BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENYEBARLUASAN PENGETAHUAN KONVENSI-KONVENSI JENEWA 1949 OLEH INDONESIA KEPADA SELURUH PENDUDUK INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN PENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

Sumber Hk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Hal yang. yang tercantum dalam Preambule yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum yang

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan bermasalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara dalam hukum internasional disebut sebagai subyek hukum utama

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional, negara memiliki hak dan kewajiban tertentu berdasarkan hukum internasional. 2 Kewajiban suatu negara dapat lahir antara lain dari suatu traktat yang dapat didefinisikan sebagai suatu perjanjian dengan tujuan memprakarsai atau mengembangkan kerjasama internasional yang mengikat bagi negara-negara pesertanya. 3 Semua negara yang mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional tanpa terkecuali negara Indonesia dibebani kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian internasional tersebut. Dalam menjawab permasalahan yang akan timbul dikemudian hari khususnya mengenai masalah pertahanan dan keamanan, maka Indonesia memutuskan untuk terikat sebagai negara peserta dalam suatu perjanjian internasional yaitu dengan mengaksesi Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang. Indonesia menjadi peserta dari Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang dengan pernyataan turut serta pada tanggal 10 September 1958. Dengan 1 Sri Setianingsih Suwardi, 1986, Intisari Hukum Internasional Publik, Penerbit Alumni, Bandung, hlm. 28. 2 Andrey Sujatmoko, 2015, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 207. 3 Starke J.G., 2008, Pengantar Hukum Internasional 2 (Edisi Kesepuluh), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 583. 1

berlakunya Undang-Undang No. 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia pada Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 maka ketentuanketentuan dalam konvensi-konvensi tersebut mengikat bagi Indonesia sebagai negara peserta. 4 Dilihat dari sejarah perkembangannya Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 semula merupakan hasil usaha dari pengalaman seorang warga Kota Jenewa, Henry Dunant, di medan pertempuran Solferino tahun 1859, sehingga lahirlah Konvensi Jenewa pada tahun 1864 tentang Perlindungan Prajurit yang Luka-luka Sakit di Medan Pertempuran Darat. 5 Konvensi Jenewa II lahir sebagai penyesuaian dari perkembangan Konvensi Den Haag 1907 tentang Perlindungan dan Perbaikan Nasib dari pada Korban Perang Dilaut. Konvensi Jenewa III lahir pada tahun 1929 tentang Perlakuan Tawanan Perang dan Konvensi Jenewa IV 1949 sebagai akibat dari Perang Dunia II dimana banyak korban yang berasal dari penduduk sipil sehingga Konvensi Jenewa IV mengatur tentang Perlindungan Penduduk Sipil di Waktu Perang. 6 Dengan demikian Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang yang dikenal juga dengan nama Konvensi Palang Merah Internasional yang mencakup empat konvensi, yaitu: I. Konvensi Jenewa untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan perang di medan pertempuran darat; 4 Mochtar Kusumaatmadja, 1963, Konvensi Djenewa TH. 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Dhiwantara, Bandung, hlm. 5. 5 Ibid, hlm. 1. 6 Ibid, hlm. 3-4. 2

II. Konvensi Jenewa untuk perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit dan korban karam; III. IV. Konvensi Jenewa mengenai perlakuan tawanan perang; dan Konvensi Jenewa mengenai perlindungan penduduk sipil di waktu perang. 7 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 menimbulkan kewajiban bagi Indonesia selaku negara peserta dalam konvensi ini. Salah satu kewajiban yang dimiliki Indonesia adalah mengenai kewajiban negara peserta untuk menyebarkan pengetahuan tentang konvensi. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 47 Konvensi Jenewa I, Pasal 48 Konvensi Jenewa II, Pasal 127 Paragraf 1 Konvensi Jenewa III, dan Pasal 144 Paragraf 1 Konvensi Jenewa IV yang menentukan : Pihak Peserta Agung berjanji untuk, baik diwaktu damai, maupun diwaktu perang, menyebarkan teks konvensi ini seluas mungkin dalam negara mereka masing-masing, dan terutama untuk memasukkan pengajaran dalam program-program pendidikan militer, dan jika mungkin dalam program pendidikan sipil, sehingga azas-azas konvensi ini dapat dikenal oleh seluruh penduduk, terutama oleh angkatan perang, oleh anggota dinas kesehatan, dan rohaniawan. 8 Penyebaran pengetahuan tentang Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 sangat penting bagi semua penduduk dari negara-negara peserta termasuk penduduk sipil. Hal ini dikarenakan bahwa peperangan modern tidak lagi terbatas pada angkatan bersenjata dan pihak-pihak yang berperang, namun juga meliputi seluruh rakyat. Perkembangan teknik persenjataan modern dan keikutsertaannya penduduk sipil dalam berperang yang tidak mempunyai 7 Ibid, hlm. 1. 8 Ibid, hlm. 36. 3

kemampuan dalam berperang, mengakibatkan korban dari penduduk sipil tidak dapat terhindarkan. 9 Oleh karena itu, sangat penting bagi penduduk sipil untuk mengetahui hak dan kewajibannya di waktu perang. Perjuangan Bangsa Indonesia yang telah dilakukan dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, memberikan pengalaman sejarah yang sangat berharga dalam melaksanakan perjuangan selanjutnya. Pengalaman sejarah perjuangan tersebut, khususnya selama Perang Kemerdekaan menjadi nilai penting dalam sistem pertahanan di Indonesia. 10 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 27 pada ayat (3) yang menentukan Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara, hal ini menjadi landasan dasar konsep perlawanan rakyat semesta Indonesia yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia untuk turut serta dalam upaya pembelaan negara. 11 Penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 penting khususnya untuk Indonesia yang menganut sistem pertahanan yang melibatkan seluruh rakyatnya. Indonesia mengenal Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang 9 Ibid, hlm. 75 10 Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Pertahanan Nasional, 1990, Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA), Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Pertahanan Nasional, Jakarta, hlm. 1. 11 Sugeng Istanto F., 1992, Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Perlawanan Rakyat Semesta Dan Hukum Internasional, Andi Offset, Yogyakarta, hlm. 123. 4

Pertahanan Negara yang menganut Sistem Pertahanan Semesta. Sistem pertahanan Negara Republik Indonesia dirumuskan dalam Pasal 1 yang menentukan : Sistem Pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintahan dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam Sistem Pertahanan Semesta seluruh warga negara Indonesia akan dilibatkan dalam pertahanan negara. 12 Oleh karena itu penyebarluasan pengetahuan mengenai Konvensi- Konvensi Jenewa 1949 sangat penting dilaksanakan, agar semua rakyat Indonesia dapat mengetahui hak dan kewajibannya serta pihak-pihak yang dapat terlibat didalamnya. Namun dalam prakteknya, hingga saat ini, penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 hanya terbatas dalam lingkungan TNI, Mahasiswa, Palang Merah Indonesia (PMI), dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang ditujukan bagi Pejabat Pemerintah yang terkait dengan penentu kebijakan perundang-undangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 12 Triyana Yohanes, 2003, Tinjauan Berdasarkan Hukum Internasional Terhadap Sistem Pertahanan Semesta Yang Diatur Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Fakuktas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 2-3. 5

1. Bagaimana pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia? 2. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kewajiban penyebarluasan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Tujuan Objektif Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia dan kendalakendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kewajiban penyebarluasan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia. 2. Tujuan Subjektif Sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Hukum Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis 6

Memperoleh pengetahuan mengenai bentuk pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia dan kendalakendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kewajiban penyebarluasan Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Humaniter Internasional pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan pada pemerintah tentang pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia supaya penduduk Indonesia mengetahui hak dan kewajibannya diwaktu perang. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, bahwa penulisan hukum dengan permasalahan ini yaitu Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 Oleh Indonesia Kepada Seluruh Penduduk Indonesia belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Penelitian ini merupakan 7

karya sendiri dari penulis dan bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Apabila terdapat kesamaan aspek atau tema, maka penulisan ini diharapkan dapat menjadi literatur tambahan, pelengkap, atau pembanding bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan mengenai pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia. Berikut ini penulis memaparkan 3 (tiga) macam skripsi yang mempunyai relevansi yang hampir sama atau terkait dengan penulisan ini, antara lain : 1. SKRIPSI a. Identitas Peneliti : NPM Nama Mahasiswa Program Studi : 10/297523/HK/18384 : Eris Yanitra : Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada b. Judul Penelitian : Perlindungan Hukum Terhadap International Committee of the Red Cross (ICRC) Dalam Konflik Bersenjata Yang Dilakukan Oleh Gerakan Islamic State (IS) Berdasarkan Geneva Conventions (Konvensi Jenewa) (Studi Kasus: Penyerangan Terhadap ICRC Pada Konflik Di Suriah) c. Rumusan Masalah : 8

1) Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari para pihak yang terlibat pada konflik bersenjata di Irak dan Suriah? 2) Bagaimana peran ICRC sebagai pihak penengah pada konflik bersenjata yang disebabkan oleh gerakan IS di Irak dan Suriah sesuai mandat Konvensi Jenewa? 3) Bagaimana perlindungan hukum bagi ICRC dalam konflik bersenjata di Suriah menurut Konvensi Jenewa? d. Hasil Penelitian : 1) Akibat hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata (kombatan) harus mematuhi peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tindakan yang dapat dan tidak dilakukan serta diwajibkan untuk dapat membedakan objek yang dapat diserang secara militer dan objek yang tidak boleh diserang. 2) ICRC memiliki peran dalam konflik bersenjata yang terjadi di Irak dan Suriah sebagai subjek hukum internasional yang diakui oleh masyakarat internasional pada bidang humaniter dan memiliki struktur yang teror-ganisasi dengan jelas. Menurut Pasal 4 ayat (1) mengenai peran ICRC yang terdapat pada statuta ICRC, yaitu : a) Sebagai badan yang netral untuk menengahi atau penghubung antara korban perang dan pemerintah Negara dimana korban perang itu berasal untuk menengahi 9

persengketaan di wilayah konflik dimana pihak ICRC harus berupaya un-tuk menjamin korban-korban, baik sipil kombatan maupun non-kombatan untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan tanpa pengaruh dari pihak manapun; b) Pihak ICRC diberikan hak untuk berprakarsa dalam hal kemanusiaan sesuai dengan peranan sebagai badan yang netral dan mandiri, yaitu ICRC ini juga membuktikan adanya pengakuan masyarakat internasional terhadap peran penting ICRC sebagai organisasi yang dapat menjadi penengah antara pihak-pihak yang bersengketa; c) Merupakan pelindung dari asas-asas Palang Merah dan juga memberikan penghargaan pada Perhimpunan Palang Merah skala nasional yang secara resmi menjadi bagian dari Palang Merah Internasional; d) ICRC bertanggungjawab secara aktif mensponsori perumusan mengenai pengaturan atas pengembangan hukum humaniter, dalam hal pemahaman, penyebarluasan, mengamalkan tugas-tugas yang diatur dalam Konvensi Jenewa, dan mengamati pelaksanaannya; 3) Konvensi Jenewa 1949 dan protokol I dan II, apabila terjadi pelanggaran maka kejahatan itu termasuk pidana internasional 10

dan akan dibuktikan dan diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sesuai statuta roma 1998. 2. SKRIPSI a. Identitas Peneliti : NPM : 020508164 Nama Mahasiswa Program Studi : Aires Oldegard Assuncao Sarmento : Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta b. Judul Penulisan Hukum/Skripsi : Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Hukum Humaniter Internasional Tentang Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Konflik Bersenjata Di Lebanon Tahun 2006 c. Rumusan Masalah : Bagaimana pelaksanaan perlindungan penduduk sipil dan obyekobyek sipil dalam konflik bersenjata di Lebanon tahun 2006? d. Hasil Penelitian : Israel sengaja menyerang penduduk sipil karena menganggap semua penduduk sipil sudah mengungsi setelah mendapat peringatan dari Israel dan yang masih tinggal di daerahdaerah yang telah diperingatkan oleh Israel adalah pendukung Hezbollah padahal pada kenyataannya tidak demikian. Hezbollah di lain pihak juga secara sengaja menyerang penduduk sipil yang berada di daerah-daerah bagian utara Israel dengan maksud reprisal. 11

Perbuatan-perbuatan Israel maupun Hezbollah yang secara sengaja menyerang penduduk sipil tersebut bertentangan dengan prinsip pembedaan yang ada dalam Hukum Humaniter Internasional. 3. SKRIPSI a. Identitas Peneliti : NPM : 040508636 Nama Mahasiswa Program Studi : Wurgan Fatkurohman : Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta b. Judul Penelitian Hukum/Skripsi : Perlindungan Penduduk Sipil Irak Pada Masa Pendudukan Pasukan Amerika Serikat Dan Tahun 2003-2004 c. Rumusan Masalah : Bagaimanakah pelaksanaan ketentuan : Perlindungan Penduduk Sipil Irak Pada Masa Pendudukan Pasukan Amerika Serikat Dan Sekutunya Pada Tahun 2003-2004? d. Hasil Penelitian : Aksi pembiaran yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya pada masa pendudukan di Irak menimbulkan banyak korban sipil yang meninggal dan warga yang menjadi pengungsi. Hal ini terjadi karena tingkat keamanan yang rendah dan semakin buruk dari hari-kehari pada masa pendudukan yang menyebabkan Irak semakin sengsara. Pasukan pendudukan seharusnya 12

