APLIKASI LIGNOSELULOSA SULFONAT AMPAS TEBU UNTUK ADSORPSI ZAT WARNA TEKSTIL KATIONIK BASIC VIOLET 10

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI LIGNOSELULOSA SULFONAT AMPAS TEBU UNTUK ADSORPSI ZAT WARNA TEKSTIL KATIONIK BASIC VIOLET 10

ADSORBSI ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B DENGAN MEMANFAATKAN AMPAS TEH SEBAGAI ADSORBEN

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A EFEKTIVITAS AMPAS TEH SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL MALACHITE GREEN

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A MODIFIKASI SERAT BATANG PISANG DENGAN FORMALDEHIDE SEBAGAI ADSORBEN LOGAM TIMBAL (II)

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL C ISOLASI DAN SINTESIS 2-FURANALDEHIDA DARI LIMBAH AMPAS TEBU

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai Adsorben Zat Warna Methylene Blue

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi +) Saepudin Suwarsa Jurusan Kimia FMIPA - ITB Jl. Ganesa 10 Bandung, 40132

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembuatan selulosa dari kulit singkong termodifikasi 2-merkaptobenzotiazol untuk pengendalian pencemaran logam kadmium (II)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN

Warna Bau ph Kuning bening Merah kecoklatan Coklat kehitaman Coklat bening

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cocoa L.) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMIN B

AKTIVASI DAN KARAKTERISASI FLY ASH SEBAGAI MATERIAL ADSORBEN LIMBAH TIMBAL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

4. Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN. Berat Sampel (gram) W 1 (gram)

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KINETIKA ADSORPSI LARUTAN ION LOGAM KROMIUM (Cr) MENGGUNAKAN ARANG BATANG PISANG (Musa paradisiaca)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Kinetika Adsorpsi Ion Logam Cu (Ii) Menggunakan Serbuk Gergaji Teraktivasi dengan Asam Asetat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Larutan logam kromium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

Risfidian Mohadi*, Adi Saputra, Nurlisa Hidayati, dan Aldes Lesbani

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN

Penggunaan Serat Daun Nanas Sebagai Adsorben Zat Warna Procion Red Mx 8b

Transkripsi:

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia APLIKASI LIGNOSELULOSA SULFONAT AMPAS TEBU UNTUK ADSORPSI ZAT WARNA TEKSTIL KATIONIK BASIC VIOLET 10 Suryadi Budi Utomo Prodi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami no. 36 A Surakarta, e-mail: sbukim98@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitianaplikasi lignoselulosa sulfonat ampas tebu untuk adsorpsi zat warna tekstil kationik basic violet 10. Lignoselulosa sulfonat disintesis dari limbah ampas tebu melalui proses ekstraksi dan sulfonasi menggunakan larutan induk yang terbuat dari 168 g Na 2 SO 3 dan 1 g NaHCO 3. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium. Prosedur kerja yang dilakukan adalah dengan membuat adsorben alami, bebas ekstrak, dan lignoselulosa sulfonat kemudian mengidentifikasi gugus fungsi dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrometer infra merah. Uji adsorpsi dilakukan pada berbagai variasi waktu interaksi 5, 10, 20, 40, 80, dan 160 menit pada ph 6,0. Untuk analisa kuantitatif dilakukan dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 542,75 nm. Kandungan komponen ekstraktif total (total extractive content) dari ampas tebu yang diteliti adalah 15,2 %. Adsorben lignoselulosa sulfonat memiliki daya adsorpsi paling tinggi terhadap zat warna tekstil kationik basic violet 10 yaitu sebesar 87,42 %, sedangkan adsorben alami 66,3% dan adsorben bebas ekstrak 82,64%. Waktu optimum adsorpsi oleh adsorben alami adalah 40 menit, sedangkan untuk adsorben bebas ekstrak dan lignoselulosa sulfonat adalah 80 menit. Pola adsorpsi zat warna basic violet 10 oleh adsorben lignoselulosa sulfonatsesuai dan mengikuti model kinetika adsorpsi pseudo orde kedua dari Ho dengan konstanta laju adsorpsi sebesar 1,068 x 10 2 menit -1. Kata kunci: lignoselulosa sulfonat, adsorpsi, pseudo orde kedua, dan basic violet 10 PENDAHULUAN Perkembangan dan pembangunan teknologi telah menghasilkan produk dan fasilitas modern yang membawa manusia pada lingkungan hidup yang semakin tidak bersahabat dan membahayakan yang diakibatkan oleh limbah buangan industri sintetik dan kimia lainya. Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 523

