BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

I. PENDAHULUAN. Asal usul bangsa Lampung berasal dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN. penganutnya. Indonesia merupakan negara penganut budaya Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak semata-mata ada, tetapi melalui proses suatu bentuk kehidupan atau ada dalam masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya (Soekanto 1988:27) Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.umumnya manusia sangat peka terhadap budaya yang dipangkunya karena budaya merupakan landasan filosofi yang mendasari setiap prilaku manusia. Sehingga dengan demikian seringkali manusia secara tidak sadar bersikap tertutup terhadap kemungkinan perubahan dalam nilai-nilai yang selama ini dipangkunya, juga merasa bahwa nilai-nilai yang dimilikinya merupakan yang terbaik dan harus dipertahankan (Piotr 2008:35) Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk kehidupan bersama di dalam bentuk organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai muncul. Pada masyarakat dengan kehidupan yang masih sederhana, pelapisan itu dimulai atas dasar perbedaan gender dan usia, perbedaan berdasarkan kekayaan. 1

2 Sistem kehidupan manusia adalah suatu aturan atau tata cara kehidupan dalam suatu kelompok masyarakatnya yang dimana lahir dari sebuah kebudayaan atau kebiasaan. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai annggota masyarakat (Jacobus, 2006:21) Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah. Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa.karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi. Dalam masyarakat tradisional pada umumnya sosial budaya dikuasai tradisi, adat, dan kepercayaan bukan dikuasai hukum dan perundang-undangan. Lapisan yang ada dalam masyarakat akan tetap untuk selamanya, anak cucu seseorang pada suatu lapisan masyarakat, akan mengikuti status orang tua dan nenek moyangnya,. Anak cucu bangsawan tetap jadi lapisan atas, anak cucu pimpinan menegah (priyayi, menak, demang bekel) akan mengantikan kedudukan ayah dan neneknya.

3 Golongan rendah statusnya tetap mengikuti yang menurunkannya.perwatakan yang menyolok dalam masyarakat tradisional adalah hubungan kekeluargaan berdasarkan keturunan darah. Pergaulan mesra, saling berhadapan muka, semangat tolong menolong merupakan sifat umum, seseorang lebih dinilai dari unsur keturunan dan hubungan kekeluargaan daripada segi kemampuan dan kepandaiannya yang impersonal (Simandjuntak 1980:50) Batak Toba termaksud salah satu suku di Indonesia, yang tinggal di Propinsi Sumatera Utara, yang terletak di bagian barat Indonesia adalah pulau kedua terbesar setelah Kalimantan.Orang Batak tinggal di dataran tinggi Bukit Barisan sekitar Danau Toba. Orang Batak mempunyai kultur yang mempunyai kesamaan dengan Proto-Melayu. Dalam religi mereka, orang Batak memuja peranan yang penting dalam seluruh aktivitas keturunan mereka. Sistem keturunan mereka adalah patrilinear dan struktur sosial diatur oleh perkawinan kemenakan a-simetris (Vergouwen 2004:34) Batak Toba merupakan suatu sub suku yang hidup pada pengawasan adat-istiadat, terutama pada adat perkawinan. Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu suku bangsa Batak dan salah satu dari ratusan suku bangsa yang ada di Indonesia.Berdiri dengan satu identitas budaya, berasal dari daerah tertentu, memiliki bahasa, dan adat istiadat sendiri.masyarakat Batak Toba hidup dibawah pengawasan adat istiadatnya yang berperan mengatur keseluruhan tingkahlaku. Demikian juga dengan perkawinan sebagai salah satu siklus kehidupan seseorang. Perkawinan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba memiliki aturan-aturan adat yang sangat kuat walaupun sudah mengalami berbagai perubahan pada saat ini perkawinan masyarakat Batak

