BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Novel sebagai karya sastra menyajikan hasil pemikiran melalui penggambaran wujud

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

Bab I Pendahuluan. pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pikiran sastrawan tentang kehidupan yang diungkapkan lewat bahasa (Sayuti,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Naskah drama merupakan karangan yang berisi kisah. Bahkan kadang juga

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

Filsafat eksistensialisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra selalu identik dengan ungkapan perasaan dan pikiran pengarang

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian pustaka

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. ekstrinsik. Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang berada di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mengenal bermacam-macam ilmu di dalam kehidupan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB II TELAAH EKSISTENSI SECARA UMUM. berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence; dari bahasa latin existere yang berarti

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan manusia dengan segala permasalahannya. Begitu juga filsafat, secara khusus membicarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia terhadap realitas. Hal ini membuat sastra dan filsafat memiliki keakraban. Keakraban ini dapat dianalogikan dengan koin yang memiliki dua sisi yang berbeda, yaitu cara memandang permasalah terhadap realitas, jika sastra menghadapi permasalahan dengan imajinatif kreatif. Maka filsafat menghadapinya dengan kesadaran kritis. Tidak jarang para filsuf menggunakan kesusastraan sebagai media penyampaian perenungannya terhadap kehidupan. Tirtawira dalam bukunya Apresiasi Puisi dan Prosa (1978) menyebutkan, pengarang cenderung merenungi hakikat daripada kehidupan. Renungan atas kehidupan merupakan ciri khas yang terdapat dalam karya sastra. Perenungan inilah yang menjadikan sastra sangat akrab dengan filsafat, karena manusia yang berfilsafat adalah manusia yang merenungi hakikat kehidupannya. Salah satu karya sastra yang patut menjadi renungan oleh pembacanya adalah novel Tanin no Kao karya Kobo Abe. Abe bukanlah seorang filsuf tulen namun intelektualitas pemikirannya terhadap permasalahan kemanusian tercermin pada setiap karya-karyanya, khususnya pada novel ini. 1

Abe menyalurkan ambisi intelektualnya mengenai permasalahan eksistensi manusia melalui novel Tanin no Kao. Masalah eksistensi atau keberadaan khas manusia ini secara implisit diejewantahkan dengan ketiadaan sebuah wajah milik manusia ke dalam novel tersebut. Dalam hal ini ketiadaan wajah tokoh Aku karena sebuah kecelakaan eksperimen penelitian. Wajah dalam pengertian yang lebih mendalam adalah jembatan penghubung seorang manusia terhadap manusia lain melalui perantara ekspresi. Oleh karena ketiadaan wajah tersebutlah Aku menjadi terasing terhadap dunianya. Karena pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Pengalaman ketiadaan wajah Aku inilah yang membuat dia sadar akan eksistensi dirinya. Mengenai manusia, Aristoteles memiliki sebuah adagium yang terkenal, yaitu Zoon Politicon, atau manusia adalah makluk sosial. Esensinya adalah manusia tidak dapat hidup sendiri. Kebersamaanlah yang menjadikan seorang manusia merasa utuh dalam dirinya. Raison d etre (alasan keberadaan) dari bahasa menguatkan ciri manusia sebagai zoon politicon tersebut, karena keberadaan bahasa tidak hanya sebagai alat untuk berpikir dan menyingkap dunia, tetapi juga sebagai media untuk memahami dan berkomunikasi dengan yang liyan. Dengan begitu eksistensi seorang manusia menemukan bentuk sejatinya. Eksistensi di sini bukanlah eksistensi seperti benda-benda, yang keberadaannya bersifat masif, tertutup bagi dirinya sendiri dan tidak memiliki dimensi kesadaran. Melainkan keberadaan khas manusia yang berkesadaran. Kesadaranlah yang menjadikan manusia menyadari keberadaannya. Dengan kesadaran ini eksistensi manusia menjadi dinamis tergantung dari apa yang dicitakan oleh manusia (individu) tersebut. Permasalahan tentang eksistensi khas manusia inilah yang dibahas dalam filsafat 2

