Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

dokumen-dokumen yang mirip
III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Bab IV Sistem Panas Bumi

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI

I. ALTERASI HIDROTERMAL

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

BAB II TATANAN GEOLOGI


BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB II TATANAN GEOLOGI

Ciri Litologi

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD)

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Citra LANDSAT Semarang

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

GEOLOGI DAN STUDI ASPEK PANASBUMI SUMUR KMJ-X AREA PANASBUMI KAMOJANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

Zona Alterasi Berdasarkan Data Bor Daerah Arinem, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

Bab III Teori Dasar. III.1 Sistem Panas Bumi

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STUDI HUBUNGAN TINGKAT ALTERASI TERHADAP POTENSI LONGSORAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN X-RAY DIFRACTION

GEOLOGI DAN UBAHAN HIDROTERMAL SUMUR DANGKAL SWW-2 LAPANGAN PANAS BUMI SUWAWA, BONEBOLANGO - GORONTALO. Oleh : Fredy Nanlohi

Transkripsi:

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk deret mineral sekunder yang merefleksikan kondisi kimia dan fisik pada saat pembentukannya (Browne, 1999). Proses-proses tersebut dapat berupa pengendapan langsung larutan hidrotermal pada rekahan, rongga, dan pori-pori batuan (direct deposition), penggantian mineral primer oleh mineral sekunder (replacement) dan pencucian batuan oleh larutan yang bersifat asam (leaching). Adapun menurut Browne (1991) dalam Corbett dan Leach (1998), terdapat enam faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral ubahan dalam sistem hidrotermal, yaitu: 1. Temperatur 2. Sifat kimia larutan hidrotermal 3. Konsetrasi larutan hidrotermal 4. Komposisi batuan samping 5. Durasi aktivitas hidrotermal 6. Permeabilitas Diantara 6 faktor di atas, suhu dan kimia fluida hidrotermal merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses ubahan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1998). Fluida hidrotermal mengalir melalui pori-pori batuan atau rekahan-rekahan batuan dan akan merubah batuan samping, baik secara kimiawi, mineralogi, dan tekstur. Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral ubahan selanjutnya disebut oleh Guilbert dan Park (1986) sebagai zona ubahan. Berdasarkan hubungan antara suhu dan ph larutan, Corbett dan Leach (1998) telah membuat tabel zona ubahan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar III.1 di bawah ini. 30

Gambar III.1. Himpunan mineral ubahan dalam system hidrotermal (Corbett dan Leach, 1998) Menurut Corbett dan Leach (1998) zona ubahan yang terbentuk adalah sebagai berikut: a. Argilik Lanjut (Advanced Argillic) 31

Zona ini terdiri dari mineral-mineral yang terbentuk pada kondisi ph rendah ( 4), yaitu: kelompok silika dan alunit. Meyer dan Hemley (1967) dalam Corbett dan Leach (1998) menambahkan kelompok kaolin temperatur tinggi, seperti: dickit dan pirofilit. Pada model alterasi Corbett dan Leach, zona ini diwakili oleh warna merah muda. b. Argilik (Argillic) Zona ini terdiri dari kumpulan mineral ubahan dengan temperatur relatif lebih rendah dibandingkan dengan argilik lanjut ( 220-250 o C) dengan ph larutan antara 4-5. Zona ubahan ini didominasi oleh kaolinit dan smektit, klorit dan illit masih dapat hadir walaupun dalam jumlah yang tidak dominan. Pada model alterasi Corbett dan Leach, zona ini diwakili oleh warna kuning muda. c. Filik (Phyllic) Zona ubahan ini terbentuk pada ph yang hampir sama dengan ph ubahan argilik (ph 4-5), namun temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik. Zona ini dicirikan oleh kehadiran serisit atau muskovit. Pada model alterasi Corbett dan Leach zona ini diwakili oleh warna kuning tua. d. Propilitik (Propylitic) Zona ini terbentuk pada ph mendekati netral dengan kehadiran mineral epidot dan atau klorit (Meyer dan Hemley, 1967 dalam Corbett dan Leach, 1998). Pada zona ini dapat juga ditemukan mineral K-feldspar dan albit sekunder. Pada temperatur yang relatif rendah ( 200-250 o C) yang dicirikan oleh ketidakhadiran mineral epidot biasanya dikenal sebagai zona subpropilitik. Pada model alterasi Corbett dan Leach zona propilitik diwakili oleh warna biru, sedangkan zona subpropilitik diwakili oleh warna hijau. e. Potasik (Potassic) Zona ubahan ini terbentuk pada temperatur tinggi dan kondisi netral. Dicirikan dengan kehadiran mineral biotit dan atau K-feldspar ± magnetit ± aktinolit ± klinopiroksen. Pada model alterasi Corbett dan Leach zona ini diwakili oleh warna merah 32

