Cara-Cara. Keaktifan Siswa. Mendorong. untuk. dalam Pembelajaran. Suhadi. Alifa Alternative Media. http://suhadinet.wordpress.com



dokumen-dokumen yang mirip
ACTIVE LEARNING & SOFT SKILLS Neila Ramdhani

DESAIN MODEL GUIDED INQUIRY UNTUK EKSPLORASI KESULITAN BELAJAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP HASIL BELAJAR SERTA KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA

Artikel PPM WORKSHOP PENGAJARAN ACTIVE LEARNING UNTUK GURU DAN CALON GURU SAINS, FISIKA DAN BIOLOGI SMA DAN SMP DI YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA

PEMBELAJARAN AKTIF DALAM TUTORIAL

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS MODUL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP JAMUR

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP PADA MATERI GAYA DAN HUKUM NEWTON T.

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA DAN HASIL BELAJAR MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

JURNAL OLEH YENI FARIDA The Learning University

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DIAGRAM DI SMA NEGERI 5 KOTA TANGERANG SELATAN

Arsini Dosen Jurusan Tadris Fisika FITK IAIN Walisongo

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

PENINGKATAN PEMAHAMAN UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK SASTRA MELALUI METODE PRESENTASI DISKUSI. Eri Sutatik SMA Negeri 2 Tanggul Kabupaten Jember

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

Evolusi Sistem Informasi Pendidikan: Pembuatan Template e- Learning untuk Pendidikan Tinggi

Abstrak Kata Kunci 1. Pendahuluan

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH. Oleh :

Peta Kompetensi Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi

PENGARUH PENERAPAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

KEMAMPUAN CALON GURU BIOLOGI DALAM MENYUSUN RUBRIK ANALITIS PADA ASESMEN KINERJA PEMBELAJARAN

Pembelajaran Matematika yang Berbasis Pendekatan Problem Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. observasi terhadap pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru di kelas V.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penggunaan Model Carousel Feedback untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Peta pada Siswa Kelas XII IPS 1 SMA Negeri 2 Madiun

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

PENERAPAN MODEL RECIPROCAL TEACHING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VII SMPN 13 BIMA

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

Studi kasus (Case study)

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN BIOLOGY ENVIRONMENT TECHNOLOGY SOCIETY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Putu Widiarini Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

ASOSIASI ANTARA KONEKSI MATEMATIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP. Oleh : Abd. Qohar

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI SIKLUS ACE PADA PEMBELAJARAN KIMIA Oleh I Wayan Soma 1

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

Perangkat RPP SMK: Mengukur Arus DC

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

SILABUS EVALUASI PEMBELAJARAN. Diperiksa Oleh : Dr. H. Saefudin, M.Si. (Ketua Program Studi Pend. Biologi)

Tujuan: Di akhir sesi ini, peserta diharapkan mampu untuk:

GURU DAN TEKNOLOGI. Diah Banyuni. Abstrak

PENINGKATAN PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN STRATEGI KUMUAT DI KELAS VIII SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN AKTIF QUESTION STUDENT HAVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Perangkat RPP SMK: Analisis Rangkaian Paralel

Barel Darussalam 1, Drs. Sutrisno, S.T,M.Pd. 2, Eko Supri Murtiono, S.T,M.T. 3

EFEKTIVITAS CAROUSEL ACTIVITY DALAM SPEAKING CLASS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk Guru-guru MTs-DEPAG

JKPM VOLUME 3 NOMOR 2 SEPTEMBER 2016 ISSN :

TINGKAT BERPIKIR KOGNITIF MAHASISWA BERDASARKAN BENTUK PERTANYAAN PADA MATA KULIAH BIOLOGI UMUM

BAB I PENDAHULUAN Bandar Setia dengan memberikan 10 soal tentang materi operasi hitung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORETIS

PENGEMBANGAN HANDOUT FISIKA DASAR BERBASIS KONSTRUKTIVITAS PADA MATERI DINAMIKA

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MOTIVASI PEMBELAJARAN KIMIA SISWA KELAS X DI MAN 2 WATES MELALUI SISTEM KONTRAK NILAI

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

Dedy Irawan, Dhi Bramasta PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Abstrak

Rencana Pelaksanaan Perkuliahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN

MODUL MEMBACA EFEKTIF MENGGUNAKAN SQ3R

RPP SMK RANGKAIAN PARALEL

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERORIENTASI KETERAMPILAN PROSES

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

Unnes Physics Education Journal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak pakar matematika, baik pendidik maupun peneliti yang. (1997) yang menyatakan bahwa much discucion and concern have been

TINJAUAN PUSTAKA. sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran. siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Dwi Ambarwati 1. PENDAHULUAN

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD 6

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN MURDER TERHADAP PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA SMA NEGERI 1 GOMBONG PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

PEMBELAJARAN BERBASIS LEARNER AUTONOMY UNTUK MELATIHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Suhadi Cara-Cara untuk Mendorong Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Alifa Alternative Media

Suhadi Cara-Cara untuk Mendorong Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Hak cipta: Alifa Alternative Media (April 2010) i

DAFTAR ISI Halaman Judul (i) Daftar Isi (ii) Pengantar (1) Teknik Bertanya (3) Kelompok Kecil (8) Think-Pair-Share (9) Buzz Groups (11) Three-Steps Interview (12) Keterlibatan Seluruh Kelas (12) Cek Ceramah (12) Whole Class Debate (14) Role-Playing Debate (15) Latihan Membaca dan Menulis (18) Close Reading (18) Teknik-Teknik Asessmen (20) Daftar Pustaka (22) ii

Pengantar Barr & Tagg, 1995 menyatakan bahwa pada puluhan tahun belakangan ini, pendekatan dalam pembelajaran mulai dialihkan dari yang bersifat teacher centered (berpusat pada guru) menjadi kebalikannya, yaitu pendekatan yang berpusat pada siswa (students centered). Perubahan pendekatan ini tentu saja pada akhirnya menuntut para praktisi pendidikan untuk berpikir ulang tentang kelas tradisional, dan memvariasi metode ceramah (lecture) dengan suatu pendekatan pedagogis yang dapat membuat siswa lebih terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan berpusat pada siswa (students centered approach, learning centered approach), guru masih tetap memegang 1

kendali kelas, tapi selalu dimaksudkan dalam tujuan untuk memfasilitasi belajar siswa. Pada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa guru harus memikirkan: (a) bagaimana sis-wa dapat dengan baik mempelajari suatu materi yang dipresentasikan, dan (b) variasi metodemetode pedagogis yang dapat diterapkan untuk membantu siswa agar dapat lebih memaha-mi inti sari informasi yang sedang dibelajarkan. Terdapat bukti kuat secara empiris, bahwa keterlibatan dalam proses pembelajaran sangat vital agar: (a) siswa dapat menguasai berbagai keteram-pilan seperti keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan keterampilan pemecahan masalah (problem solving); dan (b) siswa dapat menyele-saikan program pembelajaran yang harus disele-saikannya (Braxton, Jones, Hirschy, & Hartkey, 2008; Prince, 2004). 2

Berikut ini terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas. Teknik Bertanya Bagi para guru yang dalam pembelajarannya menggunakan metode ceramah sebagai metode utama dalam mengajar, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya agar siswa tertantang untuk mengaplikasikan konsep atau prinsip yang dipresentasikan. Guru juga dapat meminta siswa untuk bertanya selama pembelajaran sedang berlangsung. Sayangnya, pada kebanyakan keadaan, sangat sedikit siswa yang merespon ceramah untuk bertanya atau menjawab pertanyaan yang diberikan. Kemampuan penguasaan teknik bertanya guru yang bagus sangat dibutuhkan dalam hal ini. 3

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan jumlah siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran dan merespon pada metode ceramah. Salah satu cara yang biasa digunakan guru adalah secara periodik bertanya untuk memastikan apakah siswa memahami materi yang disampaikan dan memperhatikan pembelajaran. Salah satu kesulitan dengan penggunaan cara seperti ini adalah seringkali ada siswa yang menjadi ketakutan atau kesulitan atau menjadi gugup berbicara, dan saa dikejutkan oleh pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan guru siswa dapat menjadi mematung. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara mengajari mereka cara membuat suatu sketsa (draft) jawaban pertanyaan secara tertulis di buku catatan mereka masing-masing. Saat pertanyaan diajukan, beri waktu jeda untuk berpikir (wait time) antara 15 sampai 30 detik sebelum meminta atau menyebut nama siswa untuk menjawab. 4

