HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson

dokumen-dokumen yang mirip
PEMODELAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI JAWA TIMUR DENGAN MODEL POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING

A. Latar Belakang Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI

PEMODELAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSION PADA REGRESI POISSON

REGRESI BINOMIAL NEGATIF SEBAGAI MODEL ALTERNATIF UNTUK MENGHINDARI MASALAH OVERDISPERSSION PADA REGRESI POISSON NOVIRA SARTIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB III MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.3, Agustus 2013, ISSN:

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN REGRESI ZERO-INFLATED NEGATIVE BINOMIAL (ZINB) UNTUK PENDUGAAN KEMATIAN ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Jumlah Kematian Bayi Di Kabupaten Bojonegoro Dengan Menggunakan Metode Analisis Regresi Binomial Negatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI KOTA PADANG TAHUN 2013 DAN 2014 DENGAN PENDEKATAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODE. Waktu dan Tempat. Rancangan Sampling. Jumlah anakan Intensitas sampling (ind)

EARLY WARNING SYSTEM JUMLAH ANAK PUTUS SEKOLAH DENGAN METODE ZERO TRUNCATED NEGATIVE BINOMIAL

TINJAUAN PUSTAKA TIMSS 2007

PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2 INDONESIA (SUMATERA)

BAB 2 LANDASAN TEORI. bebas X yang dihubungkan dengan satu peubah tak bebas Y.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Asuransi Kelompok Penyakit Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.2, Mei 2013, ISSN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DATA DAN METODE. Data

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan

PENERAPAN REGRESI GENERALIZED POISSON UNTUK MENGATASI FENOMENA OVERDISPERSI PADA KASUS REGRESI POISSON

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi.

Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

E-Jurnal Matematika Vol. 3 (3), Agustus 2014, pp ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan Peubah Gizi Buruk

BAB 1 PENDAHULUAN. pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

Jurnal Matematika Vol. 2 No. 2, Desember ISSN :

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengue, keduanya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit. chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA PENDERITA GIZI BURUK PADA BALITA DI PAPUA TAHUN 2015 DENGAN METODE REGRESI ZERO INFLATED POISSON (ZIP)

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari data Profil

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

Metode Statistika. Statistika Inferensia: Pendugaan Parameter (Selang Kepercayaan)

ESTIMASI FERTILITAS DENGAN MODEL COALE- TRUSSELL DAN APLIKASINYA TERHADAP DATA INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI. berarti ramalan atau taksiran pertama kali diperkenalkan Sir Francis Galton pada

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan.

TUGAS AKHIR. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains HASNARIKA NIM /2007

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue (DBD), Sanitasi lingkungan rumah, Faktor risiko

BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

E-Jurnal Matematika Vol. 5 (4), November 2016, pp ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal.

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

Oleh : Anindya Frisanty Ikaprillia Dosen Pembimbing : Dr. Purhadi, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED LOGISTIC REGRESSION SEMIPARAMETRIC (GWLRS)

BAB 2 LANDASAN TEORI

GENERALIZED POISSON REGRESSION (GPR)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson Hubungan antara jumlah penderita DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang digunakan adalah regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD dapat diasumsikan menyebar Poisson. Penelitian ini melibatkan tujuh faktor yang terkait dengan jumlah penderita DBD. Model regresi Poisson yang dibentuk merupakan model dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini dapat dilihat pada Tabel 1. Model ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suatu kabupaten dari permukaan air laut (X 1 ) maka akan menurunkan jumlah penderita DBD. Peningkatan jumlah kejadian banjir (X 2 ), jumlah layanan kesehatan (X 4 ), jumlah penderita gizi buruk (X 5 ) dan jumlah keluarga penerima ASKESKIN (X 6 ) akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Adapun semakin bertambahnya jumlah sekolah (X 3 ) dapat menurunkan jumlah penderita DBD. Kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X 7 ) tertutup memiliki jumlah penderita DBD yang lebih rendah daripada kabupaten dengan sumber air terbuka. Tabel 1 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(> z ) β 0 (intersep) -7.6730 0.0288-266.3730 0.0000 β 1 (tinggi) -0.0002 0.0001-3.8880 0.0001 β 2 (banjir) 0.0007 0.0001 10.5180 0.0000 β 3 (sekolah) -0.0004 0.0000-22.0110 0.0000 β 4 (layanan kesehatan) 0.0044 0.0002 18.0070 0.0000 β 5 (gizi buruk) 0.0004 0.0000 13.1310 0.0000 β 6 (miskin) 0.0000 0.0000-0.4580 0.6473 β 7 (sumber air) -0.1203 0.0238-5.0510 0.0000 Deviance: 4200.9; derajat bebas: 30; Rasio: 140.03; R 2 DEV: 58.73%; R 2 DEV,dB: 49.10% Plot antara sisaan terhadap dugaan memberikan petunjuk bahwa pola cenderung menyebar di sekitar garis nol. Pola yang dihasilkan antara plot nilai

dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 1. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar. McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan bahwa overdispersi terjadi jika nilai ragam lebih besar dari nilai tengah, Var(Y) > E(Y). Dugaan dispersi diukur dengan menggunakan rasio antara nilai deviance dan derajat bebasnya. Overdispersi terjadi jika nilai rasio yang dihasilkan lebih besar dari 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rasio yang dihasilkan sebesar 140.03. Nilai ini berarti model regresi Poisson mengalami overdispersi, sehingga tidak layak digunakan. Gambar 1 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi Poisson Overdispersi dalam model mengakibatkan simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan efek nyata dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Kondisi ini menyebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD tidak dapat dipastikan berdasarkan model regresi Poisson ini. Penggunaan model regresi lain untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD perlu dilakukan. Model regresi yang diharapkan dapat mengatasi masalah overdispersi pada kasus ini adalah model regresi binomial negatif. Gambar 2 merupakan plot kuantil-kuantil Poisson. Plot ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian pola sebaran data terhadap pola sebaran teoritik. Pola sebaran teoritik yang digunakan adalah pola sebaran Poisson, dengan Q(pi) merupakan kuantil Poisson dan y(i) merupakan data jumlah penderita DBD. Plot

antara Q(pi) dan y(i) menunjukkan bahwa sebaran data cenderung membentuk garis lurus, sehingga berdasarkan plot ini data cenderung mengikuti sebaran Poisson. Gambar 2 Plot kuantil-kuantil Poisson dari data jumlah penderita DBD Bentuk sebaran data dapat juga dilihat berdasarkan pendekatan χ 2. Pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa jika contoh diambil dari suatu populasi, diharapkan adanya suatu kecocokan yang erat antara frekuensi yang teramati dengan frekuensi harapan. Hipotesis yang digunakan adalah : H 0 : Gugus data diambil dari populasi dengan sebaran Poisson H 1 : Gugus data bukan berasal dari populasi dengan sebaran Poisson Nilai χ 2 yang dihasilkan sangat besar dibandingkan dengan χ 2 tabel, sehingga tolak H 0. Artinya, data bukan berasal dari sebaran Poisson. Berdasarkan pendekatan χ 2 ini, maka dapat dibuktikan bahwa model regresi Poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini. Model Regresi Binomial Negatif Pemodelan selanjutnya menggunakan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah ketinggian suatu kabupaten dari permukaan air laut (X 1 ) maka akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Peningkatan jumlah kejadian banjir (X 2 ), jumlah layanan kesehatan (X 4 ), jumlah penderita gizi