4 Toba yang diatur oleh adat-istiadat akan lebih sah dan resmi. (http://sehati.blogsome.com/2008/03/04/pernikahan-adat-batak#more-286) Sistem pelapisan sosial pada masyarakat Batak Toba didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: 1. Berdasarkan senioritas, jabatan dan sifat keaslian. Di Indonesia tidak jarang terjadi kelas sosial orang tua atau kerabat sangat dekat mempengaruhi kelas sosial sesorang. Misalnya orang tua mempunyai kedudukan terpandang, maka biasanya anak-anaknya ikut-ikut dianggap terpandang. Sebaliknya, apabila orang tua atau kerabatnya tergolong kelas sosial yang relatif rendah, maka anaknya atau keluarganya, dianggap demikian pula, walaupun mereka berpenghasilan tinggi atau mempunyai pangkat yang tidak rendah. Sistem pelapisan sosial berdasarkan senioritas pada masyarakat. Batak Toba pada prinsipnya menyangkut konteks tua-muda dan kawin atau belum kawin. Hal ini nyata dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam aktivitas adat. Mereka yang masih muda selalu menganggap yang tua lebih tinggi kedudukannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga yang muda harus menghormati orang yang lebih tua.analog dengan itu, persoalan kawin dan tidak kawin nyata sekali dalam aktivitas adat, di mana orang yang belum kawin tidak terlibat dalam perencaanaan dan pengambilan keputusan hal-hal yang menyangkut adat. Sistem pelapisan sosial berdasarkan jabatan mengacu pada jabatan-jabatan yang dipegang oleh seorang dalam sistem pemerintahan huta. Keturunan raja atau yang menduduki jabatan raja atau keluarga raja dan kepala-kepala wilayah atau satuan pemukiman dianggap sebagai lapisan masyarakat paling atas. 2. Lapisan kedua adalah mereka yang memiliki keahlian tertentu dalam tataran masyarakat tradisional, seperti: tukang, dukun, pemukul dan peniup (pemain) alat-alat kesenian tradisional.

5 3. Sementara pada lapisan ketiga adalah rakyat biasa atau rakyat kebanyakan. Sistem pelapisan sosial berdasarkan sifat keaslian mengacu pada orang yang pertama sekali mendirikan desa dan orang yang datang kemudian. Orang yang datang pertama sekali mendirikan desa dan keturunannya menduduki lapisan yang tinggi dalam tataran masyarakat Batak. Mereka memiliki hak-hak istimewa atas tanah desa dan juga mendapat prioritas utama dalam menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam desa. Pada mulanya hanya dari golongan mereka ini yang menjadi pemilik utama tanah desa, menduduki jabatan sebagai raja atau pangulu dan jabatan tersebut diwariskan kepada keturunannya. Orang-orang yang datang kemudian (pendatang) tidak memiliki hak atas tanah dan juga jabatan-jabatan dalam struktur pemerintahan huta. Mereka ini menguasai tanah desa hanya atas seizin dari penguasa. (Bungaran. 2004:43) Selain itu Suku Batak Toba mengenal tingkatan 3H, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (kebahagiaan, sebenarnya terjemahan hagabeon menjadi kebahagiaan adalah kurang pas) dan hasangapon (kehormatan, agak kurang pas juga kalau hasangapon diterjemahkan sebagai kehormatan).bagi manusia Batak, pencapaian 3 H merupakan ukuran keberhasilan pencapaian dan kesuksesan seseorang.berbagai usaha dilakukan untuk mencapai 3H tersebut, bekerja keras menuntut ilmu agar bisa mamora (kaya).maka manusia Batak menjadi petarung, berjuang keras untuk mencapai hamoraon, dan menjadi kaya secara finansial dan material. Manusia Batak tidak akan segan-segan mangaranto, pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari kekayaan material. Berjuang dengan segala usaha dan modal di pangarantoan, Perantauan, untuk bisa mendapatkan kekayaan.kalau perlu merantau ke seluruh penjuru dunia. Ukuran umum hagabeon dalam bangso Batak adalah bila mempunyai keturunan baoa (laki) dan boru (perempuan) yang juga kemudian mempunyai keturunan lagi. Jadi bila seseorang

6 dalam hidupnya sudah mempunyai cucu dari anak laki-laki, cucu dari anak perempuan, serta semua anaknya baik laki dan perempuan sudah berumah tangga dan mempunyai keturunan, maka ia disebut gabe. Hagabeon menjadi sempurna ketika masih hidup dan masih bisa melihat cicit (apalagi kalau dari cucu perempuan dan cucu laki-laki). Itulah puncak sempurna hagabeon manusia Batak.Adapun hasangapon, agak sulit mencari padanan katanya dalam Bahasa Indonesia.Secara harafiah, sangap bisa diartikan sebagai terpuji, atau teladan, terhormat, nyaris tanpa cela. Seseorang yang dianggap sangap, berarti akan menjadi pribadi sempurna, manusia yang mencapai status tinggi dalam kehidupan, dan tidak ada cemoohan dari orang lain. Biasanya seseorang menjadi sangap, bila dalam tingkat tertentu juga mempunyai hamoraon dan mempunyai hagabeon. Karena itu, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan seseorang sudah mencapai hasangapon sekarang ini. (http://togarsilaban.wordpress.com/2008/06/26/hamoraon-hagabeon-hasangapon/) Perkawinan bagi kebanyakan suku bangsa di Indonesia, khususnya Batak (Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing) Melayu, Minang, Jawa, Betawi, Sunda, Aceh, dan sebagainya pada zaman dahulu dan bahkan sampai dewasa ini dianggap merupakan tingkat kedewasaan bagi masyarakatnya dan bukan ditentukan oleh usianya. Alasan idealnya karena pada saat itu seseorang sudah mandiri dan bertanggungjawab memenuhi nafkah pasangannnya serta siap meneruskan generasi dan nafkahi anak-anaknya kelak.namun pada kenyataannya tidak semua berada dalam kondisi seperti ini. Oleh karena itu pandangan kultur perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang sifatnya sakral dan hanya dapat dilakukan setelah wanita dan pria mengikatkan diri melalui prosesi adat dan dalam suatu ikatan perkawinan. Perkawinan pada masyarakat Batak Toba pada hakekatnya adalah sakral, dikatakan sakral karena pemahaman adat Batak bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak pengantin

7 perempuan) kerena memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain yakni pihak paranak (pihak pengantin pria), yang nantinya pihak pria harus juga menghargainya dengan mengorbankan atau mempersembahkan satu nyawa juga yakni dengan menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau) yang kemudian menjadi santapan dalam pesta perkawinan Masyarakat Batak Toba yang secara tradisional bermukim di wilayah propinsi Sumatera Utara merupakan masyarakat yang patrilineal, dimana garis keturunan ditelusuri lewat ikatan yang disebut marga.keseluruhan marga yang ada saling berhubungan, dan menyakini bahwa mereka berasal dari satu keturunan. Hubungan sosial marga diatur dalam dalihan na tolu (harfiah: tiga tungku ), yakni sebuah struktur kemasyarakatan yang dibangun berdasarkan tiga pilar: hula-hula ( pihak pemberi istri), boru (pihak pemberi istri), dan dongan sabutuha (saudara seibu). Dalam setiap upacara adat dapat dilihat bagaimana peran serta hubungan relasional dari kegiatan pihak tersebut terhadap individu atau keluarga yang mengadakan upacara (suhut). Dalam tradisi perkawinan, masyarakat Batak Toba menganut konsep bahwa sebuah ikatan perkawinan merupakan penyatuan dua set dari unsur dalihan na tolu dari dua keluarga luas individu yang akan menikah (Siahaan, 1982:18) Perkawinan pada masyarakat Batak Toba dapat terjadi seperti yang dengan jalan martandang (Pacaran) lebih dahulu sampai dengan peresmian perkawinan dengan acara adat.hal seperti ini akan dapat berjalan lancar apabila setiap masalah dapat diselesaikan dengan baik. Kadang-kadang ada masalah yang tidak dapat diselesaikan kedua belah pihak yaitu pihak paranak dan pihak parboru.misalnya, sepasang remaja sudah saling mencintai, tetapi orangtua mereka tidak setuju atas calon tersebut.kedua remaja sudah berusaha mencari jalan keluar dengan jalan menghubungi keluarga untuk membujuk orangtua tetap tidak menyetujui si calon.

8 Ada pula masalah yang tidak dapat diatasi misalnya tidak tercapai kata sepakat berapa besar sinamot (mahar) dari pihak paranak kepada pihak parboru dan sebaliknya.dahulu sinamot ini dibuat menjadi dalih untuk memisah kedua remaja dengan jalan meminta sinamot atau ulosulos sangat tinggi.boleh juga pemisahan itu terjadi kerena salah satu dari kedua belah pihak tidak mampu membiayai upacara peresmian perkawinan. Apabila sepasang remaja itu sudah sangat saling mencintai maka pada mereka berdualah apa dan bagaimana jalan yang ditempuh untuk menegakkan perkawinan mereka. Bagi yang putus asa kadang-kadang sepasang remaja itu mengambil jalan sesat dan bagi yang sadar masih menempuh cara lain mewujudkan perkawinan dengan kawin lari yang disebut mangalua. Perkawinan mangalua disebabkan karena tidak adanya kata sepakat antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan mengenai jumlah maskawin yang akan diberikan pihak pengantin lakilaki, dimana pihak pengantin laki-laki adanya kerena tidak sanggup memberikan jumlah mas kawin yang diminta oleh pihak pengantin perempuan. Perkawinan mangalua ini juga dapat terjadi karena salah seorang atau kedua orangtua dan pengantin laki-laki atau pengantin perempuan tidak menyetujui perkawinan mereka. Mangalua atau kawin lari pada waktu belakangan ini merupakan suatu peristiwa yang banyak dilakukan oleh muda-mudi Batak.Pada jaman dahulu kala, peristiwa seperti ini adalah sangat jarang dilakukan.tetapi, pada saat ini kawin lari sudah menjadi hal biasa yang sering dilakukan masyarakat. Masyarakat yang melakukan kawin lari adalah orang yang melanggar adat Batak dan setiap orang yang melanggar adat akan diberikan hukum. Kawin lari dilakukan karena kedua belah pihak keluarga tidak ada kesesuaian sehingga upaya terakhir yang dilakukan adalah kawin lari.jika kawin lari terjadi, maka sistem kekeluargaan tidak terjalin dengan seluruh

9 keluarga kedua belah pihak. Kawin lari dapat diselesaikan apabila pihak yang melarikan anak gadis tersebut yaitu pihak laki-laki pada suatu saat akan melakukan suatu upacara adat sesuai dengan hukum adat yang ditetapkan. Faktor-faktor terjadinya kawin lari. 1. Tidak ada persetujuan dari kedua belah pihak yaitu orangtua 2. Perbedaan agama dan keyakinan 3. Perbedaan suku 4. Adanya pemahaman yang kurang akan artinya adat. Tetapi hingga saat ini peristiwa kawin lari kebanyakan dikarenakan kesalahan orangtua.hal penting yang dilakukan pada saat mangalua adalah. 1. Bila seorang melarikan seorang anak gadis, maka gadis tersebut harus dititipkan di tempat pihak ketiga. Di artikan dalam hal ini, pada saat peristiwa itu terjadi si gadis harus suci. Itulah sebabnya biasanya si gadis dititipkan ditempat petugas agama atau gereja dan bila ini tidak ada harus ditempatkan yang bukan ditempati oleh si laki-laki. 2. Petugas agama bersama pihak keluarga pria berusaha mengesahkan kedua insan ini menjadi suami istri yang sah menurut agama. 3. Melakukan pesta keluarga tanpa ada pihak wanita 4. Setelah pesta keluarga tanpa ada pihak wanita, barulah diadakan upacara Mangadat Suku Batak khusus sub Batak Toba tersebar ke berbagai daerah sebagai perantau termasuk ke provinsi Sumatera Utara termasuk di Kecamatan Medan Amplas, hal ini ditandai dengan adanya masyarakat Batak Toba yang berkerja sebagai Parengge-rengge (pedagang), supir angkutan kota, pegawai negeri, pegawai swasta, dan lain-lain.

10 Sebagai masyarakat perantau tentunya masyarakat Batak Toba juga harus memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan dan meneruskan keturunan. Salah satu cara untuk mewujudkan hal itu adalah melalui pranata perkawinan.upacara perkawinan sampai saat ini masih tetap dilakukan oleh masyarakat Batak Toba, namun perkembangan zaman mengakibatkan pergeseran pandangan masyarakat akan nilai-nilai upacara perkawinan tersebut khususnya pesan yang disampaikan. Timbulnya perubahan tata cara perkawinan upacara adat perkawinan di setiap daerah termasuk daerah perantauan. Apalagi ditambah dengan tingginya tingkat pendidikan yang menyebabkan meluasnya tingkat kognitif masyarakat, serta faktor agama dan status sosial yang banyak berperan dalam penentuan afeksi mereka terhadap upacara adat perkawinan. Namun pada dasarnya pelaksanaan adat perkawinan itu tetap sama yaitu berdasarkan adat dalihan na tolu (Pasaribu, 2002:74-79) Di perantauan khususnya masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Amplas Kelurahan Timbang Deli telah banyak melakukan pengurangan terhadap upacara perkawinan sehingga lebih ringkas, seperti pengurangan tahap-tahap tata cara upacara perkawinan, sehingga tahap upacara sebelum sesudah perkawinan disatukan dengan upacara pelaksanaan perkawinan. Penggunaan benda adat seperti ulos menjadi pelengkap dalam melaksanakan upacara perkawinan masih tetap dilakukan, seseorang yang sudah dituakan dan benar-benar mengerti tentang adat dalam masyarakat Batak Toba sangat dihormati.tokoh adat sangat diperlukan dan berperan penting dalam upacara-upacara adat Batak Toba termaksuk upacara perkawinan Batak Toba. Penelitian ini dilakukan karena mengingat suku Batak Toba merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia yang banyak aturan dalam prosesi acara pernikahan di mana setiap

11 pasangan yang akan melangsungkan pernikahan harus memenuhi semua aturan adat. Semua aturan atau syarat ini bermakna yang baik untuk pembinaan kehidupan rumah tangga dan kehidupan bermasyarakat sehingga perlu dilestarikan dan dipahami. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti apa penyebab kawin lari. 1.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti.berdasarkan uraian diatas dilihat dari latar belakang yang sudah di uraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah yang menjadi latar belakang bagi pasangan Suami-Istri melakukan perkawinan tanpa adat menurut masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Amplas. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kehidupan pasangan yang menikah tanpa adat dalam kehidupan sosialisasinya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan, memperluas pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai perbandingan nilai sosial budaya perkawinan

12 Batak Toba antar lintas generasi, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu-ilmu sosial khususnya ilmu Sosiologi. Selain itu diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak memerlukannya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat menambah referensi hasil penelitian dan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang bagaimana komparatif nilai sosial tersebut. Atau penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat terkhusus masyarakat Batak Toba pada generasi muda tentang tata cara adat terkhusus dalam perkawinan, serta dapat menggambarkan pola penerapan upacara perkawinan pada suku Batak Toba yang ada di masyarakat. 1.5 Defenisi Konsep 1. Stratifikasi sosial merupakan Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). 2. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang telah diciptakan oleh manusia yang mencakup seluruh sendi-sendi hidup dalam kehidupan manusia, dimana semuanya itu diciptakan dalam jangka waktu yang sangat lama. 3. Perkawinan adalah suatu bentuk ikatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin, atau antara seorang pria dan seorang wanita di mana mereka mengikatkan diri untuk bersatu dalam kehidupan bersama. 4. perkawinanmangalua adalah perkawinan dimana si gadis pergi diam-diam meninggalkan rumah orang tuanya bersama pemuda pilihannya.

13 5. Adat istiadat merupakan suatu peraturan, pranata, norma, hukum, kebiasaan- kebiasaan masyarakat yang telah diterima oleh masyarakat yang bersangkutan dan telah dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang, juga tidak memiliki sanksi yang jelas. 6. Pernikahan merupakan suatu proses dimana terdapat pertemuan anatara laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa untuk bersatu membentuk sebuah rumah tangga dan diikat pernikahan itu sendiri.