BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transfusi darah, prosedur invasif). (Potter & Perry, 2005). operasi dan prosedur-prosedur diagnostik yang besar, seperti

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan (Robbins, 2002).

LEMBAR PERSTUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim :

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER. 1. Jenis Kelamin : 2. Usia : Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Bab II Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dijelaskan, Landasan teori mengenai konsep mahasiswa,

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol (berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lembar Persetujuan Responden

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A. Cara Pengukuran Kecemasan

Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORETIS

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya,

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

Kata Pengantar. Jawaban dari setiap pernyataan tidak menunjukkan benar atau salah, melainkan hanya pendapat dan persepsi saudara/i belaka.

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

mendalam (insight) (Suparyo, 2010) : (1) Identifikasi, anak mengidentifikasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN REMAJA KELAS VII DAN VIII YANG MENGALAMI PUBERTAS DI SMP BUDI LUHUR CIMAHI. Lela Juariah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana menjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & Sudden, 2001). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien anggota tim kesehatan lainnya. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus pada klien yang membutuhkan bantuan. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada klien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong klien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu klien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya (Mukhripah, 2009). 2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila Klien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Nasir, 2009). 6

7 2.1.3 Tehnik Komunikasi Terapeutik Mendengarkan dengan penuh perhatian, mendengarkan akan menciptakan situasi interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat klien merasa bebas. Menunjukkan penerimaan, penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam mengungkapan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan katakata sendiri, mendefenisikan pengulangan adalah bentuk dari pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Klarifikasi, klarifikasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien terhadap apa yang belum dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas. Memfokuskan (focussing) dalam rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju pada topik pembicaraan saja. Menyampaikan hasil observasi, penyampaian hasil pengamatan kepada Klien diharapkan dapat mengubah perilaku yang merusak pada diri klien. Menawarkan informasi, memberikan tambahan informasi merupakan pedidikan kesehatan pada klien. Diam, diam bertujuan untuk menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaannya. Meringkas, mengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat dalam rangka meningkatakan pemahaman. Memberikan penguatan, penguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar merupakan bentuk penghargaan. Memberi kesempatan kepada klien untuk Memulai pembicaraan, perawat dapat menstimulasinya untuk

8 mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapakan untuk membuka pembicaraan. Refleksi, refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri (Nasir, 2009). 2.1.4 Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat-klien terdiri dari 3 fase: a. Fase orientasi yang terdiri dari: 1) Pengenalan 2) Persetujuan Komunikasi 3) Program orientasi yang meliputi: a. Penentuan batas hubungan b. Pengidentifikasian masalah c. Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan klien d. Mengkaji apa yang diharapkan 4) Fase Kerja a. Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan b. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. 5) Fase Terminasi a. Merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang sudah ditentukan

9 b. Mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena klien mungkin menjadi tergantung pada perawat Fase ini memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga klien merasa sunyi, menolak dan depresi, diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi (Nasir, 2009). 2.2 Konsep Kecemasan 2.2.1 Pengertian Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan seharihari. Kecemasan pada individu merupakan pengalaman yang subjektif, dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).

10 2.2.2 Tingkat Kecemasan Tingkat kecemasan dibagi 4 (empat), yaitu: 1. Kecemasan Ringan Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bergetar, telinga berdengung, waspada, lapang persepsi meluas, sukar konsentrasi pada masalah secara efektif, tidak dapat duduk tenang dan tremor halus pada tangan. 2. Kecemasan Sedang Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu telah berfokus pada hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal yang lain. Respon cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, muka merah dan pucat, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak, firasat buruk. 3. Kecemasan Berat Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntutan. Responnya meliputi nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, rasa tertekan pada dada, berkeringat dan sakit

11 kepala, mula-mual, gugup, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalisasi cepat, takut pikiran sendiri dan perasaan ancaman meningkat dan seperti ditusuk-tusuk. 4. Kecemasan Berat Sekali (panik) Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu telah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi pengarahan. Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, penglihatan kabur, hipotensi, lapang persepsi sempit, mudah tersinggung, tidak dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali dan persepsi kacau, menjauh dari orang (Suliswati, 2005). 2.2.3 Rentang Respon Kecemasan Respon Adaptif Respon Maladaptif Ringan Sedang Berat Panik 2.2.4 Penyebab Terjadinya Kecemasan a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut berupa:

12 1. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis perkembangan atau situasional. 2. Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan dengan baik. Konflik antara Id dan super ego atau keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. 4. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan. 8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiten gamma amino butyfik acid (GABA) yang mengontrol

13 aktivitas neuro di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Faktor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: 1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi: a. Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan fisiologis normal (misalnya hamil). 2. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. 3. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal, yaitu: a. Sumber internal yaitu kesulitan dalam berhubungan dengan interpersonal di rumah dan tempat kerja. Penyesuaian terhadap peran baru, berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b. Sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya (Suliswati, 2005).

14 2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Faktor yang mempengaruhi kecemasan klien antara lain: a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain: 1. Pengalaman klien menjalani pengobatan Pengalaman awal klien dalam pengobatan merupakan pengalamanpengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari (Kaplan dan Sadock, 2005). 2. Konsep diri dan peran Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain. Peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Klien yang mempunyai peran ganda baik di dalam

15 keluarga atau di masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu (Stuart & Suden, 2005). 3. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain: Kondisi medis (diagnosis penyakit) terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada klien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien. Sebaliknya pada klien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan. 2.3 Konsep Komunikasi Terapeutik yang Terkait Dengan Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar dan bertujuan sebagai penyembuhan yang dilakukan oleh perawat, adapun kegiatannya dipusatkan untuk kemajuan kondisi klien. Komunikasi terapeutik juga berguna untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dokter dan klien melalui hubungan yang terapetik. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengkaji dan mengidentifikasi masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994 dalam Ikram, 2004). Orang tua yang anaknya dirawat di Rumah Sakit cenderung mengalami kecemasan, hal ini sesuai yang diungkapkan Aziz (2009), bahwa perawatan di rumah sakit penyebab utama kecemasan orang tua. Dalam proses pengkajian

16 orang tua klien membutuhkan waktu untuk menjawab pertanyaan, mengekspresikan kecemasan dan menanyakan hal yang penting (Torrence dan serginson, 1997 dalam Ikram 2004). Karena itu tujuan komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah untuk memperjelas dan mengurangi beban dan pikiran orang tua termasuk klien yang cemas selain itu perawat dapat mempengaruhi klien dan orang tua dalam mempersepsikan perawatan dengan memberikan informasi yang tepat dan dapat menurunkan kecemasan. Ellis dkk dalam Ikram (2004) mengatakan, agar hubungan perawat klien menjadi hubungan pertolongan yang berkualitas, komunikasi yang harus dilakukan mengandung unsur-unsur seperti empati, kehangatan dan pengertian serta penghargaan positif yang tidak bersyarat (tanpa mengharapkan imbalan). Kualitas ini terwujud memalui kehadiran yang tepat pada waktu mendengar dan memberi respon. Pendapat Ellis dkk dalam Ikram (2004) tersebut sesuai dengan prinsipprinsip komunikasi terapeutik. Selain itu menurut Roger dalam Supartini (2004) perawat harus mengenal dirinya sendiri, yang berarti menghayati, sesuai dengan nilai yang dianutnya. Komunikasi harus ditandai sikap saling menerima, percaya dan saling menghargai. Selain itu perawat juga harus saling memahami dan menghayati nilai yang dianut orang tua klien. Perawat juga harus memahami tehnik komunikasi pada orang tua dan suasana yang memungkinkan orang tua berkembang tanpa rasa takut dan memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun perilakunya.