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 Industri tekstil menghasilkan beberapa limbah buangan salah satu diantaranya adalah limbah zat warna. Meskipun di Indonesia belum ditetapkan baku mutu terhadap air limbah berwarna, tetapi pada masa yang akan datang diperkirakan peraturan mengenai limbah industri yang mengandung zat warna akan semakin ketat mengingat hal ini telah menjadi persyaratan baku mutu di beberapa negara maju. Amerika Serikat telah menentukan baku mutu buangan air limbah berwarna untuk tidak melebihi 200 unit ADMI (American Dye Manufacturers Institute) (Banat, et.al., 1996). Diperkirakan sebanyak 10-15% dari jumlah zat warna yang dikonsumsi industri tekstil terbuang ke lingkungan. Jumlah tersebut setara dengan 0,01-0,25 g zat warna/l air limbah industri tekstil atau sekitar 50-3890 unit ADMI (O Neill, et.al., 1999). Hal ini berarti limbah zat warna telah melebihi ambang batas yang perlu mendapatkan penanganan serius agar tidak semakin merusak lingkungan. Masalah yang cukup mengganggu pada lingkungan hidup antara lain karena menghalangi sinar matahari menembus lingkungan akuatik, sehingga akan mengganggu proses-proses biologis yang terjadi di dalamnya, disamping juga mengganggu estetika badan perairan serta mengalami penyebaran kontaminan zat warna berbahaya ke sejumlah tumbuhan dan hewan bahkan manusia yang mengkonsumsi air tercemar (Setiawan, dkk., 2004). Zat warna pada limbah industri tekstil pada umumnya sangat berbahaya. Basic violet 10 adalah zat warna tekstil yang bersifat karsinogen dan sering digunakan untuk pewarna makanan seperti kerupuk, minuman, pisang goreng, dan lain sebagainya (Santoso, 1989). Penggunaan basic violet 10 memberi ciri khas warna mencolok (pink) namun berpendar. Karsinogenesis kimiawi merupakan suatu proses multi-tahap. Sebagian besar karsinogen sebenarnya tidak reaktif (prokarsinogen atau karsinogen proximate), namun di dalam tubuh diubah menjadi karsinogen awal (primary) atau menjadi karsinogen akhir (ultimate). Sitokrom P 450 suatu mono-oksidase dependen retikulum endoplasmik sering mengubah karsinogen proximate menjadi intermediatedefisienelektron yang reaktif (electrophils). Intermediate (zat perantara) yang reaktif ini dapat berinteraksi dengan pusat-pusat di DNA 524 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia yang kaya elektron (nucleophilic) untuk menimbulkan mutasi. Interaksi antara karsinogen akhir dengan DNA semacam ini dalam suatu sel diduga merupakan tahap awal terjadinya karsinogenesis kimiawi. DNA sel dapat pulih kembali bila mekanisme perbaikannya normal, namun bila tidak sel yang mengalami perubahan dapat tumbuh menjadi tumor yang akhirnya nampak secara klinis. Penelitian ini diilhami oleh kenyataan bahwa basic violet 10masih digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman, padahal keduanya bersifat racun bagi manusia. Basic violet 10 biasa digunakan untuk pewarna tekstil dan masuk ke dalam golongan pewarna yang dilarang digunakan untuk makanan. Rumus struktur zat warna kationik tekstil basic violet 10 adalah sebagai berikut : Cl Gambar 1. Struktur molekul basic violet 10 Limbah zat warna diklasifikasikan sebagai salah satu pencemar utama pada kegiatan industri tekstil. Limbah zat warna industri tekstil umumnya sangat karsinogenik dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pencemaran oleh zat warna tidak dapat ditanggulangi dengan proses koagulasi seperti kontaminan lain antara lain zat padat terlarut, COD, BOD dan lain-lain maka proses adsoprsi atau penyerapan merupakan suatu alternatif untuk mengatasi limbah zat warna (Al-degs, et.al, 2000). Oleh karena itu perlu dicari dan diteliti suatu cara untuk menyerap zat warna tersebut secara optimal dengan bahan adsorben yang mudah diperoleh dan berkinerja tinggi Ampas tebu merupakan bahan lignoselulosa, yaitu serat alami yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, dan beberapa komponen ekstraktif lainnya (Rowell, 1997). Bahan-bahan organik yang telah tersedia melimpah ini sangat mungkin untuk direkayasa dan dikembangkan menjadi material cerdas melalui suatu proses modifikasi Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 525

