TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Menurut Greenland (1997) dalam Iqbal (2009), karakteristik utama tanah sawah yang menentukan keberlanjutan sistem budidaya padi sawah adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan tanah secara terus menerus tidak menyebabkan reaksi tanah menjadi semakin masam. Hal ini berkaitan dengan sifat fisik dan kimia tanah tergenang dimana penggenangan menyebabkan terjadinya konversi ph tanah menuju netral. 2. Zat hara dari wilayah hulu terakumulasi di lahan sawah, dan hanya sedikit yang tercuci. 3. Fosfor lebih mudah tersedia bagi tanaman padi sawah. 4. Terjadi penambahan hara lewat air luapan banjir, irigasi dan pengendapan liat dan debu dari banjir. 5. Populasi aktif mikroorganisme penambat nitrogen mempertahankan nitrogen organik. 6. Erosi permukaan dicegah oleh adanya teras dan galengan. Ciri khas tanah sawah antara lain memiliki lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat difusi O 2 setebal 0-1 cm, selanjutnya lapisan reduksi setebal 25-30 cm dan diikuti lapisan bajak yang kedap air. Selain itu selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O 2 oleh akar padi yang menimbulkan kenampakan yang khas pada tanah sawah (Sanchez, 1993). Profil tanah sawah dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar. Profil tanah sawah Menurut Deptan (2000), padi sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang. Penggenangan tanah akan mengakibatkan perubahan-perubahan sifat kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Perubahanperubahan sifat kimia tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain : (1) penurunan kadar oksigen, (2) perubahan potensial redoks (Eh), (3) perubahan ph tanah, (4) reduksi Ferri (Fe 3+ ) menjadi Ferro (Fe 2+ ), (5) perubahan mangani (Mn 4+ ) menjadi mangano (Mn 2+ ), (6) terjadinya denitrifikasi, (7) reduksi sulfat (SO 2-4 ) menjadi sulfit (SO 2-3 ), (8) peningkatan ketersediaan Zn dan Cu, (9) terjadinya pelepasan CO 2, CH 4, H 2 S dan asam organik (De datta, 1981).
Dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang (macak-macak). Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah, sehingga tanaman padi tidak memerlukan sel aerenchyme untuk mengambil oksigen yang ada di udara. Fotosintat yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan bagian tanaman yang lain selain dari pembentukan sel aerenchym. Selain itu, dalam kondisi tidak tergenang, akar bisa tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyak-banyaknya. Reduksi besi adalah reaksi yang paling penting di dalam tanah masam tergenang karena dapat menaikan ph dan ketersediaan P serta manggantikan kation lain dari tempat pertukaran seperti K +. Peningkatan Fe 2+ pada tanah masam dapat menyebabkan keracunan besi pada padi, apabila kadarnya dalam larutan sama dengan 350 ppm. Konsentrasi besi dalam larutan tanah diatur oleh ph tanah, kandungan bahan organik, kandungan besi itu sendiri dan lamanya penggenangan (Ponnamperuma, 1985). ph Tanah Nilai ph tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain seperti ketersediaan fosfor, status kation-kation basa dan status kation atau unsur racun (Mukhlis, 2007). Jika tanah mineral disawahkan (digenangi), maka ph tanah akan mengarah ke netral atau dengan kata lain tanah awal yang mempunyai ph masam akan meningkat menuju ph netral, sebaliknya tanah awal yang mempunyai ph alkalin akan turun menuju ph netral. Perubahan ph tanah menuju netral mempunyai manfaat terhadap tingkat
ketersedian hara tanah. Pada tanah sawah ber-ph netral ketersediaan hara dalam kondisi optimal dan unsur hara tertentu yang dapat meracuni tanaman mengendap (Adiningsih dan Agus, 2005). Pembebasan P dari bahan organik tanah terkait dengan ph tanah. Pengapuran yang meningkatkan populasi jasad renik tanah dan ini menyebabkan peningkatan mineralisasi P-organik (Mas ud, 1993). C-organik Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Andre, 2009).
