BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berjalan Kaki Sebagai Moda Transportasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kota Bandung Sebagai Pusat Pertumbuhan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 4 JANUARI 2018

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Kampus Dalam Struktur Ruang Kawasan

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB I PENDAHULUAN. ke tempat kerja, tempat belanja, dan tempat hiburan (Shatnawi, 2010:42).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, antara lain sebagai sarana pemindahan barang dan jasa.

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB III METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

SEPEDA MOTOR: PERAN DAN TANTANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Berjalan Kaki Sebagai Moda Transportasi Berjalan kaki adalah moda transportasi yang paling alami, sehat, tanpa emisi, dan terjangkau untuk jarak pendek, serta merupakan komponen penting dari suatu perjalanan dengan angkutan umum. Maka dari itu, berjalan kaki merupakan dasar dari sistem transportasi yang berkelanjutan. Berjalan kaki adalah cara yang paling menyenangkan dan produktif untuk berpergian. Hal ini dapat terjadi jika trotoar dan jalur pejalan kaki tersedia, ramai digunakan, serta terdapat media interaksi sosial dan elemen pendukung lainnya. Berjalan kaki memang membutuhkan upaya fisik dan sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan yang ada. Faktor-faktor kunci yang membuat berjalan kaki menarik membentuk dasar dari tiga sasaran kinerja di bawah prinsip ini: keselamatan, keaktifan, dan kenyamanan. Kegiatan berjalan kaki merupakan kegiatan yang esensial dalam menikmati suatu tempat atau kawasan serta memiliki kesempatan yang sangat besar untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena dengan berjalan kaki kita, dapat mencapai semua sudut kota yang tidak dapat ditempuh dengan kendaraan (Adisasmita, 2011). Sehingga wajar jika moda transportasi berjalan kaki menjadi elemen penting dalam sebuah pembangunan sistem transportasi yang berkelanjutan khususnya di kawasan perkotaan. Ketersediaan jalur pejalan kaki (pedestrian) di setiap ruas jalan dengan kondisi lingkungan yang mendukung tentu akan menarik minat orang untuk memilih moda transportasi berjalan kaki. Jalur pedestrian sudah seharusnya tersedia di setiap ruas jalan, karena pada dasarnya pengguna jalan bukanlah hanya mereka yang berkendara dengan mobil atau motor melainkan juga pejalan kaki. Jalur pedestrian menjadi komponen paling

penting untuk meningkatkan mobilitas pejalan kaki dalam mencapai tujuannya. Selain itu, kondisi lingkungan sekitar juga memberi pengaruh langsung terhadap keinginan individu untuk berjalan kaki. Jalur pedestrian menjadi komponen paling penting untuk meningkatkan mobilitas pejalan kaki dalam mencapai tujuannya. 1.1.2. Walkability Sebagai Alat Ukur Untuk dapat mendorong masyarakat menjadikan berjalan kaki sebagai moda utama, perlu adanya suatu kawasan yang bersifat ramah terhadap pejalan kaki (walkable). Untuk menciptakan hal tersebut perlu adanya suatu alat ukur sebagai acuan. Walkability merupakan ukuran tingkat keramahan suatu kawasan terhadap para pejalan kaki, dengan berbagai parameter sebagai alat ukur. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan dan mengukur konektifitas dan kualitas dari jalur pejalan kaki atau trotoar di kota-kota. Metode pengukuran walkability dikembangkan Holly Krambeck untuk Bank Dunia dan diuji-coba oleh Asia Development Bank melalui penilaian komprehensif dari infrastruktur untuk pejalan kaki (termasuk pengguna sepeda, kursi roda dsb) dan meliputi juga kondisi keamanan, dan kemudahan/ kenyamanan lingkungan jalan kaki. Teori R. Ewing dan S. Handy (2009) tentang walkability mengungkapkan bahwa kualitas desain kawasan dapat menimbulkan reaksi individual yang akan mempengaruhi keputusan untuk berjalan kaki. Teori tersebut juga menegaskan bahwa hubungan antara desain kawasan terhadap aktivitas berjalan kaki dimediasi oleh persepsi. Reaksi individual terdiri dari rasa manfaat (useful), kenyamanan (comfort), keselamatan (safety), dan kesenangan (pleasure) yang menggambarkan walkability kawasan. Oleh sebab itu, penting untuk menciptakan kawasan yang walkable. Namun dengan semakin maraknya kendaraan bermotor mengakibatkan desain kota berubah yaitu mengesampingkan aspek walkability. Hal Ini dapat dilihat dengan banyaknya jumlah kendaraan bermotor sehingga ruang gerak manusia khususnya untuk pejalan kaki menjadi tersisihkan (Puspaningtyas,

