I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan populasi lanjut usia saat ini mulai melampaui pertumbuhan kelompok usia lain dan diperkirakan pada tahun 2015 populasi lanjut usia di Indonesia akan bertambah lebih cepat (Wangsarahardja dkk., 2007). Pada tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 273 juta jiwa. Hampir seperempat dari jumlah penduduk itu, atau sekitar 62,4 juta jiwa tergolong kelompok manusia lanjut usia (lansia). Jika menggunakan model proyeksi penduduk PBB, jumlah lansia pada 2050 menjadi dua kali lipat atau lebih dari 120 juta jiwa (Bappenas, 2005). Perhitungan proyeksi yang telah dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2005) memperlihatkan estimasi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2025 sebanyak lebih dari 3,7 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus menurun setiap tahunnya. Rendahnya pertumbuhan penduduk ini justru diikuti kenaikan proporsi penduduk lansia dari 9,4 persen pada tahun 2010 menjadi 12,1 persen pada tahun 2025. Dengan demikian, kenaikan proporsi penduduk lansia di provinsi ini akan menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Jawa Timur dan provinsi ini sudah bisa dikategorikan sebagai provinsi penduduk tua (aging population) (Bappenas, 2005). Pada masyarakat lanjut usia, penyakit-penyakit kronis dan ketidakmampuan (disability) banyak dijumpai seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan fisik. Meningkatnya gangguan penyakit pada 1
2 lanjut usia dapat menyebabkan perubahan pada kualitas hidup mereka (Power & Schmidt, 2006). Menurut Fallowfield (2009), kualitas hidup merupakan suatu konsep menyeluruh yang memiliki definisi berbeda dari segi filosofi, politik, dan hubungannya dengan kesehatan. Kualitas hidup dalam kaitannya dengan kesehatan meliputi kesejahteraan fisik, fungsional, sosial, dan emosional pada individu selama hidupnya (Fallowfield, 2009). Kualitas hidup pada lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain penyakit-penyakit kronis, status kesehatan mulut juga secara nyata mempengaruhi kualitas hidup lansia. Secara global kesehatan mulut yang buruk pada lansia terutama tampak dengan banyaknya gigi yang hilang, karies gigi dan penyakit periodontal. Gangguan kesehatan mulut yang umum terjadi pada lansia ini sering menimbulkan rasa sakit, tidak nyaman, kehilangan rasa percaya diri, infeksi akut dan kronis, gangguan makan dan tidur. Keadaan-keadaan ini selanjutnya akan mempengaruhi kesehatan umum, intake nutrisi, hubungan sosial, dan pengeluaran yang besar untuk biaya pengobatan (Al-Shamrany, 2006; Sheiham, 2005). Pada tahun 1960-an gagasan tentang health related quality of life baru muncul, sedangkan pendapat bahwa kesehatan mulut mempengaruhi kualitas hidup masih ditolak. Banyak yang menganggap bahwa penyakit mulut sama sekali tidak berpengaruh pada kehidupan sosial dan hanya berhubungan dengan masalah kosmetik (Al-Shamrany, 2006). Penelitian Davis (1976) menegaskan, bahwa penyakit gigi dan mulut hanyalah penyebab dari keluhan umum seperti sakit kepala ringan, rasa terbakar, dan tidak nyaman, masalah ini dirasakan tidak terlalu penting dan tidak akan mengganggu pekerjaan. Sekitar tahun 1980 konsep
3 tentang kesehatan mulut yang berhubungan dengan kualitas hidup mulai disusun dan terus berkembang hingga sekarang (Al-Shamrany, 2006). Masalah kesehatan gigi yang paling menonjol di Indonesia adalah masalah kehilangan gigi akibat karies gigi. Penyakit karies gigi dialami oleh 90% masyarakat Indonesia, hal ini terkait dengan masalah pemeliharaan kebersihan mulut (Depkes RI, 2008). Karies gigi umumnya disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk, sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri diantaranya Streptococcus mutans sebagai penyebab utama penyakit karies gigi (Carranza, 2006). Pada golongan usia lanjut penyakit karies gigi lebih menonjol, karena adanya gangguan fisiologis yang berakibat terganggunya fungsi pengunyahan dan sendi rahang, sehingga mengganggu kenikmatan hidup. Karies bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga sebagian besar penderita mempunyai potensi mengalami gangguan seumur hidup. Namun penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan perencana program kesehatan, karena dianggap tidak membahayakan jiwa (Situmorang, 2004). Menurut kelompok usia, ada kecenderungan semakin meningkat usia semakin meningkat pula pengalaman karies. Prevalensi karies aktif meningkat sampai kelompok usia 35 44 tahun dan menurun kembali pada usia 65 tahun ke atas, namun penurunan ini tidak drastis sebab prevalensi karies aktif pada usia 65 tahun ke atas masih tetap tinggi (Depkes RI, 2008). Indeks DMF-T merupakan indikator status kesehatan gigi, menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang. Komponen D, M, F,
4 dan Indeks DMF-T menurut karakteristik responden Riskesdas tahun 2007 menunjukkan jumlah kerusakan gigi meningkat seiring peningkatan usia. Pada kelompok usia 35 44 tahun DMF-T tinggi (4,46), bahkan pada kelompok usia 65 tahun ke atas DMF-T mencapai 18,27 yang berarti kerusakan gigi rata-rata 18,27 buah per orang dengan komponen yang terbesar adalah M-T (rata-rata gigi dicabut) sebesar 16,97 per orang. DMF-T di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan tertinggi kedua setelah Provinsi Kalimantan selatan (Depkes RI, 2008). Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, penelitian tentang hubungan status karies gigi dengan kualitas hidup pada lanjut usia masih jarang ditemukan. Pada kenyataannya, penelitian ini sangat dibutuhkan untuk mendukung perencanaan peningkatan kualitas hidup yang lebih sempurna (Bappenas, 2005). Untuk melakukan penelitian yang dapat diterapkan kepada seluruh lansia yang tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibutuhkan banyak waktu, tenaga bantuan, dan biaya. Latar belakang sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda juga menjadi pertimbangan. Oleh sebab itu populasi lanjut usia yang tinggal di panti wredha menjadi sasaran alternatif penelitian. Dari kunjungan ke Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 28 Desember 2012 diperoleh informasi bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 6 panti wredha, 3 diantaranya terletak di Kota Yogyakarta, dan 3 lainnya terletak di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kulonprogo. Panti wredha yang terdapat di Kota yogyakarta antara lain Panti Wredha Budhi Dharma milik