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 sebagaimana yang telah dilakukan oleh Utomo dan Susilowati (2006). Kedua peneliti tersebut telah berhasil meningkatkan kapasitas tukar kation sorben ampas tebu dengan cara sulfonasi lebih dari 200 %. Rasio penyerapan zat warna antara sorben serat termodifikasi sulfonat dengan sorben serat alami adalah lebih dari 2/1 terhadap zat warna kationik tekstil direct red 28. Lignoselulosa ampas tebudipilih untuk adsorpsi zat warna dengan pertimbangan bahwa bahan adsorben tersebut di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Bahan adsorben tersebut mengandung gugus aktif hidroksi dan karbonil yang dapat menyerap zat warna. Disamping itu, dengan penggunaan lignoselulosa ampas tebu untuk adsorpsi zat warna ini akan mengurangi limbah industri pabrik gula dan limbah industri tekstil. Maka dengan adanya masalah pencemaran limbah zat warna tersebut dan limbah pabrik gula yang belum dimanfaatkan secara optimal, perlu dicari suatu solusi dengan menjadikan bagasse sebagai adsorben untuk menyerap zat warna tekstil dengan dimodifikasi sulfonat terhadap zat warna basic violet 10. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang dilakukan di Laboratorium Program Kimia PMIPA FKIP UNS Surakarta dengan rancangan penelitian sebagai berikut: Pembuatan adsorben alami ampas tebu. Ampas tebu yang diperoleh dari Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar dikeringkan dengan cara diangin-anginkan hingga diperoleh berat konstan. Ampas tebu yang telah kering dihaluskan atau diblender sampai diperoleh butiran-butiran kesil. Selanjutnya diayak dengan ayakan 60 mesh untuk mendapatkan adsorben alami ampas tebu. Pembuatan adsorben bebas ekstrak ampas tebu. Sebanyak 10 gram adsorben alami ampas tebu halus diekstraksi dengan ekstraktor sohxlet menggunakan pelarut etanol:toluen (1:2) sebanyak 300 ml selama 8 jam. Ekstraksi dilanjutkan dengan pelarut etanol sebanyak 300 ml. Padatan sisa ekstraksi direndam dengan air panas selama 2 jam kemudian 526 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia disaring. Hasil yang diperoleh kemudian dikeringkan dan ditimbang. Ampas tebu yang sudah melewati proses ekstraksi awal ini disebut adsorben serat terekstraktif atau adsorben bebas ekstrak. Sintesis lignoselulosa sulfonat. 5 gram adsorben bebas ekstraksi ditambah dengan 5 ml larutan induk yang terbuat dari 168 gram Na 2 SO 3 dan 1 gram NaHCO 3 dalam 1 liter aquadest. Kemudian campuran tersebut distirer dengan pemanasan 70 o C selama 2 jam (Utomo, 2007). Produk yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 70 o C selama 3 jam untuk menghilangkan air. Analisis gugus funsional dilakukan dengan menggunakan spektrometer IR Shimadzu 8201 PC dengan pelet KBr. Penentuan konsentrasi zat warna yang teserap ke dalam masingmasing adsorben. Percobaan dilakukan dalam suatu reaktor sistem batch dalam penangas air temperatur 25 o C. Sebanyak 0,1 gram adsorben lignoselulosa sulfonat ditambah dengan 10 ml zat warna dengan konsentrasi 50 ppm dalam reaktor 10 ml. Campuran kemudian distirer dengan variasi waktu kontak 5, 10, 20, 40, 80 dan 160 menit pada ph 6,0 untuk mengetahui waktu terjadinya kesetimbangan penyerapan zat warna oleh adsorben. Selanjutnya adsorben dipisahkan dengan cara disaring dengan penyaring buchner. Konsentrasi zat warna yang diserap oleh adsorben dihitung dari selisih konsentrasi awal dengan konsentrasi tersisa dalam larutan. Penentuan konsentrasi zat warna basic violet 10 dalam larutan dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer UV-Vis 1601 PC Shimadzu pada panjang gelombang optimum 542,75 nm. Hal ini dilakukan juga untuk adsorben alami dan adsorben bebas ekstrak ampas tebu. PEMBAHASAN Kandungan komponen ekstraktif total dari limbah ampas tebu yang diteliti. Hasil dari ekstraksi ampas tebu menggunakan pelarut etanol dan toluena didapatkan berat konstan yaitu 8,48 g dari ampas tebu alami awal 10 g. Proses ekstraksi terhadap ampas tebu yang sudah dihaluskan dengan menggunakan ekstraktor sohxlet dan pelarut netral dilakukan sebagai Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 527