buruk (X 5 ) dan jumlah keluarga penerima ASKESKIN (X 6 ) akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Adapun semakin bertambahnya jumlah sekolah (X 3 ) dapat menurunkan jumlah penderita DBD dan kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X 7 ) tertutup memiliki jumlah penderita DBD yang lebih rendah daripada kabupaten dengan sumber air terbuka. Gambar 3 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif Plot antara sisaan terhadap dugaan dari model ini memberikan petunjuk bahwa pola cenderung lebih menyebar di sekitar garis nol. Pola yang dihasilkan antara plot nilai dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 3. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar karena pola data cenderung menyebar di sekitar garis nol. Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan tujuh peubah penjelas Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(> z ) β 0 (intersep) -7.8130 0.2245-34.8030 0.0000 β 1 (tinggi) -0.0006 0.0005-1.1560 0.2480 β 2 (banjir) 0.0008 0.0009 0.9190 0.3580 β 3 (sekolah) -0.0002 0.0002-0.8440 0.3990 β 4 (layanan kesehatan) 0.0035 0.0030 1.1940 0.2330 β 5 (gizi buruk) 0.0005 0.0004 1.3880 0.1650 β 6 (miskin) 0.0000 0.0000-0.1270 0.8990 β 7 (sumber air) -0.0850 0.2401-0.3540 0.7230 Deviance: 39.478; derajat bebas: 30; Rasio: 1.32; R 2 DEV,NB: 68.33%

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rasio dispersi dari model regresi binomial negatif yang dihasilkan sebesar 1.32. Nilai rasio dispersi ini mendekati nilai 1 dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai rasio dispersi dari model regresi Poisson. Hal ini menunjukkan bahwa model binomial negatif telah mampu mengatasi overdispersi yang terjadi pada model regresi Poisson. Simpangan baku yang diperoleh dari regresi Poisson (Tabel 1) dan binomial negatif (Tabel 2) menunjukkan nilai yang berbeda. Nilai simpangan baku dari regresi Poisson lebih kecil daripada binomial negatif. Simpangan baku yang kecil mengakibatkan pengaruh peubah penjelas menjadi nyata terhadap peubah respon. Efek nyata pengaruh peubah respon ini terjadi karena adanya overdispersi, sehingga tidak dapat menggunakan hasil regresi Poisson untuk memperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DBD. Pendekatan menggunakan binomial negatif menghasilkan nilai simpangan baku yang lebih besar. Nilai simpangan baku binomial negatif lebih mendekati nilai simpangan baku yang sebenarnya, sehingga efek nyata dari pengaruh peubah penjelas yang sebelumnya berbias dapat teratasi. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi DBD selanjutnya menggunakan regresi binomial negatif. Hal ini dapat menegaskan pembahasan sebaran data sebelumnya, bahwa sebaran data tidak mengikuti sebaran Poisson melainkan sebaran binomial negatif. Pemilihan model regresi binomial negatif yang terbaik perlu dilakukan untuk mengetahui faktor yang sesungguhnya mempengaruhi jumlah penderita DBD. Penggunaan kombinasi dari faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD mendasari pembentukan model regresi binomial negatif selanjutnya. Pembentukan model regresi binomial negatif dibagi ke dalam enam kelompok model sesuai dengan jumlah peubah penjelas yang digunakan dalam model. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi binomial negatif dapat menaikkan nilai koefisien determinasi deviance untuk binomial negatif (R 2 DEV,NB), meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap peubah respon. Nilai R 2 DEV,NB yang terbesar (maksimum) menunjukkan model yang terbaik, yang artinya peubah penjelas yang digunakan dapat menjelaskan keragaman dari peubah respon.

Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh model terbaik pada penelitian ini menggunakan nilai koefisien determinasi maksimum (R 2 DEV,NB maksimum) dari sebagian kombinasi peubah penjelas yang dapat dibentuk. Model terbaik satu peubah penjelas dipilih berdasarkan R 2 DEV,NB maksimum. Model dua peubah yang terbaik melibatkan kombinasi antara peubah penjelas dari model terbaik satu peubah dengan peubah penjelas lainnya. Dua peubah penjelas ini kemudian dikombinasikan dengan peubah penjelas lainnya untuk membentuk model terbaik tiga peubah. Proses ini diteruskan sampai diperoleh model terbaik untuk masing-masing kelompok model. Nilai koefisien determinasi masing-masing model satu peubah secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Kelompok pemodelan satu peubah menunjukkan bahwa model yang melibatkan peubah X 5 (jumlah penderita gizi buruk) merupakan model terbaik, karena memiliki nilai R 2 DEV,NB terbesar. Nilai R 2 DEV,NB yang dihasilkan sebesar 64.38%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah penderita DBD dapat dijelaskan oleh jumlah penderita gizi buruk sekitar 64.38%. Model terbaik dari kelompok dua peubah merupakan kombinasi antara peubah X 2 (jumlah kejadian banjir) dan X 5 (jumlah penderita gizi buruk). Koefisien determinasi yang dihasilkan dari model ini sebesar 66.02%, nilai tersebut merupakan nilai terbesar jika dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah penderita DBD dapat dijelaskan oleh jumlah kejadian banjir sekitar 1.65%. Lampiran 3 menunjukan nilai koefisien determinasi dari tiap model tiga peubah. Pemodelan terbaik dari kelompok ketiga merupakan kombinasi peubah X 2 (jumlah kejadian banjir), X 4 (jumlah layanan kesehatan) dan X 5 (jumlah penderita gizi buruk). Koefisien determinasi yang dihasilkan dari model ini sebesar 66.97%. Penggunaan peubah X 4 (jumlah layanan kesehatan) dalam model meningkatkan R 2 deviance sekitar 0.95%. Model terbaik dari kelompok keempat yaitu model yang melibatkan peubah X 1 (tinggi kabupaten dpl). Peubah X 1 dalam model ini meningkatkan R 2 deviance sekitar 0.78%. Nilai koefisien determinasi masing-masing model empat, lima dan enam peubah secara lengkap disajikan pada Lampiran 4, 5 dan 6. Penambahan

peubah penjelas ke dalam model selanjutnya hanya memberikan peningkatan nilai R 2 deviance yang relatif lebih kecil, yaitu kurang dari 0.1%. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara nilai R 2 deviance binomial negatif dengan penambahan peubah penjelas ke dalam model. Model terbaik dari tiap kelompok berdasarkan R 2 DEV,NB maksimum akan dipilih model yang terbaik secara keseluruhan. Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan dari satu peubah menjadi dua peubah penjelas dalam model memberikan kenaikan yang paling besar dibandingkan dengan penambahan dari dua menjadi tiga atau tiga menjadi empat peubah penjelas. 0,7200 R 2 DEV,NB 0,6600 0,6000 1 2 3 4 5 6 7 jumlah peubah Gambar 4 Hubungan jumlah peubah dengan nilai R 2 DEV,NB dari model regresi binomial negatif Nilai R 2 DEV,NB ini cenderung meningkat dengan semakin banyaknya peubah yang digunakan. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai R 2 DEV,NB, meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap peubah respon. Penggunaan tiga peubah atau lebih dalam model memberikan peningkatan R 2 DEV,NB yang kecil dibandingkan model dua peubah, yaitu kurang dari 1%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan peubah penjelas sudah tidak memberikan manfaat yang besar ke dalam pemodelan, sehingga penggunaan tiga peubah atau lebih tidak perlu dilakukan. Berdasarkan plot ini, maka model terbaik adalah model dengan menggunakan dua peubah. Pemilihan model regresi yang terbaik dapat pula dilihat berdasarkan beberapa ukuran kebaikan model, antara lain nilai deviance dan Akaike

Information Criteria (AIC). Nilai deviance dan AIC yang kecil menunjukkan semakin kecil kesalahan yang dihasilkan model, artinya model semakin tepat. Nilai deviance akan semakin berkurang dengan bertambahnya parameter ke dalam model (McCullagh dan Nelder 1989). Adapun AIC merupakan kriteria yang telah mempertimbangkan banyaknya parameter. 40 deviance 39,6 39,2 38,8 1 2 3 4 5 6 7 jumlah peubah Gambar 5 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai deviance dari model regresi binomial negatif Gambar 5 merupakan plot antara jumlah peubah penjelas dan nilai deviance. Nilai deviance dari model regresi binomial negatif secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Penurunan nilai deviance terjadi dari model satu peubah sampai model dengan empat peubah. Selanjutnya, terjadi peningkatan pada penggunaan lima peubah penjelas. Penggunaan lima atau lebih peubah penjelas dalam model menghasilkan nilai deviance yang cenderung sama. Nilai deviance yang paling kecil dari model tidak dapat menunjukkan model tersebut merupakan model terbaik, karena penambahan peubah ke dalam model akan menurunkan nilai deviance. Model terbaik yang dapat dipilih berdasarkan nilai deviance, merupakan model yang memiliki perubahan nilai deviance terbesar, yaitu model dengan dua peubah penjelas. Gambar 6 merupakan plot antara jumlah peubah penjelas dengan nilai AIC. Nilai AIC dari model regresi binomial negatif secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Penambahan peubah penjelas tidak selalu menurunkan nilai AIC.

Model dengan nilai AIC terkecil merupakan model dengan menggunakan satu dan dua peubah penjelas. Penambahan dari satu menjadi dua peubah penjelas memberikan perubahan nilai AIC yang kecil, yaitu sebesar 0.13. Nilai AIC semakin meningkat dengan bertambahnya peubah penjelas ke dalam model. Model terbaik berdasarkan nilai AIC merupakan model yang menggunakan dua peubah penjelas. 524 522 520 AIC 518 516 514 512 510 1 2 3 4 5 6 7 jumlah peubah Gambar 6 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai AIC dari model regresi binomial negatif Model regresi binomial negatif terbaik berdasarkan koefisien determinasi, nilai deviance dan AIC pada kasus ini adalah model yang melibatkan jumlah kejadian banjir dan jumlah penderita gizi buruk. Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan dua peubah penjelas dapat dilihat pada Lampiran 9. Model tersebut dapat ditulis sebagai berikut : µ i =exp(β 0 + β 2 X 2 + β 5 X 5 ) µ i =exp( -7.9062 + 0.0013 X 2 + 0.0005 X 5 ) Model tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari jumlah kejadian bencana banjir akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita DBD meningkat sebesar exp(0.0013) = 1.0013 kali dengan asumsi jumlah penderita gizi buruk tetap. Artinya, setiap kenaikan 10.000 kejadian banjir akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita DBD sebanyak 10.013 orang dengan asumsi jumlah penderita gizi buruk tetap. Kejadian banjir dapat menyebabkan genangan

air atau tertampungnya air di tempat-tempat yang tidak diperhatikan, seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat atau wadah yang dapat menampung air. Genangan air atau tempat-tempat tersebut memungkinkan menjadi tempat nyamuk Aedes aegypti dapat berkembangbiak. Selain itu, kejadian banjir biasanya terjadi pada saat musim penghujan, dimana tempat-tempat tersebut dapat pula menampung air hujan. Hal ini diduga dapat meningkatkan serangan DBD di kabupaten yang memiliki kejadian banjir yang tinggi. Setiap kenaikan satu satuan dari jumlah penderita gizi buruk akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita DBD meningkat sebesar exp(0.0005) = 1.0005 kali dengan asumsi jumlah kejadian banjir tetap. Artinya, setiap kenaikan 10.000 penderita gizi buruk akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita DBD sebanyak 10.005 orang dengan asumsi jumlah kejadian banjir tetap. Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia akan memberikan reaksi yang berbeda tergantung pada daya tahan tubuh seseorang. Seseorang yang mengalami gizi buruk memiliki daya tahan tubuh yang rendah, sehingga jika digigit nyamuk Aedes aegypti dapat menimbulkan infeksi yang dapat berlanjut menjadi DBD. Kondisi gizi buruk ini diduga dapat meningkatkan jumlah penderita DBD. Gambar 7 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif dua peubah Plot antara sisaan terhadap dugaan dari model ini memberikan petunjuk bahwa pola cenderung berada di sekitar garis nol. Pola yang dihasilkan antara plot

nilai dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 7. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar karena pola data cenderung menyebar di sekitar garis nol.