eksistensialisme. Lathief dalam bukunya Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme (2010: 37-38) menyebutkan bahwa: Beberapa pengertian umum eksistensi dalam pandangan eksistensialisme dapat dirangkum sebagai berikut. Pertama, eksistensi selalu dimaksudkan sebagai eksistensi manusia, jadi cara keberadaan khas manusia. Kedua, eksistensi selalu diartiakan sebagai eksistensi individual, cara khas keberadaan individual, jadi eksistensi individual dipandang sebagai prinsip pertama. Ketiga, dalam eksistensinya yang konkrit manusia selalu berada dalam dunia dan bersama dalam eksistensi yang lain. Keempat, eksistensi bersifat dinamis. Pengalaman ketiadaan wajah yang merupakan satu kesatuan terhadap diri manusia dalam hal berhubungan dengan manusia lain membuat tokoh Aku menjadi sadar akan eksistensinya di dunia tempat dia tinggal. Pengalaman eksistensial ini muncul dikarenakan Aku merasa kemanusiaanya terenggut dari dirinya (ketiadaan wajah) sehingga dia tidak dapat berhubungan lagi dengan manusia lain selain dirinya, khususnya seorang tokoh Kamu yang menjadi istrinya dalam cerita tersebut. Hal ini menyebabkan Aku menjadi terasing dari dunianya sendiri (rumah tangga, tempat kerja dan lingkungan tinggal). Sehingga kehampaan hidup praktis didapatnya sebagai hukum kausalitas karena tidak dapat lagi menjalin hubungan dengan manusia lain. Hal ini secara khusus dibahas oleh seorang Eksistensialis bernama Martin Buber dengan teorinya The I- Thou Relationship (Relasi Aku-Engkau) (2010: 51). Buber memaparkan bahwa relasi sosial adalah bagian dari struktur eksistensi manusia secara esensial. Relasi sosial Aku- Engkau menggambarkan sebuah relasi antarpribadi yang sungguh-sungguh atau sejati. Aku mungkin mengetahui aku lain dengan cara mengenal lebih dalam. Aku mengenal orang lain (aku lain) dalam kedudukannya dan aku menghendaki sebuah tanggapan. 3

Relasi sosial Aku-Engkau merupakan relasi antar pribadi yang mengandung pengertian sebuah pertemuan. Relasi tersebut merupakan bentuk aktualisasi kesadaran diri manusia dengan manusia lain yang juga memiliki kesadaran diri sama. Berdasarkan teori Relasi Aku-Engkau tersebut tokoh Aku (Aku) dalam novel Tanin no Kao mengalami pengalaman eksistensial berupa keterasingan dan kehampaan karena ketiadaan wajah (relasi aku-engkau tidak berjalan). Maka menggunakan kesadarannya, Aku berusaha memberontak terhadap musibah yang terjadi pada dirinya. Kesadaran membuatnya memiliki kebebasan untuk memilih sendiri eksistensinya yang otentik. Namun kebebasannya untuk memilih berkaitan langsung dengan tanggung jawab terhadap pilihannya, sehingga menyebabkan kecemasankecemasan yang tak dapat dihindarkan. Permasalah-permasalahan eksistensial seperti keterasingan, kesepian, kehampaan, kecemasan, kesadaran, kebebasan, pilihan, dan pemberontakan oleh peneliti menjadi menarik untuk diteliti menggunakan filsafat eksistensialisme dengan judul skripsi Eksistensi Manusia dalam Novel Tanin no Kao Karya Kobo Abe; Sebuah Tinjauan Filsafat Eksistensialisme. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengalaman-pengalaman eksistensial yang terjadi pada tokoh Aku. 2. Cara Aku bereksistensi terhadap kehampaan yang dideritanya. 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman-pengalaman eksistensial yang terjadi terhadap tokoh Aku, serta bagaimana cara Aku bereksistensi terhadap kehampaan yang dideritanya. Adapun manfaat penelitian ini adalah; a. Penerapan teori filsafat eksistensialisme dalam menelaah permasalahan yang terdapat dalam novel Tanin no Kao. b. Jembatan kepada pembaca novel jepang dalam hal pengapresiasian karya sastra khususnya bagi pecinta novel Jepang. c. Menambah keragaman serta memperkaya penelitan terhadap novel Jepang terkhusus untuk pustaka jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. d. Menambah wawasan serta kazanah pengetahuan tentang kesusastraan khususnya kesusastraan Jepang bagi penulis dan pembaca. 1.4 Tinjauan Kepustakaan Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka, belum ditemukan penelitian dengan menggunakan tinjauan yang sama terhadap objek yang sama, baik di Kota Padang maupun peninjauan internet. Namun telah ditemukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan filsafat eksistensialisme yaitu; 1. Skripsi berjudul Memahami Novel Ziarah Karya Iwan Simatupang oleh M. Yusuf di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas tahun 1986. Yusuf menelaah bahwa Ziarah pada dasarnya merupakan 5

sebuah novel yang penuh dengan pemikiran-pemikiran filsafat yang eksistensialistis. Sebagai novel yang eksisistensialistis, Ziarah memaparkan persoalan-persoalan manusia yang begitu eksistensial. Pada skripsi ini Yusuf menitikberatkan pada eksistensialisme menurut Jean Paul Sartre dan didukung oleh strukturalisme genetik Lucian Goldman. Yusuf menggali banyak hal yang terdapat pada novel Ziarah, tentang humor tingkat tinggi dan tentang tokoh tanpa nama dan urutan peristiwa. 2. Skripsi berjudul Eksistensi Manusia dalam novel Kering karya Iwan Simatupang Tinjauan Struktural oleh Nurlailis Bp. 93184001,Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Dalam skripsi ini Nurlailis melihat persoalan eksistensi manusia melalui teori strukturalisme dan filsafat eksistensialisme Fredrich Nietsch tentang Manusia Unggul dan Jean Paul Sarte tentang Kemerdekaan. Nurlailis menelaah bahwa secara keseluruhan, Kering ingin menggambarkan sikap dan perilaku manusia yang ingin berkuasa dan takut akan runtuhnya kerajaan Tokoh Kita. Di situ tokoh berada pada realitas kemanusiaannya. Bila ia manusia menahan maka ia akan mencapai identitas diri. Sebaliknya jika eksistensi manusia itu menjurus kemustahilan maka berarti hidup manusia itu suatu tragedi tanpa suatu harapan. 3. Skripsi berjudul Eksistensi Tokoh Bekas Pelukis dalam Novel Ziarah karya Iwan Simatupang Tinjauan Filsafat Eksistensialisme oleh Novitri Bp. 07184022 Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Novitri menelaah eksistensi tokoh Bekas Pelukis menggunakan Filsafat eksistensialismenya Martin Heidegger tentang kepekaan, mengerti dan berbicara, hutang dan salah. 6

Novitri menyimpulkan bahwa tokoh Bekas Pelukis memiliki keunikan eksitensi. Hal ini terbukti dengan adanya tahap perubahan sikap dan pola pikirnya di dalam lingkungannya. Ia mampu menunjukan eksistensinya dengan caranya sendiri. Keadaan lingkungannya yang terkadang tidak menghargai keberadaannya menjadi motivasi di dalam dirinya untuk bangkit dari keterpurukan. Ia menemukan kenyamanan dengan menjadi opseter pekuburan tempat istrinya dimakamkan. 4. Skripsi berjudul Penokohan Dalam Novel Rafilus Ditinjau dari Filsafat Eksistensi Karj Jaspers oleh Defina Bp. 95184018 Sastra Indonesia Universitas Andalas. Karj Jaspers mengkhususkan persoalan eksistensinya dengan kemerdekaan dan situasi batas. Defina menyimpulkan bahwa tokohtokoh dalam novel Rafilus bereksistensi dengan lingkungannya. Sebagai manusia mereka menikmati kemerdekaan masing-masing. Kemerdekaan itulah yang membuat mereka menjadi orang-orang yang berguna dan mempunyai derajat yang tinggi. Meskipun begitu, kemerdekaan mereka selalu dihadapi oleh situasi batas dan masing-masing menghadapinya dengan cara berbeda. Pada saat mereka menghadapi situasi batas tertentu, pada akhirnya mereka akan menghadapi situasi batas lainnya, yaitu transendensi. Terkait objek yang peneliti bahas, secara umum teori yang digunakan juga filsafat eksistensialisme, namun dalam skripsi ini, peneliti lebih mengkhususkan menggunakan teori eksistensi dari Martin Buber, yaitu relasi Aku-Kamu dan relasi Aku-Itu. Sehingga, tidak saja objek yang diteliti berbeda, teori yang digunakan pun berbeda. Peneliti juga 7

membahas pengalaman-pengalaman eksistensial yang membuat seseorang tersadar akan eksistensi dirinya. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian yang menggunakan filsafat eksistensialisme yang lain. 1.5 Landasan Teori a. Filsafat Eksistensialisme Filsafat eksistensialisme adalah suatu paham dalam ilmu filsafat yang menekankan akan pentingnya keberadaan manusia yang berkesadaran. Manusia dengan kesadarannya dimaksud menjadi subjek bagi dirinya sendiri. Setiap pengalaman yang dihadapi manusia adalah manusia itu sendiri sebagai penentu nasib yang akan diperolehnya, bukan lingkungan juga bukan orang lain. Manusia menjadi penentu eksistensinya sendiri di atas dunia ini. Meskipun eksistensialisme menjadi populer pada pertengahan abad ke-20 tetapi telah disuarakan oleh beberapa filsuf jauh sebelum Perang Dunia I dimulai, adalah Kiekergaard (2010: 1-2) yang mempertanyakan eksistensi manusia dengan Bagaiman caranya aku menjadi seorang individu juga Nietzsche dengan Uebermensch-nya bagaimana manusia menjadi manusia unggul. Sebenarnya hanyalah Jean Paul Sartre yang menyebut dirinya seorang eksistensialis dia lah yang mempolulerkan filsafat ini. Filsuf yang lain seperti Nietzsche, Kiekergaard, Husserl, Heidegger, Marcel, Buber, Paul Tillich, Ortega y Gasset, Merleau- Ponty, Jaspers, Camus dan lain-lain tidak mau dikatakan seorang eksistensialis meskipun tulisan-tulisan mereka bertemakan eksistensi manusia. Hal ini wajar karena masingmasing filsuf menyuarakan eksistensi manusia secara berbeda-beda, meskipun mereka semua setuju bahwa Existence precede Essence atau eksistensi mendahului esensi. 8

Berhubungan dengan penelitian novel Tanin no Kao peneliti memilih teori eksistensialisme dari Martin Buber (1878-1965) dalam mengintepretasi maknanya. Buber menggunakan pendekatan dialogis (dialogic approach) dalam memahami manusia. Asumsi dasarnya adalah bahwa semua kehidupan yang nyata adalah sebuah pertemuan. Menurut Buber manusia mempunyai dua relasi fundamental: relasi dengan benda (Ich-Es, I-It), dan relasi dengan sesama manusia dan Tuhan (Ich-Du, I-Thou). Karena karakteristik kedua relasi tersebut, posisi Aku bersifat ganda, disamping Aku berhubungan dengan Itu, Aku juga bisa berhubungan dengan Engkau (hubungan Aku-Itu dan Aku- Engkau). Walau relasi-relasi bisa berbeda, namun Aku tidak pernah tanpa relasi dan tidak pernah merupakan Aku yang terisolasi (2010: 18-19). Keberadaan relasi-relasi menghasilkan sebuah citra dalam diri manusia dalam memandang sesuatu di luar Aku. Jika yang terjadi hubungan Aku-Itu, maka dunia yang dicitrakan adalah dunia benda-benda, sesuatu yang dibendakan, kepemilikan, dan penguasaan atas yang lain. Hubungan yang demikian ini menandai dunia sebagai Erfahrung (pengalaman), tetapi oleh Buber dipergunakan sebagai penunjuk hubungan dengan benda-benda. Sedangkan istilah Beziehung (hubungan) menandai relasi Aku- Engkau, hubungan yang dikhususkan bagi manusia-manusia. Hal ini memberikan citra hubungan yang sejati atau genuinitas dalam dialog antara manusia. Sikap I-thou dan I-It keduanya penting bagi pembentukan pola hubungan manusia. Relasi I-Thou hanya dapat dipakai dengan segala wujud orang yang mengatakan, sedangkan I-It adalah sebaliknya. Jika Aku menghadapi seseorang dan mengadakan dialog I-Thou dengannya, maka orang itu bukanlah benda atau tidak terdiri dari bendabenda. Aku juga dapat bertemu dengan seseorang dan menganggapnya sebagai Aku dan 9

menjadikan Aku tersebut sebagai Objek (It) untuk keperluan Aku. Manusia dapat diperlakukan sebagai benda, dikoordinasikan, dimanipulasi dan direkayasa sesuai dengan keinginan Aku. Manusia tidak dapat hidup tanpa It. Akan tetapi, orang yang hidup hanya dengan It saja, ia bukan manusia. Jika manusia tunduk kepada It, maka dunia It yang selalu membesar akan mengalahkannya, dan mencabut realitas I darinya. Engkau bagi Aku tidak lagi sesama manusia, melainkan sesuatu benda: objek yang dapat Aku gunakan atau yang tidak boleh mengganggu kesenangan dari Aku. Dialog dengan sikap I-It dengan begitu, tidak akan pernah tumbuh perasaan cinta sesama. Dalam situasi seperti ini, Aku menjadi sepi, seperti orang lain juga merasakan hal serupa. Situasi yang demikian ini tidak memperoleh pembenaran, karena Aku menjadi Aku karena Engkau. I require a You to become; becoming I, I say you (2010: 19-20). b. Strukturalisme Strukturalisme sepertinya hampir telah menjadi metode wajib dalam setiap penelitian sastra, apa lagi jika ingin meneliti unsur intrinsik. Hal tersebut disebabkan oleh cara strukturalisme itu sendiri dalam memperoleh makna terhadap suatu karya sastra. Strukturalisme merupakan suatu metode penelitian sastra yang bertujuan memperoleh totalitas makna pada suatu karya sastra. Metode ini tidak menganalisis makna hanya dari bagian-bagian tertentu saja dari unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut, melainkan dari keseluruhan hubungan antar unsur-unsurnya, dengan 10

demikian pemakaian metode ini dimaksudkan untuk memperoleh makna yang tidak setengah-setengah tetapi makna total yang terkandung dalam sebuah karya sastra. A. Teeuw berpendapat; (1984: 112) prinsipnya jelas: analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur anasir dan aspek karya sastera yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktural bukanlah penjumlahan anasir-anasir itu. Lebih lanjut lagi A. Teeuw mengatakan: dalam hal roman pun tidak cukup semacam enumerasi gejala-gejala yang berhubungan dengan aspek waktu, aspek ruang, perwatakan, point of view, sorot balik, dan apa saja. Yang penting justru sumbangan yang diberikan oleh semua gejala semacam itu pada keseluruhan makna dalam keterkaitan dan keterjalinannya. 1.6 Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Ratna (2004: 46-47), metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika dan analisis isi. Secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafisiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Cara-cara beginilah yang mendorong metode kualitaif dianggap sebagai multimetode. Objek penelitian dari metode ini bukanlah gejala sosial melainkan makna-makna yang terkandung dalam setiap tindakan. Sedangkan teknik yang digunakan adalah membaca berulang-ulang yaitu membaca untuk memahami permasalahan apa yang terkandung di dalam objek penelitan; membaca kritis, yaitu membaca untuk melihat hubungan masalah dengan teori yang akan dipakai 11

dalam penelitian; mengidentifikasi data, yaitu mengumpulkan data-data yang terdapat dalam objek penelitian; Menganalisis data, yaitu menelaah data-data yang telah diidentifikasi menggunakan tinjauan yang telah ditetapkan; lalu menyusun hasil penelitian dengan cara mendeskripsikannya. 1.7 Sistematika Penulisan Rancangan sistematika Penulisan ini terdiri dari empat bab yaitu: a. BAB I merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, tinjauan kepustakaan, landasan teori, metode penelitan serta sistematika penulisan. b. BAB II merupakan bab yang berisi penjelasan unsur-unsur intrinsik novel. c. BAB III merupakan bab utama yang menganalisis masalah eksistensi manusia yang terdapat dalam novel Tanin no Kao menggunakan teori filsafat eksistensialisme Martin Buber. d. BAB IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran terhadap penelitian ini. 12

13