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 tahap proses penyempurnaan pendahuluan yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan minyak dan lilin dalam senyawaan ekstraktif yang dikhawatirkan akan mengganggu dan menghalangi kontak antara zat warna kationik tekstil basic violet 10 yang larut dalam air dengan adsorben. Kandungan komponen ekatraktif total (total extractive conten) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan yang mengikuti metode ASTM D 1105-96 sebagai berikut : Kandungan komponen ekstraktif total (%)= W0 WE 100% W dimana W 0 = berat ampas tebu awal (g) W E = berat ampas tebu setelah diekstraksi (g) Sehingga diperoleh: Kandungan komponen ekstraktif total = 10 8,48 100% = 15,2 % 10 Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik/ ekstraktif seperti lilin dan minyak yang terdapat dari sampel ampas tebu yang digunakan relatif cukup besar. Ampas tebu yang sudah melewati proses ekstraksi awal ini disebut adsorben serat terekstraktif atau adsorben bebas ekstrak Untuk keperluan identifikasi lebih lanjut, produk yang diperoleh baik adsorben alami maupun bebas ekstrak dianalisis dengan menggunakan spektrometer IR dan hasil analisis yang berupa spektrum IR disajikan pada Gambar 2 dan 3. Dengan menggunakan spektrum IR tersebut dapat diperoleh informasi adanya gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam produk yang dianalisis. 0 Gambar 2. Spektrum IR adsorben alami ampas tebu 528 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia Gambar 3. Spektrum IR adsorben bebas ekstrak ampas tebu Kedua spektrum IR pada Gambar 2 dan 3 tersebut terdapat puncak- atau kelimpahannya puncak serapan yang mirip, namun intensitas berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa baik pada adsorben alami maupun adsorben bebas ekstrak mengandung gugus fungsional yang mirip pula hanya saja jumlah atau kadarnya yang tidak sama. Jika diperhatikan dari kedua spektrum IR (Gambar 2 dan 3) tersebut kelimpahan gugus fungsi adsorben bebas ekstrak cenderung turun dibandingkan dengan kelimpahan pada adsorben alami. Fakta ini membuktikan bahwa proses ekstraksi soklet mengurangi dan menghilangkan beberapa komponen ekstarktif yang dapat larut dalam campuran pelarut etanol-toluena. Dari hasil analisis diduga komponen ekstraktif tersebut juga memiliki beberapa gugus fungsi yang sama dengann gugus fungsi pada adsorben bebas ekstrak sehingga setelah komponen ekstraktif tersebut dihilangkan maka kelimpahan gugus fungsi yang sama akan berkurang. Spektrum IR pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan adanya serapan yang melebar dengan intensitas kuat pada daerah sekitar 3425,3 cm -1 yang karakteristik untuk rentangan O-H menunjukan adanya gugus hidroksi (-OH) pada sampel yang dianalisis. Untuk serapan pada daerah 2923,9 dan 2916,2 cm -1 dengan intensitas sedang adalah serapan akibat adanya rentangan ikatan C-H (sp 3 ) alifatis yang diperkuat oleh serapan pada daerah 1373,2 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus metil (-CH 3 ). Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1735,8 cm -1 menunjukkan bahwa dalam sampel juga mengandung gugus karbonil (C=O) meskipun kelimpahannya sedikit, sedangkan serapan pada daerah Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 529