Kapasitas Tukar Kation (KTK) KTK sangat penting berkenaan dengan (1) kesuburan tanah, (2) penyerapan hara, (3) ameliorasi tanah dan (4) mutu lingkungan. Kompleks jerapan berdaya melawan pelindian tanah, mengendalikan neraca hara dalam larutan tanah dan memberikan daya sangga kimia kepada tanah melawan perubahan besar ph. Dengan daya jerapnya, koloid tanah dapat menambat air hujan atau air irigasi dan kation hara dari pelapukan mineral, mineralisasi bahan organik atau dari pupuk. Dengan demikian KTK menjadi faktor pembentuk cadangan air dan hara basa dalam tanah yang dapat mengefisiensikan penggunaan air dan hara basa oleh tumbuhan (Notohadiprawiro, 1998). Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh : 1.Reaksi tanah, 2.Tekstur atau jumlah liat. 3.Jenis mineral liat, 4.Bahan organik dan, 5.Pengapuran serta pemupukan. Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula. Kejenuhan Basa Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan basa
mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan ph. Akan tetapi hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai ph tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid. Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Andre, 2009). Padi (Oryza sativa L.) Tanaman padi, yang merupakan keluarga dari tanaman rerumputan, mempunyai sifat yang sama pula. Dapat tumbuh hampir di setiap jenis tanah, yang berat, sedang hingga ringan. Padi dapat tumbuh di atas tanah yang top soilnya tidak lebih dari 5 cm hingga yang cukup dalam. Lahan sawah yang baik untuk tanaman padi harus dapat menahan air mengalir ke bawah, sehingga tidak terjadi pelunturan zat-zat mineral ke bagian lapisan bawah. Lahan tanaman padi sawah demi untuk dapat meningkatkan daya penyimpanan air, perlu diperhatikan kadar bahan organiknya. Oleh karena itu jangan membakar jerami, namun semua jerami dari hasil padi dikembalikan kedalam tanah. Bentuk pengembaliannya dapat secara langsung maupun dijadikan kompos (Rismunandar, 1993).
Tanaman padi memiliki batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenisnya. Padi jenis unggul biasanya berbatang pendek atau lebih pendek dari pada jenis lokal, sedangkan jenis padi yang tumbuh di tanah rawa dapat lebih panjang lagi, yaitu antara 2 6 meter. Ruas batang padi berongga dan bulat. Di antara ruas batang padi terdapat buku, pada tiap-tiap buku duduk sehelai daun (AAK, 1992). Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi bila malai belum keluar, dan sesudah malai keluar tingginya diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu sifat baku (keturunan). Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm (Satia, 2009). Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5 7 kg per hektar lahan. Kemudian benih tadi harus diseleksi sebelum disemai. Untuk itu kita bisa menggunakan metode Larutan Garam. Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7 10 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam adalah macak-macak. Arti dari macak- macak adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang. Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2 3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu lubang? Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan sinar matahari. Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal
diharapkan bahwa tiap tanaman bias menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar matahari secara lebih optimal. Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bias mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan sinar matahari secara maksimal (VECO, 2007). Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, diketahui bahwa tanaman padi bukanlah tanaman air, tetapi tanaman darat (terestrial) yang dalam pertumbuhannya membutuhkan air. Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut. 1. Ketika padi mencapai umur 1 8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah macak-macak. 2. Sesudah padi mencapai umur 9 10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2 3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama. 3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST. 4. Pada umur 19 20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1 2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi masak susu (± 15 20 hari sebelum panen). 6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba. Jerami Padi Jerami merupakan sumber bahan organik utama di lahan sawah yang kaya unsur kalium (K). Sumber bahan organik lain adalah pupuk hijau yang ditanam di pematang/galengan seperti orok2, turi, sesbania yang merupakan tanaman legum, sisa tanaman serta pupuk kandang (ayam, kambing, sapi). Penggunaan pupuk organik di lahan sawah harus digalakkan, karena di areal lahan sawah intensifikasi telah dibuktikan mengandung kadar karbon organik (C-organik) rendah (<2%) yang berimplikasi pada menurunnya kesuburan tanah. Aplikasi penggunaan bahan organik dari jerami, pupuk hijau, dan sisa tanaman ada dua cara: (1) bahan dipotong-potong terlebih dahulu lalu dibenamkan dan diaduk bersamaan dengan pengolahan tanah pertama, (2) mengomposkan bahan organik segar di pematang/ galengan atau disebar merata di permukaan lahan sawah pada waktu bera. Untuk mempercepat proses pengomposan dapat ditambahkan dekomposer yang berisi bakteri selulolitik dengan dosis sesuai anjuran (Adiningsih dan Agus, 2005). Bahan organik yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang selama ini masih sering dianggap sebagai limbah merupakan sumber hara yang potensial bagi tanaman. Selain berfungsi sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik dalam tanah berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik tanah seperti struktur tanah dan kapasitas memegang air serta sifat kimia tanah seperti KTK. Oleh sebab itu