2011). Berdasarkan hasil penelitian Gota, dkk (2010) yang berjudul Walkability Surveis in Asian Cities, Jakarta sebagai ibukota sekaligus kota terbesar di Indonesia masuk dalam kategori kota yang tidak walkable atau tidak ramah untuk kegiatan berjalan kaki dengan perolehan nilai 48/100. Nilai tersebut berada di bawah kota-kota lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City (Vietnam) dan Manila (Filipina) sebagaimana yang tertera pada Tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1. 1. Perbandingan Nilai Indeks Walkability Kota-Kota di Asia Sumber : Gota,dkk dalam A.N.Firnanda, 2015 1.1.3. Walkability di Kawasan Kampung Kota Beberapa pakar mendefinisikan kampung kota sebagai berikut; Pengertian kampung kota dalam kamus tata ruang adalah kelompok perumahan yang merupakan bagian kota, mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, kurang sarana dan prasarana, tidak ada luasan tertentu, jadi dapat lebih besar dari satu kelurahan, mengandung arti perumahan yang dibangun secara tidak formal (mengikuti ketentuan-ketentuan kota yang bersangkutan) kampung kota dihuni sangat padat dan cenderung semakin padat, sehingga kesehatan merupakan masalah utama. Kampung kota merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat. Kampung kota merupakan bentuk permukiman yang

unik, tidak dapat disamakan dengan slum atau squater atau juga disamakan dengan permukiman penduduk berpenghasilan rendah. Menurut Hendrianto (1992) perbedaan yang mendasari tipologi permukiman kumuh adalah dari status kepemilikan tanah dan Nilai Ekonomi Lokasi (NEL). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung kota adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk masih membawa sifat dan perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat, kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi. Keberadaan kampung kota yang tak tertata cenderung membuat pengelolaan ruang kota makin berat. Meningkatnya tekanan kebutuhan akan kegiatan di perkotaan yang tidak diimbangi dengan keserasian penataan ruang-ruang kota mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan di perkotaan. Hal tersebut menghasilkan ruang-ruang kota yang kurang manusiawi, dimana ruang publik kota yang seharusnya sehat, aman, nyaman sering kali tersisihkan, mengabaikan aspek lingkungan, dan kurang memperhatikan para pejalan kaki sebagai salah satu pengguna fasilitasfasilitas yang ada di kawasan perkotaan. Kondisi tingkat walkability kawasan kampung kota di yang katanya kota paling nyaman di Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Rahmah (2012) melalui penelitiannya menemukan beberapa permasalahan pejalan kaki di, seperti lebar jalur pedestrian yang relatif sempit, kondisi permukaan yang kurang baik, banyak penghalang di sepanjang jalur pedestrian, dan kurangnya sinyal di persimpangan jalan. Hasil pengamatan di lapangan menjelaskan bahwa pemanfaatan jalur pedestrian sebagai lahan parkir dan tempat PKL menjadi masalah yang mengganggu kenyamanan pejalan kaki di. Salah satu contoh yang ada di lapangan ialah kawasan Sosrowijayan, dimana kawasan ini merupakan area yang sangat ramai dengan kegiatan para wisatawan.

