditambah kebutuhan penyuluh yang ditempatkan di kantor-kantor penyuluh di tingkat wilayah. Jumlah Desa di Indonesia menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan diketahui bahwa jumlah desa di Indonesia adalah sebanyak 74.754 (tujuh puluh empat ribu tujuh ratus lima puluh empat) desa/ kelurahan. Padahal, dalam UU Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta Permentan Nomor 72 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian menyebutkan bahwa paling sedikit satu orang penyuluh dalam satu desa potensi pertanian. Desa
potensi pertanian ada sekitar 71.479 desa dari 74.754 desa/ kelurahan yang ada di Indonesia. Di Sumatera Utara, menurut data BPS akhir tahun 2014, jumlah desa/ kelurahan secara keseluruhan berjumlah 6.008 desa/ kelurahan. Sedangkan jumlah penyuluh hanya 3.798 orang, sebanyak 1.260 orang berstatus PNS dan sisanya berstatus THL-TBPP serta penyuluh swadaya. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Langkat, memiliki jumlah desa/ kelurahan sebanyak 277 desa/ kelurahan. Dan jumlah penyuluh sebanyak 138 orang, terdiri dari 59 orang penyuluh PNS dan 79 orang THL-TBPP. Jumlah tersebut juga dipastikan masih kekurangan tanaga penyuluh dibandingkan banyaknya desa/ kelurahan, sehingga banyak diantara penyuluh yang mempunyai wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) lebih dari 1 (satu) desa. Walaupun dalam kondisi keterbatasan dan kekurangan penyuluh, kinerja penyuluh pertanian yang baik merupakan dambaan kita semua demi suksesnya pembangunan pertanian Indonesia. Keadaan petani saat ini yang masih banyak terbelenggu oleh kemiskinan merupakan ciri bahwa penyuluhan pertanian masih perlu untuk terus meningkatkan perannya dalam rangka membantu petani memecahkan masalah mereka sendiri, terutama dalam aspek usaha tani mereka secara menyeluruh. Kinerja yang baik harus tetap dipertahankan atau bahkan harus ditingkatkan lagi menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu kerjasama semua stakeholder pertanian untuk mewujudkannya. Sebagai bagian integral dalam membina profesionalisme penyuluh pertanian secara berkelanjutan diperlukan
evaluasi kinerja penyuluh pertanian. Pedoman dalam evaluasi kinerja tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 91/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian. Data yang di dapat dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Langkat yang membidangi Bagian Penyuluhan diperoleh data hasil evaluasi kinerja penyuluh dalam beberapa tahun ke belakang. Hasil evaluasi tahun 2014 dan tahun 2015 didapat secara umum rata-rata kinerja penyuluh tergolong ke dalam kategori baik. Walaupun secara individu masih ada sebagian kecil masuk ke dalam kategori cukup, bahkan ada juga yang masuk ke dalam kategori sangat baik. Hal ini terlihat pada hasil evaluasi kinerja penyuluh pertanian dan ditandai dengan nilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bagi penyuluh PNS dan diperpanjangnya kontrak kerja setiap tahun bagi THL TBPP. Melalui evaluasi ini diharapkan dapat diketahui masalah-masalah dan potensi yang ada sebagai bahan analisa untuk perbaikan kinerja penyuluh pertanian ke depannya. Selain itu, dengan evaluasi kinerja akan dapat menghubungkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dan strategi apa yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja penyuluh ke arah yang lebih baik lagi. Kinerja sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Mangkunegara (2007), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap, dan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.
Menurut Hutapea (2012), ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian dalam bekerja secara professional, yaitu: a) Faktor Internal; yaitu faktor-faktor yang berasal dari diri penyuluh itu sendiri. Faktor internal terdiri dari: pendidikan formal, pelatihan, umur, motivasi, pemanfaatan media penyuluhan, dan masa kerja/ pengalaman kerja penyuluh pertanian. b) Faktor Eksternal; yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar penyuluh itu sendiri. Beberapa faktor eksternal penyuluh yang dipertimbangkan berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan, sistem penghargaan, jarak wilayah kerja, jumlah desa binaan, jumlah kelompok tani binaan, teknologi informasi, tingkat partisipasi aktif petani, hubungan dalam organisasi, dan dukungan pembinaan dan supervisi. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kinerja penyuluh, serta strategi apa saja yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja penyuluh, maka penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja dan Strategi Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Langkat sangat perlu untuk dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat? 2. Bagaimana strategi peningkatan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat 2. Menentukan strategi peningkatan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Langkat 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penyuluh, sebagai bahan introspeksi diri untuk lebih meningkatkan kualiatas kinerja serta dapat memberikan masukan dan pertimbangan terhadap pihak terkait dan pemerintah daerah setempat dalam hal pengembangan usaha tani di Kabupaten Langkat 2. Bagi petani, sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan tentang kinerja penyuluh pertanian, serta sebagai motivasi untuk lebih giat dalam hal pengembangan usaha tani di Kabupaten Langkat 3. Bagi Pemerintah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam hal pengembangan kegiatan penyuluhan pertanian dan pengembangan usaha tani serta strategi peningkatan kinerja penyuluh di Kabupaten Langkat 4. Bidang ilmu, sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini