BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

Dasar Determinasi Pasien TB

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

2.1.Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

S T O P T U B E R K U L O S I S

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Determinasi Kasus TB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan erat dengan penderita (Amiruddin. et al. Dokter Paru Indonesia, 2002).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai organ lainnya (Suharyo, 2013). Basil Mycobacterium tuberculois

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WHO, Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aerob, Mycobacterium tuberculosis yang dapat hidup di organ yang nempunyai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tuberculosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk. termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. Definisi Tuberkulosis paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebar ke segmen paru lain melalui bronki, atau ke organ lain melalui darah atau pembuluh getah bening (Dorland, 2002). 2.1.2. Etiologi Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi grampositif atau gram-negatif. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan tahan asam yaitu, 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus sputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluoresensi kuning-oranye setelah pewarnaan dengan fluorokrom (misalnya, auramin, rodamin). Mikobakterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Waktu replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam dan berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23 o C (Jawetz, et al., 2007).

Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopis M. tuberculosis Sumber : Brodie, 2008 Menurut Djojodibroto (2009), basil mikobakterium mengandung banyak bahan yang bersifat antigenik yang sebagian besar antigen ini merupakan golongan heat-shock protein. Antigen yang spesifik untuk spesies M. tuberculosis berasal dari golongan protein yang mempunyai berat molekul 35.000 dalton. Limfosit T dan B akan merespon antigen yang spesifik ini. Mikobakterium kaya akan lipid, yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya. Strain virulen basil tuberkel membentuk serpentine cords. Pada bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam untai paralel (Jawetz, et al., 2007). 2.1.3. Penularan Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial

ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi tuberkulosis paru (Hasibuan, 2010). Menurut Lawrence, et al. (2002), infeksi M. tuberculosis dimulai ketika droplet aerosol yang berisi organisme hidup terinhalasi oleh orang yang rentan terhadap penyakit. Bakteri tuberkulosis ini ada di udara ketika seseorang yang terinfeksi tuberkulosis batuk, bersin, berbicara, ataupun bernyanyi (CDC, 2012). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2011). Penularan lebih mudah terjadi bila ada hubungan yang erat dan lama dengan penderita tuberkulosis paru aktif, yaitu golongan penderita yang disebut sebagai open case (Alsagaff dan Mukty, 2008). 2.1.4. Faktor Risiko Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi tuberkulosis untuk menjadi sakit tuberkulosis (tuberkulosis aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien tuberkulosis akan meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis di

masyarakat akan meningkat pula. Riwayat alamiah pasien tuberkulosis yang tidak diobati juga merupakan faktor risiko (Depkes RI, 2011). Menurut Al-Amin (2010) di dalam penelitiannya, ada berbagai faktor risiko yang bisa menyebabkan penularan penyakit tuberkulosis, yaitu : 1. Usia Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. 2. Jenis kelamin Di benua Afrika pada tahun 1996 jumlah penderita tuberkulosis paru lakilaki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita tuberkulosis paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru. 3. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit tuberkulosis paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. 4. Kepadatan hunian kamar tidur Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Antara kelompok yang berisiko untuk

menularkan penyakit tuberkulosis adalah pelajar-pelajar di asrama sekolah. 5. Kondisi rumah Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis. 6. Keadaan sosial ekonomi Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi tuberkulosis paru. 2.1.5. Patogenesis A. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum). 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus). 3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : a) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma). b) Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). Pembagian Tuberkulosis Paru Primer 1. Tuberkulosis paru yang potensial (primary tuberculosis potential) Terjadi kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberkulin masih negatif. 2. Tuberkulosis primer laten (latent primary tuberculosis)

a. Tanda-tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketahui. b. Uji kulit dengan tuberkulin (PPD) masih negatif. c. Radiologis tidak tampak kelainan. 3. Tuberkulosis primer yang manifes (manifest primary tuberculosis) Uji kulit tuberkulin positif, terlihat kelainan radiologis. a.tuberkulosis primer dengan perkapuran. Radiologis ada kalsifikasi di hilus atau parenkim paru. b.tuberkulosis primer dengan pembesaran kelenjar limfe mediastinum, hilus dan para trakea. c.tuberkulosis primer dengan komplikasi = Epituberkulosis. Akibat adanya proses endobronkial, pembesaran kelenjar, sembab mukus, penebalan jaringan granulasi, penyumbatan oleh sekret yang kental, perforasi atau stenosis yang dapat menyebabkan kelainan parenkim paru, distal dari bronkus dengan akibat atelektasis dan emfisema. d.tuberkulosis primer progresif dengan penyebaran bronkogen: a) Merupakan gambaran akhir manifestasi penyakit tuberkulosis. b) Sumber penyebaran berasal dari parenkim paru atau dari caseous node yang pecah ke bronkus. c) Klinis merupakan pneumonia yang menahun (Alsagaff & Mukty, 2008). B. Tuberkulosis Postprimer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus

inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Gambar 2.2. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Postprimer dan Perjalanan Penyembuhannya Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006 2.1.6. Manifestasi Klinis Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2011). Gejala-gejala khusus atau khas pula tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi sumbatan di sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, ia akan menimbulkan suara "mengi" yaitu suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan di rongga pleura, ia dapat disertai dengan keluhan sakit dada (Al-Amin, 2010).

2.1.7. Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda : 1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain). 2. Tanda-tanda pennarikan paru, diafragma dan mediastinum. 3. Sekret di saluran nafas dan ronki. 4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus. 3. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis) 4. Pemeriksaan sputum BTA Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis. Semua suspek tuberkulosis diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2011). 5. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB. 6. Tes Mantoux/Tuberkulin 7. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis tuberkulosis, yaitu :

1) Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah. 2) Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular). 3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda. 4) Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru. 5) Adanya kalsifikasi. 6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian. 7) Bayangan milier (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000). Gambar 2.3. Gambaran Foto Rontgen Dada pada Pasien Tuberkulosis Sumber : Herchline,2013 Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: A. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru BTA positif. B. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (lihat bagan alur). C. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Depkes RI, 2006). 8. Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi. 9. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC) Deteksi growth index berdasarkan CO 2 yang dihasilkan dari metabolism asam lemak oleh M. tuberculosis. 10. Enzyme Linked Immunosorbent Assay Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah. 11. MYCODOT Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien.

Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000). Gambar 2.4. Skema Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa Sumber : Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2006 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan ini terutama ditujukan pada tuberkulosis paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif. a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberkulosis positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan (Depkes RI, 2011). 2.1.8. Pengobatan Menurut PDPI (2006), pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang digunakan adalah kanamisin, amikasin dan kuinolon. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Kemudian pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Menurut Amin dan Bahar (2009), WHO telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut.

Tabel 2.1. Regimen Pengobatan Saat Ini Resimen Pengobatan Kategori Pasien TB Fase Awal Fase Lanjutan 1 TBP sputum BTA positif 2 SHRZ (EHRZ) 6 HE baru Bentuk TBP berat, TB ekstra-paru (berat), TBP 2 SHRZ (EHRZ) 2 SHRZ (EHRZ) 4 HR 4 H 3 R 3 BTA-negatif 2 Relaps Kegagalan pengobatan 2 SHZE / 1 HRZE 2 SHZE / 1 HRZE 5 H 3 R 3 E 3 5 HRE Kembali ke default 3 TBP sputum BTA-negatif 2 HRZ atau 2 H 3 R 3 Z 3 6 HE TB ekstra-paru (menengah 2 HRZ atau 2 H 3 R 3 Z 3 2 HR/4H berat) 2 HRZ atau 2 H 3 R 3 Z 3 2 H 3 R 3 /4H 4 Kasus kronis (masih BTApositif setelah pengobatan ulang yang disupervisi) Tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan menggunakan obat-obatan barisan kedua) Singkatan : TB = Tuberkulosis, TBP = Tuberkulosis Paru, S = Streptomisin, H = Isoniazid, R = Rifampisin, Z = Pirazinamide, E = Etambutol Sumber : Amin & Bahar, 2009 2.1.9. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala. Tabel 2.2. Efek Samping Ringan OAT Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari Warna kemerahan pada air seni (urine) Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien

Tabel 2.3. Efek samping berat OAT Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah*). Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol. Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol. Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua Hentikan semua OAT Bingung dan muntahmuntah (permulaan ikterus karena obat) OAT Hampir OAT semua sampai ikterus menghilang. Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati. Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol. Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin. Singkatan : INH = Isoniazid, OAT = Obat Anti Tuberkulosis Sumber : Depkes RI, 2011 Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk (Depkes RI, 2011). 2.1.10. Komplikasi Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan dalam masa pengobatan ataupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi dini yang mungkin timbul adalah batuk berdarah, pneumotoraks, luluh paru, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura (PDPI, 2006). Ada pula komplikasi lanjut yang dapat timbul berupa obstruksi jalan napas yang dapat menyebabkan SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat yang dapat menyebabkan fibrosis paru, kor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, sindroma gagal napas dewasa (ARDS) (Amin & Bahar, 2009). 2.1.11. Pencegahan Penyakit tuberkulosis ini bisa dicegah. Seperti yang diketahui, mencegah lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit tuberkulosis yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang tempat (Rahmawati VK, 2009 dalam Al-Amin, 2010). Selain pencegahan yang dinyatakan di atas, terdapat juga vaksinasi yang bisa mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis ini yaitu vaksin BCG (Squire B., 2009 dalam Al-Amin, 2010). 2.2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dari proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam proses terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Telah terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers (1974) bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), b. Interest, dimana orang mulai tertarik terhadap stimulus,

c. Evaluation, dimana orang tersebut menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, dimana orang tersebut mulai mencoba perilaku baru, e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Akan tetapi pada penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1. Tahu (know) Tahu boleh diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami boleh diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan dan dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek/materi yang diketahuinya. Orang yang telah paham tentang objek/materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya. 3. Aplikasi (application) Aplikasi boleh diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. 4. Analisis (analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang sedia ada. 6. Evaluasi (evaluation) Merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek/materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan teknik wawancara ataupun dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian ataupun responden (Notoadmodjo, 2007). Menurut Pratomo (1990) dalam Akbar (2011), pengetahuan responden dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu : baik, sedang dan kurang dengan perincian nilai sebagai berikut : 1. Kategori baik apabila responden mempunyai skor > 75% 2. Kategori sedang apabila responden mempunyai skor 40-75% 3. Kategori kurang apabila responden mempunyai skor <40%