BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Masalah Perubahan dimensi pada cetakan gigi dan mulut biasanya

PENGARUH PENYEMPROTAN REBUSAN DAUN SIRIH DAN LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT PADA CETAKAN ELASTOMER TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI MODEL FISIOLOGIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Resin akrilik merupakan bahan yang paling banyak digunakan di Kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 0,1%, usia tahun 0,4 %, usia tahun 1,8%, usia tahun 5,9%

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

PENGARUH TEKNIK PENCETAKAN PUTTY/WASH ONE-STEP DAN TWO-STEP TERHADAP CACAT PERMUKAAN CETAKAN DAN AKURASI DIMENSI MODEL KERJA GIGI TIRUAN CEKAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan

ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

Manipulasi Bahan Cetak Alginat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak Bahan cetak adalah bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan yang akurat dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. 1 Bahan cetak menghasilkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan mulut. Hasil cetakan yang diisi gipsum keras menghasilkan cetakan yang disebut reproduksi positif (model kerja dan model studi). Cetakan itulah yang digunakan oleh dokter gigi untuk merancang maupun membuat gigi tiruan lepasan dan cekat. Oleh karena itu, cetakan haruslah akurat dan mewakili keadaan rongga mulut pasien, hal ini didapat dengan pencetakan yang akurat. 22 Beberapa persyaratan bahan cetak untuk menghasilkan cetakan yang akurat antara lain: 1,22 a. Mempunyai kestabilan dimensi yang baik b. Fleksibel, tidak berubah ataupun robek ketika dikeluarkan dari mulut c. Biokompatibel, tidak toksik dan tidak mengiritasi d. Setting time yang pendek e. Memiliki masa penyimpanan yang cukup lama f. Mempunyai konsistensi dan tekstur yang baik. 2.1.1 Klasifikasi Bahan Cetak Bahan cetak dapat dikelompokkan berdasarkan sifat mekanisnya, antara lain bahan cetak non elastis dan elastis. 25,26 2.1.1.1 Bahan Cetak Non Elastis Bahan cetak non elastis adalah bahan cetak yang tidak dapat melalui undercut sehingga penggunaannya terbatas pada pasien edentulus dan tanpa ada undercut

10 tulang. Bahan cetak non elastis dapat dibagi menjadi plaster of paris, compound dan oksida seng eugenol. 22,25,26 1. Plaster of paris Plaster of paris telah jarang digunakan sekarang namun dulunya digunakan sebagai bahan untuk mencetak pembuatan gigi tiruan penuh. Bahan ini telah jarang digunakan sekarang dikarenakan teknik pemanipulasiannya yang rumit, oleh karena itu telah digantikan oleh bahan cetak elastis yang lebih mudah digunakan. Bahan ini sekarang ini digunakan sebagai gipsum di laboratorium dental. Gipsum ini harus disimpan dalam kantong kedap udara karena akan menyerap air dari udara. 25 2. Compound Compound adalah bahan termoplastik yang bersifat kaku yang dilunakkan dengan pemanasan, lalu akan menjadi kaku lagi pada suhu di dalam rongga mulut. Bahan tersebut dulunya mempunyai kegunaan saat melakukan pencetakan, dimana beberapa dokter gigi menggunakan lembaran compound pada sendok cetak untuk melakukan pencetakan pertama saat hendak dibuat gigi tiruan penuh. 25 3. Oksida seng eugenol (OSE) Oksida seng eugenol adalah bahan cetak yang telah jarang digunakan sekarang. Kegunaannya umumnya terbatas pada daerah linggir tidak bergigi atau daerah yang mukostatis. Sekarang bahan ini telah digantikan oleh bahan cetak yang elastis dikarenakan eugenol mempunyai rasa yang tidak enak dan terkadang dapat mengiritasi jaringan rongga mulut dari pasien. 25 2.1.1.2 Bahan Cetak Elastis Bahan cetak elastis dapat dibagi menjadi bahan cetak hidrokoloid dan bahan cetak elastomer. Bahan cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi dasarnya berupa koloid yang direaksikan dengan air, sehingga disebut hidrokoloid. Bahan cetak hidrokoloid sendiri dapat diklasifikasikan menjadi bahan cetak hidrokoloid reversibel dan ireversibel. 25,26 1. Hidrokoloid a. Hidrokoloid Reversibel (Agar)

11 Hidrokoloid reversibel adalah bahan cetak elastis pertama yang menggantikan bahan cetak nonelastis. Bahan ini adalah bahan cetak yang akurat untuk mengambil cetakan pada gigi dan rahang serta jaringan yang mempunyai undercut dan bisa dilepaskan tanpa melukai mulut pasien. Bahan ini digunakan di laboratorium untuk menduplikat model. 25 b. Hidrokoloid Ireversibel (Alginat) Bahan cetak alginat adalah bahan cetak yang paling banyak digunakan, harganya tidak mahal, mudah dimanipulasi dan tidak memerlukan alat khusus. Alginat banyak digunakan untuk mencetak model diagnostik, gigi tiruan sebagian lepasan dan saat reparasi dari gigi tiruan sebagian lepasan maupun gigi tiruan penuh. Kekurangan cetakan alginat adalah kurang akurat dalam mencetak pembuatan inlay, onlay, dan preparasi gigi tiruan cekat. 25 2. Elastomer Elastomer adalah bahan cetak elastis yang sangat akurat, memiliki kualitas yang sama dengan karet, oleh karena itu sering disebut bahan karet. Bahan elastomer yang sering digunakan adalah polisulfida, polieter, silikon kondensasi dan silikon adisi. Elastomer secara umum mempunyai reaksi polimerisasi yang meliputi pembentukan rantai polimer yang panjang dan rantai silang. 25 2.2 Bahan Cetak Elastomer 2.2.1 Pengertian Bahan cetak elastomer adalah bahan cetak yang bersifat elastis seperti karet yang apabila digunakan dan dikeluarkan dari rongga mulut akan tetap bersifat elastis dan fleksibel. Menurut Spesifikasi ANSI/ADA No. 19 bahan cetak elastomer diklasifikasikan sebagai nonaqueous elastomeric impression materials. 2 Secara kimia, terdapat 4 jenis elastomer yang digunakan sebagai bahan cetak antara lain: polisulfid, silikon kondensasi, silikon adisi (polivinil siloksan) dan polieter. 22,25

12 2.2.2 Karakteristik Karakteristik bahan cetak elastomer dapat dilihat dari perbedaan sifat-sifat bahan cetak seperti waktu kerja, setting time, shrinkage pada saat setting, kemampuan elastis setelah dilepas, fleksibilitas ketika dilepaskan, kekuatan robekan, flow, wettability maupun reproduksi detail (Tabel 1). 22,27 Tabel 1. Perbedaan sifat-sifat bahan cetak elastomer 22,27 SIFAT POLISULFIDA SILIKON SILIKON POLIETER KONDENSASI ADISI (PVS) Waktu kerja 4-7 2,5-4 2-4 3 (menit) Setting time 7-10 6-8 4-6,5 6 (menit) Shrinkage Tinggi Sedang - tinggi Sangat Rendah pada saat setting rendah Kemampuan elastis setelah Sedang Tinggi Sangat tinggi Tinggi dilepas Fleksibilitas ketika dilepaskan Tear Strength (Kekuatan Robekan) Tinggi Sedang Rendah sedang Sedang tinggi Rendah - sedang Rendah sedang Rendah sedang Sedang Flow Sedang tinggi Rendah Sangat Sangat rendah rendah Wettability Sedang Tidak baik Baik sangat Sangat baik baik Reproduksi detail Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik 2.3 Silikon Adisi (Polivinil Siloksan) Silikon adisi sering juga disebut bahan cetak polivinil siloksan atau vinil polisiloksan (PVS). 22,27 Spesifikasi ANSI-ADA No.19 (ISO 4823 [2003]) tertulis tentang bahan cetak elastomer, termasuk silikon adisi. Bahan cetak silikon adisi ini mempunyai kestabilan dimensi yang baik. Perubahan dimensi yang terjadi dalam 24 jam sangat rendah yaitu -0,1%. Selain itu, hasil cetakan silikon adisi dapat diisi

13 berulang kali. Indikasi penggunaan bahan cetak ini adalah pada pembuatan gigi tiruan cekat, inlay, onlay, implant dan gigi tiruan sebagian cekat. 27 2.3.1 Komposisi Pasta basis dan katalis mengandung bentuk vinil silikon. Pasta basis mengandung polimetilhidrosiloksan (polimetil hidrogen siloksan), serta pre-polimer siloksan lain. Pasta katalis mengandung dimetilsiloksan (divinil polidimetil siloksan) dan pre-polimer siloksan lain. Bila pasta katalis mengandung aktivator garam platinum, berarti pasta yang berlabel basis harus mengandung hibrid silikon. Bahan retarder mungkin juga terdapat dalam pasta yang mengandung katalis platinum. Kedua pasta mengandung bahan pengisi. 1,22 Saat terjadi polimerisasi adisi bahan cetak silikon adisi, atom hidrogen pada struktur ikatan vinil siloksan berpindah pada kelompok vinil (Gambar 1). 24 Gambar 1. Atas, atom hidrogen pada struktur ikatan vinil silikon yang berpindah pada kelompok vinil saat polimerisasi adisi. Bawah, struktur terakhir setelah garam platinum telah masuk pada reaksi polimerisasi adisi. 24

14 Polivinil siloksan tidak menghasilkan produk sisa saat polimerisasi, oleh karena itu perubahan dimensi yang terjadi saat setting sangat kecil. Proporsi yang tidak tepat dari vinil silikon dan hibrid silikon, ataupun kelembapan/zat sisa kelompok silane yang bereaksi dengan karbohidrat yang terdapat pada basis polimer, dapat menyebabkan terbentuknya produk sisa berupa gas hidrogen, sehingga dapat terjadi poreus pada permukaan model yang diisi gipsum. 28,29 Walaupun tidak semua bahan cetak polivinil siloksan menghasilkan gas hidrogen, direkomendasikan untuk menunggu 30 menit sampai reaksi setting selesai, baru dilakukan pengisian gipsum. 1 Kontaminasi sulfur dari sarung tangan lateks alamiah menghambat pengerasan bahan cetak silikon adisi. Beberapa sarung tangan vinil memiliki efek yang sama karena pengendali kestabilan mengandung sulfur yang digunakan dalam proses pembuatan sarung tangan tertentu. Kontaminasi yang begitu kuat, bila sarung tangan menyentuh gigi sebelum bahan cetak dimasukkan dapat menghambat pengerasan permukaan kritis dekat gigi. Hambatan tersebut menghasilkan distorsi yang cukup besar. 22 2.3.2 Manipulasi Bahan PVS terdiri dari beberapa jenis viskositas/ kekentalan yaitu light (wash), extra light (injection), medium (regular/ monophase), heavy, dan putty. Polivinil siloksan encer dan agak kental dikemas dalam 2 pasta, sementara bahan putty dikemas dalam 2 toples yang terdiri atas bahan basis dengan kekentalan tinggi dan bahan katalis. Baik basis dan katalis mengandung bahan serupa, kedua bahan ini memiliki kekentalan yang hampir sama sehingga bahan cetak ini lebih mudah diaduk. 22,25 Pada awalnya bahan cetak PVS terdiri dari 2 pasta yang terdiri dari basis dan katalis diaduk secara manual pada kertas pengaduk atau pelat kaca. Kedua pasta dengan warna berbeda diaduk secara merata dengan gerakan sirkuler hingga warnanya homogen. Seiring dengan perkembangan zaman, pabrik memproduksi alat pengaduk dengan sistem static automixing dan dynamic mechanical mixing. 1

15 Sistem static automixing atau sistem dual catridge menggunakan alat seperti gun (pistol). Hasil pengadukan dengan gun ini dapat langsung dimasukkan ke dalam syringe injeksi atau pada sendok cetak. Hasil pengadukan dengan sistem static automixing atau sistem dual catridge menghasilkan bahan cetak dengan gelembung udara yang lebih sedikit. Kerugian dari sistem ini adalah perlunya pergantian ujung (tip) dari gun setiap kali pengadukan dan terbuangnya sejumlah bahan cetak yang terdapat pada ujung (tip) (Gambar 2). 1,3 Gambar 2.Pistol pengaduk (mixing gun) dengan sistem dual catridge dan bahan PVS 3 Sistem dynamic mechanical mixing menggunakan alat seperti mesin pengaduk. Basis dan katalis dikemas dalam bentuk catridge dan dimasukkan ke dalam mesin pengaduk. Keuntungan dari sistem ini adalah penggunaannya yang mudah, proses pengadukan cepat, hasil pengadukan bahan cetak merata dan lebih sedikit gelembung udara dibandingan pengadukan dengan manual. Kerugiannya antara lain harga mesin pengaduk yang mahal dan sejumlah bahan cetak terbuang (Gambar 3). 1,3 Gambar 3. Mesin pengaduk (Mechanical mixer) untuk bahan cetak PVS. 3

16 2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Keuntungan dari bahan silikon adisi: 26 1. Akurat 2. Mudah saat manipulasi 3. Setting time yang cepat 4. Kestabilan dimensi yang baik, tidak terjadi shrinkage saat penyimpanan, dapat diisi berulang kali. Kerugian dari bahan silikon adisi: 26 1. Setting dapat dipengaruhi perubahan suhu dan kelembapan 2. Sarung tangan yang mengandung bubuk lateks dapat mempengaruhi setting dari bahan cetak silikon putty 3. Mahal. 2.4 Model Hasil cetakan (reproduksi negatif) yang diisi gipsum keras menghasilkan cetakan yang disebut reproduksi positif (model). Cetakan itulah yang digunakan oleh dokter gigi untuk merancang maupun membuat gigi tiruan lepasan dan cekat. 22 Terdapat dua jenis model antara lain model anatomis dan model fisiologis. Model anatomis adalah model yang didapatkan dari pencetakan rongga mulut menggunakan bahan alginat dengan sendok cetak pabrikan. Model anatomis ini yang akan digunakan untuk pembuatan sendok cetak fisiologis. Sendok cetak fisiologis dapat dibuat dari bahan resin akrilik swapolimerisasi. Sendok cetak fisiologis merupakan sendok cetak perseorangan yang menghasilkan hasil cetakan yang lebih akurat dibandingkan dengan sendok cetak pabrikan. Hasil cetakan sendok fisiologis yang diisi gipsum disebut model fisiologis, yang merupakan replika reproduksi positif dari gigi yang telah dipreparasi. 30 Menurut Spesifikasi ANSI/ADA No. 25 (ISO 6873) gipsum terbagi atas plaster cetak (Tipe I), plaster model (Tipe II), dental stone (Tipe III), dental stone kekuatan tinggi (Tipe IV), dan dental stone kekuatan tinggi ekspansi tinggi (Tipe V). 1,31 Dental stone, kekuatan tinggi (Tipe IV) memenuhi persyaratan utama bagi

17 bahan stone untuk pembuatan die antara lain kekuatan, kekerasan, dan ekspansi pengerasan minimal. Untuk memperoleh sifat ini, digunakan -hemihidrat dari jenis Densite. Partikel-partikel berbentuk kuboidal serta daerah permukaan yang lebih kecil menghasilkan sifat tersebut. (Tabel 2) 31 Tabel 2. Jenis-jenis produk gipsum 31 Jenis Waktu Ekspansi Pengerasan pada 2 jam Rasio W : P Pengerasan Minimal (%) Maksimal (%) (menit) I. Plaster,cetakan 4±1 0 0,15 0,5-0,75 II. Plaster, model 12±4 0 0,3 0,45-0,5 III. Dental stone 12±4 0 0,2 0,28-0,3 IV. Dental stone, 12±4 0 0,1 0,22-0,24 kekuatan tinggi V. Dental stone, kekuatan tinggi, ekspansi tinggi 12±4 0,1 0,3 0,18-0,22 2.5 Kontrol Infeksi Kontrol infeksi dalam bidang kesehatan sekarang ini menjadi subjek dari penelitian yang intensif. 32 Risiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi mikroorganisme. 33 Kekhawatiran terhadap bahaya kontaminasi silang saat prosedur dental memicu perkembangan kontrol infeksi dalam klinik dan laboratorium kedokteran gigi. 9 Dalam melakukan kontrol infeksi diperlukan kerja sama dari seluruh tim tenaga kesehatan. 32 Dalam bidang kedokteran gigi, protokol dan prosedur yang terlibat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah untuk mengurangi kemungkinan risiko atau infeksi silang yang terjadi di praktek dokter gigi, sehingga dapat menghasilkan lingkungan yang aman bagi dokter gigi, staf dan pasien. 33 Dokter gigi tidak mengetahui dengan pasti apakah pasien yang datang untuk merawat giginya adalah pasien carrier atau bukan, oleh karena itu sebaiknya semua pasien diperlakukan carrier dengan melakukan kontrol infeksi secara umum pada prosedur klinis yang

18 dilakukan. 9 Kontrol infeksi dalam praktek kedokteran gigi meliputi beberapa prosedur antara lain evaluasi pasien, proteksi diri, sterilisasi dan desinfeksi. 12,33 2.5.1 Evaluasi Pasien Pada saat pertama kali pasien datang ke praktek dokter gigi, rekam medik haruslah dicatat dan senantiasa diperbaharui pada saat kunjungan pasien berikutnya, hal ini dimaksukkan agar dapat diketahui adanya kemungkinan terjadinya infeksi silang pada praktek dokter gigi. 32,33 Dokter gigi tidak mengetahui dengan pasti apakah pasien yang datang untuk merawat giginya adalah pasien carrier atau bukan, oleh karena itu sebaiknya semua pasien diperlakukan carrier dengan melakukan kontrol infeksi secara umum pada prosedur klinis yang dilakukan. 9,32 2.5.2 Proteksi Diri Proteksi diri dilakukan pada praktek dokter gigi untuk melindungi diri dari kontaminasi oleh infeksi dalam melindungi kulit, tangan maupun lengan dari darah, saliva ataupun cairan lainnya. Terdapat beberapa perlindungan diri di praktek dokter gigi antaranya memakai sarung tangan, kaca mata, masker dan baju praktek. Selain itu, dokter gigi juga harus menutupi luka karena luka dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen, serta tidak lupa untuk mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah merawat pasien. 9,33 2.5.3 Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme dengan tuntas termasuk endospora bakteri. 34,35 Dalam hal ini, diperlukan alat khusus dan senantiasa dimonitor untuk menjaga efektivitasnya. 34 Dalam kedokteran gigi, sterilisasi dapat dilakukan dengan sterilisasi panas pada alat-alat yang tahan panas. 33,35,36 Sterilisasi panas yang sering dilakukan antara lain autoclave (uap di bawah tekanan), chemiclave, dan dry heat. Metode autoclave merupakan metode yang menggunakan uap dan tekanan dimana merupakan metode yang paling umum digunakan. Sterilisasi chemiclave adalah kombinasi dari penggunaan bahan kimia

19 pada suhu, tekanan dan waktu tertentu untuk melakukan proses sterilisasi. Sterilisasi dry heat merupakan cara lain yang dapat digunakan dalam kedokteran gigi, dimana sterilisasi jenis ini lebih tidak korosif jika dibandingkan dengan metode autoclave. 36 Pada alat yang tidak tahan panas dapat dilakukan sterilisasi dengan bahan kimia pada suhu ruang. 35 2.5.4 Desinfeksi Desinfeksi adalah suatu proses penghancuran mikroorganisme yang bersifat patogen termasuk bakteri, virus, dan jamur, namun tidak membunuh endospora bakteri. 34,35 Desinfeksi dalam kedokteran gigi sering dilakukan pada bahan cetak untuk mencegah terjadinya infeksi silang. 9 Desinfeksi dapat dilakukan dengan tindakan fisik dan kimia. Tindakan fisik seperti dry heat pada suhu 160 o - 180 o selama 2 jam dan wet steam pada suhu 121 o selama 15 menit (autoclaving) dapat mengakibatkan kenaikan suhu yang dapat menyebabkan kerusakan dalam cetakan. 2 Hasil desinfeksi cetakan polivinil siloksan light dan heavy body menggunakan steam konvensional autoclave dan gas etilen oksida diteliti dapat digunakan sebagai model diagnostik ataupun pembuatan prostesis sementara, namun tidak dapat digunakan untuk pembuatan gigi tiruan cekat maupun gigi tiruan sebagian lepasan. 37 Oleh karena itu, desinfeksi bahan cetak menggunakan bahan kimiawi sangat dianjurkan. 2 2.5.4.1 Bahan Desinfektan Desinfektan adalah bahan yang digunakan pada proses desinfeksi dan dapat membunuh mikroorganisme patogen, khususnya jika diaplikasikan pada objek mati. Beberapa desinfektan dapat juga digunakan pada makhluk hidup atau diaplikasikan pada jaringan untuk membunuh mikroorganisme, namun lebih dikenal dengan sebutan antiseptik. 35,38 Kriteria desinfektan yang ideal adalah berspektrum luas, dapat digunakan dalam segala kondisi lingkungan, tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak bersifat korosif, dan ekonomis, namun, susah ditemukan desinfektan yang memenuhi semua kriteria desinfektan yang ideal. Oleh karena itu, dalam memilih desinfektan adalah dengan mempertimbangkan segala karakteristik kriteria tersebut dan memilih

20 yang paling berguna dan efektif. 38 Pemakaian desinfektan pada bahan cetak sangat dianjurkan oleh American Dental Association (ADA) untuk menghindari infeksi silang. 39 2.5.4.1.1 Sodium Hipoklorit Sodium hipoklorit merupakan bahan desinfektan yang aman dan banyak digunakan di berbagai rumah sakit, dan bersifat bakterisid. Bahan desinfektan ini mengandung aldehida yang bebas, pottasium peroxomonosulfat, sodium benzoate dan asam tartarik. 39 Senyawa utama yang terdapat dalam sodium hipoklorit adalah klorin yang termasuk golongan halogen (intermediate level disinfectant). 35,40 Keuntungan dari desinfektan sodium hipoklorit adalah antimikroba berspektrum luas, tidak meninggalkan zat sisa yang toksik, dan terjangkau. 40 Kerugiannya antara lain bau yang kurang enak, mengiritasi kulit dan mata serta mengkorosi logam. 41 Pang SK (2006) dari surveinya menyatakan bahwa bahan desinfektan yang paling banyak digunakan untuk desinfeksi hasil cetakan adalah sodium hipoklorit. 10 Menurut Merchant dkk (2004), menyatakan larutan sodium hipoklorit dengan konsentrasi 0,5% sudah cukup untuk mendesinfeksi bahan cetak. 6 Berdasarkan penelitian dari Santosh (2011) penyemprotan dalam waktu 1 menit dengan sodium hipoklorit yang dihitung dengan colony counter pada bakteri jenis S. aureus dan S. viridans yang terdapat pada cetakan terjadi penurunan jumlah bakteri 100%. 2 Selain itu, sodium hipoklorit memiliki efek desinfektan bakterisidal, virusidal dan fungisidal. 2 Silva dkk (2004) melakukan penelitian tentang cetakan silikon kondensasi yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 1% selama 10 menit menyatakan tidak terdapat perubahan dimensi yang signifikan, dimana dimensi cetakan yang tidak direndam adalah 25,018 mm dan yang direndam selama 10 menit adalah 25,024 mm. 6 Hasil penelitian Oderinu OH (2007) menyimpulkan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 1% dengan teknik penyemprotan selama 10 menit pada hasil cetakan alginat tidak terdapat perubahan dimensi yang signifikan pada model, dimana jarak interpreparasi pada model yang tidak disemprot adalah 50,23 mm dan yang dilakukan

21 penyemprotan selama 10 menit jaraknya 50,21 mm. 20 Penelitian Saber FS dkk (2010) menyatakan terjadi perubahan dimensi cetakan silikon yang disemprot larutan sodium hipoklorit 5,25%, namun persentase perubahan dimensi yang terjadi masih kurang dari 0,5% sehingga menurut spesifikasi ADA no 19 masih dalam batasan yang dapat ditolerir. 16 Ongko DP (2012) melakukan penelitian tentang cetakan elastomer silikon adisi yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan 2%, menyimpulkan sodium hipoklorit 0,5% dapat menggantikan larutan sodium hipoklorit 2% sebagai desinfektan untuk bahan cetak. 23 Ongo TA dkk (2014) menyatakan bahwa penggunaan teknik penyemprotan dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 5, 10, dan 15 menit pada bahan cetak elastomer terdapat perbedaan bermakna yang signifikan pada stabilitas dimensi cetakan dimana hasil selisih diameter cetakan antara yang disemprot dan tidak disemprot menunjukkan nilai rata-rata 0,2686 mm dengan waktu 5 menit, 0,3860 mm dengan waktu 10 menit dan 0,2020 mm dengan waktu 15 menit. 2 2.5.4.1.2 Daun Sirih Dewasa ini telah berkembang penggunaan obat tradisional sebagai alternatif dari bahan kimia. 11,12 Indonesia mempunyai beraneka ragam jenis tanaman yang digunakan sebagai obat-obat tradisional. 8 Obat-obat tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan-bahan yang relatif mudah didapat dan penggunaannya tidak membutuhkan biaya yang tinggi. 11,12 Salah satu obat tradisional yang sering digunakan adalah daun sirih. 8 Daun sirih (Piper betle Linn) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, dan sekarang ini dimanfaatkan oleh masyarakat umum sebagai antiseptik. Penggunaan secara tradisional biasanya dengan merebus daun sirih kemudian air rebusan tersebut digunakan untuk berkumur atau membersihkan bagian tubuh lain, atau daun sirih dilumatkan kemudian ditempelkan pada luka. 13 Daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan serak, hidung berdarah, keputihan, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal, kepala pusing, dan jantung berdebar. 42

22 Jenis daun sirih antara lain : 1. Daun sirih jawa Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Sebagai budaya daun dan buahnya biasanya dimakan dengan cara mengunyah bersama gambir, pinang dan kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan dengan penyakit kanker mulut. Sirih digunakan sebagai tanaman obat, sangat berperan dalam kehidupan dan berbagai upacara adat. 43 Daun sirih jawa berwarna hijau tua dan rasanya tidak begitu tajam (Gambar 4). 44 Gambar 4. Daun Sirih Jawa 43 2. Daun sirih merah Tanaman sirih merah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya berbentuk jantung dengan bagian ujung meruncing. Panjang daun bisa mencapai 15-20 cm. Warna ujung daun hijau bersaput putih keabu-abuan. Bagian pangkal daun berwarna merah hati. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Tanaman ini tergolong langka karena tidak tumbuh di setiap tempat. Bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari. 43 3. Daun sirih banda Daun sirih banda berdaun besar, berwarna hijau tua dan kuning di beberapa bagian, memiliki rasa dan aroma yang sengak. 44

23 4. Daun sirih cengkeh Daun sirih cengkeh berdaun kuning, dan rasanya tajam menyerupai rasa cengkeh. 44 5. Daun sirih hitam Daun sirih hitam rasanya sengak, biasanya digunakan untuk campuran obat. 44 Jenis sirih yang sering digunakan masyarakat adalah sirih jawa. Kandungan sirih adalah minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tanin. 13,44 Beberapa penelitian ilmiah menyatakan bahwa daun sirih juga mengandung enzim diastase, gula, dan tanin. Biasanya, daun sirih muda mengandung diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dari daun sirih tua. Sementara itu, kandungan taninnya relatif sama. Daun sirih terkenal akan khasiatnya sebagai desinfektan karena memiliki kandungan minyak atsiri. Dalam minyak atsiri sepertiganya terdiri dari fenol dan sebagian besar adalah kavikol. 44 Kavikol inilah yang memberikan bau khas daun sirih dan mempunyai khasiat bakterisid lima kali lebih kuat daripada fenol (yang tergolong intermediate level disinfectant). 8,35,44 Siswomihardjo (1994) menyebutkan bahwa air sirih 25% yang diolah dengan cara direbus menyebabkan bakteri tidak tumbuh. 8 Sebagian besar penelitian tentang tanaman daun sirih telah membuktikan efek antibakterial terhadap Streptococcus mutans. Infusa daun sirih secara tidak langsung menghambat perlekatan dari Streptococcus mutans dengan membuat lingkungan menjadi tidak kondusif bagi Streptococcus mutans untuk melekat. 8 Penelitian Vani K dkk (2011) menunjukkan bahwa daun sirih memiliki efek antimikroba dalam mengurangi mikroflora di dalam mulut. 14 Soemiati dan Elya (2002) menyatakan bahwa kadar hambat minimum (KHM) daun sirih yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah sebesar 25%. Selain itu, infusa sirih juga dapat menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococcus koagulase positif, Salmonela typhosa, bahkan Pseudomonas aeruginosa yang kerap kali resisten terhadap antibiotik. 8 Penelitian Praja H A (2009) menunjukkan bahwa perendaman resin akrilik polimerisasi panas dalam rebusan daun sirih 25% selama 5 menit berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans. 15