1.1.4. Pertimbangan Pemilihan Lokasi Kawasan Kampung Sosrowijayan juga sering disebut Kampung Wisata. Dikarenakan Kawasan Kampung yang tegak lurus dengan kawasan Malioboro ini menawarkan penginapan dan hotel dengan harga terjangkau dan fasilitas menarik lainnya bagi para wisatawan. Kawasan ini menawarkan penginapan terjangkau sekaligus bangunan hotel kuno, studio dan kursus batik hingga bookshop. Gambar 1. 1. Kawasan Kampung Sosrowijayan, Sumber : Google Earth Kawasan Sosrowijayan dapat ditemukan dengan berjalan kaki sekitar 200 meter dari Stasiun Tugu, ditandai oleh sebuah jalan kecil (gang) ke arah barat dengan papan nama jalan yang tertera di depan gang. Sosrowijayan dibagi menjadi dua daerah, yaitu Sosrowijayan Wetan (Timur) dan Sosrowijayan Kulon (Barat). Daerah Sosrowijayan Wetanlah yang kemudian dikenal sebagai kampung turis kedua di setelah Prawirotaman. Letaknya yang strategis, dekat dengan pusat kota dan dilingkupi dengan generator-generator aktivitas seperti generator wisata yang berupa tempattempat bersejarah di Kota dan generator komersial skala besar

berupa mall-mall maupun area perbelanjaan lainnya di Jalan Malioboro. Kawasan ini juga sejajar dengan Jalan Pasar Kembang yang dan Jalan Sosrowijayan serta serta penghubung antara Jalan Gandekan dan Jalan Malioboro. Dengan fakta-fakta ini menjadikan kawasan kawasan Sosrowijayan berkembang menjadi kawasan pemecah kepadatan lalu lintas di jalan-jalan sekitarnya. Selain itu dengan letaknya yang dilingkupi generator-generator kota, menjadikan kawasan ini berkembang menjadi kawasan kampung komersial. Terlihat jelas karakter dari kawasan ini yang didominasi oleh fungsi-fungsi komersial dimana fungsi tersebut merupakan penunjang dari keramaian yang terjadi pada kawasan sekitarnya, yang salah satunya disebabkan banyaknya wisatawan yang ada. Akibat dari aktivitas tersebut banyak ruang-ruang pejalan kaki yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, intervensi PKL dan parkir liar yang memakan sebagian besar jalur pejalan kaki membuat kawasan kampung ini menjadi terlihat semraut. (a) (b) Gambar 1. 2. Penghalang (a) dan Parkir Liar (b) pada Jalur Pedestrian di pada Kawasan Kampung Sosrowijayan, Sumber : Dokumentasi Pribadi, Oktober 2015

Dari faktor-faktor yang ditemui inilah yang membuat penulis tertarik menjadikan Kawasan Kampung ini objek penelitian. Namun, untuk mencegah terjadinya kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya penulis mengumpulkan data terlebih dulu mengenai penelitian yang konsen pada kawasan kampung. Berikut beberapa contoh penelitian yang ditemukan, antara lain: Tipologi Kampung Kauman. Studi Kasus: Kauman Dan Kauman Kudus (Sativa, Anisa, & Agustina, 2008), Masyarakat Kampung Terban Dalam Perkembangan Kota (Studi Deskriptif tentang Adaptasi Masyarakat Kampung Terban terhadap Perkembangan Kota ) (Johanes Simatupang, 2010), dan Revitalisasi Kawasan Kampung Cina Di Kota Ternate (Dita Rosa Hindayani, 2014). Sedangkan untuk konsep walkability, ada beberapa riset yang pernah dilakukan, yakni: Walkability Pada Kawasan Berbasis Transit Oriented Development. Studi Kasus: Kawasan Stasiun Lempuyangan (Lukluk Zuraida Jamal, 2013), Pengaruh Desain Kawasan Terhadap Walkability Wisatawan Di Jalan Prawirotaman Tirtodipuran (Bonifasia Yuniar Rifani, 2014), dan Kajian Penilaian Kondisi Jalur Pedestrian Dengan Menggunakan Indeks Walkability (Kenyamanan Pejalan Kaki) Di Kawasan Pendidikan (Ari Nova Firnanda, 2015). Dari pemaparan di atas, belum ada yang melakukan riset mendalam mengenai tingkat walkability pada Kawasan Kampung Sosrowijayan,. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji tingkat walkability pada Kawasan Kampung ini, yang pada dasarnya merupakan kawasan komersial yang padat tetapi memiliki keunikan. Dimana penulis mengharapkan dari observasi dan penelitian yang dilakukan akan dapat diperoleh arahan penataan yang tepat untuk memperbaiki kondisi yang ada sekarang.