Dalam beberapa sistem hidrotermal, pembagian mineral alterasi juga dilakukan berdasarkan kehadiran mineral lempung dan Kalk-silika. Pengelompokan mineral penciri temperatur berdasarkan kehadiran mineral lempung ini didasari pengertian bahwa mineral yang sangat sensitif terhadap perubahan temperatur adalah mineral dengan kandungan gugus OH dan n-h 2 O, mineral tersebut meliputi mineralmineral lempung dan zeolit. Reyes (1990) membagi mineral penciri temperatur berdasarkan kondisi ph asam-netral larutan hidrotermal seperti yang ditunjukkan pada Gambar III.2 dan Gambar III.3. Gambar III.2. Himpunan mineral ubahan yang menunjukkan kondisi temperatur dan fluida hidrotermal yang bersifat netral (Reyes, 1990, dalam Browne, 1999). III.2 Metode dan Pendekatan Identifikasi proses ubahan pada contoh serbuk bor di sumur daerah penelitian dilakukan berdasarkan pengamatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi, dan dibantu oleh data sekunder berupa analisa X-Ray Diffractometer (XRD). Petrografi adalah instrumen yang penting pada analisa alterasi hidrotermal, karena 33

selain dapat mendeteksi kehadiran mineral sekunder, petrografi juga dapat menjelaskan hubungan tekstur antara mineral-mineral ubahan dengan mineral primer batuan, serta memperlihatkan proses paragenesa yang terjadi diantaranya. Adapun XRD merupakan instrumen yang dipergunakan untuk mendeteksi kehadiran mineral-mineral berukuran halus yang tidak dapat diindetifikasi melalui pengamatan petrografi. Gambar III.3. Himpunan mineral ubahan yang menunjukkan kondisi temperatur dan fluida hidrotermal yang bersifat asam (Reyes, 1990, dalam Browne, 1999) III.3 Alterasi Hidrotermal di Sumur Penelitian Sumur yang dijadikan objek penelitian adalah 3 sumur eksplorasi yang terdiri dari sumur WWT-1, WWD-2, dan WWQ-5. Berdasarkan analisa petrografi dari total 90 contoh serbuk bor dan analisa XRD terhadap 20 contoh (terlampir), dihasilkan beberapa himpunan mineral yang dikelompokkan berdasarkan sifat kimia larutan 34

hidrotermal dan kondisi temperatur pembentukkannya. Pengelompokkan mineral dilakukan dengan mengacu kepada diagram Corbett dan Leach (1998), sedangkan perajahan temperatur dan komposisi ph asam-netral mineral dilakukan dengan mengacu kepada Reyes (1990) dalam Browne (1999). Himpunan-himpunan mineral alterasi yang hadir di sumur penelitian adalah: 1. Alunit-kristobalit, zona ini terbentuk pada larutan ph asam, dengan temperatur berkisar 100-160 0 C. 1. Smektit-kristobalit, menunjukkan kisaran temperatur 100-160 0 C dan kondisi ph larutan berkisar 4-5. Pada zona ini, kaolinit dan siderit dapat hadir. 2. Klorit-smektit-kalsit-anhidrit-zeolit (stilbit, heulandit, laumontit), menunjukkan temperatur pembentukkan 120 220 0 C pada larutan dengan ph netral. Pada zona ini gipsum, kalsedon, dan mineral-mineral karbonat seperti ankerit dan siderite dapat hadir. 3. Serisit ± pirofilit, menunjukkan kisaran temperatur 220-280 0 C dan kondisi ph larutan 4-5. 4. Epidot ± wairakit ± adularia ± prehnit ± aktinolit, menunjukkan temperatur pembentukkan 250-300 0 C pada kondisi ph larutan netral. Pada zona ini kuarsa sekunder, klorit, dan kalsit dapat hadir. Alterasi hidrotermal yang hadir pada sumur-sumur penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu: alterasi karena pengendapan langsung larutan hidrotermal pada rekahan, rongga, pori-pori batuan (direct deposition), dan alterasi karena penggantian mineral primer oleh mineral sekunder (replacement). Proses pengendapan langsung mencirikan komposisi larutan hidrotermal yang membentuk mineral alterasi, sedangkan proses penggantian menunjukkan interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan (Browne, 1999). III.3.1 Alterasi Hidrotermal di sumur WWT-1 Sumur WWT-1 adalah sumur yang terletak di lereng barat Gunung Wayang dengan kemiringan sumur ke arah barat. Berdasarkan hasil analisa petrografi dari 35