sumber pupuk organik yang berasal dari jerami padi sangat baik untuk dikelola dan dimanfaatkan di lahan sawah. Produksi jerami padi dapat mencapai 4-5 ton per hektar tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Apabila dihitung dalam hektar, 1.5 ton jerami padi dapat mensubsidi 20 Kg Urea, 5.5 kg SP-36, 30 kg Ca(NO 3 ) 2 dan 7.4 kg Kieserit. Dinas Pertanian (2008), menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, antara lain seperti N 0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si 8.8%. Jerami merupakan sumber hara utama K dan silikat (Si). Sekitar 80% K yang diserap tanaman berada dalam jerami. Oleh karena itu, pengembalian jerami ke dalam tanah dapat memperlambat pemiskinan K dan Si tanah serta berpotensi sebagai pupuk K, baik diberikan dalam bentuk segar, dikomposkan maupun dibakar (Odjak, 1992). Selain dapat menggantikan pupuk K pada takaran tertentu, jerami juga berperan penting dalam memperbaiki produktifitas tanah sawah, meningkatkan efisiensi pupuk dan menjamin kemantapan produksi (Wihardjaka, 2002). Pengembalian jerami setiap musim dapat mensubstitusi keperluan pupuk K, memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman termasuk struktur tanah, memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan efesiensi serapan hara dan pupuk dan menjamin kemantapan produksi. Keadaan tersebut memungkinkan karena penambahan jerami pada tanah anaerob akan meningkatkan produksi CH 4, meningkatkan kandungan C-organik, memperlambat pola pelepasan N dan meningkatkan N-total tanah. Bila dibandingkan dengan kotoran hewan, jerami memiliki keunggulan dalam hal kandungan bahan organik, P 2 O 5 dan K 2 O (Abdulrachman dan Supriyadi 2000).
Aplikasi jerami 5 ton/ha/musim selama 4 musim menunjukkan bahwa jerami dapat meningkatkan kadar C-organik 1,50%, K-dapat ditukar 0,22 me, Mgdapat ditukar 0,25 me, kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g, Si tersedia dan stabilitas agregat tanah. Apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami tersebut adalah 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si dan 1,70 ton C-organik yang sangat diperlukan bagi kegiatan jasad renik tanah atau setara dengan 340 Kg KCl dan 361 Kg Kieserit (Adiningsih, 1984). Sehingga aplikasi bahan organik dapat memperkaya hara tanah termasuk unsur hara makro. Pupuk Kandang Sapi Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi,1983). Tisdale dan Nelson (1965) menyatakan bahwa pupuk kandang biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O. Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20%. P2O5 dan 0,1% K2O dan yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2%, P2O5 dan 1,35% K2O. Pupuk kandang dibagi menjadi dua macam, yakni pupuk kandang padat dan pupuk kandang cair. Susunan hara pupuk kandang sangat bervariasi, tergantung pada macamnya dan jenis hewan ternaknya. Nilai pupuk kandang dipengaruhi oleh : (1) makanan hewan yang bersangkutan; (2) fungsi hewan
tersebut sebagai pembantu pekerjaan atau butuhkan dagingnya saja; (3) jenis atau macam hewan; dan (4) jumlah dan jenis bahan yang digunakan sebagai alas kandang (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pupuk kandang merupakan pupuk yang penting di Indonesia. Selain jumlah ternak lebih tinggi sehingga volume bahan ini besar, secara kualitatif relatif lebih kaya hara dan mikrobia dibandingkan limbah pertanian. Yang dimaksud pupuk kandang ialah campuran kotoran hewan/ ternak dan urine (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pupuk kandang dapat diperoleh dari ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayam dan binatang lainnya. Pupuk kandang mempunyai beberapa sifat-sifat yang lebih baik dibanding pupuk organik lainnya, antara lain : a. Pupuk kandang merupakan humus hasil proses pemecahan sisa-sisa tanaman dan hewan, terdiri dari zat organik yang sedang mengalami pelapukan. Humus yang terbentuk dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah mudah diolah dan mengandung oksigen. Hasil percobaan menunjukan bahwa penambahan pupuk kandang yang meningkat akan meningkatkan kesuburan dan produksi pertanian. selain itu tanah akan lebih banyak menahan air dan pada fungsinya unsur hara yang berada disitu akan terlarut dan mudah diserap oleh bulu-bulu akar. b. Pupuk kandang sebagai sumber dari unsur hara makro maupun mikro yang dalam keadaan seimbang Unsur Makro seperti N, P, K, Ca dan lain-lain sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro yang tidak terdapat pada pupuk lain, tersedia dalam pupuk kandang misalnya Mg, S, Mn, Co, Br dan lain-lain.
c. Pupuk kandang banyak mengandung mikroorganisme yang berfungsi sebagai penghancur sampah-sampah sehinga menjadi humus dalam tanah. Mikroorganisme juga dapat mensintesa senyawa-senyawa tertentu yang sangat berguna bagi tanaman, sehingga pupuk kandang merupakan suatu pupuk yang sangat diperlukan bagi tanah dan tanaman.