17 Menurut Azis (2009) Perawat perlu memahami tentang Tehnik komunikasi terapeutik kepada orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU, salah satu penyebab klien tidak patuh terjadi karena orang tua tidak mendapat fasilitas berupa percakapan antara dirinya dengan petugas kesehatan (dokter atau perawat), kepatuhan juga meningkat jika perawat memahami tehnik komunikasi pada orang tua. Adapun tehnik komunikasi pada orang tua yang anaknya dirawat oleh seorang perawat memiliki jenis diantaranya komunikasi verbal dan non verbal, tetapi yang perlu ditekankan perawat memang harus mampu menguasai jenis komunikasi ini dengan memadukan tehnik-tehnik pada komunikasi terapeutik, adapun tehnik-tehnik itu adalah sebagai berikut: Memberi kesempatan orang tua untuk berbicara, mendengar dengan aktif apa yang disampaikan orang tua, diam, empati, anticipary guidance dimana perawat memperluas pemberian informasi, sehingga keluarga dapat menggunakan informasi sesuai pengembangan kemampuan yang akan datang. Jika hal ini dipahami tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter maka kecemasan akan dapat diturunkan (Damaiyanti, 2008). 2.3.1 Perubahan Respon Terhadap Tingkat Kecemasan pada Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU Jika orang tua mengalami kecemasan pada saat anak sedang dirawat diruang Intensive maka perubahan respon yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Kecemasan Ringan a. Respon fisiologis: Lemas, Sesekali nafas pendek, jantung berdebar, nadi dan TD naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir

18 bergetar, banyak bertanya, ingin selalu dekat dengan anak pada saat anak dirawat diruang intensive. b. Respon kognitif: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, sukar konsentrasi pada masalah, biasa pada tingkat kecemasan ini orang tua lebih sulit menyelesaikan masalah secara efektif ditambah dengan keadaan ekonomi, jika ekonomi orang tua rendah maka kecenderungan orang tua akan selalu memikirkan biaya perawatan diruang ICU yang terbilang mahal. c. Respon perilaku dan emosi: Tidak dapat duduk tenang, tidak dapat tidur, tremor halus pada tangan, kekawatiran yang berlebih, suara kadangkadang meninggi. 2. Kecemasan Sedang a. Respon fisiologis: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, sering menarik nafas dalam, mulut kering, anoreksia, buang air kecil sedikit, gelisah. b. Respon kognitif: Lapang persepsi sempit, selalu berfirasat buruk, tidak mampu menerima rangsangan dari luar, daya ingat menurun. c. Respon perilaku dan emosi: Meremas tangan, bicara lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak nyaman, tidak dapat fokus, sering bermimpi buruk, sering menangis. 3. Kecemasan Berat a. Respon fisiologis: Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan bingung.

19 b. Respon kognitif: Lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. c. Respon perilaku dan emosi: Perasaan terancam meningkat, bicara cepat, perasaan tidak nyaman, rasa mau pingsan. 4. Panik a. Respon fisiologis: Nafas pendek (sesak nafas), rasa tercekik, palpitasi, diare, sering buang air besar, nyeri dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah, sakit kepala. b. Respon kognitif: Lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. c. Respon perilaku dan emosi: Agitasi, sering pingsan, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak, kehilangan kendali/kontrol diri, persepsi kacau, tidak mampu berpikir positif, menjauh dari orang lain (Ikram, 2007). 2.4 Cemas Hospitalisasi dan Reaksi Anak Penyakit dan hospitalisasi sering kali krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak, terutama selama tahun-tahun awal, sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi karena (1) cemas akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, (2) anak memiliki jumlah koping yang terbatas untuk menyelesaikan stresor (kejadian-kejadian yang menimbulkan stres). Cemas dan stresor dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit,

20 perpisahan, atau hospitalisasi, keterampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Wong, 2004). 2.4.1 Strategi Penanganan Dengan Kecemasan Kecemasan adalah salah satu masalah psikososial yang sering dialami oleh setiap orang dalam kehidupanya sehari-hari. Pengalaman persalinan, proses perawatan yang intensive juga menjadi penyebab kecemasan. Selain itu pengalaman kehilangan orang yang dicintai, gempa bumi dan tsunami atau pada saat sedang menghadapi ujian dapat menyebabkan ansietas. Akan tetapi, bila keadaan ini terus-menerus berlangsung dapat menyebabkan keadaan yang panik dimana seseorang tidak dapat lagi melihan segala sesewatu dengan pikiran jernih karena lahan persepsinya sangat menyempit. Oleh karena itu, diperlukan pemberian asuhan keperawatan untuk mengurangi perasaan cemas. Tabel 1. Strategi Pertemuan yang Dilakukan Perawat dengan Masalah Kecemasan. No Kemampuan Pasien Sp 1 1 Menyebutkan penyebab kecemasan 2 Menyebutkan situasi yang menyertai kecemasan 3 Menyebutkan perilaku yang terkait dengan kecemasan 4 Melakukan tehnik pengalihan situasi dengan hal-hal yang dapat dilakukan seseorang bisa dengan membaca, menonton TV atau dengan hobi yang dimiliki Klien. Sp 2 1 Melakukan tehnik tarik napas dalam Sp 3 1 Melakukan tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot (merileksasikan otot-otot tubuh, wajah)

21 Sp 4 1 Melakukan tehnik lima jari dengan menggunakan satu persatu jari anda, pertama, ibu jari ke jari telunjuk bayangkan ketika anda sehat, yang ke dua ibu jari ke jari tengah, bayangkan ketika saat terindah dalam hidup terjadi, yang ke tiga ibu jari ke jari manis bayangkan ketika anda mendapat pujian yang berkesan dan yang terakhir ibu jari kejari kelingking bayangkan tempat terindah yang pernah anda kunjungi (Sumber: Keliat dkk, 2006) 2.4.2. Efek Hospitalisasi Pada Anak Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres dan cemas hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi (Carson dkk, 1999). Hal ini bisa saja dipegaruhi oleh durasi kodisi dan sebelum hospitalisasi, bisa juga tidak. Oleh karena itu, perawat tidak boleh berlebihan memperkirakan konsep sakit dan pengalaman sebelumnya (Wong, 2004). 2.4.3 Stresor dan Reaksi Orang Tua Terhadap Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Krisis penyakit dan hospitalisai pada masa anak-anak mempengaruhi setiap anggota keluarga inti. Reaksi orang tua terhadap penyakit anak mereka bergantung pada keberagaman faktor-faktor yang mempengaruhinya meskipun faktor-faktor yang paling mungkin mempengaruhi respon mereka tidak dapat diprediksi. Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi terhadap anak mereka dengan reaksi yang luarbiasa konsisten. Pada awalnya orang tua dapat bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan serius. Setelah relalisasi penyakit, orang tua bereaksi dengan

22 marah atau merasa bersalah atau kedua-duanya. Mereka dapat menyalahkan diri mereka sendiri atas penyakit anak tersebut atau marah pada orang lain karena beberapa kesalahan. Bahkan pada kondisi penyakit anak yang paling ringan sekalipun, orang tua dapat mempertanyakan kelayakan diri mereka sendiri sebagai pemberi perawatan dan membahas kembali segala tindakan atau kelalaian yang dapat mencegah atau menyebabkan penyakit tersebut. Jika hospitalisasi diindikasikan, rasa bersalah orang tua semakin menguat karena orang tua merasa tidak berdaya dalam mengurangi nyeri fisik dan emosional anak. Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang banyak diungkapkan orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis yang dilakukan. Sering kali kecemasan yang paling besar berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadi pada anak. Perasaan frustasi sering berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur dan pengobatan, ketidak tahuan tentang aturan dan peraturan rumah sakit, rasa tidak terima oleh petugas, atau takut mengajukan pertanyaan. Frustasi di unit pediatrik dapat dikurangi jika orang tua mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang diharapkan dari mereka, dianjurkan untuk berpartisipasi dalam perawatan anak, dan dianggap sebagai kontributor paling utama terhadap kesehatan total anak. Orang tua akhirnya akan bereaksi dengan beberapa tingkat depresi atau kecemasan. Biasanya terjadi ketika krisis akut sudah berlalu, seperti setelah pemulangan atau pemulihan yang sempurna. Ibu sering mengungkapkan perasaan kelelahan fisik dan mental setelah anggota keluarga beradaptasi dengan krisis. Orang tua juga merasa khawatir dan merindukan anak-anak mereka yang lain

23 yang mungkin ditinggal dalam perawatan keluarga, teman, atau tetangga. Alasan lain untuk cemas berkaiatan dengan kekawatiran akan masa depan anak, termasuk dampak negatif dari hospitalisasi, dan beban keuangan akibat hospitalisasi tersebut (Wong, 2004).