1.2. Rumusan Permasalahan Permasalahan utama adalah semakin berkurangnya tingkat walkability Kawasan Kampung Sosrowijayan karena adanya intervensi jalur pedestrian oleh fungsi-fungsi dan fasilitas lainnya. Fakta saat ini menyatakan bahwa keberadaan jalur pejalan kaki jauh dari proporsi ideal, kekuatan fungsi komersial dan fungsi lainnya yang dominan merubah fungsi lahan sehingga keberadaan jalur pejalan kaki semakin terpinggirkan bahkan diabaikan fungsi dan manfaatnya. 1.3. Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan yang telah disampaikan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang diajukan diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi walkability Kawasan Kampung Sosrowijayan berdasarkan komponen - komponen pengukuran walkability? 2. Bagaimanakah rekomendasi untuk meningkatkan walkability pada Kawasan Kampung Sosrowijayan? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan permasalahan dan pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kondisi walkability jalur pedestrian di Kawasan Kampung Sosrowijayan berdasarkan komponen - komponen pengukuran walkability. 2. Mengidentifikasi komponen - komponen yang berkonstribusi pada walkability jalur pedestrian di Kawasan Kampung Sosrowijayan, 3. Merumuskan strategi dan rekomendasi untuk meningkatkan walkability pada Kawasan Kampung Sosrowijayan,.

1.5. Sasaran Penelitian Sebagai sasaran untuk mencapai tujuan penelitian serta untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana tersebut pada subbab sebelumnya, maka akan dilakukan pendekatan kepada kajian analisis sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi komponen - komponen pengukuran walkability dari review/ tinjauan pustaka. 2. Mengkaji kondisi dan kualitas jalur pedestrian pada Kawasan Kampung Sosrowijayan,. 3. Mengakaji komponen-komponen yang berkonstribusi pada walkability di Kawasan Kampung Sosrowijayan,. 1.6. Manfaat Penelitian Berkaitan dengan tujuan dan sasaran penelitian ini, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan, arahan pengendalian, masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan walkability pada kawasan Kawasan Kampung dengan fungsi komersial. 2. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak pihak lain dalam meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya walkability pada kawasan Kawasan Kampung dengan fungsi komersial. 1.7. Keaslian Penulisan Sebelum penulis, sudah ada peneliti-peneliti lain yang melakukan penelitian yang berhubungan dengan kawasan kampung dan aspek walkability. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang dianggap memiliki kemiripan dan akan dibandingkan perbedaannya dengan penelitian ini.

Tabel 1. 2. Keaslian Penelitian No Penelitian Judul Lokus Fokus Mengetahui karakteristik fisik Kampung Kauman 1 Sativa, Anisa, & Agustina, 2008 (Jurnal) Tipologi Kauman Kampung Kauman dan Kauman Kudus melalui typomorphological studi. Dimana merupakan Kampung dengan fungsi agama diwujudkan dalam keberadaan masjid sebagai fungsi utama. Masyarakat Kampung 2 Jones Simatupang, 2010 (Skripsi) Terban Dalam Perkembangan Kota (Studi Deskriptif tentang Adaptasi Masyarakat Kampung Terban terhadap Perkembangan Kota Kawasan Kampung Terban, Yogkyakarta Adaptasi masyarakat kampung Terban terhadap perkembangan kota dengan menyesuaikan diri dan mengambil manfaat dari perkembangan yang ada. ) Mendorong pertumbuhan dan 3 Dita Rosa Hindayani, 2014 (Tesis) Revitalisasi Kawasan Kampung Cina Di Kota Ternate Kawasan Kampung Cina, Ternate Menghidupkan kembali kampung Cina dari kehidupan sosial budaya dan ekonomi dan meningkatkan vitalitas serta kualitas lingkungan pada kampung Cina.

4 Lukluk Zuraida Jamal, 2013 (Tesis) Walkability Pada Kawasan Berbasis Transit Oriented Development. Studi Kasus: Kawasan Stasiun Lempuyangan Kawasan Stasiun Lempuyangan, Penilaian terhadap kondisi walkability dan faktor-faktor yang memepengaruhinya pada kawasan berbasis TOD. mencari strategi guna meningkatkan walkability di kawasan tersebut. 5 Bonifasia Yuniar Rifani, 2014 (Skripsi) Pengaruh Desain Kawasan Terhadap Walkability Wisatawan Di Jalan Prawirotaman Tirtodipuran, Jalan Prawirotaman- Tirtodipuran, Hubungan antara pengaruh kondisi desain kawasan wisata pada koridor terhadap walkability wisatawan 6 Ari Nova Firnanda, 2015 (Skripsi) Kajian Penilaian Kondisi Jalur Pedestrian Dengan Menggunakan Indeks Walkability (Kenyamanan Pejalan Kaki) Di Kawasan Pendidikan Jalur pedestrian kawasan pendidikan Penilaian kondisi jalur pedestrian untuk kawasan pendidikan adalah inventarisasi dan skoring sarana dan prasarana jalur pedestrian serta penilaian dan uji validasi indeks walkability. 7 Mengetahui kondisi walkability dan komponen - Kajian Tingkat komponen yang Victor J.T. Walkability pada Kawasan Leiwakabessy, Kawasan Kampung Sosrowojayan, 2016 Studi Kasus: Kawasan (Tesis) Sosrowojayan, berkonstribusi pada walkability di kawasan kampung Sosrowijayan. Kemudian memberi rekomendasi untuk meningkatkan walkability di kawasan tersebut. Sumber : Analisis Pribadi (Dirangkum dari berbagai Sumber), Oktober 2015

1.8. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman mengenai tulisan ini, disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut. BAB I. PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, pentingnya jalur pedestrian yang menekankan aspek walkability, permasalahan yang terjadi, tujuan penulisan, sasaran penulisan, manfaat penulisan, keaslian penelitian dan sistematika penelitian. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tinjauan teoritis mengenai pengertian dan manfaat berjalan kaki, defenisi jalur pejalan kaki (pedestrian), standarisasi jalur pedestrian yang baik, teori dan indeks walkability, serta defenisi mengenai kawasan kampung kota. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini membahas lebih lanjut mengenai tipe penelitian, lingkup penelitian, penentuan lokasi penelitian, dan tahapan penelitian. BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITAN Bab ini akan membahas gambaran umum Kota dan wilayah penelitian yang berada di Kawasan Kampung Sosrowijayan. BAB V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang ada di lapangan sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Dimana selanjutnya hasil penelitian tersebut dianalisa. BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas hasil kesimpulan dari analisa hasil penelitian. Dari kesimpulan tersebut dibuat rekomendasi berupa arahan desain (design guidelines) serta saran-saran dari penelitian ini terhadap berbagai pihak, seperti: pemerintah, developer, dan peneliti selanjutnya.