Sebagai tambahan, untuk memberikan variasi siswa pada siswa yang menjawab pertanyaan yang diajukan di dalam kelasnya, guru perlu mempersiapkan pertanyaanpertanyaan pada tingkat kognitif yang lebih tinggi (tidak hanya sekedar pertanyaan C1 dan C2) dengan membuat beberapa pertanyaan di rencana pembelajarannya atau pada catatan materi ceramahnya. Meskipun demi-kian guru tetap harus selalu ingat bahwa pertanyaan kognitif pada tingkat rendah juga tetap penting karena akan membantu siswa menjawab pertanyaanpertanyaan guru pada tingkat kognitif yang lebih tinggi (Anderson & Krathwohl, 2001). Pertanyaan kognitif tingkat rendah, contohnya: - Apa perbedaan antara atom natrium dengan ion natrium? - Sebutkan 3 syarat sesuatu dapat disebut sebagai aset bisnis? 5

Pertanyaan kognitif pada tingkat menengah memerlukan penggunaan informasi oleh siswa untuk: (a) deduksi hasil suatu eksperimen yang signifikan; (b) mengaplikasikan rumus-rumus yang telah diketahuinya pada permasalahan baru; (c) menghubungkan teori-teori yang bersifat abstrak ke dala situasi nyata; (d) menganalisis pola-pola hubungan antar konsep-konsep dan membuat generalisasi. Contoh pertanyaan kognitif tingkat menengah: - Jelaskan bagaimana hubungan antara interval konfidensi dengan pengujian hipotesis? - Bagaimana hubungan antara kriminalitas yang meningkat di daerah padat penduduk dengan taraf ekonomi mereka? Pertanyaan evaluasi membutuhkan latihan bagi para siswa untuk dapat menja- 6

wabnya. Pertanyaan kognitif pada tingkat evaluasi adalah salah satu bentuk pertanyaan kognitif tingkat tinggi. Siswa harus memilih alternatif-alternatif terbaik atau solusi dan harus mampu menjustifikasi pilihannya sebagaimana seperti yang diasa dilakukan oleh para profesional dalam bidang pekerjaan mereka untuk mengambil keputusan atau menentukan kebijakan. Contoh pertanyaan pada tingkat evaluasi misalnya: - Dalam kasus ini, apa yang akan kamu lakukan jika kamu adalah dari pihak perusahaan penambangan batubara? - Mengapa bisa terjadi secara bersamaan inflasi yang tajam dan tingginya upah para buruh yang tidak terbayar? Keterampilan guru dalam menggunakan pertanyaan pengarah (probing questions) dan pertanyaan tindak lanjut (follow-up questions) akan mempunyai dampak positif bagi pembelajaran mereka. Siswa mempunyai 7

kesempatan untuk menguji pemahaman mereka terhadap materi yang sedang dipresentasikan, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk mempraktekkan berpikir kritis dan berpikir kreatif, dan motivasi belajar mereka akan meningkat sejalan dengan peningkatan kemampuan mereka dalam menjawab soal-soal ujian atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan (Bligh, 2000). Kelompok Kecil Penelitian-penelitian yang menbandingkan efektifitas metode ceramah dan diskusi mengindikasikan bahwa, meskipun kedua metode sama efektifnya untuk tingkat belajar pengetahuan (knowledge-level learning), hasilnya secara konsisten menunjukkan bahwa metode diskusi lebih baik dalam beberapa hal: pemecahan masalah (problem solving), mentransfer pengetahuan pada situasi baru, dan memotivasi untuk belajar lebih mendalam (Bligh, 2000). 8

Ada banyak teknik kelompok-kelompok kecil yang dapat digunakan guru. Fokusnya adalah membuat siswa benar-benar berpikir tentang materi belajar sehingga mereka dapat mengkomunikasikan apa yang sedang atau telah mereka pikirkan. Think-Pair-Share Salah satu cara termudah untuk membuat siswa berpikir tentang suatu isu atau topik dalam kelas adalah dengan menggunakan think-pair-share atau write-pairshare (Lyman, 1992). Pada pendekatan ini, seorang guru secara sederhana mengajukan suatu isu atau masalah kepada seluruh siswa dalam kelasnya dan memberikan waktu sekitar 30 detik sampai 1 menit kepada siswa untuk berpikir atau menuliskan respon mereka. Siswa-siswa kemudian secara berpasangan saling menjelaskan respon atau jawaban mereka kepada yang lain selama 3 9

sampai 5 menit. Akhirnya, mereka menjelaskan jawaban mereka dalam diskusi kelas (klasikal). Karena teknik ini memerlukan waktu 4 sampai 6 menit, jadi dapat dilakukan sekali atau dua kali pada setiap sesi pembelajaran. Format think-pair-share atau writepair-share ini dapat berfungsi dengan baik pada mata pelajaran matematika, kimia, sejarah, filsafat, dan kritik seni. Sebagai bentuk variasi dari metode ini, guru dapat meminta siswa untuk menentukan pilihan atau keputusan tentang suatu isu atau masalah (misalnya, Apakah kamu setuju jika Hadiah Nobel Perdamaian diberikan kepada presiden Obama?), lalu tanyakan kepada siswa alasan mereka. Selanjutnya, setelah mendengarkan berbagai informasi dari seluruh siswa, mereka dapat diminta untuk memutuskan kembali, dan siswa yang mengubah keputusannya dapat ditanyakan alasannya (Fink, 2003). 10

Buzz Groups McKeachie (2006) menggunakan teknik buzz group untuk menjamin partisipasi siswa dalam kelas ukuran besar. Dalam metodenya ini, ia meminta siswa untuk membentuk group-group yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa untuk membicarakan isu atau masalah yang diberikan. Beliau meminta mereka untuk selalu memastikan bahwa setiap anggota group memberikan paling sedikit sebuah gagasan terhadap diskusi yang dilakukan. Setelah 10 menit, McKeachie memanggil salah satu dari setiap group untuk melaporkan dan bertanya pada kelompok (group) yang lain dan meminta kepada group yang sama pendapatnya atau sama hasil diskusi groupnya untuk mengangkat tangan. Saat setiap group memberikan laporan diskusi, McKeachie (guru) mencatat poin-poin utama di papan tulis dan kemudian memadu- 11

kan bahan tersebut untuk ceramah pada pertemuan berikutnya. Three-Step Interview Untuk proses pada kelompok kecil ini, pada awalnya siswa diminta bekerja secara berpasangan. Orang pertama mewawancarai atau bertanya pada orang kedua. Kemudian sebaliknya, orang kedua mewawancari atau bertanya pada orang pertama. Langkah selanjutnya, kedua siswa yang berpasangan ini bekerja sama dengan cara: orang pertama memberikan resume dari orang kedua, dan sebaliknya orang kedua memberikan resume dari orang pertama. Keterlibatan Seluruh Anggota Kelas Cek Ceramah Mazur (1997) menyebutkan, bahwa strategi ini sangat bagus diterapkan pada 12

kelas yang berukuran besar, tapi juga sama efektifnya diterapkan pada kelas kecil. Langkah pertama adalah dengan memberikan ceramah lebih kurang 15 sampai 20 menit, kemudian pertanyaan-pertanyaan ditampilkan kepada seluruh kelas. Seringkali pertanyaan yang digunakan berbentuk pilihan ganda atau pertanyaanpertanyaan yang mirip dengan pertanyaan yang akan digunakan untuk ujian/ulangan. Guru kemudian meminta siswa mengangkat tangan bila berpendapat bahwa a adalah jawaban yang benar, berikutnya yang menjawab b mengangkat tangan, dan seterusnya. Bila kebanyakan siswa menjawab dengan jawaban yang benar, guru dapat segera melanjutkan pembelajaran pada materi berikutnya. Bila ternyata lebih dari 20% siswa menjawab salah, maka mereka diminta untuk menkonfirmasi jawaban 13

mereka yang salah kepada siswa di dekatnya yang telah memilih jawaban yang benar. Bila tetap banyak siswa yang tetap dengan pendapatnya yang salah, maka disarankan guru untuk kembali mempresentasikan materi atau memberikan ceramah untuk memperbaiki kekeliruan siswa. Selain itu juga sangat bijaksana jika guru meminta siswa yang berkeras mempertahankan pendapatnya yang kurang tepat untuk berbicara tentang alasan-alasannya, kemudian guru meluruskannya. Whole-Class Debate Frederick (2002), mengatakan bahwa pada sebuah kelas berukuran besar (jumlah siswanya banyak), guru dapat mengambil keuntungan dengan tujuan mengaktifkan kelas dalam pembelajaran. Caranya adalah dengan membagi dua kelas dan meminta mereka untuk berdebat. Guru dapat meminta kedua kelompok secara 14

bergantian untuk mengajukan 5 pernyataan yang mendukung pendapat mereka terhadap isu atau topik yang diberikan. Proses ini dapat diulang-ulang, sampai guru merasa bhwa seluruh kelas telah mengeksplorasi topik secara holistik. Untuk mengakhiri debat dan memperoleh kesimpulan, guru menanyakan kepada dua atau tiga orang sukarelawan (siswa) untuk memberikan ringkasan argumen dari kedua kelompok debat. Role-Playing Debate Dalam Frederick, 2002, disebutkan bahwa secara sederhana bermain peran (roleplaying) adalah suatu simulasi sederhana di mana siswa memainkan peran dari suatu individu atau kelompok dalam situasi kehidupan sehari-hari (berperan sebagai petani, berperan sebagai perusahaan listrik, berperan sebagai konsumen PDAM, dll). 15

Isu-isu kontemporer dalam bidang ilmu sosial merupakan isu yang sangat tepat untuk simulasi jenis ini (misalnya isu penempatan penampungan limbah beracun, integrasi atau masuknya suatu etnis tertentu pada suatu lingkungan masyarakat, atau pembangunan fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir). Dalam pelaksanaannya guru harus dengan jelas memaparkan situasi yang sedang terjadi, menentukan peran dari setiap kelompok yang terlibat dalam debat, dan memberikan spesifikasi tugas dan fungsi setiap kelompok/peran. Konflik yang muncul pada akhirnya akan menyentuh ranah ideologi, ekonomi, politik, regional, dan hal-hal lain. Pada awal pembelajaran, biasanya bermain peran dan debat dimulai terlebih dahulu dengan ceramah singkat untuk menentukan setting dan konteks kejadian, setelahnya barulah setiap kelompok siswa melakukan tugas dan perannya masing-masing. 16

Setelah setiap kelompok menyatakan argumen dan proposal mereka terhadap topik atau masalah yang diberikan, guru dapat menyampaikan materi terkait topik tersebut dan seberapa dekat/tepat pendapat/proposal yang mereka ajukan dalam konflik tersebut demikian pula implikasinya terhadap masyarakat luas. Meskipun semua metode atau strategi yang telah dibicarakan di atas sangat efektif saat diterapkan pada kelas besar (jumlah siswa yang banyak), adalah suatu kebenaran bahwa pengaturan ruang kelas dan jumlah siswa dalam kelas dapat membuat strategi atau metode yang disebutkan tersebut sulit untuk dilaksanakan. Para pakar pendidikan melaporkan bahwa siswa seringkali menemukan cara-cara kreatif untuk mengatasi masalah lingkungan (enviromental) agar memperoleh kesempatan untuk melatih pikiran mereka secara aktif 17

dalam kelas. Agar hal ini dapat terjadi, tentu memerlukan perencanaan yang hati-hati oleh guru dan siswa itu sendiri. Latihan Membaca dan Menulis Di dalam kelas, membaca dan menulis juga membuat siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, walaupun dalam kelas berukuran besar. Seringkali, dalam kelas berukuran besar, cara ini dapat membantu siswa untuk berpikir lebih mendalam dan dapat sebagai pemicu untuk diskusi kelas. Close Reading Suatu teknik yang dapat dipakai untuk meningkatkan pemahaman terhadap teks atau bacaan dan memungkinkan adanya suatu pengukuran terhadap pemahaman materi pelajaran adalah melalui metode close reading (Bass & Linkon, 2009). 18