31 contoh serbuk bor dan analisa XRD terhadap 3 contoh, terlihat bahwa himpunan mineral yang hadir adalah: III.3.1.1 Smektit-kristobalit Zona smektit-kristobalit muncul di daerah dangkal pada sumur WWT-1, yaitu kedalaman 12-75 meter dan hadir setempat pada kedalaman 1813-1816 meter. Pada daerah dangkal zona ini mengubah tuf-litik dan andesit piroksen yang berasal dari Unit Tuf-lapili dan Lava Andesit-Basalt, sedangkan pada daerah yang lebih dalam mengubah tuf-lapili yang berasal dari Unit Tuf-lapili dan Andesit. Intensitas alterasi pada zona ini adalah menengah, berkisar 30-40%. Zona ini ditunjukkan dengan kehadiran smektit yang mengganti feldspar dan massadasar pada andesit piroksen, kristobalit hadir mengisi rongga (Gambar III.4). Pada zona ini kuarsa sekunder dan kalsit juga hadir dengan persentase <3% sebagai mineral pengisi rongga. Gambar III.4. Gambar sayatan tipis yang diambil dari sumur WWT-1 kedalaman.72-75 meter Pada sumur WWT-1 kedalaman 1813-1816 m, Zona Smektit-kristobalit berasosiasi dengan kaolinit dan oksida besi. Kaolinit hadir mengubah feldspar dan mengisi rongga pada matriks tuf-lapili, sedangkan oksida besi mengubah butiran piroksen (Gambar III.5). Selanjutnya zona ini disetarakan dengan zona argillik berdasarkan Corbert dan Leach (1998). 36

Gambar III.5. Gambar sayatan tipis yang diambil dari sumur WWT-1 kedalaman 1813-1816 meter III.3.1.2 Klorit-smektit-kalsit-anhidrit-zeolit (stilbit, heulandit, laumontit) Zona klorit-smektit-kalsit-kuarsa sekunder-anhidrit-zeolit merupakan zona alterasi paling tebal pada sumur WWT-1, mulai hadir dari kedalaman 192 hingga 1035 meter di bawah permukaan. Zona ini hadir pada batuan andesit hornblenda, andesit piroksen, basalt dan tuf-lapili yang berasal dari Unit Tuf-lapili dan Lava Andesit-Basalt, dan hadir pula pada batuan volkaniklastik yang berasal dari Unit Breksi Volkanik, Tuf-lapili dan Andesit Piroksen. Intensitas alterasi pada zona ini berkisar menengah-kuat (40-75%). Pada sumur WWT-1, zona ini ditunjukkan oleh dominasi kehadiran smektit dan mineral karbonat yang terdiri dari kalsit, siderit, ankerit. Smektit hadir berkisar 8-20% sebagai mineral sekunder yang mengisi rongga. Smektit juga hadir mengubah butiran K-feldspar dan matriks tuf-lapili. Kalsit sebagian besar mengganti butiran K-feldspar, piroksen, dan matriks tuflapili, tetapi juga hadir mengisi rongga bersama siderit (Gambar III.6). Siderit (FeCO 3 ) dan Ankerit (Ca (Fe, Mg, Mn) (CO 3 ) 2 ) lebih sering hadir sebagai mineral pengisi rongga. Pada kedalaman 312-315 m dan 852-855 m, siderit hadir sebagai veinlet (Gambar III.6). Veinlet dolomit hadir pada kedalaman 439-442 m, menunjukkan bahwa larutan hidrotermal pada kedalaman tersebut telah diperkaya oleh unsur Mg. 37