24 Hasil penelitian Affandi A (2009), bahan cetak elastomer pada perendaman dalam larutan desinfektan daun sirih 25% selama 10, 20, 30, 40 dan 50 menit dibandingkan dengan yang tidak dilakukan perendaman terjadi perubahan dimensi hasil cetakan, perbedaan rata-rata diameter hasil pengukuran pada yang tidak direndam sebesar 0,6010, pada yang direndam 10 menit sebesar 0,6110, 20 menit sebesar 0,6130, 30 menit sebesar 0,6110, 40 menit sebesar 0,6130 dan yang 50 menit sebesar 0,6240. 24 Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang desinfeksi cetakan alginat menyatakan bahwa cetakan yang disemprot infusa daun sirih 25% selama 10 menit pada model induk replika rahang bawah, diameter silinder (jarak bukolingual) dari A dan D (mewakili gigi molar 1 kanan dan kiri), B dan C (mewakili gigi kaninus kanan dan kiri) serta jarak antar silinder (jarak antara A dan B, B dan C, C dan D, D dan A) dari cetakan terdapat perubahan dimensi yang signifikan. Hasil pengukuran diameter silinder A, B, C dan D tanpa perlakuan adalah 8,8838 mm, 6,3933 mm, 6,3733 mm, dan 8,8981 mm sedangkan dengan penyemprotan adalah 8,8133 mm, 6,3395 mm, 6,3310 mm, dan 8,8077 mm. Jarak antar silinder A dan B, B dan C, C dan D, D dan A tanpa perlakuan adalah 31,1143 mm, 32,5743 mm, 31,0914 mm dan 56,2 mm sedangkan dengan penyemprotan adalah 30,96 mm, 32,5429 mm, 30,9429 mm dan 56,1571 mm. 8 Berbeda dengan penelitian Hasanah NY dkk (2014) yang menyatakan penyemprotan larutan daun sirih 80% pada bahan cetak alginat selama 5, 10 dan 15 menit tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan jika dibandingkan dengan bahan cetak tanpa penyemprotan selama 5, 10 dan 15 menit, hasil pengukuran diameter rata-rata cetakan alginat tanpa penyemprotan selama 5, 10 dan 15 menit adalah 45,30 mm, 45,40 mm, dan 45,38 mm sedangkan yang disemprot larutan daun sirih 80% selama 5, 10 dan 15 menit adalah 45,35 mm, 45,40 mm dan 45,39 mm. 19 2.5.4.2 Metode Desinfeksi Hasil Cetakan Metode yang digunakan untuk mendesinfeksi hasil cetakan ada dua yaitu teknik penyemprotan dan perendaman. 2 Perendaman bahan cetak dalam desinfektan secara klinis berpengaruh terhadap perubahan dimensi. 16 Menurut penelitian Melilli

25 D dkk (2008) menyatakan pada bahan cetak elastomer yang direndam di dalam larutan desinfektan (quaternary ammonium compounds dan glutardehid) disimpulkan tidak ada perubahan klinis yang relevan. 17 Penelitian lain Iara C (2011) ketika menggunakan teknik perendaman dalam melakukan desinfeksi bahan cetak elastomer terdapat perubahan dimensi yang signifikan. 2 Namun dari hasil penelitian tidak semuanya sependapat karena terdapat perbedaan waktu perendaman, bahan desinfektan serta jenis bahan cetak yang digunakan. 17 Menurut survei Kugel G dkk (2000), sebanyak 46% laboratorium di USA melakukan desinfeksi dengan teknik penyemprotan, 34% laboratorium melakukan desinfeksi dengan teknik perendaman, 23% lainnya menyatakan tidak mengetahui teknik mana yang sesuai. 18 Silva dan Salvador (2004) serta Saber FS, dkk (2010) menyatakan bahwa metode desinfeksi dengan teknik perendaman menunjukkan aktivitas antimikrobial yang sama dengan teknik penyemprotan. 6,16,19 Penelitian menyatakan perubahan dimensi pada bahan cetak dengan perendaman lebih besar daripada penyemprotan. Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang penyemprotan dan perendaman infusa daun sirih 25% pada bahan cetak menyatakan bahwa desinfeksi cetakan dengan teknik penyemprotan menghasilkan perubahan dimensi yang lebih kecil dibandingkan teknik perendaman. 8 Oleh karena itu, teknik penyemprotan dianggap sebagai metode yang efektif untuk mengurangi terjadinya risiko perubahan dimensi pada cetakan dibandingkan dengan teknik perendaman. 6 2.6 Mekanisme Perubahan Dimensi Cetakan Silikon Adisi pada Model Dimensi adalah pengukuran suatu bahan pada arah tertentu, seperti panjang, lebar, tinggi, atau diameter. Menurut ketentuan spesifikasi ANSI/ADA penelitian tentang bahan cetak elastomer termasuk stabilitas dimensinya dapat dilakukan dengan mengukur ukuran jarak bukolingual, oklusogingival dan interpreparasi. 21 Perubahan dimensi pada bahan cetak elastomer dapat disebabkan banyak faktor diantaranya hydrophilicity, penyusutan saat polimerisasi (polymerization shrinkage), penguapan produk sampingan dari reaksi polimerisasi, penyusutan yang disebabkan perubahan suhu, ataupun kesalahan pemanipulasian yang dilakukan operator. 45