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 sekitar 1604,7-1635 cm -1 dan 1512,1 cm -1 rentangan C-H tak jenuh aromatis. muncul akibat adanya vibrasi Sintesis lignoselulosa sulfonat. Pada penelitian ini dilakukan sintesis lignoselulosa sulfonat dengan menggunakann metode yang telah dilakukan sintesis lignoselulosa sulfonat oleh Hans (1999) dan Utomo (2007) yaitu dari bahan dasar lignoselulosa ampas tebu dengan menggunakan larutan induk yang terbuat dari 168 g Na 2 SO 3 dan 1 g NaHCO 3. Reaksi dilakukan melalui pengadukan disertai dengan pemanasan pada temperatur 70 o C selama 2 jam. Produk yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 70 o C selama 3 jam untuk menghilangkan air. Analisis gugus funsional dilakukan dengan menggunakann spektrometer IR Shimadzu 8201 PC dengan pelet KBr. Hasil analisis terhadap lignoselulosa sulfonat yang disintesis ditunjukkan oleh spektrum IR pada Gambar 4. Gambar 4. Spektrum IR lignoselulosa sulfonat Berdasarkan spektrum IR pada Gambar 4 tersebut dapat diketahui bahwa gugus hidroksi masih terdapat di dalam senyawa yang ditunjukkan oleh adanya serapan pada 3425,3 cm -1 namun intensitasnya turun bila dibandingkan spektrum IR dari adsorben bebas ekstrak. Hal ini dapat dibenarkan karena gugus hidroksi yang ada dalam senyawa produk memang berkurang dengan adanya gugus baru yang masuk (SO 3 ) menggantikan beberapa gugus hidroksi. Hal yang paling menonjol yang membuktikan berhasilnya sintesis lignoselulosa sulfonat adalah munculnya serapan yang tajam dengan intensitas tinggi pada bilangan gelombang 1126,4 cm -1 yang karakteristikk untuk gugus sulfonat (SO 3 ) dimana serapan ini tak dijumpai pada senyawa awal. 530 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia Adsorpsi zat warna kationik tekstil basic violet 10 oleh masingmasing adsorben. Hasil dari pengamatan warna larutan zat warna basic violet 10 sebelum dan sesudah diadsorpsi dapat diketahui bahwa adsorben alami, bebas ekstrak, maupun lignoselulosa sulfonat dapat digunakan sebagai adsorben zat warna basic violet 10. Hal ini dapat dilihat dari adanya perubahan warna merah tua menjadi merah muda bening untuk adsorben alami dan bebas ekstrak, serta dari merah tua menjadi merah muda sangat bening atau hampir tidak berwarna untuk adsorben lignoselulosa sulfonat. Uji adsorpsi zat warna oleh masing-masing adsorben dilakukan pada temperatur isotermis dan ph larutan 6,0 melalui suatu proses pengadukan yang terus-menerus dalam sistem bacth. Pengadukan dilakukan selama 5 hingga 160 menit pada temperatur konstan 25 o C. Waktu pengadukan ini dipilih dengan berdasarkan pada penelitian Oscik (1982) yang menyatakan bahwa kesetimbangan adsorpsi adsorbat pada berbagai adsorben tercapai setelah interaksi kurang lebih 1 jam. Penentuan konsentrasi zat warna dalam larutan dilakukan dengan mengukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis 1601 PC Shimadzu. Pengukuran dilakukan terhadap larutan standar dan sampel hasil uji penyerapan. Data-data yang diperoleh dari hasil analisis dengan AAS diolah. Hasilnya disajikan dalam bentuk profil yang menggambarkan hubungan antara jumlah zat warna yang terserap oleh masing-masing sorben terhadap waktu kontak (Gambar 5). Basic violet 10 yang terserap oleh adsorben (ppm) 47 44 41 38 35 32 29 26 23 20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Waktu adsorpsi (menit) Adsorben alami Adsorben bebas ekstrak lignoselulosa sulfonat Gambar 5. Hubungan antara jumlah zat warna yang terserap oleh adsorben terhadap waktu kontak Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 531

