BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraud (kecurangan) dewasa ini merupakan suatu permasalahan yang dihadapi semua organisasi di setiap negara, di sektor industri apapun, termasuk sektor perbankan. Sektor perbankan memegang peranan penting dalam aktivitas perekonomian suatu negara dilihat dari perannya sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary), yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dari unit surplus (penabung) kepada unit deficit (peminjam). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan fungsi perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat untuk menunjang pembangunan nasional, meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Seiring meningkatnya aktivitas perekonomian, semakin banyak pihak yang menggunakan jasa bank baik dari sektor pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat umum. Kepala Ekonom BNI (Bank Negara Indonesia), Ryan Kiryanto, mengatakan bahwa hampir sebanyak 62% kegiatan ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor perbankan (dalam www.infobanknews.com). Semakin berkembangnya suatu entitas, tentunya semakin banyak departemen, bagian-bagian, atau unit-unit untuk 1
menjalankan masing-masing fungsi sesuai prosedur. Melihat kondisi seperti ini, manajemen dihadapkan pada keterbatasan kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan operasi entitas. Lemahnya pengawasan dan pengendalian inilah yang dapat membuka celah terjadinya fraud (kecurangan) seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, pemalsuan, dll. Otoritas Jasa Keuangan, lembaga pengawasan industry perbankan di Indonesia, menyatakan sepanjang tahun 2013 menangani 619 kasus kejahatan atau kecurangan perbankan di berbagai daerah (Antaranews.com). Salah satu kasus kecurangan perbankan yang diungkapkan dalam Kompas.com yaitu kasus konspirasi kecurangan investasi/ deposito senilai Rp111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka dan Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk pada tahun 2011. Pihak manajemen Elnusa menegaskan bahwa pencairan dana deposito berjangka hanya dilakukan sekali pada 5 Maret 2010. Pencairan itu senilai Rp.50 miliar dari total deposito Rp.161 miliar. Sisa deposito senilai Rp.111 miliar tersebut diduga dicairkan dengan cara yang tidak sesuai dengan prosedur perbankan yang berlaku dan tanpa persetujuan pihak manajemen. Kecurangan ini menyebabkan kerugian yang besar bagi PT Elnusa dan Bank Mega. Kasus fraud lain yaitu pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp.16,63 miliar yang dilakukan oleh Senior Relationship Manager (RM) bank tersebut pada tahun 2011. Inong Malinda Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah. Tidak hanya bank swasta, BUMN pun tidak luput dari kasus 2
fraud. Salah satunya kasus pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri yang melibatkan lima tersangka dimana salah satu pelakunya Customer Service bank tersebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang juga terjadi pada tahun 2011 ini menyebabkan kerugian Rp.18 miliar (dalam Kompas.com). Kecurangan (fraud) bank dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan suatu bank, dan dapat memicu kepada bank distress. Hal ini disebabkan tindakan fraud akan mengurangi jumlah dana yang didepositkan yang otomatis akan mengurangi jumlah dana modal bank. Biaya fraud juga biasanya sulit untuk diperkirakan karena tidak semua tindak kecurangan dapat terungkap atau bahkan dapat dilaporkan, karena biasanya bank akan berusaha menutupi tindakan fraud yang terjadi demi menjaga kepercayaan nasabah/ klien (Asukwo, 1999 dalam Akinyomi, 2012). Besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan oleh fraud mengharuskan bank memperkuat system pengendalian dan pengawasan internalnya. Sebagai lembaga perantara keuangan, bank harus menjaga dana yang dipercayakan nasabah agar tidak dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab. Untuk itu penting bagi setiap bank mempunyai departemen audit internal untuk membantu manajemen, sehingga cakupan pengawasan dan pengendalian operasional perusahaan semakin luas. Audit internal bertugas untuk memastikan bahwa setiap orang dalam perusahaan bekerja sesuai dengan aturan dan prosedur internal perusahaan, serta memastikan setiap asset 3
perusahaan digunakan sesuai dengan aturan dan prosedur. Kecuranganbisa terjadi kapan saja dan tidak akan terungkap jika tidak ada yang mengungkapnya. Apabila terdeteksi adanya indikasi terjadinya kecurangan, tugas seorang auditor internal untuk mengungkap dan melaporkannya. Survey fraud yang dilakukan salah satu Kantor Akuntan Publik, KPMG, pada tahun 2003 mencatat bahwa sebanyak 65% responden menyatakan bahwa tindakan fraud berhasil diungkapkan karena pekerjaan yang dilakukan tim internal audit (KPMG forensic, 2006). Dalam aktivitas suatu entitas peluang terjadinya fraud akan selalu ada. Suatu entitas tidak akan terbebas sepenuhnya dari kemungkinan terjadinya fraud meskipun sudah memiliki audit internal dan system pengendalian internal. Namun dengan adanya audit internal, risiko terjadinya fraud dapat diminimalkan dengan upaya pencegahan. Apabila fraud sudah terjadi akan lebih cepat terdeteksi dengan adanya auditor internal sehingga penanganannya pun semakin cepat sebelum terjadi kerugian akuntansi yang besar. Untuk dapat memerangi fraud serta menciptakan pengendalian dan pengawasan internal yang efektif, auditor internal harus menjalankan tugasnya dengan fokus dan penuh tanggung-jawab. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya oleh Ratna Amalia (2013) dengan judul Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud. Variabel dependen dan independen yang diteliti penulis sama dengan penelitian Ratna Amalia, namun dengan indikator variabel independen yang berbeda. Adapun perbedaan lainnya adalah di objek penelitian, dimana penelitian 4
sekarang dilakukan pada PT Bank Sumut Kantor Pusat Medan, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana peranan audit internal dalam pencegahan dan pendeteksian fraud di PT Bank Sumut, yang kemudian membuat penelitian skripsi yang berjudul PENGARUH PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN FRAUD DI PT BANK SUMUT KANTOR CABANG MEDAN. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah peranan Audit Internal berpengaruh dalam mencegah fraud di PT Bank Sumut Kantor Cabang Medan? 2. Apakah peranan Audit Internal berpengaruh dalam mendeteksi fraud di PT Bank Sumut Kantor Cabang Medan? 1.3 Tujuan Penelitian berikut: Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai 5
1. Untuk mengetahui apakah peranan audit internal berpengaruh dalam mencegah fraud di PT Bank Sumut Kantor Cabang Medan. 2. Untuk mengetahui apakah peranan audit internal berpengaruh dalam mendeteksi fraud di PT Bank Sumut Kantor Cabang Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang audit internal dan pengaruhnya dalam pencegahan dan pendeteksian fraud. 2. Entitas (Bank), penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi manajemen tentang pentingnya peranan audit internal dalam organisasi. 3. Pembaca dan pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian selanjutnya. 6