memberikan jaminan-jaminan atas keselematan, kesehatan, kecukupan makanan dan obat-obatan kepada penduduk sipil Irak, namun fakta dilapangan pasukan pendudukan tidak dapat melakukannya. Pelanggaran juga terjadi di penjara Abu-Ghraib yang dilakukan pasukan Amerika Serikat menyiksa para tahanan diluar batas akal sehat manusia. Pihak pendudukan seharusnya menjamin atas kerhormatan dan harkat martabat manusia para tahanan seperti yang tertuang dalam Konvensi Jenewa maupun Protokol Tambahan Konvensi Jenewa, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh pasukan pendudukan. F. Batasan Konsep Agar masalah yang diteliti jelas dan tidak terlalu luas, maka penulis membatasi konsep penelitian yang akan diteliti. Berikut batasan-batasan konsep dalam penelitian ini, yaitu : 1. Diseminasi Diseminasi adalah kegiatan menyebarluaskan suatu doktrin/pemikiran tentang pengetahuan mengenai Hukum Humaniter Internasional tentang semua ketentuan yang terdiri dari perjanjian dan kebiasaan internasional, yang bermaksud untuk mengatasi segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian bersenjata 13

internasional maupun non-internasional dan Prinsip-prinsip Dasar Konvensi Jenewa 1949. 13 2. Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang yang dikenal juga dengan nama Konvensi Palang Merah mencakup empat konvensi, yaitu: I. Konvensi Jenewa untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan perang di medan pertempuran darat; II. Konvensi Jenewa untuk perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit dan korban karam; III. IV. Konvensi Jenewa mengenai perlakuan tawanan perang; dan Konvensi Jenewa mengenai perlindungan penduduk sipil di waktu perang. 14 3. Indonesia Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. Negara Indonesia adalah negara hukum. 15 4. Penduduk Indonesia Penduduk Indonesia ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 16 13 http://www.pmibali.or.id/hpi/diseminasi/, diakses pada tanggal 29 September 2016 14 Starke J.G., 2004, Pengantar Hukum Internasional 1 (Edisi Kesepuluh), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 43. 15 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 16 http://www.itjen.depkes.go.id/public/upload/unit/pusat/files/uud1945.pdf, diakses pada tanggal 7 September 2016 14

5. Penduduk Sipil Penduduk Sipil terdiri dari semua orang sipil yaitu setiap orang yang tidak termasuk dalam salah satu dari penggolongan-penggolongan orang-orang yang disebut dalam Pasal 4 A (1), (2), (3) dan (6) dari Konvensi Jenewa III dan dari Pasal 43 Protokol Tambahan I 1977 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949. 17 6. Kombatan Kombatan adalah orang yang mempunyai hak untuk turut serta secara langsung dalam peperangan dan apabila tertangkap oleh pihak lawan maka diperlakukan sebagai tawanan perang dari pihak yang bertikai. 18 7. Non-Kombatan Non-Kombatan adalah bukan penduduk sipil tetapi merupakan bagian dari angkatan bersenjata yang tidak turut bertempur dan apabila tertangkap oleh musuh harus diperlakukan sebagai tawanan perang. 19 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berfokus pada norma hukum positif yang berupa perjanjian-perjanjian internasional dan perundang-undangan 17 Pasal 50 Protokol Tambahan I 1977 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 18 Ambarwati, Denny Ramdhany, dan Rina Rusman, 2012, Hukum Humaniter Internasional dalam studi Hubungan Internasional (edisi 1), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 46. 19 Arlina Permanasari, dkk., 1991, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of The Red Cross, Jakarta, hlm. 79. 15

Republik Indonesia yang mempunyai relevansi dengan permasalahan dan penelitian ini, juga menggunakan data-data sekunder yang berupa bahanbahan hukum yang diperoleh dari pendapat-pendapat para ahli hukum dan pihak yang berwenang baik secara lisan atau tertulis serta buku-buku hukum lainnya yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang ditulis. 2. Sumber Data Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif dan oleh karena itu penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah segala peraturan perundangperundangan, baik hukum nasional maupun hukum internasional, dan segala kebijakan yang mengatur dan/atau memiliki keterkaitan tentang urgensi pelaksanaan kewajiban penyebarluasan pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 oleh Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia. Bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini terdiri dari: 1) Undang-Undang Dasar 1945 2) Statuta Mahkamah Internasional 3) Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 4) Protokol Tambahan Pada Konvensi-Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 Dan Berhubungan Dengan Perlindungan Korban- Korban Pertikaian-Pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol 16