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 Dari Gambar 5 di atas dapat diterangkan bahwa keadaan kesetimbangan proses adsorpsi adsorben lignoselulosa sulfonat dan adsorben bebas ekstrak terhadap zat warna basic violet 10 tercapai setelah waktu kontak 80 menit yang ditandai dengan tidak adanya peningkatan yang signifikan dari jumlah zat warna yang teradsorpsi. Pada sorben alami yang digunakan sebagai pembanding, waktu kesetimbangan adsorbsi zat warna tercapai dalam waktu kontak 40 menit. Waktu ini lebih cepat jika dibandingkan dengan adsorben lignoselulosa sulfonat dan adsorben bebas ekstrak, tetapi jumlah zat warna yang diadsorpsi jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan adsorben lignoselulosa sulfonat dan adsorben bebas ekstrak.daya serap paling tinggi terjadi pada adsorben lignoselulosa sulfonat, dari konsentrasi awal 50 ppm zat warna yang terserap yaitu 87,42 % atau 43,71 ppm, daya serap adsorben bebas ekstrak 82,64 % atau 41,32 ppm, dan daya serap paling rendah terjadi pada adsorbenalami 66,3 % atau 33,15 ppm. Pada adsorben alami daya serap lebih rendah dikarenakan masih adanya komponen pengotor atau senyawaan organik yang berupa lilin dan lemak pada permukaan butiran adsorben sehingga mengganggu interaksi zat warna dengan gugus aktif yang dimiliki oleh adsorben. Hal ini menyebabkan penyerapan zat warna kationik tekstil basic violet 10 oleh adsorben alami lebih kecil bila dibandingkan dengan adsorben bebas ekstrak dan lignoselulosa sulfonat. Daya adsorben bebas ekstrak lebih tinggi dari adsorben alami dikarenakan pada adsorben bebas ekstrak, setelah diekstraksi komponen pengganggu menjadi berkurang sehingga zat warna dapat berinteraksi dengan gugus yang dimiliki oleh adsorben. Untuk lignoselulosa sulfonat mempunyai daya serap paling tinggi, yang mempunyai kelebihan peningkatan penyerapan sebesar 21,12 % dari adsorben alami, dan 4,78 % dari adsorben bebas ekstrak, hal ini dikarenakan setelah dimodifikasi dengan sulfonat, komponen hidroksi dan karbonil masih, tetapi disini muncul gugus sulfonat yang mempunyai peran utama dalam proses penyerapan zat warna kationik melalui pertukaran ion positif dan negatif. Dengan adanya modifikasi sulfonat pada adsorben lignuselulosa akan mengakibatkan meningkatnya jumlah situs aktif yang berperan 532 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia dalam adsorpsi melalui gaya tarik maupun pertukaran ion sedemikian hingga daya serap adsorben termodifikasi sulfonat akan meningkat pula. Gambar 6. Model interaksi lignoselulosa sulfonat dengan basic violet 10 Model kinetika adsorpsi zat warna oleh lignoselulosa sulfonat. Adsorpsi oleh lignoselulosa sulfonat yang dilakukan dengan perbedaan waktu atau pengaruh pengadukan, menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengadukan akan semakin banyak zat warna yang terserap sampai keadaan optimum. Perubahan pola adsorpsi terhadap waktu memerlukan pendekatan model kinetika. Dari data hubungan antara jumlah zat warna dengan waktu kontak (Gambar 5) dapat dilakukan kajian kinetika adsorpsi yang mengacu pada beberapa model kinetika adsorpsi ion tunggal dari Santoso dan Muzakky (2002), model kinetika orde kesatu dari Lagergren, dan model kinetika orde kedua dari Ho (Ho, 2004). Rumusan model kinetika yang digunakan Santoso dan Muzakky didasarkan pada konsentrasi adsorbat dalam larutan dengan asumsi bahwa adsorpsi tersebut merupakan adsorpsi orde kesatu yang mencapai kesetimbangan. Dari penelitian ini diperoleh beberapa data yang diperlukan untuk melakukan kajian model kinetika. Dengan menggunakan persamaan dari model Santoso dan Muzakky, dapat ditentukan apakah pola adsorpsi zat warna basic violet 10 pada adsorben ini mengikuti model persamaan kinetika adsorpsi ion tunggal dengan persamaan: ( Co / Ca) t ln = k1 K Ca Ca + Dari data kinetika adsorpsi adsorben pada zat warna tekstil kationik Santoso dan Muzakky (Tabel 1), plot antara ln (C o /C a )/C a lawan Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 533

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 t/c a menghasilkan suatu grafik yang disajikan pada kurva kinetika adsorpsi zat warna basic violet 10 (Gambar 7), diperoleh harga k1 dan K masing-masing sebesar 1,403 x 10-1 menit -1 dan7,777 x 10-1 liter/mol, kurva diatas memiliki tingkat linieritas yang hampir mendekati satu, dimana R 2 sebeasr 0,9099 (r=0,9538). Tabel 1. Data kinetika adsorpsi menurut Santoso dan Muzakky Waktu (menit) C o (C awal) mol/l x 10-4 C a (mol/l) x 10-5 t/c a (menit.l/mol) x 10 6 Ln (C o /C a )/C a (L/mol) x10 5 5 1.04 2.31 0.22 0.65 10 1.89 0.53 0.9 20 1.72 1.16 1.0 40 1.53 2.61 1.25 80 1.31 6.11 1.58 160 1.31 12.2 1.58 Ln (Co/Ca)/Ca (L/mol) x10 5 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 y = 0,014x + 0,7777 R 2 = 0,9099 0 0 10 20 30 40 50 60 70 t/ca (menit.l/mol) x 10 5 Gambar 7. Kurva kinetika adsorpsi zat warna tekstil kationik basic violet 10 oleh lignoselulosa sulfonat menurut model adsorpsi Santoso dan Muzakky Untuk keperluan kajian kinetika lebih lanjut, maka akan dilakukan uji kinetika menurut model kinetika orde kesatu Lagergren dan orde kedua Ho. Berbeda dengan Santoso dan Muzakky, kedua model kinetika tersebut didasarkan pada konsentrasi adsorbat pada adsorben. 534 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia Untuk membedakan kedua model kinetika baru ini dengan model kinetika yang didasarkan pada konsentrasi adsorbat dalam larutan, maka model kinetika orde kesatu Lagergren disebut dengan pseudo orde kesatu Lagergren, demikian pula untuk orde kedua Ho disebut dengan pseudo orde kedua Ho. Dengan menggunakan model persamaan kinetika Lagergren, dapat ditentukan apakah pola adsorpsi ini mengikuti model kinetika pseudo orde kesatu Lagergren dengan persamaan sebagai berikut : Log (q e -q t ) = log q e -k t Waktu (menit) Tabel 2. Data kinetika adsorpsi menurut Lagergren dan Ho Co (C awal) (mg/l) C terserap (mg/l) q e (mg/g) q t (mg/g) log (q e - q t ) 2tq e 2 (menit.mg 2.g -2 ) q e q t /q e -q t 5 50 38,93 4,371 3,893-0,32 191,05641 35,599 10 40,92 4,092-0,55 382,11282 64,108 20 41,72 4,172-0,70 764,22564 91,637 40 42,68 4,286-0,98 1528,45128 182,121 80 43,71 4,371-3056,90256 0 160 43,71 4,371-6113,80512 0 0-0,2 0 10 20 30 40 50 log (qe-qt) -0,4-0,6-0,8-1 -1,2 y = -0,0174x - 0,3117 R 2 = 0,9446 Waktu (menit) Gambar 8. Kurva model kinetika Lagergren Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 535

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 qeqt/qe-qt 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 y = 0,1068x + 16,822 R 2 = 0,9921 0 500 1000 1500 2000 (menit.mg 2.g -2 ) Gambar 9. Kurva model kinetika Ho Dari data kinetika adsorpsi adsorben pada zat warna tekstil kationik basic violet 10 (Tabel 2) tersebut, menurut model kinetika persamaan Lagergren plot antara log (q e -q t ) lawan t menghasilkan suatu grafik kurva kinetika adsorpsi zat warna basic violet 10 (Gambar 8). Menurut persamaan Lagergren, diperoleh harga R 2 (0.9597) dengan r nya adalah 0,9796 yang hampir mendekati satu juga, hal ini belum dapat disimpulkan bahwa adsorpsi ini mengikuti model kinetika Lagergren. Untuk lebih meyakinkan lagi, maka pada penelitian ini juga dilakukan pengujian model kinetika adsorpsi orde kedua menurut Ho. Untuk keperluan ini, maka dapat dibuat data penentuan model kinetika Ho. Dengan menggunakan model persamaan Ho, apakah dapat ditentukan pola adsorpsi mengikuti model pseudo orde kedua Ho dengan persamaan sebagai berikut : 2 tkqe 2 qeqt qe qt Dengan demikian dari data kinetika adsorpsi model kinetika orde kedua Ho (Tabel 2) tersebut, menurut persamaan model kinetika orde kedua dari Ho, plot antara q e q t /q e -q t lawan 2tq e ² menghasilkan suatu kurva yang berupa garis lurus dengan slope = k sebagaimana tersaji pada kurva kinetika adsorpsi zat warna basic violet 10 oleh adsorben model kinetika Ho (Gambar 9).Gambar tersebut menunjukkan bahwa kurva yang dihasilkan memiliki tingkat linieritas yang paling tinggi bila 536 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia dibandingkan dengan kedua kurva penentuan adsorpsi sebelumnya yaitu kurva Santoso Muzakky dan kurva adsorpsi pseudo orde kesatu Lagergren. Kurva tersebut memiliki R² (0,9921) dengan r nya adalah 0,9960. Dengan demikian dari uji data kinetika adsorpsi yang menggunakan model persamaan kinetika diatas, dapat disimpulkan bahwa pola adsorpsi zat warna basic violet 10 oleh lignoselulosa sulfonatsesuai dan mengikuti model kinetika adsorpsi orde kedua dari Ho. Dari persamaan garis lurus yang diperoleh dapat ditentukan konstanta laju adsorpsi zat warna basic violet 10 ke dalam lignoselulosa sulfonat (k) sebagai slope yaitu sebesar 1,068 x 10 2 menit -1. KESIMPULAN Kandungan komponen ekstraktif total (total extractive content) dari ampas tebu yang diteliti adalah 15,2 %. Adsorben lignoselulosa sulfonat memiliki daya adsorpsi paling tinggi terhadap zat warna tekstil kationik basic violet 10 yaitu sebesar 87,42 %, sedangkan adsorben alami 66,3% dan adsorben bebas ekstrak 82,64%. Waktu optimum adsorpsi oleh adsorben alami adalah 40 menit, sedangkan untuk adsorben bebas ekstrak dan lignoselulosa sulfonat adalah 80 menit. Pola adsorpsi zat warna basic violet 10 oleh adsorben lignoselulosa sulfonatsesuai dan mengikuti model kinetika adsorpsi pseudo orde kedua dari Ho dengan konstanta laju adsorpsi sebesar 1,068 x 10 2 menit -1 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan terimakasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian No: 017/SP3/PP/DP2M/II/2006 tanggal 1 Pebruari 2006. DAFTAR PUSTAKA Al-degs, Y., Khraisheh, M.A.M.,Allen, S.J. and Ahmad, M.N., 2000, Effect of Carbon Surface Chemistry on the Removal of Reactive Dyes from Textile Effluent, Wat.res., 34 (3), 927-935 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 537

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1 Banat, I.M., Nigam, P., Singh, D., dan Marchant, R., 1996, Microbial Decolorization of Textile-dye Countaning Effluents: a review., Bioresour. Technol., 58, 217-227 Han, J.S., 1999, Stormwater Filtration of Toxic Heavy Metal Ions using Lignocellulosic Material Selection Process, Feberization, Chemical Modification and Mat.Formation, 2 nd Inter-regional conference on environment-water Ho, Y.S., 2004, Citation Review of Lagergren Kinetic Rate Equation on Adsorption Reactions, Scientometrics, 59 (1), 171-177 O Neill, C., Hawkes, F.R., Lourenco, N.D., Pinhiero, H.M., dan Delee, W., 1999, Colour in Textile Effluents- Sources, Measurement, Discharge Content and Simulation; a review, J. Chem. Technol. Biotechnol., 74, 1009-1018 Oscik, J., 1982, Adsorption, Ellis Horwood Limited, England Rowell, R.M., 1997, Composites from agri-based resources, Proceeding No. 7286, The Use of Recycled Wood and Paper in Building Applications, USDA Forest Service and Forest Products Society, Wisconsin Santoso, S.O., 1989, Efek Karsinogenik beberapa Pestisida dan Zat Warna Tertentu, Cermin Dunia Kedokteran, 55, 27 Santosa, S.J., dan Muzakky, 2002, Kinetika Adsorpsi Logam Berat (Krom, Tembaga, dan Uranium) oleh asam humat dalam Tanah Gambut, Laporan Penelitian Dasar Tahun Anggaran 2002, Yogyakarta Setiawan, A.H., Wiloso, E.I., Soleha, R., Barliati, V. dan Anggraeni, I.F., 2004, Peningkatan Kemampuan Daya Serap Sorben Serbuk Gergaji dengan Pengsulfonasian dan Pengujiannya dengan Zat Warna Tekstil Kationik, Jurnal Kimia Alchemy, 3 (2): 10-15 Utomo, S.B., dan Susilowati, E., 2006, Peningkatan Kapasitas Tukar Kation Sorben Ampas Tebu dengan Cara Sulfonasi dan Pengujiannya terhadap Zat Warna Kationik Tekstil Direct Red 28, Proseding Seminar Nasional Kimia dan Industri, Jurusan Kimia, FMIPA, Universita Sebelas Marer Surakarta, Surakarta, 9 September 2006 Utomo, S.B., Susilowati, E., 2007, Daya Serap Adsorben Serat Termodifikasi Sulfonat Limbah Ampas Tebu terhadap Ion Logam Berat Pb 2+, Jurnal Enviro, 9, 25 538 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009