26 Stabilitas dimensi pada hasil cetakan merupakan hal penting dalam keberhasilan pembuatan gigi tiruan. 19 Bahan cetak elastomer jenis silikon adisi (polivinil siloksan) tidak menghasilkan hasil sampingan setelah reaksi polimerisasi, oleh karena itu diharapkan dapat lebih stabil dimensinya. Polivinil siloksan dilaporkan memiliki dimensi yang cenderung stabil, bahkan bisa tetap stabil dimensinya sampai 1 minggu, karena itu hasil cetakan dengan bahan cetak ini dapat diisi gipsum keras berulang kali. 41 Walaupun demikian, semua bahan cetak elastomer mengalami penyusutan (shrinkage) sewaktu polimerisasi. Pada reaksi polimerisasi adisi mencakup penggabungan bahan base hidrogen siloksan dengan katalis platinum, dimana kemungkinan dapat terjadi penyusutan (shrinkage), namun pada bahan polivinil siloksan penyusutan (shrinkage) yang terjadi merupakan yang paling sedikit. 45,46 Menurut ketentuan spesifikasi ADA, perubahan dimensi yang dapat ditolerir pada bahan cetak adalah 0,5%. 16,47 Bahan cetak polivinil siloksan seiring perkembangan juga telah dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan untuk meningkatkan hidrophilicity sehingga bersifat hidrofilik. 3,5 Bahan cetak silikon adisi yang hidrofilik cenderung mempunyai wettability yang tinggi dibandingkan yang hidrofobik. Wettability adalah suatu sifat pergerakan air di dalam bahan silikon itu sendiri. Sifat wettability yang tinggi membuat bahan cetak tersebut menyerap larutan desinfektan sehingga menjadikannya lebih mudah untuk mengalami perubahan dimensi apabila didesinfeksi. 2 Oleh karena itu, bahan cetak yang bersifat hidrofilik akan menyerap air saat didesinfeksi dengan desinfektan dan akan mengalami ekspansi. 6,30,48 Semakin besar ekspansi bahan cetak elastomer maka hasil ukuran model akan semakin kecil dikarenakan bahan cetak berekspansi ke segala arah baik ke arah okluso gingival, buko lingual, dan interpreparasi. 20 Rebusan (infusa) daun sirih dan larutan sodium hipoklorit sebagai desinfektan juga mengandung air, dimana air tersebut yang dapat diserap bahan cetak yang sifat wettability tinggi sehingga bahan cetak dapat mengalami perubahan dimensi dan cenderung akan mengalami ekspansi. 8,30,48 Selanjutnya, rebusan (infusa) daun sirih juga mengandung fenol, dalam hal ini komposisi fenol dapat menguap sehingga

27 rebusan (infusa) daun sirih yang diserap bahan cetak berkurang dan perubahan dimensi yang terjadi lebih kecil. 7,8 Selain itu, faktor lain dapat mempengaruhi perubahan dimensi pada pengukuran yang dilakukan pada model yaitu setting ekspansi dari gipsum yang digunakan untuk mengisi hasil cetakan. 1 Ekspansi bahan dapat dideteksi saat perubahan hemihidrat menjadi dihidrat saat proses setting. Saat proses ini berlangsung terjadi mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi tergambar sebagai suatu pertumbuhan berlebihan dari kristal-kristal nukleus kristalisasi. Berdasarkan keterkaitan kristal-kristal dihidrat, kristal tumbuh dari nuklei dapat berikatan ataupun menghalangi pertumbuhan kristal yang berdekatan. Bila proses ini diulangi oleh ribuan kristal selama pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi yang menghasilkan ekspansi. 31,37 Menurut ketentuan spesifikasi ADA, setting ekspansi yang dapat ditolerir dari dental stone tipe IV adalah 0,1% dalam waktu 2 jam. 31,49,50

2.7 Kerangka Teori Bahan Cetak Kontrol Infeksi Hasil Cetakan Non Elastis Elastis Evaluasi pasien Proteksi diri Model Plaster of Paris Kompon ZOE Elastomer Hidrokoloid Polieter Silikon Polisulfid Sterilisasi Desinfeksi Anatomis Fisiologis Gipsum (Tipe IV) Setting Ekspansi Komposisi Sifat Manipulasi Keuntungan & Kerugian Wettability Silikon Adisi Silikon Kondensasi Daun sirih Bahan Sodium hipoklorit Tindakan fisik Teknik perendaman Tindakan Tindakan kimia Metode Teknik penyemprotan Perubahan dimensi elastomer pada model fisiologis 28

2.8 Kerangka Konsep Tanpa Desinfeksi Bahan Cetak Elastomer Hasil Cetakan Silikon Adisi (Polivinil Siloksan) Model Fisiologis (Gipsum tipe IV) Setting : Hemihidrat dihidrat kristalisasi Setting ekspansi Dimensi model fisiologis bertambah (+) Hidrofobik Penambahan surfaktan hidrofilik Wettability menjadi lebih tinggi Menyerap larutan disekitar Tindakan Kimia Teknik penyemprotan Rebusan Daun Sirih 25% (10ml) Desinfeksi Mengandung fenol yang dapat menguap Ekspansi bahan cetak (+ +) model mengecil Dimensi model fisiologis (- -) Kontrol Infeksi Bahan desinfektan Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% (10 ml) Ekspansi bahan cetak (+ + +) Dimensi model fisiologis (- - -) Dimensi model fisiologis (+) Perubahan dimensi mode l fisiologis < Dimensi model fisiologis (-) Perubahan dimensi mode l fisiologis >> Dimensi model fisiologis (- -) Perubahan dimensi mode l fisiologis >>> 29

30 2.9 Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh penyemprotan rebusan daun sirih 25% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. 2. Ada pengaruh penyemprotan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. 3. Ada perbedaan pengaruh antara penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis.