BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS

BAB V KESIMPULAN. A. Eksistensi dalam Beragama berdasar Pemikiran Kierkegaard. Dalam tahap ini, lebih cenderung pada wilayah inderawi.

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

REFORMASI KESEHATAN PERLU DILAKSANAKAN

BAB IV ANALISIS EKSISTENSI BAGI ORANG BERAGAMA DARI PEMIKIRAN SOREN KIERKEEGARD TENTANG EKSISTENSIALISME.

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS

Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*)

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

FILSAFAT MANUSIA. Intelek dan kehendak manusia. Masyhar Zainuddin. Modul ke: Fakultas Fakultas. Program Studi Pendidikan Psikologi

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MANUSIA, NILAI DAN MORAL

BAB VI REALISASI PANCASILA

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN MENURUT BERAGAM FILSAFAT DUNIA: IDEALISME, REALISME, PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Plato lahir pada tahun 427SM, dari keluarga bansawan Athena, ditengahtengah kekacauan perang Pelopenes. Plato meninggal di Athena pada tahun 348SM.

BAB II. RIWAYAT HIDUP dan PEMIKIRAN SOREN KIERKEGAARD

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

MENGGAPAI PUNCAK KEKUDUSAN

EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT SÖREN KIERKEGAARD. Oleh:Armaidy Armawi 1

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan rasionalisme.

BAB II EKSISTENSI MANUSIA MENURUT SOREN KIERKEGAARD

BAGIAN 3 TELAAH NORMATIF

PANCASILA Sebagai Etika Politik

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI

FILSAFAT MANUSIA. Oleh : Drs. P. Priyoyuwono, M.Pd. Pertemuan 4

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab

Kebenaran Kitab Suci Diterjemahkan dari Family Radio Bukti-Bukti Luar

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

A. Dari segi metodologi:

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kebebasan hakim refleksi terhadap manusia sebagai homo religiosus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I Tinjauan Umum Etika

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa

MENDENGAR SUARA TUHAN

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6)

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

Bagaimana Kita Bertumbuh Allah ingin Kita Bertumbuh serupa dengan Kristus dalam segala hal. Efesus 4:15a (Msg)

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. Novel sebagai karya sastra menyajikan hasil pemikiran melalui penggambaran wujud


PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

KONTRAK KULIAH ETIKA PROFESI D O S E N : M A I M U N A H, S S I, M K O M

WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN. dan manusia modern memiliki perbedaan dalam

KATA PENGANTAR. Penulis

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

IKATAN KEADABAN Oleh Nurcholish Madjid

MTPJ FEBRUARI '16

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

BAB X PANCASILA DALAM PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan aktual. Adapun eksistensialisme sendiri adalah gerakan filsafat yang menentang esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1 Eksistensialisme merupakan paham yang sangat berpengaruh di abad modern, paham ini akan menyadarkan pentingnya kesadaran diri. Dimana manusia disadarkan atas keberadaannya di bumi ini. Pandangan yang menyatakan bahwa eksistensi bukanlah objek dari berpikir abstrak atau pengalaman kognitif (akal pikiran), tetapi merupakan eksistensi atau pengalaman langsung yang bersifat pribadi dan dalam batin individu. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2 a. Motif pokok yakni cara manusia berada, hanya manusialah yang bereksistensi. Dimana eksistensi adalah cara khas manusia berada, dan pusat perhatian ada pada manusia, karena itu berisfat humanistic. b. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi, 1 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), 185. 2 Ibid,. 187. 22

23 merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaaannya. c. Didalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih-lebih pada sesama manusia. d. Filsafat eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman konkret, pengalaman eksistensial. Soren Kierkegaard adalah seorang tokoh eksistensialisme yang pertama kali memeperkenalkan istilah eksistensi pertama di abad ke-20, Kirkegaard memiliki pandangan bahwa seluruh realitas eksistensi hanya dapat dialami secara subjek oleh manusia, dan mengandaikan bahwa kebenaran adalah individu yan bereksistensi. Kirkegaard juga memiliki pemikiran bahwa eksistensi manusia bukanlah statis namun senantiasa menjadi. Artinya manusia selalu bergerak dari kemungkinan untuk menjadi suatu kenyataan. Melalui proses tersebut manusia memperoleh kebebasan untuk mengembangkan suatu keinginan yang manusia miliki sendiri. Karena eksistensi manusia terjadi karena adanya kebebasan, dan sebaliknya kebebasan muncul karena tindakan yang dilakukan manusia tersebut. Menurut Kirkegaard eksistensi adalah suatu keputusan yang berani diambil oleh manusia untuk menentukan hidupnya, dan menerima konsekuensi yang telah manusia ambil. Jika manusia tidak berani untuk melakukannya maka manusia tidak bereksistensi dengan sebenarnya.

24 Tiap eksistensi memiliki cirinya yang khas. Kierkegaard telah mengklasifikasikan menjadi 3 tahap. Yakni tahap estetis (the aesthetic stage), etis (the ethical stage), dan religious (the religious stage). Seperti dalam beberapa karyanya: The Diary af a Seducer, Either/Or, In Vino Veritas, Fear and Trrem- Beling, dan Guilty-Not Guilty, yang sebenarnya merupakan refleksi hidup pribadinya. 3 A. Tahap Estetis (The Aesthetic Stage) Tahap ini merupakan situasi keputusasaan sebagai situai batas dari eksistensi yang merupakan ciri khas tahap tersebut. Adapun dalam tahap estetis yakni terdapat: a. Pengalaman emosi dan sensual memiliki ruang yang terbuka Dalam pembahasan ini, Kierkegaard menerangkan adanya dua kapasitas dalam hidup ini, yakni sebagai manusia sensual yang merujuk pada inderawi dan makhluk rohani yang merujuk pada manusia yang sadar secara rasio. Pada tahap ini cenderung pada wilyah inderawi. Jadi, kesenangan yang akan dikejar berupa kesenangan inderawi yang hanya didapat dalam kenikmatan segera. Sehingga akan berbahaya jika manusia akan diperbudak oleh kesenangan nafsu, dimana kesenangan yang diperoleh dengan cara instan. Terdapat perbuatan radikal dari tahap ini adalah adanya kecenderungan untuk menolak moral universal. Hal ini dilakukan karena kaidah moral dinilai dalam mengurangi untuk memperoleh kenikmatan inderawi yang didapat. Sehingga dalam tahap ini 3 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia, 2007), 251.

25 tidak ada pertimbangan baik dan buruk, yang ada adalah kepuasaan dan frustasi, nikmat dan sakit, senang dan susah, ekstasi dan putus asa. 4 Kierkegaard telah memaparkan bahwa manusia estetis memiliki jiwa dan pola hidup berdasarkan keinginan-keinginan pribadinya, naluriah dan perasaannya yang mana tidak mau dibatasi. Sehingga manusia estetis memiliki sifat yang sangat egois dalam mementingkan dirinya sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa manusia dalam tahap estetis pada dasarnya tidak memiliki ketenangan. Hal ini dikarenakan manusia ketika sudah memperoleh satu hasil yang di inginkannya ia akan berusaha mencapai yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan inderawinya. Ia juga akan mengalami kekurangan dan kekosongan dalam kehidupannya, sehingga manusia yang seperti ini tidak dapat menemukan harapannya. Adapun manusia dapat kleluar dari zona ini yakni dengan mencapai tahap keputusasaan. Dimana Ketika manusia estetis mencari kepuasan secara terus menerus dan tidak kunjung menemukannnya, maka diposisi seperti itulah manusia dapat berputus asa (despair). B. Tahap Etis (The Ethical Stage) Tahap etis merupakan lanjutan dari tahap estetis, tahap ini lebih tinggi dari tahap sebelumnya yang hanya berakhir dengan keputusasaan dan kekecewaan. Melainkan tahap etis ini dianggap lebih menjanjikan untuk memperoleh kehidupan yang menenangkan. Adapun keterangan lebih lanjut yakni: 4 Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta: Gramedia, 2004), 89.

26 a. Kaidah-kaidah moral menjadi hal yang dipertimbangkan Dalam tahap etis, individu telah memperhatikan aturan-aturan universal yang harus diperhatikan. Dimana individu telah sadar memiliki kehidupan dengan orang lain dan memiliki sebuah aturan. Sehingga dalam suatu kehidupan akan mempertimbangkan adanya nilai baik atau buruk. Pada tahap inilah manusia tidak lagi membiarkan kehidupannya terlena dalam kesenangan inderawi. Manusia secara sadar diri menerima dengan kemauannya sendiri pada suatu aturan tertentu. Bahkan pada tahap etis manusia melihat norma sebagai suatu hal yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Manusia telah berusaha untuk mencapai asas-asas moral universal. Namun, manusia etis masih terkungkung dalam dirinya sendiri, karena dia masih bersikap imanen, artinya mengandalkan kekuatan rasionya belaka. 5 Dimana orang etis benar-benar menginginkan adanya aturan karena aturan membimbing dan mengarahkannya, terutama ketika hidup dalam kebersamaan. Sehingga dalam kondisi ini terdapat kebebasan individu yang dipertanggungjawabkan. Adapun aturan dan norma merupakan wujud kongkret untuk memberikan pencerahan dalam suatu problematika. Sehingga Manusia akan menjadi saling menghargai dan tidak arogan dengan manusia yang lain. Mereka pada akhirnya dapat hidup dalam tatanan masyarakat yang baik. 5 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, 253.

27 C. Tahap Religious (The Religious Stage) Eksistensi pada tahap religious merupakan tahapan yang paling tinggi dalam pandangan Kerkegaard. Adapun keterangan selanjutnya dapat dilihat dibawah ini: a. Keputusasaan sebagai cara cepat menuju kepercayaan Keputusasaan merupakan tahap menuju permulaan yang sesungguhnya, dan bukan menjadi final dalam kehidupan. Sehingga keputusasaan dijadikan sebagai tahap awal menuju eksistensi religious yang sebenarnya. Dimana tahap ini tidak lagi menggeluti hal-hal yang konkrit melainkan langsung menembus inti yang paling dalam dari manusia, 6 yaitu pengakuan individu akan Tuhan sebagai realitas yang Absolut dan kesadarannya sebagai pendosa yang membutuhkan pengampunan dari Tuhan. Pada dasarnya keputusasaan telah dianggap sebagai sebuah penderitaan yang mendalam dialami oleh individu. Hal ini dapat terjadi jika keputusasaan dilakukan tanpa adanya kesadaran atau sadar namun tidak memiliki respon yang positif atau kehendak dan aksi untuk membenarkan, sehingga akan menyudutkan manusia pada jurang kehancuran. Kesadaran untuk membenarkan yang dimaksud adalah kemauan dari diri individu untuk sadar akan kekurangannya dan menyerahkan diri pada tuhan. Dimana individu mengakui bahwa ada realitas tuhan yang sebagai pedoman. Dengan demikian, individu jika 6 Save M Dagun, Filsafat Eksistensialisme, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 52.

28 mengalami problematika dalam hidupnya tidak akan mudah tergoyah. Adapun individu mengalami problem ia akan berpegang dengan tali yang sangat kuat yakni dengan keyakinan. Adapun pada tahap ini individu membuat komitmen personal dan melakukan apa yang disebutnya lompatan iman. Lompatan ini bersifat non-rasional dan biasa kita sebut pertobatan. 7 Sehingga manusia dalam menyerahkan diri kepada tuhan tidak memiliki syarat tertentu, melainkan dengan kesadaran menyadari realitas yang ada. Manusia tidak merasa dalam keadaan terbelenggu. Tahap religious merupakan hasil dari kristalisasi perjalan hidup, yang akan melahirkan sikap bijaksana dalam individu. Seseorang yang mendapat konklusi dari dalam dirinya atau secara bahasa lain pengalaman pribadi akan lebih menyentuh pada ranah terdalam dalam diri manusia. Yang mana dalam perjalannya terdapat penyerahan, sehingga untuk memperoleh jalan terakhir untuk memperoleh ketenangan hidup hanyalah dengan menyatu dengan tuhan. Sehingga manusia dalam menyerahkan diri kepada tuhan dituntut untuk menyerahkan diri secara terbuka tanpa ada rasa setengah hati. Individu disini memiliki keyakinan bahwa tuhan dapat menghapus penderitaan dan keputusasaan yang dialami manusia. Maka dari itu, Kierkegaard memberi istilah pada situasi ini sebagai loncatan kepercayaan. Kierkegaard disini menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk sampai 7 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, 253.

29 pada tuhan yakni dengan kepercayaan atau iman. Sehingga manusia disini tidak mempunyai suatu formula yang objektif dan rasional, melainkan semua berjalan berdasarkan subjektifitas individu yang diperoleh hanya dengan iman.