PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan)

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB I PENDAHULUAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terdiri dari 34 Provinsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang. pembangunannya terus mengalami perkembangan yang diwujudkan dalam

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) URAT NADI TRANSPORTASI PENDORONG DAN PENDUKUNG PEMBANGUNAN SELURUH SEKTOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. jasa, dagang ataupun industri. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

FINAL REPORT KOTA TERNATE

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

DINAS PERHUBUNGAN DAN LLAJ PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

Terwujudnya sistem transportasi yang selamat, efektif, efisien dan terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SU Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara

PAPARAN MENTERI PERHUBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE

Pengantar Teknik Transportasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Paparan Menteri Perhubungan

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

PERATURAN PEMERlNTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API. Presiden Republik Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

Transkripsi:

Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS), pasal 1 dinyatakan bahwa Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) merupakan tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman untuk dijadikan sebagai pedoman dan landasan dalam perencanaan, pembangunan, penyelenggaraan transportasi guna mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang efektif dan efisien. Definisi Sistranas: Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat piker membentuk suatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis. Sistranas disusun secara terpadu dan diwujudkan dalam: a. Tataran Transportasi Nasional (Tatranas) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; XII - 1

b. Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi c. Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Sistranas ini selanjutnya menjadi masukan dalam Rencana Tata Ruang sesuai tingkatannya. Dimana untuk Sistranas menjad masukan bagi penyusunan RTRW Nasional, Tatrawil menjadi masukan dalam RTRW Provinsi dan tatralok menjadi masukan bagi penyusunan RTRW Kabupaten/Kota Tujuan Sistranas Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggeraknnan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengnembangan wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan jaringan transportasi nasional. Sasaran Sistranas Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksessibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. 1. Selamat, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat faktor internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah kejadian XII - 2

kecelakaan terhadap jumlah pergerakan kendaraan dan jumlah penumpang dan atau barang. 2. Aksesibilitas tinggi, dalam arti bahwa jaringan pelayanan transportasi dapat menjangkau seluas mungkin wilayah nasional dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara panjang dan kapasitas jaringan transportasi dengan luas wilayah yang dilayani. 3. Terpadu, dalam arti terwujudnya keterpaduan intermoda dan antarmoda dalam jaringan prasarana dan pelan, yang meliputi pembangunan, pembinaan dan penyelenggaraannya sehingga lebih efektif dan efisien. 4. Kapasitas mencukupi, dalam arti bahwa kapasitas sarana dan prasarana transportasi cukup tersedia untuk memenuhi permintaan pengguna jasa. Kinerja kapasitas tersebut dapat diukur berdasarkan indikator sesuai dengan karakteristik masing-masing moda, antara lain perbandingan jumlah sarana transportasi dengan jumlah penduduk pengguna transportasi, antara sarana dan prasarana, antara penumpang-kilometer atau ton-kilometer dengan kapasitas yang tersedia. 5. Teratur, dalam arti pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu keberangkatan dan waktu kedatangan. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan jumlah sarana transportasi berjadwal terhadap seluruh sarana transportasi yang beroperasi. 6. Lancar dan cepat, dalam arti terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain kecepatan kendaraan per satuan waktu. 7. Mudah dicapai, dalam arti bahwa pelayanan menuju kendaraan dan dari kendaraan ke tempat tujuan mudah dicapai oleh pengguna jasa melalui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan tiket, dan kemudahan alih kendaraan. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain melalui indikator XII - 3

waktu dan biaya yang dipergunakan dari tempat asal perjalanan ke sarana transportasi atau sebaliknya. 8. Tepat waktu, dalam arti bahwa pelayanan transportasi dilakukan dengan jadwal yang tepat, baik saat keberangkatan maupun kedatangan, sehingga masyarakatdapat merencanakan perjalanan dengan pasti. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan jumlah pemberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu terhadap jumlah sarana transportasi berangkat dan datang. 9. Nyaman, dalam arti terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama berada dalam sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan kualitas fasilitas terhadap standarnya. 10. Tarif terjangkau, dalam arti terwujudnya penyediaan jasa transportasi yang sesuai dengan daya beli masyarakat menurut kelasnya, dengan tetap memperhatikan berkembangnya kemampuan penyedia jasa transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator perbandingan antara pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan transportasi terhadap pendapatan. 11. Tertib, dalam arti pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain perbandingan jumlah pelanggaran dengan jumlah perjalanan. 12. Aman, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat faktor eksternal transportasi baik berupa gangguan alam, gangguan manusia, maupun gangguan lainnya. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah terjadinya gangguan dengan jumlah perjalanan. XII - 4

13. Polusi rendah, dalam arti polusi yang ditimbulkan sarana transportasi baik polusi gas buang, air, suara, maupun polusi getaran serendah mungkin. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara tingkat polusi yang terjadi terhadap ambang batas polusi yang telah ditetapkan. 14. Efisien, dalam arti mampu memberikan manfaat yang maksimal dengan pengorbanan tertentu yang harus ditanggung oleh pemerintah, operator, masyarakat dan lingkungan, atau memberikan manfaat tertentu dengan pengorbanan minimum. Keadaan ini dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan manfaat dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Sedangkan utilisasi merupakan tingkat penggunaan kapasitas sistem transportasi yang dapat dinyatakan dengan indikator seperti faktor muat penumpang, faktor muat barang dan tingkat penggunaan sarana dan prasarana. Daftar Pustaka 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Konsepsi Penyusunan Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) Propinsi, Departemen Perhubungan, Jakarta, 2005 2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS), XII - 5