Dalam pembelajaran, guru memodelkan bagaimana membaca dan menginterpretasikan suatu paragraf sementara siswa mengikutinya dari buku mereka masingmasing. Setelah pemodelan dari guru ini, masing-masing siswa secara individual dapat diminta untuk membaca nyaring dan menginterpreatsikan paragraf atau bagian teks yang telah dibacanya tadi. Dalam pembelajaran yang berhubungan dengan literatur (sastra), setelah membaca bagian-bagian tertentu dari paragraf yang bersifat ambigu pada suatu novel atau pusi, siswa dapat diminta berdiskusi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua sampai tiga orang untuk membicarakan makna yang terkandung dalam bagian tersebut. Guru dapat meminta beberapa kelompok untuk memberikan interpretasi mereka. Selain pada bidang sastra, strategi ini dapat juga diterapkan pada pelajaran seperti 19

ekonomi di mana siswa diminta menginterpretasikan grafik permintaan dan penawaran, atau pada pelajaran lain untuk melatihkan teknik menggarisbawahi buku teks yang berisi informasi-informasi kunci. Teknik-Teknik Asessmen Beberapa pakar pendidikan menggunakan penugasan menulis singkat sebagai maksud untuk menjaga siswa agar selalu terlibat secara mental pada materi pembelajaran dan sebagai umpan balik (feedback) apakah siswa memahami materi yang disampaikan (Angelo & Cross, 1993). Menulis juga membantu siswa untuk belajar mengekspresikan pemikiran mereka secara lebih jelas dan memfokuskan perhatian mereka pada elemen-lemen penting dalam pembelajaran. Tugas menulis singkat (satu atau dua paragraf) dapat diberikan sebelum dan sesudah aktivitas ceramah guru. 20

Teknik ini meminta siswa untuk menulis pemikiran mereka atau pertanyaan mereka tentang topik yang disajikan pada hari tersebut sebelum ceramah dimulai sehingga mereka akan berkonsentrasi, memberikan perhatian pada topik dan mempersiapkan mereka untuk mendengarkan secara aktif. Pada akhir presentasi, siswa menuliskan impresi mereka terhadap ceramah dan pertanyaan yang mungkin muncul dalam pikiran mereka setelah mendengarkan presentasi guru. Mereka dapat pula diminta menuliskan kesimpulan atau poin-poin penting materi pembelajaran dengan katakata mereka sendiri. 21

DAFTAR PUSTAKA Anderson L. W., Bloom B. S. and Krathwohl D. R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom s taxonomy of educational objectives. New York: Longman. Angelo, T. A., & Cross, P. K. (1993). Classroom assessment techniques: A handbook for college teachers (2 nd Ed.). San Francisco, CA: Jossey-Bass. Barr, R. B., & Tagg, J. (1995). From Teaching to Learning: A New Paradigm for undergraduate Education. Change 27(6): 12 25. Bass, R., & Linkon, S. L. (2009). On the evidence of theory: Close reading as a disciplinary model for writing about teaching and learning. Arts and 22

Humanities in Higher Education, 7, 245 261. Beatty, I., & Gerace, W. (2009). Technologyenhanced formative assessment: A research-based pedagogy for teaching science with classroom response technology. Journal of Science Education and Technology, 18(2), 146 162. Bligh, D. (2000). What s the point in discussion? Portland, Oregon: Intellect Books. Braxton, J. M., Jones, W. A., Hirschy, A. S., & Hartley, H. V., III. (2008). The role of active learning in college persistence. New Directions for Teaching and Learning, Number 115, 71 83. Fies, C., & Marshall, J. (2008). The C3 framework: Evaluating classroom response system interactions in 23

university classrooms. Journal of Science Education and Technology, 17(5), 483 499. Fink, L. D. (2003). Creating significant learning experiences: An integrated approach to designing college courses. San Francisco, CA: Jossey- Bass. Frederick, P. J. (2002). Engaging students actively in large lecture settings. In C. A. Stanley, & M. E. Porter (Eds.), Engaging Large Classes: Strategies and Techniques for College Faculty (pp. 58 66). Bolton, MA: Anker Publishing Company. Lyman, F. T. (1992). Think-Pair-Share, Thinktrix, Thinklinks, and weird facts: An interactive system for cooperative learning. In N. Davidson & T. Worsham (Eds.), Enhancing Thinking Through Cooperative Learning (pp. 24

169 181). New York: Teachers College Press. McKeachie, W. J., & Svinicki, M. (2006). McKeachie s teaching tips: Strategies, Research, and Theory for College and University Teachers (12th ed.). Boston, MA: Houghton Mifflin. Mazur, E. (1997). Peer instruction: A user s manual. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall Publishing. Prince, M. (2004). Does active learning work? A review of the research. Journal of Engineering Education, 93(3), 223 231. 25