Gambar III.6. Foto sayatan tipis yang memperlihatkan kalsit dan siderit sebagai mineral pengisi rongga pada andesit, contoh berasal dari sumur WWT-1 kedalaman 432-435 m (1,2); siderit yang hadir sebagai veinlet, contoh berasal dari sumur WWT-1 kedalaman 312-315 m Mineral sulfat seperti anhidrit dan gipsum juga hadir sebesar 1-5% pada beberapa kedalaman, yang kehadirannya mengubah mineral K-feldspar. Kalsedon dengan tekstur botryoidal lebih banyak hadir mengisi rongga. Mineral Calc-silikatyang hadir pada zona ini adalah stilbit, heulandit dan laumontit. Stilbit dengan ukuran 0.02-0.05 mm dan 0.15-0.35 mm hadir bersama kalsit dan smektit mengubah massadasar andesit piroksen (Gambar III.7), heulandit mengubah massadasar lava andesit,sedangkan laumontit hadir mengisi rongga. Pada zona ini hadir pula kaolinit secara menerus dari kedalaman 312-1035 m menunjukkan interaksi dengan larutan yang lebih asam. Kaolinit sebesar 5-10% lebih sering hadir mengisi rongga pada matriks tuf-lapili (Gambar III.7). Pada kedalaman 972-975 m hadir pirofilit yang merupakan mineral penciri larutan ber ph asam. Pirofilit hadir mengubah butiran andesit pada litologi tuf-lapili, 38

Gambar III.7. Foto sayatan tipis di sumur WWT-1 kedalaman 439-442m yang memperlihatkan kehadiran stilbit dan kalsit yang mengubah massadasar andesit (a,b). kaolinit sebagai mineral pengisi rongga dan kristobalit mengubah butiran plagioklas, contoh diambil dari sumur WWT-1 kedalaman 372-375 m(e,f). Berdasarkan Corbert dan Leach (1998) Zona Klorit-smektit-kalsit-anhidrit-zeolit (stilbit, heulandit, laumontit) disetarakan menjadi zona subpropilitik. III.3.1.3 Epidot ± wairakit ± adularia ± prehnit ± aktinolit Zona Epidot ± wairakit ± adularia ± prehnit ± aktinolit merupakan zona yang muncul pada kedalaman1093-1756 m dan 1873-1936 m di bawah permukaan. Zona ini hadir pada tuf-lapili, tuf, dan andesit yang berasal dari Unit Breksi Volkanik; serta tuf-lapili dan andesit piroksen dari Unit Tuf-lapili dan Andesit. Intensitas alterasi adalah menengah hingga sangat kuat (35-85%), dengan kehadiran epidot, prehnit dan aktinolit yang memiliki rank tinggi sebagai mineral penciri temperatur tinggi. 39

Epidot pada zona ini mengubah feldspar, piroksen, dan matriks tuf-lapili.. Epidot hadir sebesar 1-3% pada kedalaman 1093-1753 m dan meningkat menjadi 6-8% mulai dari kedalaman 1753 m. Wairakit hanya muncul secara setempat sebagai mineral pengisi rongga, yaitu pada kedalaman 1093-1096 m, 1513-1516 m, 1633-1636 m, dan 1753-1753 m. Pada kedalaman 1333-1336 m, hadir prehnit sebesar 8-10% sebagai mineral pengisi rongga dan juga mengubah K-feldspar (Gambar III.8). Kelimpahan kehadiran prehnit pada kedalaman ini berasosiasi dengan andesit bertekstur trakhitik yang menerobos Unit Tuf-lapili dan Andesit. Aktinolit pada sumur WWT-1 hanya hadir pada kedalaman 1873-1876 m sebagai mineral pengisi rongga. Gambar III.8. Foto sayatan yang menunjukkan epidot dan kuarsa sekunder yang mengisi rongga, contoh diambil dari sumur WWT-1 kedalaman 1933-1936 m (1,2) Klorit dan epidot mengubah K-feldspar, prehnit mengisi rongga, contoh diambil dari sumur WWT-1 kedalaman 1333-1336 m (3,4). Pada zona ini mineral yang dihasilkan dari pengendapan langsung larutan hidrotermal terdiri dari: epidot, wairakit, prehnit, aktinolit, kalsit, dan kuarsa sekunder. Pada kedalaman 1093 m, 1393 m, 1753 m, hadir urat 40

kuarsa±klorit±epidot yang memotong tuf lapili dan andesit. Urat kalsit juga hadir pada kedalaman 1693 m, memotong andesit bertekstur trakhitik yang diasumsikan sebagai batuan terobosan. Gambar III.9. Zonasi alterasi dan persentase mineral sekunder di sumur WWT-1 Pada kedalaman 1093-1095 m, 1273-1336 m, 1753-1756, dan 1873-1936m, hadir laumontit yang mengisi rongga, menunjukkan terendapkannya mineral Calcsilikatyang terbentuk pada suhu yang lebih rendah, yaitu 120-220 0 C. Laumontit 41