I) Dan Bukan Internasional (Protokol II) 1977 dan Berhubungan dengan pemberlakuan Lambang Tambahan (Protokol III) 2005 5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah meliputi buku, hasil penelitian, jurnal/makalah, artikel dan pendapat hukum dari para ahli mengenai permasalahan yang akan diteliti oleh penulis yang meliputi: 1) Buku-buku Hukum Internasional 2) Buku-buku Hukum Humaniter Internasional 3) Hasil Penelitian 4) Jurnal/Majalah 5) Kamus Besar Bahasa Indonesia 6) Website dari Internet 3. Cara Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku tentang Hukum Internasional, Hukum Humaniter Internasional, dan karya lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Penulis melakukan studi kepustakaan dibeberapa tempat yang meliputi: 17

1) Perpustakaan Kantor Delegasi Regional International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste dengan Bapak Kushartoyo Budi Santoso sebagai Communication Officer International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste. 2) United Nation Information Centre (UNIC) di Jakarta dengan Ibu Dahlia Sihombing selaku References Assistant. b. Wawancara dengan Narasumber Wawancara dengan pejabat yang berkompeten dibidangnya, yaitu: 1) Ibu Susi Liza Febriani sebagai Kepala Seksi Hukum Humaniter Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2) Bapak Letkol Arief Widarto sebagai Kasubdis Gakkum Badan Pembinaan Hukum TNI. 3) Ibu Rina Rusman, S.H., M.H. sebagai Legal Adviser International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste. 4) Bapak Kushartoyo Budi Santoso sebagai Communication Officer International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste. 18

c. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dibeberapa lokasi yang meliputi : 1) Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jl. HR. Rasuna Said kav. 6-7 Kuningan Lantai 17, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia-12940. 2) Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Gedung B3, Lantai 4, Cilangkap, Jakarta Timur, Telp. (021) 84595576, 8459-5326, Fax. (021) 84591193. 3) Delegasi Regions International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste, Jl. Iskandarsyah I No. 14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160, Indonesia. 4) United Nation Information Centre (UNIC), Jl. MH. Thamrin, Lantai 3A, Jakarta Pusat. 4. Analisis Data Keseluruhan bahan hukum primer yang diperoleh dari berbagai sumber dikumpulkan menjadi satu dan lengkap, selanjutnya disistematisasikan atau disusun secara teratur dan bertahap agar pada akhirnya dapat dilakukan analisis pada data tersebut. Metode yang dipergunakan dalam menganalisis bahan hukum primer data adalah kualitatif. Kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami 19

data atau merangkai data yang telah dikumpulkan secara sistematis, sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai masalah atau keadaan yang diteliti. 5. Proses Berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir atau prosedur bernalar digunakan secara deduktif. Artinya penulis dalam menguraikan kesimpulan dengan alur berfikir bersifat deduksi yaitu penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum ke yang khusus. 20 H. Sistematika Penulisan Hukum/Skripsi Penulisan Skripsi Hukum yang berjudul Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 Oleh Indonesia Kepada Seluruh Penduduk Indonesia ini terdiri atas tiga bab yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang disusun sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN terdiri dari delapan Sub Bab, yaitu Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian yang terdiri dari Sumber Data, Cara Pengumpulan Data, Analisis Data, dan Proses Berpikir, dan Sistematika Penulisan Hukum/Skripsi. BAB II PEMBAHASAN terdiri tiga Sub Bab yaitu Keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang terdiri dari Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 dan Kewajiban-Kewajiban Negara Peserta Konvensi-Konvensi 20 Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit, hlm. 303. 20

Jenewa 1949, Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 Oleh Indonesia sebagai Negara Peserta yang terdiri dari Urgensi Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, Cara Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, dan Kendala dalam Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, dan Analisis terhadap Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang terdiri dari Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, Kendala dalam Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, dan Solusi yang dapat dilakukan dalam Pelaksanaan Kewajiban Penyebarluasan Pengetahuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949. BAB III PENUTUP terdiri dari dua Sub Bab yaitu Kesimpulan dan Saran. 21