BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Teori Keagenan Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerjanya yang efisien. Teori ini secara umum mengasumsikan prinsipal bersikap netral terhadap risiko sementara agen bersikap menolak usaha dan risiko. Teori keagenan telah diasumsikan bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Manajer sebagai agen termotivasi untuk memaksimalkan kebutuhan ekonomi dan psikologis, antara lain dalam hal investasi, memperoleh pinjaman, dan kontrak kompensasi (Purwanti, 2013). Praktik budgetary slack dalam perspektif teori keagenan dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Novia, 2015). 2.1.2. Teori Atribusi Teori atribusi merupakan sebuah teori yang mempelajari bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel tempat pengendalian intern dan eksternal. Tempat pengendalian internal adalah perasaan yang dialami oleh 14
seseorang mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya, sedangkan tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kendalinya (Lubis, 2011:90). Teori atribusi dapat menjelaskan mengenai kapasitas individu yang dimiliki oleh individu penyusun anggaran pada organisasi publik. Kapasitas individu yang dimiliki oleh pelaksana anggaran akan dipengaruhi oleh kombinasi antara keyakinan terhadap kemampuan dalam mencapai target serta kesulitankesulitan yang dialami dalam mencapai target anggaran. 2.1.3. Pengertian Anggaran Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan. Anggaran (budget) merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang, tetapi dapat juga dinyatakan dalam sautuan barang/jasa. Anggaran merupakan alat manajemen dalam mencapai tujuan (Ester, 2009). 2.1.4. Penganggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:62) anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan berapa biaya atas rencana- 15
rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja) dan berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan). Mardiasmo (2002:66) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal. Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan, serta anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan belanja atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, dan sebagainya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mencantumkan tahapan penyusunan APBD sebagai berikut: Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah yaitu, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah. Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA (Kebijakan Umum Anggaran). KUA memuat target pencapaian kinerja pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasari. Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun PPA (Prioritas Plafon Anggaran). KUA dan PPA yang telah disepakati kemudian dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak Kepala Daerah dan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi). 16
Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). RAPBD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai. 2.1.5. Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrumen hukum untuk mendukung reformasi penganggaran daerah. Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006; Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005; dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 sebagai pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Lembaga-lembaga yang berperan penting dalam perencanaan dan penganggaran daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah Badan Perencanaan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Kepala daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan praktek-praktek penyimpangan pengelolaan keuangan negara. Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan proses penyusunan APBD di organisasi sektor publik untuk tatakelola pemerintahan, merupakan salah satu penanggulangan yang dilakukan pemerintah 17
pusat. Proses pembangunan ini melibatkan pengambilan kebijakan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan, dan dalam tahap tertentu melibatkan masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik. (Novia, 2015). 2.1.6. Prinsip Penyusunan Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahun anggaran daerah meliputi masa satu tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Prinsip penyusunan APBD berdasarkan pada Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 adalah: pertama, APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah; kedua, APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal; ketiga, penyusunan APBD dilakukan secara transparan, yaitu memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi yang seluasluasnya tentang APBD; keempat, penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat; kelima, APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan; keenam, substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. 18
2.1.7. Budgetary Slack Budgetary slack adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara sengaja dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan biaya yang dianggarkan (Suartana, 2010:137). Senjangan anggaran merupakan perbedaan antara anggaran yang dinyatakan dan estimasi anggaran atau perbedaan antara rencana dan realisasi. Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:176), menyatakan slack merupakan penggelembungan anggaran. Slack merupakan selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar yang diperlukan bagi tugas tersebut. Salah satu faktor penyebab terjadinya kesenjangan anggaran adalah kekakuan dalam mengontrol anggaran (Sancita, 2014). 2.1.8. Partisipasi Anggaran Pertisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap Agen yang membuatnya. Anggaran merupakan rencana yang ditulis berisi kegiatan dalam organisai dimana dinyatakan dengan cara kuantitatif serta digunakan satuan uang atau moneter dalam periode tertentu (Purmita, 2014). Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan individu dalam pelaksanaan proses penyusunan anggaran, tugas kerja yang harus dilaksanakan untuk periode tertentu. Partisipasi anggaran yaitu tingkat pengaruh dan keterlibatan yang dirasakan oleh individu dalam proses perancangan anggaran (Milani, 1975). Partisipasi penganggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target 19
anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell, 1982). 2.1.9. Asimetri Informasi Asimetri Informasi dalam konteks teori keagenan, merupakan suatu keadaan dimana bawahan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan atasannya. Agen dapat mengambil keuntungan dari asimetri tersebut untuk kepentingan pribadinya (Nohria, 1996). Purwanti (2013) mengatakan asimetri informasi terjadi karena adanya perbedaan dalam perolehan informasi dan risiko perkiraan antara kedua pihak yang bertransaksi. Menurut Hobson, et al. (2011) asimetri informasi didefinisikan sebagai perbedaan dalam informasi yang dimiliki oleh agen dan prinsipal. Senjangan anggaran dapat menimbulkan dilema moral karena memungkinkan bawahan untuk mengekstrak sumber daya berlebih melalui caracara menipu, dan perilaku seperti melanggar norma-norma sosial umum. Penilaian moral menggambarkan tekad apakah suatu tindakan yang secara moral benar atau salah. 2.1.10. Kapasitas Individu Kapasitas individu pada dasarnya terbentuk dari proses pendidikan secara umum, baik melalui pendidikan formal dan informal. Individu yang berkualitas adalah individu yang memiliki pengetahuan. Terlibat dalam proses penganggaran, maka individu yang memiliki pengetahuan yang cukup dapat mengalokasikan sumber daya secara optimal, dan dengan demikian dapat mengurangi senjangan anggaran (Yuhertina, 2011). 20
Hapsari (2011) menyatakan kapasitas individu dapat diukur melalui pengetahuan, pelatihan, jenis kelamin, dan pengalaman yang dimiliki oleh pembuat anggaran. Pengetahuan, pelatihan, jenis kelamin, dan pengalaman yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Pengetahuan yang dimiliki oleh pembuat anggaran sangat berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang akan diambil, bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif. 2) Pelatihan merupakan berbagai pendidikan non formal yang diperoleh pembuat anggaran dalam meningkatkan kapasitasnya sebagai pembuat anggaran. 3) Gender atau jenis kelamin karyawan yang menjabat dalam perencanaan anggaran. 4) Pengalaman terkait dengan peran serta individu dalam penyusunan anggaran. Pengalaman menentukan pengambilan keputusan untuk penyusunan anggaran yang lebih baik dengan banyaknya memiliki pengalaman kerja penyusunan anggaran. 2.1.11. Kejelasan Sasaran Anggaran Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran memberikan kepastian kepada pelaksana anggaran untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan selama melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang 21
telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan kebingungan, tekanan dan ketidakpuasan dalam bekerja. Adanya sasaran anggaran yang jelas, penyusun anggaran maupun pelaksana anggaran akan memilki informasi yang cukup mengenai sasaran-sasaran anggaran yang akan dicapai daripada tidak adanya kejelasan sasaran anggaran (Kridawan dan Amir, 2014). 2.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan permasalahan dan tujuannya adalah sebagai berikut: 2.2.1. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Budgetary Slack Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan pelaksanaan pada proses penyusunan suatu anggaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sancita (2014) menunjukkan partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap Budgetary Slack. Hasil penelitian yang dilakukan Adrianto (2008), Andi (2010), Djasuli (2011), Sandrya (2013), Reno (2013), Erni (2014), Nitiari (2014), dan Novia (2015) menunjukkan variabel partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elfi (2013), Wisnu (2014), Srimuliani (2014), Surya (2014), dan Purmita (2014) yang membuktikan partisipasi anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Partisipasi anggaran dapat mempengaruhi tingkat penurunan potensi terjadinya budgetary slack, hal ini ditandai dengan komunikasi yang baik didalam 22
organisasi publik sehingga bawahan dalam organisasi tersebut tidak terdorong untuk menciptakan budgetary slack. Maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: H 1 : Partisipasi anggaran berpengaruh negatif terhadap budgetary slack. 2.2.2. Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Budgetary Slack Semakin tinggi asimetri informasi yang ada, maka akan semakin tinggi juga budgetary slack yang terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan Dwi dan Lidya (2010) membuktikan information asimetry berpengaruh positif terhadap budgetary slack. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Surya (2014), Purmita (2014), dan Wisnu (2014) menunjukkan asimetri informasi berpengaruh positif terhadap budgetary slack. Hipotesis antara asimetri informasi dengan budgetary slack dapat dihipotesiskan sebagai berikut: H 2 : Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap budgetary slack. 2.2.3. Pengaruh Kapasitas Individu Terhadap Budgetary Slack Individu yang berkualitas adalah individu yang memiliki cukup pengetahuan akan mampu mengelola sumber daya secara optimal, dengan demikian dapat memperkecil budgetary slack. Hasil penelitian yang dilakukan Budi (2009) menunjukkan kapasitas individu berpengaruh negatif terhadap budgetary slack. Berbeda dengan hasil penelitian Shinta (2006) dan Hapsari (2011) kapasitas individu berpengaruh positif terhadap budgetary slack. Hipotesis antara kapasitas individu dengan budgetary slack sebagai berikut: H 3 : Kapasitas individu berpengaruh positif terhadap budgetary slack. 23
2.2.4. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggran Terhadap Budgetary Slack Hasil penelitian yang dilakukan Kridawan dan Amir (2014) dan Adi (2014) kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap senjangan anggaran. Berbeda dengan hasil penelitian Krisna (2014), dan Triadhi (2013) menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Sasaran anggaran yang jelas, penyusun anggaran maupun pelaksana anggaran akan memiliki informasi yang cukup mengenai sasaran-sasaran anggaran yang akan dicapai daripada tidak adanya kejelasan sasaran anggaran. Sehingga kejelasan sasaran anggaran akan berpengaruh terhadap penurunan senjangan anggaran. Hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan budgetary slack dapat dihipotesiskan sebagai berikut: H 4 : Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap budgetary slack. 24