5 pemerintah, Panti Wredha Hanna, dan Panti Wredha Perandan Pedudar milik swasta. Selama ini, perencana kebijakan kesehatan telah mengupayakan peningkatan kualitas hidup lansia, namun usaha ini belum maksimal sebab program-program kesehatan untuk peningkatan kualitas hidup lansia sebagian besar tertuju pada kesehatan umum dan penyakit-penyakit kronis. Program peningkatan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulut rutin untuk lansia pun belum dapat menjangkau seluruh panti wredha di Kota Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ibu Rita, salah seorang pengurus Panti Wredha Perandan Pedudar dalam kunjungan penulis pada tanggal 2 Januari 2013, bahwa lansia penghuni panti wredha tersebut hanya akan diantar ke rumah sakit bila telah terjadi sakit, baik itu sakit pada tubuh ataupun sakit gigi, sebab tidak ada pemeriksaan kesehatan maupun posyandu lansia rutin. Baik perencana, tenaga kesehatan, penghuni panti wredha, maupun masyarakat harus memiliki pedoman pengetahuan tentang pengaruh kesehatan gigi terhadap kesehatan umum, serta hubungannya dengan kualitas hidup. Semua ini dimaksudkan agar pada masa mendatang dapat terwujud perencanaan upaya peningkatan kualitas hidup yang mencakup seluruh aspek masyarakat, tidak hanya terfokus pada kesehatan umum, tetapi juga mengupayakan pemeliharaan, peningkatan, dan perlindungan kesehatan gigi dan mulut (Al-Shamrany, 2006; Sheiham, 2005).
6 B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara status karies gigi dengan kualitas hidup terkait kesehatan mulut pada lanjut usia di panti wredha swasta yang ada di Kota Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Imanutomo (2009) pernah melakukan penelitian serupa namun lebih membahas tentang hubungan status gizi dan kualitas hidup terkait kesehatan mulut pada masyarakat lanjut usia di Panti Sosial Tresna Wredha Unit Budi Luhur Yogyakarta. Penelitiannya menggunakan MNA (Mini Nutritional Asessment) untuk mengukur status gizi dan kuesioner GOHAI (Geriatric Oral Health Assessment Index) untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan mulut lansia. Kusdhany, dkk. (2011) pernah meneliti tentang kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut pada perempuan usia paruh baya dan lansia di Kecamatan Bekasi Timur, Jawa Barat. Penelitiannya menggunakan kuesioner OHRQoL (Oral Health Related Quality of Life) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan telah diuji validitasnya untuk mengukur kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut. Penelitian mengenai hubungan antara status kesehatan gigi dan kualitas hidup lanjut usia pernah dilakukan di tiga kelurahan yang berlokasi di Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat oleh Wangsarahardja, dkk. (2007), jurnalnya dipublikasikan dengan judul: Hubungan Antara Status Kesehatan Mulut dan
7 Kualitas Hidup Pada Lanjut Usia. Penulis menggunakan penelitian tersebut sebagai acuan utama pada penelitian ini. Kuesioner yang digunakan Wangsarahardja, dkk (2007) untuk mengukur kualitas hidup berbeda dengan kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian kali ini, Wangsarahardja menggunakan kuesioner WHOQoL-OLD (World Health Organization Quality of Life for Older Person) sedangkan penelitian kali ini menggunakan kuesioner GOHAI dari Atchinson & Dolan (1990). Penelitian berbeda pula dari segi batasan populasi dan teknik pengambilan sampel. Penulis mencoba mengendalikan status sosial ekonomi, dengan meneliti lansia yang tinggal di panti wredha sehingga didapatkan subjek yang homogen. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status karies gigi dengan kualitas hidup terkait kesehatan mulut pada lansia di panti wredha swasta yang ada di Kota Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Untuk Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat terutama lanjut usia, tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, seberapa jauh pengaruhnya terhadap kualitas hidup, serta pentingnya pemeriksaan dan perawatan gigi karies dan gigi yang hilang agar kualitas hidup tetap terjaga dengan baik.
8 2. Untuk Perencana / Perancang Kebijakan Kesehatan Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi masukan kepada perencana/perancang kebijakan kesehatan untuk terus meningkatkan upaya health promotion dengan tidak mengesampingkan upaya oral health promotion untuk meningkatkan kualitas hidup lansia di Kota Yogyakata. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memotivasi perencana / perancang kebijakan kesehatan untuk membangun program pemeriksaan kesehatan umum serta kesehatan gigi dan mulut rutin untuk lanjut usia di panti wredha yang ada di Kota Yogyakarta. 3. Untuk Pihak Panti Wredha Diharapkan dengan adanya penelitian ini kesehatan gigi dan mulut lansia di panti wredha dapat ditingkatkan dan lebih diperhatikan. 4. Untuk Peneliti Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga di bidang penelitian dan dalam penulisan skripsi tentang hubungan antara status karies gigi dengan kualitas hidup pada lanjut usia di panti wredha swasta yang ada di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.