INTISARI STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS SUNGAI MESA BANJARMASIN Siti Julaiha 1 ;Yugo Susanto 2 ; Diyah Juniartuti, 3 Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari orientasi obat(drug oriented) menjadi orientasi pasien (patient oriented) yang mengacu pada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komiditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, Apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut dalam hal melaksanakan pemberian informasi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian informasi obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas Sungai Mesa Banjarmasin. Penelitian bersifat deskriptif dengan menggambarkan bagaimana pemberian informasi obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas Sungai Mesa Banjarmasin. Populasi dari penelitian ini berjumlah 260 dengan sampel berjumlah 158 sampel. Penelitian ini menggunakan teknik random sampling dengan menggunakan sistem komputerisasi. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi, dengan pengamatan langsung pada saat pemberian informasi obat diberikan kepada pasien. Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini yaitu, dapat disimpulkan bahwa jenis informasi obat yang diberikan kepada pasien adalah waktu penggunaan obat (100%), cara penggunaan obat (99,37%), lama penggunaan obat (98,0%), Efek yang timbul setelah penggunaan (94,3%), hal-hal yang mungkin timbul (seperti efek samping obat (1,27%), interaksi dan kontraindikasi obat (0%), sedangkan pasien yang diberikan jenis informasi obat tentang cara penyimpanan obat antihipertensi tidak ada (0%). Pemberi informasi disimpulkan bahwa Tenaga Teknis Kefarmasian merupakan pemberi informasi utama (53,80%) dibanding Apoteker (46,20%). Kata kunci : Studi Deskriptif, Pemberian, Informasi Obat, Antibiotik
ABSTRACT DESCRIPTIVE STUDY MEDICINE ANTIBIOTICS FOR PROVISION OF INFORMATION TO PATIENTS IN HEALTH RIVER MESA BANJARMASIN Siti Julaiha 1 ;Yugo Susanto 2 ; Diyah Juniartuti, 3 Pharmaceutical services has now shifted its orientation from the orientation of the drug (drug oriented) be the orientation of the patient (patient- oriented) which refers to pharmaceutical care (pharmaceutical care). Activities of pharmacy services previously only focused on medication management as a commodity into a comprehensive range of services aimed at improving the quality of life of patients. As a consequence of the change in orientation, pharmacists as pharmacy staff is required to improve the knowledge, skills, behaviors that can interact directly with patients. The form of interaction in terms of implementing the provision of drug information. This study aims to describe the provision of drug information to patients in health centers antibiotics river Banjarmasin Mesa. Descriptive research by illustrating how the administration of antibiotic medication information to patients at the health center river Banjarmasin Mesa. The population of this study amounted to 260 samples totaling 158 samples. This study used a random sampling technique using a computerized system. The instrument used in this study is the observation sheets, with direct observation at the time of administration of the drug information given to the patient. The results and conclusions of this study is, it can be concluded that the type of drug information given to patients is time drug use (100%), how drug use (99,37%), length of drug use (98.0%), effects that arise after use (94.3%), the things that may arise (such as drug side effects (1.27%), drug interactions and contraindications (0%), whereas patients given the drug on the type of information storage means no antihypertensive drug (0%). furnisher Pharmaceutical Technical Staff concluded that a major information provider (53.80%) compared Pharmacists (46.20%). Keywords: Descriptive Study, Giving, Drug Information, Antibiotics
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat pertama (primary health care). Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat pokok (basic health services) yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas (Depkes, 2007). Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari orientasi obat (drug oriented) menjadi orientasi pasien (patient oriented) yang mengacu pada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, Apoteker/Asisten Apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien sehingga pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien lebih efektif. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan
baik (Kepmenkes, 2004). Pada pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit, mencegah penyakit, serta dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan ketepatan penggunaan suatu obat. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik diberbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi (Kepmenkes, 2011). Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi ditingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang dilingkungan masyarakat (Kepmenkes, 2011).
Penggunaan antibiotik tentu diharapkan mempunyai dampak positif, akan tetapi penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional antara lain muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik, munculnya penyakit akibat superinfeksi bakteri resisten, terjadinya toksisitas / efek samping obat, sehingga perawatan penderita menjadi lebih lama, biaya pengobatan menjadi lebih mahal, dan akhirnya menurunnya kualitas pelayanan kesehatan. Pelaksana pelayanan informasi obat merupakan kewajiban tenaga kefarmasian yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004. Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada Dokter, Apoteker, Perawat, profesi kesehatann lainnya dan pasien. Farmasis hendaknya selalu memberikan pelayanan informasi kepada setiap pasien bagaimana cara mereka mempergunakan atau meminum obat serta informasi mengenai aturan pakai obat dan efek samping yang dapat ditimbulkan akibat pemakaian obat tersebut. Dengan pemberian informasi kepada pasien diharapkan dapat terjalin hubungan yang baik sehingga dapat mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadi kesalahan penyerahan atau pemakaian obat.
Sarana kesehatan adalah tempat dimana terselenggaranya upaya kesehatan, dimana upaya kesehatan dapat dilakukan oleh ahli-ahli kesehatan salah satunya tenaga kefarmasian di Puskesmas. Oleh sebab itu, wajib memberikan pelayanan kepada pasien sesuai standar pekerjaan kefarmasian di Puskesmas. Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja, secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan (Depkes, 2007). Di Puskesmas Sungai Mesa, Antibiotik merupakan obat terbanyak kedua dengan jumlah pemakain sebanyak 27.189 pada tahun 2013.Penggunaan antibiotik sendiri sering kali digunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit yang dikarenakan infeksi. Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran pelayanan informasi obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas Sungai Mesa. Tentu hal ini menjadi penting, mengingat antibiotik termasuk dalam jumlah pemakaian obat terbanyak kedua di Puskesmas tersebut.